Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A;

Latar Belakang Masalah


Demam rematik menjadi salah satu penyebab kardiovaskuler yang sangat
signifikan. Walaupun angka kejadian penyakit demam rematik mengalami penurunan
selama lima dekade terakhir, tetapi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococous
ini masih menjadi masalah kesehatan global. Prevalensi lebih banyak menyerang pada
anak-anak dan dewasa muda dimana mereka dalam masa produktif.
Dilihat dari mekanisme patofisiologi penyakit demam rematik, WHO telah
mengembangkan beberapa metode dan managemen pada kasus demam rematik selama
lebih dari lima sampai delapan tahun. Dibidang keperawatan, dilakukan kajian-kajian dan
riset untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien demam rematik secara optimal.
Mengingat pentingnya perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, maka
penting bagi perawat untuk memahami konsep penyakit demam rematik, penyebab, tanda
dan gejala yang muncul, patofisiologi dan aplikasinya dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan demam rematik. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang konsep
penyakit demam rematik dan pembahasan kasus serta aplikasinya dalam proses
keperawatan.

B;

Tujuan
Tujuan Umum
Setelah mempelajari konsep tentang penyakit demam rematik, diharapkan mahasiswa
mampu memahami patofisiologi demam rematik dan mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan demam rematik.

Tujuan Khusus
Setelah mempelajari konsep demam rematik, diharapkan mahasiswa mampu:
1; Mahasiswa mampu menyebutkan definisi demam rematik
1

2; Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab dari demam rematik


3; Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala demam rematik
4; Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi penyakit demam rematik
5; Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan demam rematik
6; Mahasiswa mampu mengaplikasikan dalam proses keperawatan
C;

Rumusan Masalah
1; Apa yang disebut dengan demam rematik?
2; Apa penyebab penyakit demam rematik?
3; Apa saja tanda dan gejala pada demam rematik?
4; Bagaimana patofisiologi demam rematik?
5; Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan demam rematik?
6; Bagaimana aplikasinya dalam memberi asuhan keperawatan?

D;

Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode kepustakaan, yaitu mencari sumber
data, informasi dan analisis tentang konsep demam rematik.

E;

Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab, yaitu:
BAB I
:adalah Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan
umum dan khusus, rumusan masalah, metode penulisan dan
sistematika
penulisan.
BAB II
:konsep teori tentang demam rematik yang meliputi definisi, etiologi,
tanda dan gejala, patofisiologi dan konsep asuhan keperawatan
pada
pasien demam rematik.
2

BAB II
BAB IV

:pembahasan yang terdiri dari kasus, pembahsan dan aplikasi dalam


proses keperawatan demam rematik.
:penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
DEMAM REUMATIK
A;

Definisi
Menurut WHO, definisi demam reumatik adalah sindrom klinis sebagai salah satu
akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau
lebih manisfestasi mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema
marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali (Afif, A dkk.).

Pendapat lain memberikan definisi demam reumatik sebagai suatu sindroma klinik
penyakit akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan
yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum
(Meador R.J. et al, 2009).
Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini tidak
pernah menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptokokus di tempat lain,
misalnya di kulit (pioderma), cenderung berulang, namun pengaruhnya pada jantung
sehingga membuat ini penting (A. Samik Wahab dalam buku ajar kardiologi anak, 1994).
Demam reumatik ialah penyakit peradangan yang diakibatkan oleh reaksi autoimun
terhadap infekai Streptococcus beta hemolyticus group A yang mekanismenya belum
sepenuhnya diketahui. Penyakit ini menyerang jantung, persendian, susunan saraf pusat,
lapisan serosa dan jaringan subkutan.
Demam reumatik merupakan suatu penyakit sistemik yang, dapat bersifat akut,
subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Bakteri streptokokus menular
melalui udara (airborne). Bakteri ini biasanya banyak terdapat pada tempat-tempat yang
kumuh dan padat.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa demam reumatik
merupakan suatu kumpulan gejala akibat peradangan pada tenggorokan yang disebabkan
oleh infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
B;

Epidemiologi
Di negara-negara yang sudah maju, insidensi demam reumatik, baik berupa serangan
pertama maupun serangan ulangan telah menurun dengan tajam dalam 30-40 tahun terakhir
ini. Demikian pula beratnya penyakit serta angka kematian juga telah berubah. Perbaikan
yang terus-menerus dalam keadaan sosial ekonomi, higiene, penggunaan obat anti streptokok
serta mungkin perubahan yang terjadi pada kumannya sendiri telah menurunkan angka
kejadian demam reumatik. Di negara-negara yang mencatat demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik, pada umumnya dilaporkan 10-30 kasus baru setiap 10.000 penduduk setiap
tahun, tetapi di negara-negara berkembang angka kejadian demam reumatik masih lebih
tinggi.

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah penting
bagi negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, negara-negara
Afrika, bahkan di beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam
reumatik sudah sangat sedikit ditemukan, seperti di negara-negara Skandinavia.
Prevalensi demam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
jantung reumatik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian,
diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka
tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik merupakan akibat dari demam reumatik.
C;

Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Untuk
menyebabkan serangan demam reumatik, kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superfisial.
Hubungan etiologis antara kuman Streptokokus dengan demam reumatik antara lain:
1; Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peningkatan kadar antibodi
terhadap Streptokokus, atau dapat diisolasi kuman Streptococcus beta hemolyticus
group A, atau keduanya.
2; Insidensi demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidensi infeksi
oleh Streptococcus beta hemolyticus group A yang tinggi pula. Kira-kira 3% penderita
infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup
seperti asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita infeksi
saluran nafas bagian atas oleh Streptococcus beta hemolyticus group A akan menderita
demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Sebaliknya insidensi demam
reumatik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk
diobati dengan baik.
3; Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat
pencegahan yang teratur dengan antibiotika.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.
5

1; Faktor-faktor individu
a; Faktor Genetik

Banyak demam reumatik atau penyakit jantung reumatik yang terjadi pada
suatu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang
faktor genetik pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun pada umumnya
disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam reumatik ini, sedangkan cara
penurunannya belum dapat dipastikan.
b; Faktor Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan
pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih
besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya
gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki.
Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik juga menunjukkan
perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral
lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering
ditemukan pada laki-laki.

c;

Golongan Etnik dan Ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun


ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibandingkan dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai secara hatihati, sebab mungkin faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan
tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang
telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis mitral. Di negara-negara barat
umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah serangan penyakit
jantung reumatik akut. Tetapi data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral
organik yang berat seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat,
hanya 6 bulan sampai 3 tahun setelah serangan pertama.
d; Umur

Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam


reumatik atau penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai
anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak
biasa ditemukan pada anak yang berumur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum
anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidensi infeksi Streptokokus pada anak usia sekolah. Dan 40%
penderita infeksi Streptokokus adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun.
Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin diperlukan
infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam reumatik.
e;

Keadaan Gizi dan lain-lain


Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. Hanya
sudah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) jarang yang
menderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

D;

Tanda dan gejala pada demam rematik


Demam rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katub jantung
sebagai akibat dari serangan karditis rematik akut yang berulang-ulang. Demam rematik
disebabkan karena infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Secara patologi fase
akut demam rematik menyerang endokard, miokard dan perikard, paru atau pleura. Yang
khasnya adalah reaksi granuloma perivaskuler dan vaskulitis yang disebut nodul ascooff.
Lesi pertama terjadi pada katub mitral 75-85%, katub aorta 30%. Trikuspid dan pulmonal
>5%. Demam rematik akut memiliki manifestasi klinis, yang paling sering adalah artritis,
yang serius adalah masalah karditis, yang lainnya adalah korea, nodul sub kutan, dan
eritema marginatum. Manifestasi klinis dalam demam rematik akan dijelaskan sebagai
berikut.
1; Manifestasi klinis mayor
a; Karditis

Karditis ditemukan sekitar 50% pasien yang mengalami demam rematik.


Karditis merupakan penyebab mortalitas yang paling sering selama stadium
akut. Setelah stadium akut cedera sisa pada katub dapat menyebabkan gagal
jantung yang tidak mudah penanganannya dan sering memerlukan tindakan
pembedahan. Takikardi juga merupakan tanda klinis awal miokarditis. Frekuensi
jantung cepat ini akan dipercaya jika dilakukan pemeriksaan pada saat tidur.
Demam dan gagal jantung menyebabkan meningkatnya frekuensi jantung.
Bukti dari karditis ini pun dapat dilihat melalui akibat dari gagal jantung
kongestif yaitu peningkatan tekanan vena leher, muka sembab, hepatomegali,
ronki paru, urin sedikit, dan edema pitting. Endokarditis, radang daun katup
mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan komponen yang spesifik
pada karditis rematik. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis
rematik yang ditandai oleh adanya bising holosistolik (pansistolik) halus dengan
nada tinggi. Jika terdapat insufisiensi mitral yang bermakna dapat terdengar
bising stenosis mitral relatif yaitu bising mid- diastolik sampai akhir diastolik
yang bernada rendah. Bising ini disebut bising carey coombs, terjadi karena
sejumlah besar besar darah didorong melalui lubang katup ke dalam ventrikel
kiri selama fase pengisian , menghasilkan turbulensi yang bermanifestasi sebagai
bising aliran (flow murmur). Miokarditis atau insufisiensi katub yang berat dapat
menyebabkan terjadinya gagal jantung. Manifestasi gagal jantung terdiri dari
batuk, nyeri dada, dispne, ortopne dan anoreksia.
b;

Artritis
Artrtis terjadi 70% dari pasien dengan demam rematik. Artritis adalah radang
sendi yang ditandai oleh nyeri yang hebat, bengkak, eritema, dan demam.Artritis
ini sering terjadi pada sendi lutut, pergelangan kaki, siku dan pergelangan
tangan. Sifatnya berpindah pindah (poliartritis migran). Pada umumnya artritis
ini sembuh dalam satu minggu dan tidak menetap lebih dari 2-3 minggu. Artritis
berespon terhadap pemberian salisilat.

c;

Korea Sydenham
Korea sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance mengenai 15 % dengan
demam rematik. Manifestasi ini melibatkan sistem saraf pusat yaitu ganglia
basal dan nuklei kaudati oleh proses radang. Pasien korea datang dengan gerakan
tidak sengaja, inkoordinasi muskular, emosi labil. Meskipun tanpa pengobatan
sebagian besar korea minor akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. Pada
8

d;

e;

2;

E;

kasus berat dengan pengobatan korea minor dapat menetap 3-4 bulan bahkan
sampai 2 tahun.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum adalah ruam khas pada demam rematik. Eritema
marginatum ini hanya terjadi pada lebih kurang 5%. Ruam ini tidak gatal,
makular, dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini diameternya 2,5 cm, sering
terjadi pada tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah. Eritema muncul
pada stadiym awal penyakit, kadang menetap atau kembali lagi.
Nodul subkutan
Frekuensi nodul subkutan kurang dari 5 %. Nodulus terletak pada permukaan
ekstensor sendi seperti siku, ruas jari, lutut, sendi kaki. Kadang nodulus
ditemukan pada kulit kelapa dan dia tas kolmna vertebralis. Ukurannya
bervariasi 0,5-2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas bergerak.

Manifestasi Minor
Demam pada umumnya terjadi pada poliartritis reumatik, jenis demamnya remitten.
Suhunya jarang 39 0C dan biasanya kembali normal atau hampir normal dalam 2
atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Atralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda
objektif pada sendi. Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam rematik akut dengan
gagal jantung oleh karena distensi hati. Pada kasus ini nyeri mungkin terasa berat
sekali pada derah sekitar umbilikus, dan sering disalahtafsirkan sebagi apendititis.
Anoreksia, nausea, dan muntah seringkali ada, tetpi kebanyakan akibat gagal jantung
kongestif atau akibat keracunan salisilat. Epiktasis berat mungkin dapat terjadi. Lama
serangan pertama demam rematik adalah kurang dari 6 minggu sampai 3 bulan.
Namun pada karditis berat proses rematik aktif dapat berlanjut sampai 6 bulan atau
lebih. Proses demam rematik dianggap aktif apabila terdapat salah satu dari tanda
seperti artritis, bising organik kayu, kardiomegali, nadi selama tidur melebihi 100 x /
menit, korea, eritema marginatum atau nodula subkutan. Karditis reumatik kronik
dapat berlangsung berlarut-larut dan menyebabkan kematian sesudah beberapa bulan
atau tahun. Laju Endap darah terus tinggi lebih dari 6 bulan bukan tanpa aktivitas
rematik jika tidak disertai tanda lain.

Patofisiologi
9

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokkus Beta Hemolitik grup A dengan


terjadinya demam reumatik telah lama diketahui. Demam reumatik merupakan respon
autoimun terhadap infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorokan.
Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan
genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme
patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen
histokompatibilitas mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi yang
berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor risiko yang
potensial dalam patogenesis penyakit ini.
Beberapa penelitian berpendapat bahawa demam reumatik yang mengakibatkan
penyakit jantung reumatik terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus beta
hemolitycus grup A di faring dan tonsil. Streptococcus adalah bakteri gram positif
berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat
membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus beta
hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang
menginfeksi manusia pada umumnya jenis hemolitik.
Demam reumatik merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh
Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya
reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A. Reaksi silang
tersebut akibat otot jantung yang mempunyai susunan antigen yang mirip dengan antigen
Streptokokus, hal ini yang menyebabkan reaksi autoimun.
Dalam keadaan normal,sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari
antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman
klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah
reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut
autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut autoantibodi.
Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan
gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis
disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya para ahli sependapat bahwa
demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.

10

F;

Komplikasi
Komplikasi dari demam reumatik antara lain: insufisiensi mitral (regurgitasi),
stenosis katup aorta, insufisiensi aorta (regurgitasi), stenosis mitral dan sindrom prolaps
mitral, serta stenosis trikuspidalis.

G;

Penatalaksanaan
Mitral valve replacement
Pembedahan telah memperbaiki prognosis karditis, tetapi hasilnya tidak sempurna.
Mortalitas operasi tidak dapat diabaikan. Dilakukan bila disertai regurgitasi dan
kalsifikasi katub mitral yang jelas. Dilakukan dengan eksisi katub, kordae tendine
dan otot papilaris. Sebuah katub palsu yang dirancang untuk merangsang fungsi
katub normal di pasang.
-

Tindakan umum dan tirah baring


Semua pasien dengan demam rematik akut harus tirah baring. Karditis hampir selalu
terjadi 2-3 minggu sejal awal kegiatan, hingga pengamatan yang ketat harus
dilakukan selama masa tersebut

Pemusnahan streptokokus dan pencegahan sekunder.


Cara pemusnahan streptokokus dari tonsil dan farings sama dengan cara pengobatan
faringitis streptokukus yaitu dengan pemberian penisilin benzatin intramuskular
dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien

Pengobatan analgesik dan antiradang


Pengobatan anti radang yang lebih kuat adalah salisilat, steroid yang bermanfaat
untuk mengendalikan perikarditis dan gagal jantungpada karditis akut. Analgesik
murni seperti asetaminofen digunakan untuk mengendalikan demam dan membuat
pasien nyaman dari nyerinya. Pada pasien karditis jika ada kardiomegali atau gagal
jantung diberikan aspirin dan steroid .

11

ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM REMATIK
A; PENGKAJIAN

Data Subjektif dan Objektif yang biasanya ditemukan pada pasie dengan Demam Rematik
antara lain
1; Data Subjektif
a; Riwayat penyaki dahulu : pernah terinfeksi streptococcal, riwayat demam rematik

atau penyakit jantung rematik sebelumnya.


b; Pola kesehatan fungsional :
- Riwayat keluarga dengan demam rematik
- Malaise
- Status Nutrisi : anoreksia, penururunan BB
- Aktivitas : Palpitasi, general weakness, fatique, ataxia
- Cogninitive perceptual : nyeri dada, nyeri sendi ( terutama pada sendi besar)
2; Data Objektif
a; Demam
b; Integumen : nodul pada subcutan, eritema marginatum
c; Cardiovascular : takikardi, pericardial friction rub, murmur, oedem perifer
d; Neurologi : Chorea ( gangguan pada system saraf pusat dimanifestasikan gerakan

tiba-tiba, tidak terkordinasi pada ekstremitas, gerakan involuntary, emosi labil ),


wajah meringis.
e; Musculoskeletal : tanda monoartritis atau polyartritis, bengkak, panas, kemerahan,
pergerakan terbatas terutama pada lutut, pergelangan kaki, siku, bahu dan
pergelangan tangan.
3; Pemeriksaan Diagnostik yang mungkin ditemukan :
12

a; Pada foto thorax : cardiaomegali


b; ECG : prolong PR interval
c; Echocardiografi : abnormalitas katup, dilatasi bilik, pericardial efusi
d; Laboratorium : lekositosis, peningkatan titer O anti streptolisin, positive swab

tenggorok kultur, peningkatan ESR, CRP, positive rapid antigen for group A
stertoccoci
B; DIAGNOSA KEPERAWATAN
1; Penurunan cardiac output berhubungan dengan disfungsi katup atau heart failure
2; Nyeri b/d iskemik jaringan, respon inflamasi pada sendi
3; Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot, tirah baring, nyeri sekunder pada sendi
4; Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia, fatique, peningkatan asam
5;
6;
7;
8;
9;

lambung akibat kompensasi system saraf simpatik


Inefektif managemen regimen terapetik b/d kurang pengetahuan tentang kebutuhan
pengobatan jangka panjang
Gangguan pertukaran gas b/d penumpukan darah di paru akibat pengisian di atrium yang
meningkat
Kerusakan integritas kulit b/d peradangan pada kulit dan jaringan subkutan
Inefektif perfusi jaringan perifer b/d penurunan metabolisme perifer akibat vasokontriksi
pembuluh darah
Resiko injuri b/d gerakan involuntary, kelemahan otot

C; INTERVENSI KEPERAWATAN
1; Gangguan pertukaran gas

Tujuan : gangguan pertukaran gas tidak terjadi, ventilasi dan oksigenasi pada jaringan
yang adekuat
Kriteria Hasil : AGD dalam batas normal, tidak ada gejala distress pernapasan. Klien
dapat berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai dengan kemampuan
Intervensi :
- kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
- observasi warna kulit, membrane mukosa, kuku, catat adanya gejala
sianosis
- kaji status mental dan tingkat kecemasan klien
- pertahankan istirahat tidur
- elevasi kepala, ubah posisi ,
- ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif
13

beri oksigen sesuai indikasi

2; Nyeri

Tujuan : nyeri berkurang / hilang, rasa nyaman meningkat


Kriteria Hasil : klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, dapat beristirahat, relaks,
ekpresi wajah tenang, penggunaan obat anti nyeri berkurang
Intervensi :
- Kaji keluhan dan intesitas nyeri dengan menggunakan skala 1 10
- Pantau TTV
- Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri, dan beri posisi yang nyaman
- Beri kompres hangat sesuai indikasi
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik
3; Penurunan cardiac output

Tujuan : cardiac output adekuat


Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal, nadi perifer teraba dan teratur, haluaran urin
adekuat, tidak ada sesak napas, sianosis, disritmia, tidak ada oedem perifer.
Intervensi :
- Kaji TTV
- Kaji terhadap adanya perubahan warna kulit, sianosis,
- Monitor keseimbangan cairan
- Batasi aktivitas
- Berikan lingkungan yang tenang untuk mengurangi stress
- Anjurkan klien untuk melaporkan kepada perawat bila mengalami nyeri
dada
- Kolaborasi untuk pemberian O2
- Kolaborasi pemberian obat-obatan digitalis
4; Intoleransi aktivitas
Tujuan : intoleransi aktivitas bisa teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah dan dapat melkukan aktivitas sesuai batas
toleransi, menunjukkan peningkatan dalam beraktivitas
Intervensi :
- Periksa TTV sebelum beraktivitas
- Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat adanya takikardi,
dispnea, disritmia, berkeringat, pucat
14

Bantu ADL dan tingkatkan aktivitas sesuai dengan indikasi


Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Kolaborasi program rehabilitasi jantung/aktivitas

5; Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan : memperlihatkan status nutrisi yang adekuat


Kriteria Hasil : intake makanan adekuat, keluhan mual dan anorexia berkurang/
hilang, selera makan bertambah, BB dalam rentang normal
Intervensi :
- Kaji status nutrisi klien
- Kaji pola diet nutrisi ( riwayat diet, makanan kesukaan )
- Kaji keluhan mual, anoreksia
- Anjurkan makan porsi kecil namun sering
- Hindari makanan yang merangsang ( terlalu pedas, panas/ dingin )
- Kolaborasi pemberian obar penetral asam lambung
- Kolaborasi penyediaan makanan kesukaan klien disesuaikan dengan
diit klien
6; Kerusakan integritas kulit

Tujuan : kerusakan integritas kulit dapat teratasi


Kriteria hasil : eritema berkurang/ hilang, mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
- Kaji tingkat kerusakan kulit
- Berikan perawatan kulit, hindari kulit terlalu kering dan lembab
- Ubah posisi sering di tempat tidur, bantu latihan rentang gerak pasif/
aktif
- Berikan bantalan yang lembut pada badan
- Kolaborasi pemberian obat anti radang
7; Inefektif perfusi jaringan perifer

Tujuan : perfusi jaringan efektif


Kriteria hasil : tidak ada pucat, sianosis, oedem perifer
Intervensi :
- Kaji akan adanya keluhan cemas, bingung , letargi dan pingsan
- Kaji akan adanya tanda pucat, sianosis, akral dingin. Catat kekuatan
nadi perifer
15

Kaji tanda oedem perifer


Kaji pernapasan, catat adanya distress pernapasan
Pantau data laboratorium AGD, ureum, kreatinin dan elektrolit

8; Resiko cedera

Tujuan : tidak terjadi cedera


Kriteria Hasil : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan
factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi :
- Kaji tingkat gerakan klien yang berlebihan
- Pantau dan dampingi klien selama serangan khorea dan jauhkan
benda- benda yang berbahaya dari klien
- Pasang pengaman tempat tidur
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi pemberian obat- obatan penenang

9; Inefektif manageman regimen terapetik

Tujuan : klien dan keluarga dapat menunjukan pengetahuan yang adekuat mengenai
penyebab, terapi dan pengetahuan tentang demam rematik
Kriteria Hasil : klien dapat mendeskripsikan dengan tepat penyebab dan proses
terjadinya demam rematik, manifestasi klinik, cara pencegahan dan rasional dari
pemberian terapi
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang demam rematik
- Ajarkan klien cara untuk mengurangi resiko terinfeksi streptococcus:
jaga kesehatan gigi dan gusi, hindari orang dengan infeksi saluran
napas atas atau orang yang terkena infeksi streproccocus, temui dokter
bila ditemui gejala faringitis.
D; EVALUASI

Hasil yang diharapkan untuk pasien dengan demam rematik adalah :


1; Kemampuan untuk melakukan ADL dengan minimal fatique dan nyeri
2; Kepatuhan klien dalam regimen pengobatan
16

3; Percaya diri dalam mengelola penyakit


4; Pencegahan komplikasi
5; Peningkatan status nutrisi

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus pemicu 5
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke rumah sakit unit gawat darurat rumah sakit melati
denga keluhan nyeri dada dan sesak. TD : 150/90 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 28x/menit,
suhu afebris. Terdapat diastolik murmur (+), ekstremitas dingin dan berkeringat, pasien tampak
cemas dan lemah..
Pasien mempunyai riwayat demam reumatik sejak 3 tahun yang lalu, menikah dan memiliki 3
anak. Di ruang gawat darurat, klien tampak gelisah, keluarga menangis dan bertanya tentang
penyakit pasien tersebut.
Pemeriksaan diagnostik didapatkan echo : adanya mitral stenosis. Klien di istiraatkan total,
diberikan oksigen dengan menggunakan nasal kanul 3 liter/menit. Segera dilakukan pemasangan
kateter intravena dextrose 500/8 jam. Diberikan obt-obatan yang sesuai dengan kondisi klien saat
ini.
A; Perjalanan penyakit pada kasus

Dalam kasus didapatkan data bahwa klien pernah mengalami sakit demam reumatik
jantung 3 tahun yang lalu. Di dalam teori tentang demam reumatik dijelaskan bahwa
penyakit tersebut dapat timbul sejak usia anak-anak dan dapat bertambah berat dengan
adanya proses penuaan, namun ada yang didapat pada usia pertengahan. Demam reumatik
yang terjadi akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus grup A yang menyerang
17

tonsil dan faring. Akibat adanya peradangan, tubuh berespon mengeluarkan antibodi dan
antigen jaringan spesifik yang memicu hipersensitivitas akibat kuman Streptococcus beta
hemoliticus grup A, terjadi reaksi silang antibodi pada protein Streptococcus beta
hemolitikus dengan susunan protein normal yang terdapat di otot jantung, katup jantung,
persendian, otak, ginjal, sehingga menimbulkan respon imunologi abnormal (autoimun).
Peradangan pada katup jantung memicu peningkatan sel retikulo endotel sel plasma dan
limfosit, sehingga menimbulkan fibrosis pada jaringan ikat jantung. Jaringan ikat tersebut
mengakibatkan keelastisan otot jantung berkurang untuk membuka dan menutup lama
kelamaan terjadi stenosis pada katup jantung. Di dalam kasus disebutkan bahwa hasil
pemeriksaan echocardiogram menyebutkan klien di diagnose penyakit mitral stenosis, mitral
stenosis tersebut merupakan komplikasi dari perjalanan demam reumatik yang tidak
ditangani dengan segera dan baik.
Stenosis pada katup menimbulkan regurgitasi. Pada kasus, dengan proses perjalanan
penyakit klien dapat menimbulkan regurgitasi pada ventrikel kiri dan penurunan cardiac
output. Regurgitasi pada katup mitral menimbulkan darah kembali lagi ke paru-paru
sehingga terjadi penumpukan cairan di paru-paru, akibatnya alveolus tidak dapat
menjalankan fungsinya dalam proses difusi sehingga menimbulkan sesak nafas sesuai
dengan data yang didapatkan pada kasus.
Selain itu, akibat penurunan curah jantung, darah tidak dapat mengalir sempurna ke
seluruh permukaan jantung dan ke seluruh sistemik. Akibat ketidakcukupan dan penurunan
aliran nutrisi dan oksigen pada permukaan jantung, jantung lama kelamaan mengalami
iskemik yang mengakibatkan nyeri dada pada klien. Lambat laun iskemik tersebut berubah
menjadi infark, dan menimbulkan gagal jantung.

18

ASUHAN KEPERAWATAN REUMATOID FEVER


A; Pengkajian

Identitas pasien
Nama
Tanggal lahir
Alamat
Agama
Status
Kewaarganegaraan

: Tn. L
: 2/2/1979
: Jalan kutilang no 9
: Katholik
: Menikah
: Indonesia

Riwayat keperawatan masa lalu


Klien mempunyai riwayat demam rematik sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat keperawatan sekarang
Keluhan utama
: klien mengatakan nyeri dada dan sesak
Pemeriksaan Diagnostik
Echo : didapatkan adanya mitral stenosis
Keadaan umum
Tampak lemah sakit sedang compos mentis, terpasang oksigen nasal 3 liter per menit,
infus Dextrose 500cc/8 jam

19

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
: tampak cemas, berkeringat
Palpasi
: ekstremitas teraba dingin
Palpasi
: (blm ada, mau ditambahkan apa? Misal data?
Auskultasi
: diastolik mur-mur (+)
Tanda-tanda Vital
TD: 150/90 mmHg
N : 110x/menit
RR: 28x/menit
T : 36 0 C
B; Diagnosa Keperawatan
1; Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan destruksi alveoli ditandai dengan

klien mengeluh sesak, RR:28x/ment, HR:110x/menit, TD:150/90 mmHg.


2; Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan arus balik vena menurun ditandai
dengan klien mengeluh nyeri dada, ekstremitas dingin dan berkeringat, TD: 150/90
mmHg, HR: 110x/menit, diastolik mur-mur(+) dan klien tampak lelah
3; Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan klien mengeluh nyeri
dada, klien tampak cemas, TD:150/90mmHg, HR:110x/menit, RR: 28x/menit.
C; Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1
Tujuan : Pertukaran gas adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam dengan kriteria hasil:
1; Klien mengatakan sesak berkurang
2; Klien tidak tampak gelisah
3; TTV dalam batas Normal
4; AGD dalam batas normal
5; PO2 dan PCO2 dalam batas normal
6; SPO2 normal sampai dengan 100 %
7; Tidak terjadi sianosis
Intervensi
:
1; Monitor status pernafasan (kedalaman, retraksi, adanya batuk, SPO2, bunyi nafas
tambahan)
20

2; Monitor TTV dan hemodinamik


3; Berikan posisi fohwler atau semi fohwler
4; Ajarkan batuk efektif
5; Edukasi keluarga untuk tidak memerikan makanan dan minuman saat pasien masih

sesak nafas
6; Kolaborasi untuk monitoring hasil AGD
7; Kolaborasi pemberian therapi oksigen yang tepat
8; Kolaborasi management asam-basa
Diagnosa 2
Tujuan : tidak mengalami gangguan hemodinamik setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 5x24 jam dengan kriteria hasil:
1; TD dan HR dalam batas normal
2; Keluhan nyeri dada dan lelah berkurang
3; Mur-mur (+)
Intervensi :
1; Monitor TTV dan hemodinamik
2; Monitor intake output
3; Kaji sirkulasi perifer
4; Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas
5; Libatkan keluarga untuk membatasi pengunjung
6; Edukasi keluarga pentingnya hygine dan resiko tinggi infeksi terkait dengan penyakit
klien
7; Dorong klien untuk melakukan kegiatan pasif aktif sesuai kemampuannya
8; Berikan lingkungan yang nyaman dan kondusif
9; Berikan penkesh pada keluarga tentang pencegahan,pengobatan dini, skrening awal
dan kontrol berkala
10; Jelaskan pada klien pentingnya menjaga keseimbangan antara kegiatan dan istirahat.
11; Pantau efek pemberian obat-obatan
12; Kolaborasi monitoring darah lengkap dan fungsi jantung
13; Kolaborasi pemberian diit sesuai kebutuhan kalori dan metabolisme klien
Diagnosa 3
Tujuan : nyeri berkurang skala 3/1 setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam dengan kriteria hasil:
1; Klien mengatakan nyeri berkurang skala 3/1
21

2; TTV dalam batas normal


3; Klien tampa tenang

Intervensi :
1; Monitor TTV
2; Kaji nyeri PQRST
3; Lakukan management nyeri seperti,
- Berikan klien posisi fisiologis sesuai kenyamanan klien
- Ajarkan tehnik relaksasi
- Ajarkan metode distraksi
- Berikan sentuhan atau peijatan ringan
4; Libatkan keluarga untuk support sistem managemen nyeri klien.

Daftar Pustaka
Brunner, Suddart.(1996). Text Book of Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincott.
Ganong, W.F.(2003). Review of Medical Physiology. London: Prentice Hall.
Guyton, A.C., Hall, J.E.(1996). Text Book of Medical Physiology. Philadelphia: W. B. Saunders.
Kumar, V., Cota, R.S.I, and Robbins, S.L.(1997). Basic Pathology. Philadelphia: W. B. Saunders.

22

23

Anda mungkin juga menyukai