“KEJANG”
Seorang anak laki laki berusia 12 tahun, dibawa ke rumah sakit dengan keluhan kejang
saat tidur dengan posisi kepala menengadah keatas, mata melenting keatas dan kejang
kelonjotan pada keempat anggota gerak. Saat anak kejang tidak sadarkan diri dan
mengompol, mulut berbusa, dan terjadi selama 1-2 menit, keluhan ini terjadi kedua
kalinya. Keluhan pertama dialami sekitar dua minggu yang lalu. Ada riwayat keluhan
yang sama dikeluarga. Hasil pemeriksaan tanda -tanda vital saat ini tekanan darah 100/60
mmHg, HR 88x/menit, RR 34x/menit, suhu tubuh 37,5 0C.
Penyakit
Tumor Cedera
No. Epilepsi Meningitis
Tanda Otak Kepala
Dan Gejala
1 Kejang Saat tidur
2 Kepala menengadah ke atas
3 Mata melenting ke atas
Kejang kelonjotan pada
4
keempat anggota gerak
5 Kehilangan kesadaran
6 Inkontinensia
7 Mulut berbusa
8 Kejang 1-2 menit
9 Kejang berulang
10 Riwayat keluarga
11 Takipnea
12 Terjadi di usia 12 tahun
Kesimpulan
Epilepsi atau yang sering disebut ayam atau sawan adalah gangguan sistem
saraf pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik,
sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang. Tonik – Klonik (Grand
Mal) adalah jenis kejang yang paling dikenal. Diawali dengan hilangnya
kesadaran dan sering penderita akan menangis. Jika berdiri, orang akan terjatuh,
tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan otot (klonik). Selain itu dari kasus
terjadi inkontensia. Inkontensia hanya terjadi pada saat kejang epilepsi yang mana
klien tidak mampu mengontrol urine yang keluar, dan di katakan kejang epilepsi
jika kejang yang di alami klien lebih dari 1 kali dan mengeluarkan busa pada
mulut, terjadi 1-2 menit, serta memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami
kejang.
10. Laporan Diskusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan.
Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan
dipercaya juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar
belakang munculnya mitos dan rasa takut terhadap epilepsy berasal hal tersebut.
Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya
penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal. Penyakit tersebut
sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi. Orang pertama yang
berhasil mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah
Hipokrates. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap
orang di seluruh dunia. (Adrian, 2014)
Epilepsi adalah gangguan kejang kronik dengan kejang berulang yang
terjadi dengan sendirinya. Yang memerlukan pengobatan jangka panjang.
(Ruliputri, 2013)
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan yang bersifat spontan dan berkala, Epilepsi adalah kejang
berulang dengan atau tanpa penyebab yang jelas dengan interval serangan lebih
dari 24 jam,akibat lepas muatan listrik berlebihan di neuron otak. Epilepsi
merupakan suatu penyakit yang serangannya datang secara tiba-tiba atau
mendadak,dan berpotensi untuk terjadinya trauma pada anak. Epilepsi juga
berpotensi mengakibatkan cidera fisik,kelemahan pada fisik dan penurunan
kesadaran. (Alib, 2016)
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak
secara periodik yang di sebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman implus antara bagian otak dan dari otak kebagian lain
tubuh terganggu.
Epilepsi atau yang sering disebut ayam atau sawan adalah gangguan sistem
saraf pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik,
sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah
suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan abnormal dari sil-
sel saraf otak yang bersifat spontan dan berkala ditandai dengan kejang kronik
dengan serangan yang berulang (Dian, 2014)
Tonik – Klonik (Grand Mal) adalah jenis kejang yang paling dikenal.
Diawali dengan hilangnya kesadaran dan sering penderita akan menangis. Jika
berdiri, orang akan terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan otot
(klonik). (Andre, 2017)
B. Etiologi
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel-sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila
faktor-faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut epilepsi
idioptik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak ketahui faktor
penyababnya.
Sementara epilepsi yang faktor-faktor penyababnya diketahui disebut
dengan epilepsi simtomatik. Pada epilepsy simtomatok yang disebut juga dengan
epilepsi sekunder ini, gejala yang yang timbul ialah sekunder atau akibat dari
adanya kelaianan pada jaringan otak. Penyabab yang spesifik dari epilepsi
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilah ibu, seperti ibu
yang suka minum obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cedera dan mendapat terapi radiasi.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan karena
tindakan forsep, dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak.
5. Penyumbatan pembuluh otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
7. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Selain itu, terdapat juga epilepsy yang penyebabnya belum diketahui, yaitu
epilepsi kriptogenik, yang termasuk dalam epilepsi ini adalah sindrom west.
C. Prognosis
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi,
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis
epilepsi cukup ,menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat
dicegah. Dengan obat-obatan, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan
dapat berhenti minum obat. Prognosis epilepsi dihubungkan denga terjadinya
remisi serangan baik dengan pengobatan maupun status psiko sosial, dan status
neurologis penderita.batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 bulan
babas serangan (kejang) dengan terapi, pada pasien yang telah mengalami remisi
2 tahun harus di pertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat
secara berkala. Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan resimi adalah
beba serangan ( remisi termina) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah
tercapai bebasserangan selama >6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu
dipikirkan untuk menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian
obatdihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps setelah
penghentian obat. Berbagai faktor prediktor yang meningkatkan risiko terjadinya
relaps adalah usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan
adanya gambaran abnormalitas EEG. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa
penderita epilepsi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi di bandingkan
populasi normal.risiko kematian yang paling tinggi adalah pada penderita epilepsi
yang di seratai defisit neurolgi akibat penyakit kongenital. Kematian pada
penderita epiepsi anak-anak paling sering disebabkan oleh penyakit sususnan
saraf pusat yang mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari
epilepsi, yaitu :
1) Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak
atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial
sederhana, kesadaran penderita masih baik.
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana,
tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak
atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan,
leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat
dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata
mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti
oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik,
tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang
yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami
jatuh akibat hilangnya keseimbangan.
E. Klasifikasi
a. Bangkitan parsial / lokal
1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a) Dengan gejala motorik
b) Dengan gejala sensorik
c) Dengan gejala atonomik
d) Dengan gejala psikis
2. Bangkitan parsial kompleks ( dengan gangguan kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana,kemudian di ikuti ggangguan kesadaran
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
3. Bangkitan umum sekuder ( tokik klonik, tokik atau klonik )
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjdadi parsial kompleks,
dan berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan umum
1. Bangkitan lena
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat,onset dan terminasi
mendadak,frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik
pada mata, dagu dan bibir
2. Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi medadak, sebentar yang dapat
umum atauterbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas,
atau satu grup otot, dapat berulang atau tunggal
3. Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas
menetap dalam satu posisi, biasanya terdapat deviasi bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubh. Wajah
menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas.
Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.
4. Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus, dapat terjadi secara fragmentasi hanya
kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau meyeluruh
sehingga pasien terjatuh
5. Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang
kelojot, di jumpai terutama sekali pada anaak
6. Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang di awali dengan tonik, sesaat
kemudian di ikuti oleh gerakan klonik.
F. Patofisiologi
Epilepsy atau kejang merupakan pelepasan elektrik yang mendadak dan
abnormal dari otak yang menyebabkan perubahan sensasi, perilaku, gerakan,
persepsi, atau kesadaran. Jika integritas membrane sel saraf terganggu, sel-sel
mulai melepaskan impuls dengan frekuensi dan amplitude yang meningkat.
Ketika intensitas pelepasan impuls melebihi ambang batas impuls akan menyebar
ke sel saraf disekitarnya, sehingga menyebabkan suatu kejang (Joyce M, Black &
Jane Hokanson Hawks:2014).
Pada epilepsy, semburan aktivitas listrik dari korteks ini tidak dimodulasi.
Akhirnya, neuron inhibitor dikorteks, thalamus anterior, dan ganglia basalis akan
memperlambat pelepasan impuls saraf. Setelah proses penghambatan ini muncul
atau neuron epileptogenic sudah kelelahan, kejang akan berhenti. Kejadian bagian
akhir ini akan menekan aktivitas CNS dan mengganggu kesadaran. Periode
gangguan kesadaran setelah kejang ini disebut kondisi postictal, yang dapat
muncul sebagai tidur, kebingungan, atau rasa lelah (Joyce M, Black & Jane
Hokanson Hawks:2014).
Aktivitas kejang meningkatkan konsumsi oksigen otak dan kebutuhan akan
adenosine tripospat (ATP). Suplai oksigen dan glukosa akan dikonsumsi dengan
cepat. Umtuk memenuhi kebutuhan ini, maka aliran darah serebral akan
meningkat selama kejang. Jika kejang berlangsung terus-menerus dapat terjadi
hipoksia yang parah dan asidosis laktat yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
(Joyce M, Black & Jane Hokanson Hawks:2014).
G. Komplikasi
Epilepsi adalah suatu penyakit yang di tandai dengan serangan kejang
spontan berulang.bentuk-bentuk serangan kejang yang dapat terjadi.
Komplikasi pada kejang demam yaitu:
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang di cirikan oleh
terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang
terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di
sel neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat respor m mety d asparate
(MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuron secara irreversible.
3. Retardasi mental
Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi lahir tidak dapat bernapas secara spontan atau teratur.
( nugraha, 2018)
H. Pemeriksaan Lab
1. Elektro Ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik
atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi
petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd),
epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam /
lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
2. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang
kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat
untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta
bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.
MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Non farmakologi
1) Amati faktor pemicu
2) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
b. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Inaktivasi kanal
Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan
listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin,
valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:Agonis
reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori mengaktifkan
kerja reseptor GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat. Menghambat
GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat, contoh:
Vigabatrin. Menghambat GABA transporter, memperlama aksi
GABA, contoh: Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada
cairan cerebrospinal pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan
GABA dari non-vesikularpool contoh: Gabapentin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Fokus pengkajian
Menurut Riyadi (2009), fokus pengkajian yang di kaji yaitu:
1) Keluhan utama, timbulnya serangan kejang umum yang sering dan
mengganggu aktifitas penderita atau keluhan akibat dari kejang.
2) Riwayat kesehatan, kondisi yang lalu terkait dengan fungsi neuron
juga ikut menjadi pemicu timbulnya epilepsi seperti peradangan
pada selaput otak (meningitis), penderita yang mengalami tumor
otak, defek kongenital, atau penyakit sistemik seperti AIDS dan
Sifilis.
3) Pola kebutuhan, fungsi pernafasan, fungsi kardiovaskuler, fungsi
belajar, fungsi pertumbuhan dan perkembangan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran, pada epilepsi tipe umum akan terjadi
penurunan kesadaran yang mendadak, akan tetapi nilai GCS
justru sulit terkaji karena terjadi peningkatan motorik.
b) Mata, saat timbul serangan mata penderita ada yang terbelalak
dan bola mata berputar ke atas (pada jenis absence). Sedangkan
pada jenis parsial pandangan mata pasien tampak sayu seperti
orang kebingungan. Jika penyinaran dengan senter pupil akan
tampak melebar.
c) Mulut, pada tipe absence mulut pasien tampak komat-kamit
seperti membaca do’a.
d) Ekstremitas, pada ekstremitas atas dan bawah serta otot luar saat
serangan tampak kaku dan ngececeng. Akan tetapi setelah
serangan hilangkan normal lagi.
b. Fokus diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi afektor
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
spasme jalan nafas
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
hipoksia jaringan
4) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan gangguan neurologi
5) Ansiatas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Biodata
1. Identitas klien
Nama : An. B
Umur : 12 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Tidak terdapat dalam kasus
Suku/Bangsa : Tidak terdapat dalam kasus
Status Perkawinan : Tidak terdapat dalam kasus
Pendidikan : Tidak terdapat dalam kasus
Pekerjaan : Tidak terdapat dalam kasus
Penghasilan : Tidak terdapat dalam kasus
Alamat : Tidak terdapat dalam kasus
TanggalMasuk RS : Tidak terdapat dalam kasus
DiagnosaMedis : Epilepsi
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terdapat dalam kasus
Umur : Tidak terdapat dalam kasus
Jeniskelamin : Tidak terdapat dalam kasus
Agama : Tidak terdapat dalam kasus
Suku/Bangsa : Tidak terdapat dalam kasus
Kawin/Belum : Tidak terdapat dalam kasus
Pendidikan : Tidak terdapat dalam kasus
Pekerjaan : Tidak terdapat dalam kasus
Penghasilan : Tidak terdapat dalam kasus
Hubungan : Tidak terdapat dalam kasus
b. Riwayat Kesehatan/Keperawatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk:
Klien masuk rumah sakit karena kejang saat tidur dengan
posisi kepala menengadah keatas, mata melenting ke atas dan
kejang kelojotan pada keempat anggota gerak
b) Keluhan utama : kejang saat tidur
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu: pernah mengalami keluhan yang
sama (saat kejang tidak sadarkan diri, mengompol, mulut berbusa,
dan terjadi selama 1-2 menit) sekitar 2 minggu yang lalu.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga : ada riwayat keluhan yang sama di
keluarga.
4) Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : Tidak dikaji
b) Pola Nutrisi
Sebelum Sakit : Tidak dikaji
Saat Sakit : Tidak dikaji
c) Pola Eliminasi
BAB
Sebelum Sakit : Tidak dikaji
Saat Sakit : Tidak dikaji
BAK
Sebelum Sakit :Tidak dikaji
Saat Sakit :Mengompol saat kejang
d) Pola Aktivitas Dan Latihan
Aktivitas : Terganggu
Latihan : Tidak dikaji
e) Pola Kognitif Dan Persepsi :Tidak dikaji
f) Pola Konsep Diri :Tidak dikaji
g) Pola Tidur dan Istirahat :Tidak dikaji
h) Pola Peran-Hubungan : Tidak dikaji
i) Pola Seksual-Reproduksi :Tidak dikaji
j) Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak dikaji
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Data Laboratorium yang berhubungan :Tidak dikaji
b) Pemeriksaan Radiologi :Tidak dikaji
c) Hasil Konsultasi :Tidak dikaji
d) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Lain :Tidak dikaji
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Tidak dikaji
2) Tingkat Kesadaran : Tidak sadarkan diri
3) GCS : Tidak dikaji
4) Verbal : Tidak dikaji
5) Psikomotor : Tidak dikaji
6) Mata : Mata melenting keatas
7) Tanda-Tanda Vital
a) TD : 100/60 mmHg
b) HR : 88x/menit
c) RR : 34x/menit
d) SB : 37.50C
8) KeadaanFisik
a) Kepala : Menengadah keatas
b) Kulit : Tidak dikaji
c) Penglihatan : Tidak dikaji
d) Penciuman/Penghidung : Tidak dikaji
e) Pendengaran : Tidak Dikaji
f) Mulut : Mulut berbusa
g) Leher : Tidak dikaji
h) Dada/Pernapasan : Tidak dikaji
i) Abdomen : Tidak dikaji
j) Ekstremitasatas/bawah : Tidak dikaji
B. Analisa Data Dan Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
Kejang epileptic
DS : Keluarga mengeluhkan
bahwa pada saat kejang anak Kesadaran menurun
tidak sadarkan diri dan
1. mengompol, mulut berbusa, Resiko Aspirasi
yang terjadi selama 1-2 Koordinasi menghirup bernapas
menit. menurun
Mudah terceduk
Resiko Aspirasi
Kejang epileptic
Kesadaran menurun
DS : Klien mengeluh kejang
saat tidur dengan posisi
2. Resiko Cedera
kepala menengadah ke atas.
Tidak dapat mengatur
keseimbangan tubuh
Mudah jatuh
Resiko Cedera
2. Dignosa Keperawatan
1. Resiko Cedera (D.0136)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
2. Risiko Aspirasi (D.0149)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional
Resiko Aspirasi (D.0006) NOC : Manajemen Kejang Management kejang
Kategori : Fisiologis 1. Status Pernapasan Observasi Observasi
Subkategori : Respirasi 2. Status Neurologi : 1. Monitor arah mata dan kepala 1. Untuk mengetahui adanya
Kesadaran selama kejang kelainan selama kejang
Definisi : Berisiko mengalami 3. Kontrol Kejang Sendiri 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Untuk mengetahui tanda
masuknya sekresi vital klien
gastrointestinal, sekresi Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor status neurologi 3. Untuk mengetahui adanya
orofaring, benda cair atau padat keperawatan selama … x 24 jam, kelainan saraf
1 ke dalam saluran trakeobronkhial diharapkan resiko terjadinya
akibat disfungsi mekanisme aspirasi dapat teratasi dengan Mandiri Mandiri :
protektif saluran napas. kriteria hasil : 4. Pertahankan jalan napas 4. Agar nafas klien dapat
1. Frekuensi pernapasan normal terkontrol
Data Objektif : 2. Irama napas normal 5. Balikkan badan klien ke satu sisi 5. Untuk mempermudah
1. Hasil pemeriksaan tanda-tanda 3. Aktivitas kejang tidak terjadi pernafasan
fital saat ini tekanan darah 4. Dapat mencegah faktor 6. Tetap disisi klien selama (klien 6. Untuk menghindari hal
100/60 mmHg, HR 34xmenit, risiko/pemicu kejang mengalami) kejang yang tidak diinginkan
suhu tubuh 37,50C 5. Menggunakan teknik 7. Catat lama kejang 7. Untuk mengetahui
mengurangi stress yang efektif frekuensi kejang
Data Subjektif : untuk mengurangi aktivitas 8. Catat karakteristik kejang 8. Untuk mengetahui
1. Keluarga mengeluh bahwa kejang (misalnya keterlibatan anggota karakteristik kejang
pada saat kejang anak tidak tubuh, aktivitas motorik, dan apakah ada keterlibatan
sadarkan diri dan mengompol, kejang progresif) anngota tubuh
mulut berbusa. Terjadi selama
1-2 menit 9. Dokumentasikan informasi 9. Agar dapat mengetahui
2. Keluarga mengeluhkan bahwa mengenai kejang status kejang pasien
pada saat tenang anak tidak
sadarkan diri dan mengompol, Health education
Helath Education
mulut berbusa yang terjadi 10. –
10. –
selama 1-2 menit. Resiko
Aspirasi (D.0006) Kolaborasi :
Kolaborasi
11. Untuk mencegah
11. Berikan obat-obatan dengan benar
terjadinya kesalahan
12. Berikan obat anti kejang dengan
pemberian obat
benar
12. Untuk mengurangi tingkat
13. Berikan oksigen dengan benar
kejang yang dialami
13. Untuk mempermudah
pernafasan klien
A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan suatu penyakit yang serangannya datang secara tiba-
tiba atau mendadak, dan berpotensi untuk terjadinya trauma pada anak. Epilepsi
juga berpotensi mengakibatkan cidera fisik, kelemahan pada fisik dan penurunan
kesadaran, epilepsi juga merupakan suatu gangguan neurologik klinis yang
sering dijumpai. Faktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya
adalah infeksi SSP, trauma kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan penyakit
metabolik. Meskipun terdapat bermacam-macam faktor resiko tetapi sekitar 60 %
kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti. Berdasarkan jenis
kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada anak laki– laki lebih tinggi
daripada anak perempuan. Gejala khas dari epilepsi adalah kejang kambuhan yang
seringnya muncul tanpa pencetus dan terjadi dua kali kejang atau lebih dalam
waktu 24 jam kejang tanpa alasan jelas. Durasi kejang juga tidak sama pada tiap
penderita. Ada yang mengalaminya selama beberapa detik atau beberapa menit.
Hampir semua penderita kejang akan sembuh dengan sendirinya tanpa
penanganan khusus. Tetapi selama mengalami reaksi otot yang tidak terkendali,
penderita mungkin saja dapat terluka. Tujuan utama penanganan kejang adalah
untuk mencegah cidera pada penderitanya. Setelah kejang berhenti, pastikan
baringkan penderita dengan posisi miring ke sisi kiri, memeriksa pernapasan
penderita, memberikan napas buatan jika dibutuhkan, serta memantau tanda-tanda
vital penderita (misalnya detak jantung)
B. Saran
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan terutama saat mengkaji klien
haruslah dengan kenyataan atau tanda dan gejala yang klien rasakan agar tidak
salah dalam melakukan diagnosa dan rencana keperawatannya.
DAFTAR PUSTAKA