Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

(SOL)

Oleh:
Kelompok 2

Anggi Dwi Agustina : 18301079


Emmi Lestari :18301087
Rismawati :18301104
Sanniah Aqilla : 18301106

Program Studi S1 Keperawatan


Stikes Payung Negeri
Pekanbaru
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah III”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan, khususnya
bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman penulis, makalah ini masih banyak kekurangan
dalam pembuatan. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran dari
pembaca.

Pekanbaru, 10 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 TujuanPenulisan ............................................................................
1.3 Manfaat Penulisan .........................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS.................................................................. 3
2.1 Anatomi Dan Fisiologi .................................................................. 3
2.2 Konsep Penyakit ...........................................................................
A. Definisi ..................................................................................
B. Etiologi ..................................................................................
C. Patofisiologi dan WOC ..........................................................
D. Manifestasi Klinis ..................................................................
E. Pemeriksaan Diagnostik ........................................................
F. Komplikasi .............................................................................
G. Penatalaksanaan Medis ..........................................................
2.3 MCP Teori ....................................................................................
2.4 Asuhan Keperawatan ....................................................................
BAB III PEMBAHASAN KASUS .............................................................
3.1 Asuhan Keperawatan Kasus .........................................................
3.2 Jurnal Terkait ................................................................................
3.3 Analisis Jurnal ...............................................................................
3.4 Terapi Modalitas atau Terapi Komplementer ...............................
3.5 Trend And Issue, Evidance Based Practice ..................................
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan.................................................................................... 21
4.2 Saran.............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 22
LAMPIRAN .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Space Occupying Lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnya
meliputi hematoma, abses otak dan tumor otak (Ejaz butt, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam
rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan
cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal. Peningkatan volume salah satu
dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati unsur
lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Hipotesis Monroe-Kellie
memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan tekanan intracranial
(Price, 2005).
Tumor otak merupakan penyebab sebagian besar dari space occupying lesion. Di
Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut
Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit
neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum (Iskandar, 2002).
Menurut penilitian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Lahore, Pakistan, periode
September 1999 hingga April 2000, dalam 100 kasus space occupying lesion
intrakranial, 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus pada wanita. Selain itu, 18
kasus ditemukan pada usia dibawah 12 tahun. 28 kasus terjadi pada rentan usia
20-29 tahun, 13 kasus pada usia 30-39, dan 14 kasus pada usia 40-49 (Ejaz butt,
2005).
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-
70 dengan pundak usia 40-65 tahun (Iskandar 2002).
I.2 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
1) Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang dalam
penegakkan diagnosis penyakit tropis dan indikasinya.
2) Untuk mengetahui pertimbangan dalam menggunakan pemeriksaan
penunjang.

b. Tujuan Khusus
1) Untuk menambah wawasan dan ilmu mengenai space occupying lesion
(SOL) intrakranial.

I.3 Manfaat Penulisan


a) Manfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini adalah mampu
memberikan pengetahuan dan wawasan tentang space occupying lesion
(SOL) intrakranial bagi mahasiswa dan pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi Fisiologi
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local,
hyperemia, infiltrasileukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan
edema, beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque
fraction atau dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan
meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi
berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
klien. Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah
akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermain festasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebro vaskuler primer. Serangan kejang
sebagaimanai festasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan
kompersi invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Peningkatan
intra cranial dapat diakibat akan oleh beberapa factor: bertambahnya masa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang
relative dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan odem
dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.
Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi
sirkulasi cairan serebros pinal dari vantrikel laseral keruang sub arachnoid
menimbulkan hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan
intracranial timbul cepat.

2.2 Konsep Penyakit (Defenisi, etiologi, patofisiologi/ WOC, manifestasi klinis,


pemeriksaan diagnostic, komplikasi, penatalaksanaan)
a) Defenisi
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah
mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai
otak. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak
seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada
intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.Tumor otak merupakan
salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor
ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat
dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian
atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-
selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak.
(Fransisca, 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang
terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu
lesi yang meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan
serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi,
dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai
timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
b) Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Radiasi merupakan
salah satu dari factor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi,
dan toksin belum dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor
otak tetapi bahan industri tertentu seperti nitrosourea adalah krasinogen
yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat
imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal (Suddart, 2003).
c) Patofisiologi/ WOC
1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
2. Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
3. Hidrosefalus
4. Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasileukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema,
beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction atau
dinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi
berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
klien. Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah
akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermain festasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebro vaskuler primer. Serangan kejang
sebagaimanai festasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan
kompersi invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Peningkatan
intra cranial dapat diakibat akan oleh beberapa factor: bertambahnya masa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang
relative dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan odem
dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.
Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi
sirkulasi cairan serebros pinal dari vantrikel laseral keruang sub arachnoid
menimbulkan hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan
intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus/sereblum. Herniasi timbul bila girusmedalis
lobus temporalis bergeser keinterior melalui insisuratentorial oleh massa
dalam hemisterotak. Herniasi menekanen sefalon menyebabkan
kehilangan kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum
tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior( Suddart, Brunner. 2001).
WOC

Idiopatik

Tumor Otak

Penekanan jaringan Bertambahnya massa


otak

Penyerapancairan
Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak otak

Kerusakan jar. Gang. Hipoksia Obstruksi vena


Neuron ( Nyeri) Suplai jaringan di otak
darah

Oedema
kejang Gang.Neurologi Gang.Fungsi Gang.Perfus
sfokal otak ijaringan

Defisit neurologis Disorientasi


Peningkatan Hidrosefalus

1. Aspirasi Resti.Cidera Perubaha


sekresi n proses
2. Obs. Jln pikir
nafas
3. Dispnea
4. Henti Bradikardi progresif, Bicaraterganggu, Herniali
nafas hipertensi sitemik, afasia sulkus
5. Perubahan gang. pernafasan
Pola
nafas Gang.Komunikasi Menisefalon
Ancaman verbal tekanan
kematian
Gangg.
Pertukaran Mual, muntah,
Gang.
gas papileodema,
Cemas kesadaran
pandangan kabur,
penurunan fungsi
pendengaran, nyeri
Gang. Rasa
nyaman kepala
d) Manifestasi Kinis
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang
terletak pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral
(hilang penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang
berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak
disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien
sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tmor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli
(gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah
dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial
keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian,


konfusi, gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada
lansia. ( Brunner& Sudarth, 2003 ; 2170 )
e) Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran,
kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta
memberi informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam
batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam
gambaran yang menggunakan CT Scan.
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).

f) Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi
narkotik dan imobilitas.Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi
setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik
pembedahan intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur
yang diberikan, misalnya :
1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah
komplikasi mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1. Perubahan visual dan verbal
2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan
dengan sakit kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan

g) Penatalaksanaan
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti
demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna,
pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin,
tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK,
mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor
yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi
resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapy
Tradiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi
sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang
akanmenerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting
sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang
sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi
radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi

3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik
tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis
atau untuk menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans,
multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor
dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada
radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di
sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.

2.3 MCP Teori/ Kasus

MD: SOL

KA:

1. Nyeri Kepala
2. Mual, muntah
3. Kejang-kejang
4. Tangan dan kaki kanan lemas
5. Penglihatan Kabur

DX 1: DX 2: DX 3:
- Nyeri akut b.d Faktor - Resiko Perfusi Serebral - Hambatan Mobilitas
Penyakit Tidak Efektif b.d Fisik berhubungan
Hipertensi dengan Penurunan
DS: Kekuatan Otot
1. Mengeluh nyeri kepala berat DS: - DS:
diseluruh area kepala DO: 1. Kelemahan pada
2. Nyeri menetap dan 1. Perubahan tingkat ekstremitas atas dan
berdenyut-denyut kesadaran bawah bagian kiri
DO: 2. Gelisah DO:
1. Gelisah 3. Perubahan tanda vital 1. Penurunan tonus otot
2.Berfokus pada diri sendiri (flaccid)
2. Kekuatan otot
ektremitas kiri
3. Tidak mampu
melawan tahanan
pemeriksa
2.4 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/o bstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2). Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3). Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.
4). Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
GCS.Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode
AVFUAwake : A, Respon bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada
respon : U
5). Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi inline harus dikerjakan.
b. Pengkajian Sekunder
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi
telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru
(bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ
pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan,
perawatan diri (pada periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori,
sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah
h) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis,
telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit,
fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh
SOL dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital

Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan


kognitif, fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan
TIK (Tekanan Intra Kranial)
Intervensi :
Manajemen edema serebral
a. monitor tanda-tanda vital
b.monitor adanya kebingungan,perubahan pikiran,keluhan
pusing,pingsan
c. monitor status pernafasan
d. monitor intake output
e. posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
f. berikan sedasi, sesuai kebutuhan
g. berikan agen paralisis,sesuai kebutuhan
h. berikan diuretik osmotik dan active loop
i. doorng keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien
j. kolaborasikan kepada dokter untuk tindakan selanjutnya
2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
Manajemen jalan nafas
a. monitor status pernafasan dan oksigenasi,sebagaimana mestinya
b.posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
sebagaimana mestinya
d. lakukan fisioterapi dada,sebagaimana mestinya
e. instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
f. motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam,berputar dan batuk

3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena
perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah
condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas,
penyempitan fokus pad dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pola
tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri .
Intervensi :
Manajemen nyeri
a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri
yang dirasakan klien
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah,
gelisah,menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi
jantung, pernapasan dan tekanan darah.

c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang

d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai


kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika
pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif “saya
sembuh“ atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi
4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi
dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis),ditandai denagg
disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik,
perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu,
konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan,
perubahan pola perilaku
Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara,
afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin,
benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak
tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu,
taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d


peningkatan TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan,
(anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan
masukan makanan tidak adekuat, kehilangan sensasi pengecapan,
anoreksia, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, BBI < 10 %,
penurunan penumpukan lemak/masa otot, sariawan, rongga mulut
terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,
mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi
spesifik untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
c. Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui
program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan
terlalu manis, berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan
e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g. Vitamin A, D, E dan B6
h. Rujuk kepada ahli diit
i. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan
enteral
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1) Pembahasan dan Asuhan Keperawatan Terkait Kasus


A. Pengkajian Kasus
1. Anamnesis
a) Identitas klien
Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, dan jenis kelamin,
alamat rumah, tanggal lahir dan identitas orang tua.
b) Keluhan utama
Keluhan utama nyeri kepala berat , leher terasa kaku, mulut sedikit
mwncong kekiri, nyeri bersifat hilang timbul padaa seluruh area
kepala, tidak hilang hilang dengan obat anti jyeri dan memberat sejak
1 minggu sebelum dibawa kerumah sakit
c) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah dirawat dengan vertigo dan mempunyai riwayat
penyakit hipertensi
d) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut keluargaa pasien, (suami) orang tua pasien meninggal yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien alami
e) Kebiasaan makan
Pasien mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji
seperti mie instan, suka memakai bumbu penyedap dalam makanan
f) Pemeriksaan fisik , neliputi
Keadaan umun:
1. Pola aktivitas
gejala : kelemahan , kaku
2. Sirkulasi
Gejala : Nyeri kepala berat
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress perubahan sikap dan tingkah laku
4. Makanan /cairan
Gejala : Nauseaa
5. Nourosensori
Nyeri kepala , gangguan penglihatan , wajah tidak simetris ,
tidak mampu mampu melwan tahanan pemeriksa, devisiasi
padaa mata ,
6. Nyeri
Nyeri kepala dengan intentitas yang berbedaa dan bisanyaa
lama
7. RR
Perubahan pola napas , RR 20 x/i
8. Sistem motorik
Hipereksensi sendi, kelamahan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Faktor Penyakit
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan Hipertensi
3. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan Kekuatan
Otot
4. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan Penurunan
Ketajaman Penglihatan
C. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut b.d Faktor Penyakit
DS:
1. Mengeluh nyeri kepala berat diseluruh area kepala
2. Nyeri menetap dan berdenyut-denyut
DO:
1. Gelisah
2. Berfokus pada diri sendiri
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan, diharapkan pengurangan atau
reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima
oleh pasien.
Intervensi:
O:
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
5) Monitor efek samping penggunaan analgetik

M
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahyaan, dan kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur

E
1) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
2) Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri

K
1) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologis sesuai kebutuhan

b. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Hipertensi


DS= -
DO=
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Gelisah
3. Perubahan tanda vital
Hb: 10,10 gr/Dl

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan, diharapkan tingkat kesdaran


pasien kembali normal, tidak ada peningkatan intrakranial, perbaikan
kognitif

Intervensi:
O=
1) Monitor tekanan aliran darah otak
2) Monitor status pernafasan
M=
1) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
2) Berikan posisi semi fowler
3) Pertahankan suhu tubuh normal

E= -
K=
1) Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
c) Hambatan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot

DS=
1. Kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah bagian kiri
DO=
1. Penurunan tonus otot (flaccid)
2. Kekuatan otot ektremitas kiri 3
3. Tidak mampu melawan tahanan pemeriksa

Tujuan: Setelah dilakukannya perawatan, diharapkan aktivitas


pergerakan fisik pasien menjadi meningkat

Intervensi:

O=

1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


2) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
M=
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis, pagar
tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
E=
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

K= -

D. Aspek Legal Etik Terkait Kasus

1) Autonomy Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga


tentang kondisi yang dialami pasien tanpa ada sedikitpun yang ditutupi
sehingga pasien mendapatkan haknya.
2) Non-Maleficence Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera
fisik dan psikologis pada klien. Perawat melakukan prosedur
keperawatan dengan benar sehingga klien terhindar dari hal yang
merugikan. Perawat melakukan kewaspadaan universal untuk
mencegah terjadinya infeksi yang lebih lanjut
3) Beneficence Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang
baik.perawat memberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan dan
diagnosa klien.
4) Justice - Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan
adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal
dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan. - Perawat harus bertindak adil dalam melakukan
tindakan keperawatan tanpa membedakan status ekonomi, suku,
agama, dll. Agar pasien dapat merasakan kenyamanan.
5) Kejujuran (Veracity) - Prinsip veracity berarti penuh dengan
kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan
untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif,
dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi
yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan
3.2 Jurnal Terkait
3.3 Analisis Jurnal
Jamu Pada Pasien Tumor/Kanker sebagai Terapi Komplementer
1. Masalah yang diteliti
Diberbagai dunia tumbuhan obat telah banyak digunakan untuk pengobatan
kanker, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. Tanaman yang
digunakan adalah yang mengandung senyawa atau substansi seperti
karotenoid, vitamin C, selenium, serat dan komponenkomponennya,
dithiolthiones, isotiosianat, indol, fenol, inhibitor protease, senyawa aliin,
fitisterol, fitoestrogen dan limonen. Glukosianalat dan indol, tiosianat dan
isotiosianat, fenol dan kumarin dapat menginduksi multiplikasi enzim fase
II (melarutkan dan umumnya mengaktivasi). Pengobatan kanker yang baik
harus memenuhi fungsi menyembuhkan (kuratif), mengurangi rasa sakit
(paliatif) dan mencegah timbulnya kembali (preventif).Pengobatan
komplementer alternatif adalah salah satu pelayanan kesehatan yang akhir-
akhir ini banyak diminati oleh masyarakat maupun kalangan kedokteran
konvensional. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer alternatif
merupakan pelayanan yang menggabungkan pelayanan konvensional
dengan kesehatan tradisional atau hanya sebagai alternatif menggunakan
pelayanan kesehatan tradisional, terintegrasi dalam pelayanan kesehatan
formal komponen jamu yang paling banyak digunakan pada pasien
tumor/kanker adalah kunyit putih, rumput mutiara, bidara upas, sambiloto,
keladi tikus, temulawak, temu mangga, daun dewa, benalu, dan daun sirsak.
2. Tempat penelitian
Di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Jamu, praktek bersama, dan praktik
mandiri dimana terdapat dokter praktik secara komplementer-alternatif di
DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali dan Sulsel.
3. Responden Penelitian
Responden penelitian ini adalah pasien dewasa yang datang ke dokter
praktek jamu. Terdapat 71 pasien dengan total 129 kunjungan, yang
bervariasi antar 1-4 kali kunjungan per pasien.
4. Implikasi hasil penelitian dalam keperawatan medikal bedah
Menurut Oemiati, dkk, berdasarkan kelompok umur, makin tua usia
responden risiko terkena penyakit tumor/kanker makin tinggi, yang
mencapai puncaknya pada usia 35 sampai 44 tahun. Selanjutnya secara
perlahan risikonya akan menurun dan akan terjadi peningkatan kembali
pada usia > 65 tahun. Menurut jenis kelamin risiko penyakit tumor/kanker
lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.9 Data statistik WHO
menunjukkan bahwa tumor ganas payudara menempati urutan pertama
dengan jumlah kasus terbanyak dari seluruh jenis kasus keganasan di
seluruh dunia.Terjadi penurunan jumlah kunjungan sejak kunjungan
pertama ke kunjungan berikutnya, hal ini terjadi karena pasien merasakan
ada perbaikan pada kualitas hidupnya sehingga merasa tidak perlu berobat
lagi. Hal ini tampak pada penilaian quality of life (QoL) akhir yang
membaik sejumlah 79,6% dan tidak satupun pasien yang mengalami
memburuknya kondisi.
Terapi jamu yang diberikan berupa ramuan beberapa komponen jamu
yangberbeda-beda oleh tiap dokter. Dalam satu terapi jamu dapat terdiri dari
satu komponen tunggal maupun gabungan beberapa komponen jamu dengan
rata-rata 3-4 komponen, dan yang terbanyak sampai 12 komponen jamu
dalam satu terapi. Pada Tabel 6 diuraikan 10 komponen jamu yang paling
sering digunakan dalam terapi tumor/kanker. Ditemukan ramuan jamu
dengan komponen yang sama diberikan oleh 8 dokter yang berbeda yaitu
rumput mutiara, kunyit putih dan bidara upas.

3.4 Terapi Modalitas Keperawatan Atau Terapi Komplementer Terkait Pada


Sistem Persarafan
1.Terapi konvensional
Tumor/kanker adalah penyakit yang harus didiagnosa sesuai dengan kaidah
kedokteran modern menggunakan sarana diagnosis yang berlaku dalam ilmu
kedokteran barat, misalnya dengan radiodiagnostik, patologi anatomi/klinik
atau peralatan canggih lainnya. Ada empat metode konvensional standar untuk
pengobatan kanker yaitu pembedahan kemoterapi, terapi radiasi, dan
hormoneterapi (terapi biologis). Terapi konvensional yang diberikan pada
penderita tumor/kanker meliputi kemoterapi, analgetik, antiinflamasi, obat
lambung, obat penghenti perdarahan, vitamin dan antibiotic Vitamin sebagai
suplemen merupakan yang terbanyak digunakan pada penderita kanker,
disusul oleh analgetik (penghilang rasa sakit).
2.Terapi kesehatan tradisional
Akupunktur yang digunakan pada terapi tumor dilakukan untuk pengobatan
paliatif yaitu mengurangi nyeri kronis, mengurangi efek samping kemoterapi
ataupun radioterapi seperti nyeri, mual, muntah, serta mengurangi dosis obat
anti-nyeri sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan.
3.Terapi jamu
Terapi jamu yang diberikan berupa ramuan beberapa komponen jamu yang
berbeda-beda oleh tiap dokter. Dalam satu terapi jamu dapat terdiri dari satu
komponen tunggal maupun gabungan beberapa komponen jamu dengan rata-
rata 3-4 komponen, dan yang terbanyak sampai 12 komponen jamu dalam satu
terapi. komponen jamu yang paling banyak digunakan pada pasien
tumor/kanker berturut-turut adalah kunyit putih, rumput mutiara, bidara upas,
sambiloto, keladi tikus, temulawak, temu mangga, daun dewa, benalu, dan
daun sirsak.
3.5 Trend dan Issue, evidance based practice dalam penatalaksanaan terkait
pada gangguan sistem integumen, sensori persepsi, persarafan dan
muskulokeletal
Terdapat separuh lebih pasien yang berobat dengan terapi komplementer
memiliki kualitas hidup yang baik. setelah mendapat terapi, baik
konvensional, tradisional maupun terapi jamu, terdapat 79,6% pasien yang
mengalami perbaikan kualitas hidup dan 20,4% yang kualitas hidupnya
menetap.tampak bahwa pasien yang mencari pengobatan komplementer
alternatif berada pada semua derajat kualitas hidup, meskipun tidak
terdistribusi secara merata. Pasien yang datang dengan kualitas hidup buruk
pada pasca terapi menjadi membaik atau menetap, tidak ada yang memburuk
pada akhirnya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah kami mengadakan pengkajian secara normative pada Bab II, maka kami
menyimpulkan, yaitu: Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik
jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Penyebab tumor otak
adalah Faktor Resiko, tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden
meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada dekade kelima,
keenam dan ketujuh .faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat
kimia tertentu ( Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas ), namun hal tersebut
belum bisa dipastikan.Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor,
penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis. Tanda dan gejala
peningkatan TIK : Sakit kepala, Muntah, Papiledema

4.2 Saran

Agar dalam penyusunan makalah ini bisa memberikan manfaat yang besar maka
kami menyarankan: Belajar dalam memahami secara teoritis dahpraktek dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan spece occupying lession.
Bagi perawat hendaknya lebih memahami tentang SOL agar dapat memberikan
asuhan keperawatn yang profesional dan benar sehingga meningkatkan
kemungkinan kesembuha pasien.
LAMPIRAN JURNAL
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju


kedokteran klinis. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai