PENDAHULUAN
A;
B;
Tujuan
Tujuan Umum
Setelah mempelajari konsep tentang penyakit demam rematik, diharapkan mahasiswa
mampu memahami patofisiologi demam rematik dan mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan demam rematik.
Tujuan Khusus
Setelah mempelajari konsep demam rematik, diharapkan mahasiswa mampu:
1; Mahasiswa mampu menyebutkan definisi demam rematik
1
Rumusan Masalah
1; Apa yang disebut dengan demam rematik?
2; Apa penyebab penyakit demam rematik?
3; Apa saja tanda dan gejala pada demam rematik?
4; Bagaimana patofisiologi demam rematik?
5; Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan demam rematik?
6; Bagaimana aplikasinya dalam memberi asuhan keperawatan?
D;
Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode kepustakaan, yaitu mencari sumber
data, informasi dan analisis tentang konsep demam rematik.
E;
Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab, yaitu:
BAB I
:adalah Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan
umum dan khusus, rumusan masalah, metode penulisan dan
sistematika
penulisan.
BAB II
:konsep teori tentang demam rematik yang meliputi definisi, etiologi,
tanda dan gejala, patofisiologi dan konsep asuhan keperawatan
pada
pasien demam rematik.
2
BAB II
BAB IV
BAB II
DEMAM REUMATIK
A;
Definisi
Menurut WHO, definisi demam reumatik adalah sindrom klinis sebagai salah satu
akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau
lebih manisfestasi mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema
marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali (Afif, A dkk.).
Pendapat lain memberikan definisi demam reumatik sebagai suatu sindroma klinik
penyakit akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan
yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum
(Meador R.J. et al, 2009).
Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini tidak
pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptokokus di tempat lain,
misalnya di kulit (pioderma), cenderung berulang, namun pengaruhnya pada jantung
sehingga membuat ini penting (A. Samik Wahab dalam buku ajar kardiologi anak, 1994).
Demam reumatik ialah penyakit peradangan yang diakibatkan oleh reaksi autoimun
terhadap infekai Streptococcus beta hemolyticus group A yang mekanismenya belum
sepenuhnya diketahui. Penyakit ini menyerang jantung, persendian, susunan saraf pusat,
lapisan serosa dan jaringan subkutan.
Demam reumatik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Bakteri streptokokus menular
melalui udara (airborne). Bakteri ini biasanya banyak terdapat pada tempat-tempat yang
kumuh dan padat.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa demam reumatik
merupakan suatu kumpulan gejala akibat peradangan pada tenggorokan yang disebabkan
oleh infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
B;
Epidemiologi
Di negara-negara yang sudah maju, insidensi demam reumatik, baik berupa serangan
pertama maupun serangan ulangan telah menurun dengan tajam dalam 30-40 tahun terakhir
ini. Demikian pula beratnya penyakit serta angka kematian juga telah berubah. Perbaikan
yang terus-menerus dalam keadaan sosial ekonomi, higiene, penggunaan obat anti streptokok
serta mungkin perubahan yang terjadi pada kumannya sendiri telah menurunkan angka
kejadian demam reumatik. Di negara-negara yang mencatat demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik, pada umumnya dilaporkan 10-30 kasus baru setiap 10.000 penduduk setiap
tahun, tetapi di negara-negara berkembang angka kejadian demam reumatik masih lebih
tinggi.
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah penting
bagi negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, negara-negara
Afrika, bahkan di beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam
reumatik sudah sangat sedikit ditemukan, seperti di negara-negara Skandinavia.
Prevalensi demam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
jantung reumatik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian,
diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka
tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik merupakan akibat dari demam reumatik.
C;
Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Untuk
menyebabkan serangan demam reumatik, kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superfisial.
Hubungan etiologis antara kuman Streptokokus dengan demam reumatik antara lain:
1; Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peningkatan kadar antibodi
terhadap Streptokokus, atau dapat diisolasi kuman Streptococcus beta hemolyticus
group A, atau keduanya.
2; Insidensi demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidensi infeksi
oleh Streptococcus beta hemolyticus group A yang tinggi pula. Kira-kira 3% penderita
infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup
seperti asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita infeksi
saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus group A akan menderita
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Sebaliknya insidensi demam
reumatik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk
diobati dengan baik.
3; Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat
pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.
5
1; Faktor-faktor individu
a; Faktor Genetik
Banyak demam reumatik atau penyakit jantung reumatik yang terjadi pada
suatu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang
faktor genetik pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya
disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara
penurunannya belum dapat dipastikan.
b; Faktor Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan
pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih
besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya
gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan
perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral
lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering
ditemukan pada laki-laki.
c;
D;
Artritis
Artrtis terjadi 70% dari pasien dengan demam rematik. Artritis adalah radang
sendi yang ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam.Artritis
ini sering terjadi pada sendi lutut, pergelangan kaki, siku dan pergelangan
tangan. Sifatnya berpindah pindah (poliartritis migran). Pada umumnya artritis
ini sembuh dalam satu minggu dan tidak menetap lebih dari 2-3 minggu. Artritis
berespon terhadap pemberian salisilat.
c;
Korea Sydenham
Korea sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance mengenai 15 % dengan
demam rematik. Manifestasi ini melibatkan sistem saraf pusat yaitu ganglia
basal dan nuklei kaudati oleh proses radang. Pasien korea datang dengan gerakan
tidak sengaja, inkoordinasi muskular, emosi labil. Meskipun tanpa pengobatan
sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada
8
d;
e;
2;
E;
kasus berat dengan pengobatan korea minor dapat menetap 3-4 bulan bahkan
sampai 2 tahun.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum adalah ruam khas pada demam rematik. Eritema
marginatum ini hanya terjadi pada lebih kurang 5%. Ruam ini tidak gatal,
makular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini diameternya 2,5 cm, sering
terjadi pada tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah. Eritema muncul
pada stadiym awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi.
Nodul subkutan
Frekuensi nodul subkutan kurang dari 5 %. Nodulus terletak pada permukaan
ekstensor sendi seperti siku, ruas jari, lutut, sendi kaki. Kadang nodulus
ditemukan pada kulit kelapa dan dia tas kolmna vertebralis. Ukurannya
bervariasi 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas bergerak.
Manifestasi Minor
Demam pada umumnya terjadi pada poliartritis reumatik, jenis demamnya remitten.
Suhunya jarang 39 0C dan biasanya kembali normal atau hampir normal dalam 2
atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda
objektif pada sendi. Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam rematik akut dengan
gagal jantung oleh karena distensi hati. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat
sekali pada derah sekitar umbilikus, dan sering disalahtafsirkan sebagi apendititis.
Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetpi kebanyakan akibat gagal jantung
kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epiktasis berat mungkin dapat terjadi. Lama
serangan pertama demam rematik adalah kurang dari 6 minggu sampai 3 bulan.
Namun pada karditis berat proses rematik aktif dapat berlanjut sampai 6 bulan atau
lebih. Proses demam rematik dianggap aktif apabila terdapat salah satu dari tanda
seperti artritis, bising organik kayu, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100 x /
menit, korea, eritema marginatum atau nodula subkutan. Karditis reumatik kronik
dapat berlangsung berlarut-larut dan menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan
atau tahun. Laju Endap darah terus tinggi lebih dari 6 bulan bukan tanpa aktivitas
rematik jika tidak disertai tanda lain.
Patofisiologi
9
10
F;
Komplikasi
Komplikasi dari demam reumatik antara lain: insufisiensi mitral (regurgitasi),
stenosis katup aorta, insufisiensi aorta (regurgitasi), stenosis mitral dan sindrom prolaps
mitral, serta stenosis trikuspidalis.
G;
Penatalaksanaan
Mitral valve replacement
Pembedahan telah memperbaiki prognosis karditis, tetapi hasilnya tidak sempurna.
Mortalitas operasi tidak dapat diabaikan. Dilakukan bila disertai regurgitasi dan
kalsifikasi katub mitral yang jelas. Dilakukan dengan eksisi katub, kordae tendine
dan otot papilaris. Sebuah katub palsu yang dirancang untuk merangsang fungsi
katub normal di pasang.
-
11
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM REMATIK
A; PENGKAJIAN
Data Subjektif dan Objektif yang biasanya ditemukan pada pasie dengan Demam Rematik
antara lain
1; Data Subjektif
a; Riwayat penyaki dahulu : pernah terinfeksi streptococcal, riwayat demam rematik
tenggorok kultur, peningkatan ESR, CRP, positive rapid antigen for group A
stertoccoci
B; DIAGNOSA KEPERAWATAN
1; Penurunan cardiac output berhubungan dengan disfungsi katup atau heart failure
2; Nyeri b/d iskemik jaringan, respon inflamasi pada sendi
3; Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot, tirah baring, nyeri sekunder pada sendi
4; Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia, fatique, peningkatan asam
5;
6;
7;
8;
9;
C; INTERVENSI KEPERAWATAN
1; Gangguan pertukaran gas
Tujuan : gangguan pertukaran gas tidak terjadi, ventilasi dan oksigenasi pada jaringan
yang adekuat
Kriteria Hasil : AGD dalam batas normal, tidak ada gejala distress pernapasan. Klien
dapat berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai dengan kemampuan
Intervensi :
- kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
- observasi warna kulit, membrane mukosa, kuku, catat adanya gejala
sianosis
- kaji status mental dan tingkat kecemasan klien
- pertahankan istirahat tidur
- elevasi kepala, ubah posisi ,
- ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif
13
2; Nyeri
8; Resiko cedera
Tujuan : klien dan keluarga dapat menunjukan pengetahuan yang adekuat mengenai
penyebab, terapi dan pengetahuan tentang demam rematik
Kriteria Hasil : klien dapat mendeskripsikan dengan tepat penyebab dan proses
terjadinya demam rematik, manifestasi klinik, cara pencegahan dan rasional dari
pemberian terapi
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang demam rematik
- Ajarkan klien cara untuk mengurangi resiko terinfeksi streptococcus:
jaga kesehatan gigi dan gusi, hindari orang dengan infeksi saluran
napas atas atau orang yang terkena infeksi streproccocus, temui dokter
bila ditemui gejala faringitis.
D; EVALUASI
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus pemicu 5
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke rumah sakit unit gawat darurat rumah sakit melati
denga keluhan nyeri dada dan sesak. TD : 150/90 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 28x/menit,
suhu afebris. Terdapat diastolik murmur (+), ekstremitas dingin dan berkeringat, pasien tampak
cemas dan lemah..
Pasien mempunyai riwayat demam reumatik sejak 3 tahun yang lalu, menikah dan memiliki 3
anak. Di ruang gawat darurat, klien tampak gelisah, keluarga menangis dan bertanya tentang
penyakit pasien tersebut.
Pemeriksaan diagnostik didapatkan echo : adanya mitral stenosis. Klien di istiraatkan total,
diberikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul 3 liter/menit. Segera dilakukan pemasangan
kateter intravena dextrose 500/8 jam. Diberikan obt-obatan yang sesuai dengan kondisi klien saat
ini.
A; Perjalanan penyakit pada kasus
Dalam kasus didapatkan data bahwa klien pernah mengalami sakit demam reumatik
jantung 3 tahun yang lalu. Di dalam teori tentang demam reumatik dijelaskan bahwa
penyakit tersebut dapat timbul sejak usia anak-anak dan dapat bertambah berat dengan
adanya proses penuaan, namun ada yang didapat pada usia pertengahan. Demam reumatik
yang terjadi akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus grup A yang menyerang
17
tonsil dan faring. Akibat adanya peradangan, tubuh berespon mengeluarkan antibodi dan
antigen jaringan spesifik yang memicu hipersensitivitas akibat kuman Streptococcus beta
hemoliticus grup A, terjadi reaksi silang antibodi pada protein Streptococcus beta
hemolitikus dengan susunan protein normal yang terdapat di otot jantung, katup jantung,
persendian, otak, ginjal, sehingga menimbulkan respon imunologi abnormal (autoimun).
Peradangan pada katup jantung memicu peningkatan sel retikulo endotel sel plasma dan
limfosit, sehingga menimbulkan fibrosis pada jaringan ikat jantung. Jaringan ikat tersebut
mengakibatkan keelastisan otot jantung berkurang untuk membuka dan menutup lama
kelamaan terjadi stenosis pada katup jantung. Di dalam kasus disebutkan bahwa hasil
pemeriksaan echocardiogram menyebutkan klien di diagnose penyakit mitral stenosis, mitral
stenosis tersebut merupakan komplikasi dari perjalanan demam reumatik yang tidak
ditangani dengan segera dan baik.
Stenosis pada katup menimbulkan regurgitasi. Pada kasus, dengan proses perjalanan
penyakit klien dapat menimbulkan regurgitasi pada ventrikel kiri dan penurunan cardiac
output. Regurgitasi pada katup mitral menimbulkan darah kembali lagi ke paru-paru
sehingga terjadi penumpukan cairan di paru-paru, akibatnya alveolus tidak dapat
menjalankan fungsinya dalam proses difusi sehingga menimbulkan sesak nafas sesuai
dengan data yang didapatkan pada kasus.
Selain itu, akibat penurunan curah jantung, darah tidak dapat mengalir sempurna ke
seluruh permukaan jantung dan ke seluruh sistemik. Akibat ketidakcukupan dan penurunan
aliran nutrisi dan oksigen pada permukaan jantung, jantung lama kelamaan mengalami
iskemik yang mengakibatkan nyeri dada pada klien. Lambat laun iskemik tersebut berubah
menjadi infark, dan menimbulkan gagal jantung.
18
Identitas pasien
Nama
Tanggal lahir
Alamat
Agama
Status
Kewaarganegaraan
: Tn. L
: 2/2/1979
: Jalan kutilang no 9
: Katholik
: Menikah
: Indonesia
19
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
: tampak cemas, berkeringat
Palpasi
: ekstremitas teraba dingin
Palpasi
: (blm ada, mau ditambahkan apa? Misal data?
Auskultasi
: diastolik mur-mur (+)
Tanda-tanda Vital
TD: 150/90 mmHg
N : 110x/menit
RR: 28x/menit
T : 36 0 C
B; Diagnosa Keperawatan
1; Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan destruksi alveoli ditandai dengan
Diagnosa 1
Tujuan : Pertukaran gas adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam dengan kriteria hasil:
1; Klien mengatakan sesak berkurang
2; Klien tidak tampak gelisah
3; TTV dalam batas Normal
4; AGD dalam batas normal
5; PO2 dan PCO2 dalam batas normal
6; SPO2 normal sampai dengan 100 %
7; Tidak terjadi sianosis
Intervensi
:
1; Monitor status pernafasan (kedalaman, retraksi, adanya batuk, SPO2, bunyi nafas
tambahan)
20
sesak nafas
6; Kolaborasi untuk monitoring hasil AGD
7; Kolaborasi pemberian therapi oksigen yang tepat
8; Kolaborasi management asam-basa
Diagnosa 2
Tujuan : tidak mengalami gangguan hemodinamik setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam dengan kriteria hasil:
1; TD dan HR dalam batas normal
2; Keluhan nyeri dada dan lelah berkurang
3; Mur-mur (+)
Intervensi :
1; Monitor TTV dan hemodinamik
2; Monitor intake output
3; Kaji sirkulasi perifer
4; Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas
5; Libatkan keluarga untuk membatasi pengunjung
6; Edukasi keluarga pentingnya hygine dan resiko tinggi infeksi terkait dengan penyakit
klien
7; Dorong klien untuk melakukan kegiatan pasif aktif sesuai kemampuannya
8; Berikan lingkungan yang nyaman dan kondusif
9; Berikan penkesh pada keluarga tentang pencegahan,pengobatan dini, skrening awal
dan kontrol berkala
10; Jelaskan pada klien pentingnya menjaga keseimbangan antara kegiatan dan istirahat.
11; Pantau efek pemberian obat-obatan
12; Kolaborasi monitoring darah lengkap dan fungsi jantung
13; Kolaborasi pemberian diit sesuai kebutuhan kalori dan metabolisme klien
Diagnosa 3
Tujuan : nyeri berkurang skala 3/1 setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam dengan kriteria hasil:
1; Klien mengatakan nyeri berkurang skala 3/1
21
Intervensi :
1; Monitor TTV
2; Kaji nyeri PQRST
3; Lakukan management nyeri seperti,
- Berikan klien posisi fisiologis sesuai kenyamanan klien
- Ajarkan tehnik relaksasi
- Ajarkan metode distraksi
- Berikan sentuhan atau peijatan ringan
4; Libatkan keluarga untuk support sistem managemen nyeri klien.
Daftar Pustaka
Brunner, Suddart.(1996). Text Book of Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott.
Ganong, W.F.(2003). Review of Medical Physiology. London: Prentice Hall.
Guyton, A.C., Hall, J.E.(1996). Text Book of Medical Physiology. Philadelphia: W. B. Saunders.
Kumar, V., Cota, R.S.I, and Robbins, S.L.(1997). Basic Pathology. Philadelphia: W. B. Saunders.
22
23