Anda di halaman 1dari 29

Metabolik Ensefalopati ec Hiponatremia

Kelompok PBL B6

Wahyu Abraham Adji Sipakoly(102015123), Andry Widodo(102016099), Riama


Sihombing(102012185), Lydia Natasha(102014031), Novita Anggraeni Putri
Irawan(102015105), Magdalena Enna Lauretha(102016075), Verani Agusthiyanti(102016139),
Chrysilla Dita (102016202).

Abstrak

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada orang orang dewasa jumlahnya sebesar
50- 60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan
air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk lebih rendah dari
mereka yang tidak gemuk. Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu
cairan ekstrasel dan cairan instrasel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut
berupa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan
fungsi sel. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup banyak ditemukan pada
bayi dan anak. Asidosis metabolik dan gangguan elektrolit adalah komplikasi yang serius dan
dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi pada tatalaksana yang tidak tepat. Untuk
mengetahui gangguan elektrolit dan asam basa pada pasien diare akut dehidrasi berat, lama
rawatan, lamanya diare serta hubungannya dengan komplikasi diare akut dehidrasi berat perlu
diteliti.

Kata kunci: cairan, asidosis metabolik, elektrolit.

Abstract

Most of the human body consists of fluid. In adults, the amount is 50-60% of body weight. The
content of water in fat cells is lower than the water content in muscle cells, so the total body
fluid in obese people is lower than those who are not fat. The fluid in the body is divided into two
main compartments of extracellular fluid and the instrumental fluid. In these two body fluid
compartments there is a cation and anion (electrolyte) solute which is important in regulating
fluid balance and cell function. Diarrhea is one of the most common health problems found in
infants and children. Metabolic acidosis and electrolyte disturbance are serious complications
1
and can lead to high mortality rates in improper management. To detect electrolyte and acid-
base disorders in patients with severe dehydration diarrhea, length of stay, duration of diarrhea
and its association with severe dehydration diarrhea complications should be investigated.

Key words: fluid, metabolic acidosis, electrolytes.

Pendahuluan

Ensefalopati metabolik/metabolik ensefalopati merupakan sindrom dari disfungsi umum serebral


yang dirangsang oleh stress sistemik dan memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari
disfungsi ringan hingga delirium agitasi, sampai koma dalam dengan postur deserebrasi. Ini
semua tergantung dari kelainan metabolik yang dialami. Istilah ensefalopati metabolik pertama
kali dikemukakan oeh Kinnier Wilson pada tahun 1912 untuk menjelaskan status klinik
mengenai beberapa penyebab dari gangguan integritas otak yang bukan disebabkan oleh
abnormalitas struktur.

Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan
terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan
pada otak maupun diluar otak. Ensefalopati (ensefalo + pati) adalah penyakit degeneratif otak
sedangkan metabolisme merupakan suatu biotransformasi. Maka, ensefalopati metabolik adalah
gangguan neuropsikiatrik akibat penyakit metabolik otak.

Skenario

Seorang laki-laki 60 tahun dibawa keluarganya ke UGD karena penurunan kesadaran sejak 6 jam
yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Ada beberapa point penting yang
perlu ditanyakan pada saat anamnesis, antara lain:

 Identitas pasien
Laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke UGD
 Keluhan utama

2
Penurunan kesadaran sejak 6 jam yang lalu
 Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengalami diare dengan frekuensi 5-7
kali/hari kuning cair, disertai mual dan penurunan nafsu makan. Tidak ada demam, sesak
nafas dan sakit kepala. 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit pasien semakin lemas,
memanjang waktu tidurnya dan sulit dibangunkan. Keluhan diare saat dibawa ke Rumah
Sakit sudah membaik, BAB sudah padat 1 kali/hari. Tidak ada riwayat trauma kepala.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi sejak 10 tahun lalu.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama seperti pasien.
 Riwayat Pribadi/Sosial
Pasien adalah seorang perokok selama 20 tahun, perhari 1 bungkus rokok.
 Riwayat Obat-Obatan
Obat rutin HCT 25mg 1x1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kasus ini meliputi status generalis, tanda-tanda vital, pemeriksaan head to
toe, penilaian tingkat kesadaran secara kuantitatif dengan Glasgow Coma Scale atau Four Scale.
Hasil pemeriksaan fisik sesuai kasus yang ada, pasien berusia 60 tahun dengan penurunan
kesadaran:

 Status Generalis
Keadaan tampak sakit berat, kesadaran stupor. Stupor/Sopor berarti kesadaran hilang,
hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan,
kecuali dengan rangsang nyeri.
 Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit,
suhu 36oC.
 Pemeriksaan Head to Toe

3
Pupil isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+). Thoraks dalam
batas normal. Abdomen perut datar, normoaktif/normoperistaltik. Ekstremitas reflek
fisiologis dalam batas normal.
 GCS dan Four Scale

Tabel pemeriksaan GCS dan Four Scale.1

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Darah Lengkap


Merupakan pemeriksaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau
untuk melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Terdiri dari beberapa
jenis parameter pemeriksaan, yaitu: Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood
Cell), Trombosit, Eritrosit (Red Blood Cell), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC),

4
Laju Endap Darah, Hitung jenis leukosit, Platelet Distribution Width (PDW), Red Cell
Distribution Width.
Hasil pemeriksaan darah lengkap berdasarkan kasus normal.
 Pemeriksaan Natrium dan Kalium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60
mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam
cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotic di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam
yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium
bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. Jumlah natrium dalam tubuh merupakan
gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan.2
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%.
Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna bagian atas
hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada
saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya
mencapai 40 mEq/L4. Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan
eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat
diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Nilai rujukan kadar natrium
pada:3
 serum bayi : 134-150 mmol/L
 serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
 urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
 cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
 feses : kurang dari 10 mmol/hari
Kalium, sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5
mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per
kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan
jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil disbanding pada laki-laki dan
jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Nilai
rujukan kalium serum pada:3

5
 serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
 serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
 serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
 urine anak : 17-57 mmol/24 jam
 urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
 cairan lambung : 10 mmol/L
Hasil pemeriksaan natrium dan kalium sesuai kasus yang ada: Na 100 meq/L, K 3,5
meq/L.
 Gula Darah Sewaktu (GDS)
Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.
Hasil pemeriksaan GDS berdasarkan kasus 130 mg/dL.
 Kreatinin
Kreatinin merupakan suatu asam amino endogen yang memiliki berat molekul 113 dalton
dan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Zat ini adalah hasil katabolisme otot dari
kreatinin dan kreatinin fosfat melalui proses dehidrasi nonenzimatik. Penggunan kreatinin
sebagai petanda untuk mengukur laju filtrasi glomerulus. Beberapa obat seperti
trimetophrim dan cimetidine merupakan penghambat kompetitif sekresi kreatinin dan
menurunkan klirens kreatinin. Obat-obatan ini akan menyebabkan peningkatan kadar
kreatinin serum tanpa mempengaruhi laju filtrasi glomerulus. Klirens kreatinin dapat
diukur dengan pengukuran ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam dan pengukuran tunggal
kadar kreatinin serum. Pada pengukuran seperti ini, ekskresi kreatinin sekitar 20-25
mg/kgBB perhari untuk laki-laki dan 15-20 mg/kgBB perhari untuk wanita. Pada keadaan
nilai laju filtrasi glomerulus yang rendah, jumlah kreatinin yang diekskresikan oleh
sekresi tubulus melebihi jumlah kreatinin yang di filtrasi.
Hasil pemeriksaan kreatinin pada kasus normal.
 SGPT dan SGOT
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) adalah petanda yang paling sering
digunakan pada toksisitas hepar, merupakan suatu enzim hepar yang berperan penting
dalam metabolisme asam amino dan gluconeogenesis. Serum Glutamic Oxaloacetate
Transaminase (SGOT) adalah enzim hepar yang membantu produksi protein. Rasio

6
serum SGPT dengan SGOT bisa digunakan untuk membedakan kerusakan hepar dari
kerusakan organ lain.
Hasil pemeriksaan SGPT dan SGOT pada kasus normal.
 Analisa Gas Darah (AGD)
Analisis dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan untuk
mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pembuluh arteri untuk
melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2.
Hasil pemeriksaan AGD sesuai kasus yang ada: pH 7,4 , HCO3 4, pCO2 40 mmHg, PO2
94 mmHg.
 Fecalisis
Belum ada specimen.
 CT Scan Kranial non Kontras
Hasil pemeriksaan CT scan non kontras berdasarkan kasus normal.

Working Diagnosis

Metabolic Encephalopathy ec. Hyponatremi

Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma lebih rendah dari 135
mEq/L. Hiponatremi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok:
Berdasarkan Osmolalitas Plasma
a. Hiponatremia Isotonik
Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu 280-
285 mOsm/Kg/H2O.4
b. Hiponatremia Hipotonik
Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu < 280
mOsm/Kg/H2O. Hiponatremia hipotonik selalu menggambarkan ketidakmampuan ginjal
dalam mengekskresikan cairan yang masuk. Berdasarkan jumlah cairan intravaskular
hiponatremia hipotonik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Hipovolemik
Hiponatremia hipotonik hipovolemik dapat terjadi akibat kehilangan natrium renal atau
ekstrarenal, dan penyebab kehilangan dapat dibedakan berdasarkan konsentrasi natrium
urin. Pada kondisi ini terjadi penurunan jumlah CES dan deplesi solut. Hiponatremia

7
dengan deplesi volume dapat terjadi pada berbagai keadaan. Gejala klinis dari deplesi
volume yaitu penurunan tekanan darah ortostatik, peningkatan denyut nadi, keringnya
membran mukosa dan turgor kulit menurun. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
ditemukan peningkatan blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan peningkatan asam
urat.4
 Gangguan gastrointestinal
Diare dan muntah yang berlebihan dan tidak langsung diberi cairan pengganti dapat
menyebabkan kehilangan sejumlah cairan dan natrium. Pada pemeriksaan
laboratorium akan ditemukan penurunan natrium urin pada keadaan diare, tetapi
mungkin dapat meningkat pada pasien dengan muntah yang berlebihan sehingga
pemeriksaan laboratorium yang baik dalam menggambarkan deplesi volume yaitu
pemeriksaan klorida.4
 Keringat yang berlebihan
Aktifitas fisik yang berlebihan seperti maraton dapat menyebabkan deplesi volume,
kehilangan natrium dan klorida pada keringat yang berlebihan.4
 Penggunaan diuretik yang berlebihan
Menurut literatur, 73 % kasus hiponatremi disebabkan karena penggunaan thiazid, 20% karena
kombinasi thiazid dengan antikaliuretik dan 7 % disebakan oleh furosemid.4

 Cerebral salt wasting syndrome (CSWS)


CSWS merupakan suatu sindroma yang terjadi setelah prosedur neurosurgikal
ataupun setelah terjadi trauma kepala. Pada kondisi ini AVP disekresikan karena
stimulasi baroresptor.4
 Defisiensi mineralokortikoid
Pada kondisi ini terjadi kegagalan dalam menekan pelepasan AVP akibat
hipoosmolalitas.4
2. Euvolemik
Hiponatremia hipotonik euvolemik berhubungan dengan adanya kelompok sindroma
klinis yang selanjutnya harus dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Hal
ini terjadi karena intake cairan yang berlebihan sedangkan ginjal tidak mampu untuk
mengeksresikan. Hal ini dapat terjadi pada keadaan dibawah ini:

8
 SIADH (syndrome inappropiate anti diuretic hormon): Konsentrasi natrium yang
rendah karena kelenjar hipofisis di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak
hormon antidiuretik.
 Sindroma nefrogenik.
 Defisiensi glukokortikoid.
 Hipotiroid : Pada hipotiroid terjadi peningkatan resistensi vaskular dan penurunan
curah jantung yang menyebakan gangguan perfusi ginjal.
 Keringat yang berlebihan.
 Intake cairan yang rendah.
 Polidipsia primer : Polidipsia primer terjadi pada 20 % pasien psikiatrik
khususnya skizofrenia. Pada kondisi ini intake cairan berlebihan tidak diikuti
dengan diuresis.4
3. Hipervolemik
Hiponatremia hipotonik hipervolemik terjadi akibat adanya peningkatan total cairan
tubuh yang selanjutnya dapat dibedakan dengan pemeriksaan konsentrasi natrium
pada urin. Dapat terjadi karena kegagalan ginjal dalam mengkeksresikan cairan. Pada
pasien ini ditemukan edema karena retensi cairan dan natrium.4
 Gagal jantung
Hiponatremia hipervolemik pada gagal jantung pada awalnya terjadi akibat
penurunan curah jantung dan tekanan darah, yang menstimulasi vasopressin,
katekolamin dan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar vasopressin yang meningkat
telah dilaporkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri sebelum gagal
jantung muncul. Pada pasien gagal jantung yang memburuk, berkurangnya
stimulasi mekanoreseptor di ventrikel kiri, sinus karotis, arkus aorta dan arteriol
aferen ginjal memicu peningkatan aktivitas simpatis, system RAA, dan pelepasan
vasopressin tanpa rangsang osmotik, ditengah-tengah berbagai neurohormon lain.
Walaupun total air tubuh meningkat, peningkatan aktivitas simpatis ikut
menyebabkan retensi natrium dan air. Pelepasan vasopresin yang bertambah
menyebabkan bertambahnya jumlah saluran akuaporin di duktus koligentes ginjal.
Ini memacu retensi air yang bersifat abnormal dan hiponatremia hipervolemik.4

9
 Sirosis
Hiponatremi yang terjadi pada pasien sirosis dikarenakan gagal jantung,
pelepasan AVP.4
 Sindroma nefrotik, gagal ginjal akut dan kronik.4
c. Hiponatremia hipertonik
Jika konsentrasi natrium plasma <135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu
>285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : hiperglikemia dan pemberian cairan hipertonik seperti
manitol.4
Berdasarkan konsentrasi natrium plasma:
 Hiponatremia ringan
Konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L
 Hiponatremia sedang
Konsentrasi natrium plasma < 130 mEq/L
 Hiponatremia berat
Konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L.4
Berdasarkan konsentrasi ADH
 Hiponatremia dengan ADH meningkat
Peningkatan ADH dikarenakan deplesi volume sirkulasi efektif yang menyebabkan
Na keluar berlebihan dari tubuh yaitu ginjal (diuretik, salt-losing nephropaty,
hipoaldosteron) dan non ginjal seperti diare.4
Peningkatan ADH tanpa disertai deplesi volume misalnya pada SIADH.4
 Hiponatremia dengan supresi ADH fisiologis
Polidipsia primer atau gagal ginjal merupakan keadaan dimana eksresi cairan lebih
rendah dibanding asupan cairan yang menimbulkan respons fisiologis untuk supresi
sekresi ADH.4
Berdasarkan waktu
 Hiponatremia akut
Disebut akut bila kejadian hiponatremi berlangsung kurang dari 48 jam. Pada
keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang.
Hal ini terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel masuk ke

10
intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga hiponatremi
simptomatik atau hiponatremi berat.4
 Hiponatremia kronik
Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari 48
jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran
ataupun kejang. Gejala yang terjadi seperti mengantuk dan lemas. Kelompok ini
disebut juga hiponatremi asimptomatik atau hiponatremi ringan.4
Etiologi dan Epidemiologi

Hiponatremi terjadi bila jumlah asupan air melebihi kemampuan ekskresi dan adanya
ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna
atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH (syndrome of inappropriate ADH
secretion). Hiponatremi dapat dikelompokan atas: Hiponatremi dengan osmolalitas plasma
rendah serta ADH meningkat, pada keadaan ini terjadi gangguan pemekatan di nefron sehingga
osmolalitas urin meningkat lebih dari 100 mosm/kg H2O, ADH yang meningkat oleh karena
deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada: muntah, diare, pendarahan, jumlah urin meningkat,
pada gagal jantung, sirosis hati, insufisiensi adrenal, dan hipotiroidisme. Hiponatremia dengan
osmolalitas plasma rendah serta ADH tertekan fisiologis, pada keadaan ini tidak ada gangguan
pemekatan di nefron sehingga osmolalitas urin rendah, kurang dari 100 mosm/kg H2O.
Polidipsia primer atau gagal ginjal merupakan keadaan dimana ekskresi air lebih rendah
dibandingkan dengan asupan air yang menimbulkan respons fisiologis menekan sekresi ADH.

Pada hiponatremi dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi dimana tingginya osmolalitas
plasma pada keadaan hiperglikemi atau pemberian manitol intravena menyebabkan air intrasel
keluar dari sel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel yang menyebabkan hiponatremi. Pemberian
cairan osmotik tidak mengandung natrium ke dalam cairan ekstrasel dapat menimbulkan
hiponatremi disertaiosmolalitas plasma normal. Pseudohiponatremi, pada keadaan hiperlipidemia
atau hiperproteinemia dimana menyebabkan volum air plasma berkurang. Jumlah natrium tetap,
osmolalitas normal akan tetapi secara total dalam cairan intravaskular kadar natrium jadi
berkurang.

Pada hiponatremi dengan osmolalitas plasma rendah serta ADH meningkat, dapat dibagi dalam:
Volum sirkulasi efektif turun, Na keluar berlebihan dari tubuh, melalui ginjal: diuretik akut,

11
renal salt wasting, muntah akut, dan hipoaldosteron. Melalui non-ginjal: diare, dan muntah lama.
Peningkatan volume air bebas elektrolit (hipervolemia): gagal jantung, sirosis hati dan
hipoalbuminemia. Volum sirkulasi efektif tidak turun: SIADH, adrenal insufisiensi dan
hipotiroidisme.

Beberapa penyebab ensefalopati memiliki angka insiden yang berbeda-beda. Ensefalopati terkait
sepsis terjadi berkisar 9% hingga 71% pada pasien yang menderita sepsis. Angka kejadian
ensefalopati akibat timbal juga sulit ditemukan, angka yang tersedia adalah kadar timbal dalam
serum yang lebih dari 10mcg/dL berkisar 88% pada 3 tahun terakhir.

Patofisiologi

Hiponatremi adalah konsentrasi Na serum < 135 mEq/L. Na plasma mempunyai peranan penting
dalam mengatur osmolalitas plasma dan tonisitas (osmolaritas serum = 2Na + Glu/18 +
BUN/2.8). Perubahan dalam osmolalitas plasma bertanggung jawab untuk tanda dan gejala
hiponatremia dan juga komplikasi yang terjadi selama pengobatan dengan adanya factor risiko
tinggi. Bila hypernatremia selalu menunjukkan hipertonisitas, hiponatremia dapat dikaitkan
dengan tonisitas rendah, normal, atau tinggi. Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang
paling umum ditemui pada pasien rawat inap.

Penyebab hiponatremia antara lain 1) cairan bebas yang berlebihan (banyak pada pasien rawatan
yang sering menerima cairan hipotonik), 2) kehilangan Na pada renal dan ekstra renal yang
berlebihan, atau retensi cairan bebas ginjal, 3) kurangnya intake Na (jarang).

Pada keadaan sehat tubuh manusia dapat mempertahankan serum Na pada level normal (135-145
mEq/L) walaupun sering terjadi fluktuasi cairan. Mekanisme tubuh dalam mempertahankan
kadar normal hiponatremi adalah kemampuan ginjal dalam menghasilkan urin yang encer dan
mengeluarkan air bebas sebagai respon terhadap perubahan pada osmolalitas serum dan volume
intravaskuler.

Sekresi ADH terjadi bahkan saat osmolaritas serum rendah atau normal, yang kita kenal dengan
istilah Syndrome of in Appropriate ADH Secretion (SIADH). Penyebab lain yaitu kondisi yang
menyebabkan meningkatnya total cairan tubuh seperti sirosis, gagal jantung, dan sindrom
nefrosis.

12
Kondisi yang dapat menyebabkan hiponatremia adalah obat-obatan diuretik terutama golongan
tiazi. Furosemid juga dapat menyebabkan hiponatremia dengan cara menghambat reabsorbsi
natrium pada ascending limb pada loop henle (namun jarang). Sering terjadi terutama pada
pasien gagal jantung.

Kadar Na serum < 130 mEq/L (normal : 136 – 145 mEq/L)

Hiponatremia

Osmolaritas Serum*

Normal Rendah Tinggi


( 280-295 mOsm/kg) ( <280 mOsm/kg) ( >295 mOsm/kg)

Hiponatremi isotonis Hiponatremia hipotonis hiponatremia hipertonis


1. Hiperproteinemia 1. hiperglikemia
2. Hiperlipidemia 2. Manitol, sorbitol
3. Radiocontrast agents

Status volume

Hipovolemic Euvolemic Hipervolemic

Una+ <10 mEq/L Una+ <20 mEq/L 1. SIADH


Edematous states
Extrarenal salt loss Renal Salt Loss 2. Postoperative hiponatremi 1. CHF
1. Dehidrasi 1. Duretik 3. Hipotiroid 2. Penyakit hati
2. Diare 2. ACE-i 4. Polidipsi psikogenik 3.
Gagal ginjal berat
3. Muntah 3. Nefropati 5. Potomania bir
4. Mineralokortikoid 6. Exercise
defisiensi

Tatalaksana:
Penggantian cairan NaCl 0,9% atau 0,45% / RL

13
Gejala Klinis

 Tanda dan gejala hiponatremia dapat termasuk:


 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Kebingungan
 Kehilangan energi
 Kelelahan
 Gelisah dan mudah marah
 Kelemahan otot, kejang atau kram
 Kejang
 Pingsan
 Koma
Hiponatremia5
Hiponatremia sering ditemukan pada usia lanjut. Pada usia lanjut sehat, terdapat penurunan
sekitar 1 mEq/L per decade dari nilai rata-rata 141 ± 4 mEq/L pada usia dewasa muda. Pada usia
lanjut, hiponatremia delusional merupakan mekanisme mendasari yang cukup sering terjadi
namun yang paling sering adalah karena syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
seretion (SIADH). Hiponatremia seringkali merupakan penanda penyakit berat yang mendasari
dengan prognosis buruk dan mortalitas tinggi. Risiko utama timbulnya perburukan hiponatremia
adalah pemberian cairan hipotonik. Rendahnya asupan natrium disertai pengaruh proses menua
dengan gangguan ginjal dalam menahan natrium memudahkan terjadinya kehilangan natrium
dan hiponatremia. Banyak pasien yang mendapat dukungan nutrisi melalui NGT mengalami
hiponatremia intermiten atau persisten karena rendahnya kandungan natrium dalam diet tersebut.
Diagnosis Hiponatremia

1. Klasifikasi Hiponatremia

14
1.1. Definisi hiponatremia berdasarkan derajat berat nilai biokimiawi
Hiponatremia ‘ringan’ sebagai temuan biokimia dari kadar natrium plasma antara 130
dan 135 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda khusus. Hiponatremia ‘sedang’
sebagai temuan biokimia dari kadar natrium plasma antara 125 dan 129 mmol/L yang
diukur dengan ion elektroda khusus. Hiponatremia ‘berat’ sebagai temuan biokimia
dari kadar natrium plasma <125 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda khusus.
1.2. Definisi hiponatremia berdasarkan waktu terjadinya
Hiponatremia ‘akut’ jika hiponatremia ditemukan terjadi <48 jam. Kami
mendefinisikan hiponatremia ‘kronik’ jika hiponatremia terjadi sekurang-kurangnya
48 jam. Jika hiponatremia tidak dapat diklasifikasikan, di anggap sebagai kronik,
kecuali bukti klinis maupun anamnesis dapat ditemukan.
1.3. Definisi hiponatremia berdasarkan gejala
Hiponatremia ‘bergejala sedang’ sebagai setiap derajat gangguan biokimia dari
hiponatremia yang ditandai dengan gejala hiponatremia yang cukup berat.
Hiponatremia ‘bergejala berat’ sebagai setiap derajat gangguan biokimia dari
hiponatremia yang ditandai dengan adanya gejala hiponatremia yang berat.

2. Mengkonfirmasi hiponatremia hipotonik dan menyingkirkan hiponatremia non-hipotonik


 Menyingkirkan hiponatremia hiperglikemik dengan memeriksa kadar glukosa
plasma dan mengoreksi kadar natrium plasma terukur terhadap kadar glukosa
plasma jika kadar glukosa plasma tinggi. Hiponatremia dengan osmolalitas <275
mOsm/kg selalu menggambarkan hiponatremia hipotonik. Disebut sebagai
‘hiponatremia hipotonik’ dimana hiponatremia tanpa adanya bukti penyebab
hiponatremia non-hipotonik.
3. Parameter yang digunakan untuk membedakan penyebab hiponatremia hipotonik
Anjuran untuk praktis klinis
 Interpretasi pemeriksaan laboratorium yang benar membutuhkan pengambilan
spesimen darah dan urin dalam waktu yang bersamaan.
 Untuk alasan praktis, osmolalitas urin dan kadar natrium paling baik diambil dari
sampel urin yang sama.

15
 Jika penilaian klinis menunjukkan volume cairan ekstraselular tidak terlalu
meningkat dan kadar natrium urin >30 mmol/L, singkirkan penyebab
hiponatremia hipotonik yang lain sebelum menegakkan SIAD.

 Pertimbangkan insufisiensi adrenal primer atau sekunder sebagai penyebab dasar


hiponatremia hipotonik.

 Penyakit ginjal mempersulit diagnosis banding dari hiponatremia. Selain mungkin


berperan terhadap hiponatremia, kemampuan ginjal untuk mengatur osmolalitas
urin dan natrium urin biasanya sudah berkurang, seperti pada penggunaan
diuretik. Karena osmolalitas dan kadar natrium urin sudah tidak lagi
menggambarkan pengaruh aksis hormonal yang mengatur homeostasis air dan
natrium normal, maka diperlukan kehati-hatian dalam menggunakan setiap
algoritme diagnostik hiponatremia pada pasien dengan penyakit ginjal.

 Uji pembebanan air biasanya tidak membantu diagnosis banding hiponatremia


hipotonik dan mungkin berbahaya dalam kondisi ini.

Penyebab Hiponatremia6

Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada
cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kehilangan natrium
klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat
selama aktivitas berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan
ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.

Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan
fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit addison, serta retensi air yang berlebihan
(overhidrasi hipo-osmotik) akibat hormon antidiuretik. Respon fisiologis dari hiponatremia
adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas urine rendah).
Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada penurunan fraksi plasma, yaitu pada kondisi
hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, hiperproteinemia dan hiperglikemia serta kelebihan
pemberian manitol dan glisin.

16
Gejala Klinis Hiponatremia5

Beratnya gejala klinis hiponatremia tergantung pada rendahnya kadar natrium dan cepatnya
penurunan kadar natrium serum tersebut. Hiponatremia kronik ringan bisa saja tidak bergejala.
Kadar natrium serum <125 mEq/L dapat menimbulkan letargi, kelelahan, anoreksia, mual dank
ram otot. Dengan memburuknya hiponatremia, gejala-gejala susunan saraf pusat mengemuka dan
bervariasi dari kebingungan hingga koma dan kejang. Terdapat risiko kematian bila kadar
natrium serum <110 mEq/L.

Patofisiologi Hiponatremia

Hiponatremi adalah konsentrasi Na serum kurang dari 135 mEq/L. Na plasmamempunyai


peranan penting dalam mengatur osmolalitas plasma dan tonisitas(osmolaritas serum = 2Na +
Glu/18 + BUN/2.8). Perubahan dalam osmolalitas plasmabertanggung jawab untuk tanda dan
gejala hiponatremia dan juga komplikasi yangterjadi selama pengobatan dengan adanya faktor
risiko tinggi. Bila hipernatremia selalumenunjukkan hipertonisitas, hiponatremia dapat dikaitkan
dengan tonisitas rendah,normal, atau tinggi. Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang
paling umum ditemuipada pasien rawat inap. Lima puluh persen anak-anak baru memperlihatkan
gejala-gejala ketika Naserum tingkat jatuh di bawah 125 mEq / L, tingkat yang relatif tinggi bila
dibandingkandengan orang dewasa. Meskipun morbiditas bervariasi secara luas, komplikasi
seriusdapat timbul dari hiponatremia dan juga dapat terjadi selama pengobatan. Penyebab
hiponatremi antara lain:

 Cairan bebas yang berlebihan (banyak pada pasien rawatan yang sering menerima cairan
hipotonik.
 Kehilangan Na pada renal danekstra renal yang berlebihan, atau retensi cairan bebas
ginjal.
 Kurangnya intake Na (jarang).

Pada keadaan sehat tubuh manusia dapat mempertahankan serum Na padalevel normal ( 135-145
mEq/L) walaupun sering terjadi fluktuasi cairan. Mekanisme tubuh dalam mempertahankan
kadar normal hiponatremi adalah kemampuan ginjal dalam menghasilkan urin yang encer dan
mengeluarkan air bebas sebagai respon terhadap perubahan pada osmolalitas serum dan volume
intravaskuler. Penyebab hiponatremi pada anak adalah hiponatremi yang didapat di rumah sakit.
17
Bias disebabkan oleh penggunaan cairan hipotonik yang berlebihan, pelepasan ADH yang
berlebihan yang banyak terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang disebabkan
karena respon norml terhadap rangsangan hemodinamik dan/atau rangsangan osmotik. ADH
juga disekresikan sebagai respon terhadap nyeri, mual, muntah, dan penggunaan obat obat
tertentu seperti morphine. Penggunaan cairanhipotonok saat ADH dalam sirkulasi dapat
menyebabkan retensi cairan bebas sehingga menyebabkan hiponatremi. Dalam kondisi tertentu,
sekresi ADH terjadi bahkan saat osmolaritas serum rendah atau normal, yang kita kenal dengan
istilah Syndrom of in Appropriate ADH Secretion (SIADH). Penyebab lain yaitu kondisi yang
menyebabkan meningkatnya total cairan tubuh seperti sirosis, gagal jantung, sindrom nefrotis.

Hipernatremia5

Hipernatremia dan hiponatremia sering terjadi pada usia lanjut. Hipernatremia pada usia lanjut
paling sering disebabkan kombinasi dari asupan cairan yang tidak adekuat dan bertambahnya
kehilangan cairan. Gangguan mekanisme rasa haus dan hambatan akses terhadap cairan
(sekunder dari gangguan mobilitas atau menelan) turut berkontribusi dalam timbulnya
hipernatremia pada usia lanjut selain adanya keterlambatan ekskresi natrium. Kehilangan air
murni pada keadaan demam, hiperventilasi, atau diabetes insipidus. Lebih sering, kehilangan air
hipotonik disebabkan oleh problem saluran cerna, luka bakar, terapi diuretika atau diuresis
osmotik. Seringkali deteksi hypernatremia pada usia lanjut terlambat dilakukan sehingga usia
lanjut yang lemah dapat dengan mudah jatuh pada keadaan hypernatremia yang bermakna.
Penderita dengan demensia sangat mudah mengalami hipernatremia karena penurunan rasa haus,
gangguan kemampuan untuk meminta air dan mungkin, rendahnya kadar vasopresin. Penyebab
penting lainnya adalah hiperkalsemia yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan sel-sel pada
gelung Henle dan berinterkasi dengan vasopresin pada tingkat duktus kolektus. Hipokalemia
yang bermakna juga dapat menyebabkan hipernatremia.

Penyebab Hipernatremia6

Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan ekstrasel (dehidrasi
hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel
seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan
osmolaritas & konsentrasi natrium klorida dalam cairan ekstrasel. Hipernatremia dapat terjadi

18
bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang
kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau
keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral
maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa haus di
hipotalamus akibat tumor atau gangguan vascular.

Gejala Klinis Hipernatremia5

Manifestasi klinis hipernatremia pada usia lanjut sering tidak khas dan samar-samar. Gejala-
gejala sistem saraf pusat utama adalah iritabilitas, restlessness, letargi, kejang otot, spastisitas
dan hiperrefleksi, yang merupakan gejala sekunder dari berkurangnya cairan di sel-sel otak. Air
ke luar dari sel sehingga sel mengkerut. Di otak, hal ini mengakibatkan traction on vessels
sehingga timbul perdarahan.

Defisit cairan = (natrium plasma – 140)/140 x air tubuh total.

Patofisiologi Hipernatremia

Hipernatremia adalah konsentrasi Na serum lebih dari 145 mEq/L. Hal ini ditandai oleh defisit
air tubuh total (TBW) relatif terhadap kadar natrium tubuh total baik karena hilangnya air bebas,
atau pemberian larutan natrium hipertonik. Pada orang sehat ada dua mekanisme dalam
mengatasi hipernatremi yaitu mekanisme haus, dan stimulasi pelepasan vasopresin. Hipernatremi
menandakan defisit cairan dalam hubungannya dengan cairan Na tubuh, dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan atau pertambahan Na hipertonik. Kehilangan cairan yang banyak dapat
menyebabkan hipernatremi, dan penambahan sodium hipertonik bisa disebabkan intervensi klinis
atau perolehan Na secara tidak sengaja. Peningkatan kosentrasi Na ekstraseluler akan
meningkatkan tonisitas plasma yang akan menyebabkan perpindahan cairan melewati membran
sel sehingga menyebabkan dehidrasi sel. Tiga mekanisme berikut dapat menyebabkan
hypernatremia:

 Deplesi air murni (misalnya : diabetes insipidus)


 Deplesi air melebihi deplesi Na (misalnya: diare)
 Kelebihan Na (keracunan garam)

19
Hipernatremi berkelanjutan dapat terjadi bila mekanisme haus dan akses terhadap air terganggu.
Kelompok yang berisiko tinggi adalah bayi dan pasien yang diintubasi. Bayi memiliki surface
area yang lebih besar dibandingkan orang dewasa sehingga lebih banyak menguapkan air. Pada
bayi hipernatremi biasanya disebabkan oleh diare dan kadang-kadang dari formula bayi yang
tidak disiapkan secara benar atau interaksi yang kurang antara ibu dan bayi saat menyusui.
Hipernatremi dapat menyebabkan turunnya volume sel otak oleh karena cairan sel keluar karena
mempertahankan osmolalitas yang seimbang antara dalam dan luar sel. Dehidrasi hipernatremi
yang berat dapat menyebabkan penciutan sel otak yang bisa merusak pembuluh darah otak
sehingga bisa terjadi perdarahan otak, kejang, paralise, dan ensefalopati. Pada pasien dengan
prolong hipernatremi, rehidrasi cepat dengan cairan hipotonis dapat menyebabkan edem serebri,
koma, kejang, dan kematian.

Hiponatremia dan Hipernatremia.7

20
Algoritma Koma

Gambar Algoritma Koma.8

Differential Diagnosis

Metabolic Encephalopathy ec. Hypoglycemia

Metabolisme otak merupakan metabolisme oksidatif yang mendapatkan energinya dari glukosa
untuk membentuk ATP dan phosphocreatine yang memberikan energi untuk kerja potensial
membran, transmisi impuls neuronal, dan sintesis protoplasma. Kurangnya asupan glukosa akan
menyebabkan penurunan produksi energi untuk metabolisme neuron, yang akan mengakibatkan

21
hilangnya mekanisme pompa membran, sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan sel
dan disfungsi mitokondria dimana sampai titik tertentu.

Kadar gula darah dibawah 65 mg/dl mulai menimbulkan gangguan kesadaran yang ringan
(confusion), bila kondisi ini terus berlanjut hingga dibawah 40 mg/dl kesadaran akan semakin
menurun dan kejang dapat timbul. Penurunan kadar gula darah dibawah 10 mg/dl akan
menyebabkan neuron - neuron menjadi tidak berfungsi dan menyebabkan koma. Kondisi ini
disebut sebagai neuroglycopenia. Mekanisme kerusakan neuron secara permanen tidak diketahui
secara pasti, namun penelitian menunjukan bahwa disfungsi metabolisme asetilkolin atau
peningkatan level aspartat menuju menyebabkan eksitasi neuron secara berlebihan. Eksitasi ini
akan menyebabkan influx calcium dan memulai terjadinya cascade nekrosis dan apoptosis
neuron. Mekanisme lain yang dapat terjadi adalah terjadinya bengkak otak yang bersifat
vasogenik ataupun sitotoksik. Ketidak hati-hatian dalam menangani hipoglikemia sering
mengakibatkan stupor dan koma yang bila tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan
kerusakan permanen sel - sel saraf.9

Metabolic Encephalopathy ec. Hypernatremia

Hipernatremia merupakan kondisi serum yang hipertonis, merupakan penyebab utama


hiperosmolalitas serum diikuti oleh hiperglikemia.Kondisi ini merupakan kebalikan dari
hiponatremia dimana seakan-akan tubuh mengalami “kekurangan cairan”. Kadar serum natrium
yang mulai menyebabkan terjadinya lethargia adalah diatas 160 mEq/dl dan kadar serum natrium
serum yang fatal adalah bila diatas 180 mEq/L. Peningkatan osmolalitas serum akan
menyebabkan terjadinya pengkerutan jaringan otak akibat kondisi “dehidrasi otak” yang
mengakibatkan ruptur pembuluh darah otak yang pada akhirnya akan berdampak pada
peningkatan tekanan intracranial dan kematian sel otak. Selain itu hiperosmolalitas serum akibat
natrium dapat juga secara langsung merusak sel otak dan menyebabkan kematian.9

Uremic Encephalopathy

Uremic encephalopathy adalah gangguan otak yang disebabkan oleh gagal ginjal kronis. Pada
manusia, manifestasi dari kelainan ini meliputi gejala klinis ringan (kelemahan dan kelelahan)
sampai gejala yang parah (seizure dan koma). Keparahan dari uremic encephalopathy tergantung
dari laju penurunan fungsi ginjal. Uremic encephalopathy mempunyai patofisiologi yang

22
kompleks dan terdapat kaitan dengan toksin yang terjadi pada gagal ginjal. hormon paratiroid
(PTH) juga dapat menyebabkan uremic encephalopathy. Hiperparatiroidisme dapat terjadi pada
keadaan gagal ginjal, sehingga pada kondisi ini akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium
pada korteks cerebri. Mekanisme khusus dari gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh PTH
masih belum jelas. Namun, terdapat kemungkinan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi
kalsium di sel-sel otak yang merupakan hasil dari peningkatan kadar kalsium dalam plasma dari
kerja PTH yang berlebihan.

Menurut Bucurescu (2008), uremia yang menggambarkan gangguan ginjal (insufisiensi ginjal)
dan gangguan multiorgan dihasilkan oleh akumulasi metabolit protein, asam amino, serta
gangguan proses katabolisme di ginjal, proses metabolik, dan proses endokrin. Tidak ada
metabolit tunggal yang menyebabkan uremia. Uremic encephalopathy merupakan salah satu
manifestasi dari gagal ginjal. Patofisiologi dari uremic encephalopathy adalah akumulasi
senyawa organik seperti metabolit protein dan asam amino yang merusak neuron, antara lain
dapat berupa urea, senyawa guanidine, asam urat, asam hippuric, beberapa macam asam amino,
polipeptida, polyamine, phenol dan konjugat phenol, asam phenols dan asam indolic, acetoin,
asam glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat, fosfat. Selain itu juga akibat dari peningkatan
level senyawa guanidine, yang meliputi guanidinosuccinic acid, methylguanidine, guanidine, dan
kreatinin. Senyawa guanidino endogenus bersifat neurotoksik. Abnormalitas yang berkaitan
dengan keadaan uremic encephalopathy meliputi asidosis, hiponatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia, hipermagnesemia, overhidrasi, dan dehidrasi.10

Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik adalah kondisi yang merujuk pada perubahan kepribadian, keadaan mental,
dan sistem saraf pada orang dengan kegagalan hati. Level amonia yang tinggi di dalam peredaran
darah dan otak mungkin menjadi penyebabnya. Bakteri di dalam perut dan usus memproduksi
amonia. Biasanya, hati memetabolisme amonia (membuat amonia tidak berbahaya). Namun,
orang dengan penyakit hati memiliki lebih banyak amonia karena hati mereka tidak berfungsi.
Amonia masuk ke dalam darah, menuju otak, dan menyebabkan gejala dengan mengganggu
fungsi otak. Ensefalopati ini terjadi pada lebih dari 50% orang dengan sirosis hati. Jika tidak
terobati, penyakit ini bisa mengakibatkan koma dan kematian, namun tidak menular dan tidak
bisa diwarisi dari orangtua ke anak.

23
Gejala utama ensefalopati hepatik meliputi kebingungan dan pikun, mengantuk, dan suasana hati
berubah, lesu, hilang ingatan, dan bahkan koma. Gejala lain adalah sakit kuning, kesulitan
berbicara, gemetar, mudah marah dan pergerakan yang tidak terkendali. Di samping itu,
penderita biasanya memiliki tanda penyakit hati, misalnya sakit kuning, payudara membesar dan
testis mengecil (pria), cairan di dalam perut, dan kaki membengkak.

Ensefalopati hepatik terbagi menjadi tingkat 1 sampai 4. Grade 1 meliputi kebingungan ringan,
tidak dapat memperhatikan, mudah tersinggung, dan berkurangnya kemampuan untuk
melakukan tugas mental. Di tingkat 2, orang menjadi lemah lesu, mengantuk, mengalami
perubahan kepribadian, dan lebih bermasalah lagi dalam mengerjakan tugas mental. Di tingkat 3,
mereka mengantuk (tapi bisa terangsang), tidak mampu mengerjakan tugas mental, dan
kebingungan (tempat dan waktu). Di tingkat 4, mereka mengalami koma.

Septik Ensefalopati

Ensefalopati akibat infeksi adalah, Infeksi sistem saraf pusat termasuk didalamnya meningitis,
meningoensefalitis, ensefalitis, empiema subdural atau epidural dan abses otak. Virus dan
bakteri menyebabkan meningitis, infeksi jamur dapat terjadi pada pasien yang menjalani
transplantasi dan pada pasien yang mengalami imunosupresi (6) Ensefalitis dan
ensefalopati harus dapat dibedakan, dimana pada ensefalopati terjadi kerusakan fungsi otak
tanpa adanya proses inflamasi langsung di dalam parenkim otak penyebab nya antara lain efek
endotoksin, mediator inflamasi, disfungsi sawar darah otak dan kerusakan cairan
serebrospinal, perubahan asam amino dan neurotransmiter, dengan gejala penurunan tingkat
kesadaran,kejang,rigiditas paratonik

Stroke (iskemik dan hemoragik)

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak.
Stroke adalah kondisi kesehatan yang serius yang membutuhkan penanganan cepat. Ketika
pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak terputus, maka sel-sel otak akan mulai
mati. Karena itu semakin cepat penderita ditangani, kerusakan yang terjadi pun semakin kecil
bahkan kematian bisa dihindari. Gejala stroke antara lain 1.Cara bicara penderita tidak jelas atau
kacau, bahkan ada juga penderita yang tidak bisa bicara sama sekali walau mereka terlihat sadar.

24
2.Mata dan mulut pada salah satu sisi wajah penderita terlihat turun 3.Lengan si penderita
mengalami kelumpuhan saat terserang stroke, karena itu pasien akan lemas untuk mengangkat
lengannya.

Jenis stroke jika dilihat dari penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi jika pasokan darah berhenti akibat gumpalan darah dan stroke
hemoragik terjadi jika pembuluh darah yang memasok darah ke otak pecah.Ada juga yang
disebut TIA (Transient Ischemic Attack) atau stroke ringan. TIA terjadi ketika pasokan darah ke
otak mengalami gangguan sesaat yang biasanya diawali dengan gejala pusing, penglihatan
ganda, tubuh secara mendadak terasa lemas, dan sulit bicara. Meski hanya sesaat, tetap harus
ditangani secara serius. Karena hal ini biasanya merupakan peringatan akan datangnya serangan
stroke berat.

Komplikasi

Komplikasi ensefalopati bervariasi dari tidak ada gangguan mental sehingga mengarah pada
kematian. Komplikasi dapat sama dalam beberapa kasus. Komplikasi tergantung pada penyebab
utama dari ensefalopati dan dapat diilustrasikan dengan mengutip beberapa contoh dari berbagai
penyebab. Hepatik ensefalopati (pembengkakan otak dengan herniasi, koma, kematian),
metabolik ensefalopati (mudah marah, lesu, depresi, tremor, kadang- kadang, koma atau
kematian), anoxia-ensefalopati (berbagai komplikasi, dari tidak ada di anoksia jangka pendek
untuk perubahan kepribadian, kerusakan otak parah sampai mati dalam acara anoxic jangka
panjang), uremik ensefalopati (letargi, halusinasi, pingsan, otot berkedut, kejang, kematian),
ensefalopati Wernicke (kebingungan mental, kehilangan memori, penurunan kemampuan untuk
menggerakkan mata), shigella ensefalopati (sakit kepala, leher kaku, delirium, kejang, koma).

Prognosis

Prognosis bervariasi dari pasien ke pasien dan berkisar di prognosis yang buruk yang sering
menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian. Prognosis sangat bervariasi ini
dicontohkan oleh pasien yang mendapatkan ensefalopati dari hipoglikemia. Jika pasien dengan
hipoglikemia diberikan glukosa pada tanda- tanda pertama dari ensefalopati, sebagian besar
pasien sembuh sepenuhnya. Penundaan dalam mengoreksi hipoglikemia (jam sampai hari) dapat
menyebabkan kejang atau koma, yang dapat dihentikan oleh pengobatan dengan lengkap atau

25
pemulihan dengan kerusakan otak permanen minimal. Penundaan atau beberapa keterlambatan
dalam pengobatan dapat menyebabkan prognosis yang buruk dengan kerusakan otak, koma, atau
kematian.

Pencegahan

Tatalaksana

Hiponatremia akut, Koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian larutan natrium
hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5meq/L dari kadar natrium awal
dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 meq/L setiap 1 jam
sampai kadar natrium darah mencapai 130 meq/L. Rumus yang dipakai untuk mengetahui
jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonik yang diberikan adalah 0,5 x berat badan (kg) x
delta Na. Delta natrium adalah selisih antara kadar natrium yang dinginkan dengan kadar natrium
awal.11

Hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu sebesar 0,5 meq/L dalam 24
jam. Bila delta Na sebesar 8 meq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang
dipakai adalah sama dengan di atas. Natrium yang diberikan dapat dalam bentuk natrium
hipertonik intravena atau natrium oral.11

Langkah pertama yang di lakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia. Setelah etiologi
ditetapkan, langkah berikutnya mencoba menurunkan kadar natrium dalam plasma ke arah
normal. Pada diabetes Insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila
penyebabnya adalah asupan natrium berlebihan, pemberian natrium dihentikan. Pengobatan
dilakukan dengan koreksi cairan berdasarkan penghitungan jumlah defisit cairan.11

26
Apa yang dilakukan jika hiponatremia dikoreksi terlalu cepat?

Intervensi cepat untuk menurunkan kembali kadar natrium plasma jika meningkat >10 mmol/L
dalam 24 jam pertama atau >8 mmol/L dalam setiap 24 jam berikutnya. Menghentikan
tatalaksana aktif yang sedang berlangsung. Berkonsultasi dengan ahli untuk membahas apakah
tepat untuk memulai infus cairan bebas elektrolit (misalnya cairan glukosa) 10 ml/kg berat badan
dalam 1 jam dengan pengawasan produksi urin dan keseimbangan cairan yang ketat.
Berkonsultasi dengan ahli untuk membahas apakah tepat menambahkan desmopresin 2 μg
intravena, dengan pemaha¬man bahwa hal ini tidak boleh diulang lebih sering dari setiap 8 jam.

Tatalaksana Hiponatremia

Terapi hiponatremia secara umum adalah sebagai berikut: hitung jumlah natrium yang
diperlukan untuk mengoreksi defisit sehingga mencapai kadar 120 mmol.

Defisit natrium (pria) = [0,6 x berat badan kering (kg)] x [120 – kadar natrium plasma]

Defisit natrium (wanita) = [0,5 x berat badan kering (kg)] x [120 – kadar natrium plasma]

Namun perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada kehilangan cairan yang isoosmotik. Laju
koreksi sangat tergantung pada beratnya gejala dan derajat hiponatremia. Kadar natrium yang
aman yaitu 120 mEq/L yang diikuti dengan peningkatan secara bertahap menuju kadar normal.
Menurut Laureno dan Karp, laju koreksi sebaiknya kurang dari 10 mEq/L dalam 24 jam. Koreksi
yang terlalu cepat menyebabkan terjadinya mielinolisis sehingga mengakibatkan paraparesis atau
kuadriparesis, pseudobulbar palsy dan koma. Hal ini sering terjadi pada koreksi hiponatremia
kronik, karena pada kondisi kronik otak telah beradaptasi dengan kadar natrium yang rendah
sehingga peningkatan kadar natrium yang tiba-tiba menyebabkan dehidrasi serebral dan
kerusakan saraf. Mekanisme yang pasti dari kerusakan otak karena hal ini masih belum
dimengerti sepenuhnya.

Tatalaksana Hipernatremia

Terapi hipernatremia adalah mengganti kehilangan cairan atau hentikan pemberian natrium pada
kasus dengan pemberian natrium yang berlebihan. Karena adaptasi susunan saraf pusat terhadap
pengerutan sel dan karena koreksi terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral yang

27
berbahaya, hipernatremia kronik harus diatasi perlahan dan hati-hati. Aturan umum adalah
mengoreksi 50% defisit cairan dalam 12 sampai 24 jam pertama dan sisanya diberikan dalam
satu hingga dua hari berikutnya. Pada hipernatremia akut defisit cairan harus diganti lebih cepat.
Defisit air bersih dikalkulasi dengan memperkirakan air tubuh total dalam liter dan menggunakan
formula. Memburuknya status neurologis selama pemberian cairan dapat menunjukkan
terjadinya edema serebral dan membutuhkan reevaluasi segera dan penghentian sementara
cairan.

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, laki-laki 60 tahun dengan


penurunan kesadaran sejak 6 jam yang lalu menderita metabolic encephalophaty ec
hyponatremia. Penurunan kesadaran pada pasien disebabkan oleh hiponatremia yang terjadi
akibat diare dan diperparah oleh penggunaan hidroclorotiazid yang membuat kadar natrium
semakin menurun didalam tubuh.

28
Daftar Pustaka

1. Maureen Aprilia, Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Pemeriksaan Neurologis pada


Kesadaran Menurun. Jakarta: Jurnal Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Atmajaya. 2015; Vol.42, No.10: 780-786.
2. Darwis D, Moenajat Y, Nur B.M, Madjid A.S, Siregar P, Aniwidyaningsih W, dkk,
‘Fisiologi keseimbangan air dan elektrolit’ dalam gangguan keseimbangan air-elektrolit
dan asam-basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana, ed. ke-2, FK-UI,
Jakarta, 2008, hh. 29-114.
3. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008, hh. 307-400.
4. Brenner B, Singer G. Fluid and electrolyte disturbances. In: Kasper DL, Braunwald E,
Fauci A, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill; 2005:251–63.
5. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 6. Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W Sudoyo,
Marcellus Simadribata K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam, editor. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.h.3822-3824.
6. Rismawati Yaswir, Ira Ferawati. Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium, kalium
dan klorida serta pemeriksaan laboratorium. Jakarta: Jurnal Kesehatan Andalas.
2012;1(2):80-85.
7. Patrick Davey. Medicine at a glance. Amalia Safitri, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2008.h.238.
8. Yudy Goysal. Bahan ajar neuropsikiatri. Makassar: Bagian/ SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin RS Wahidin Sudirohusodo.
9. Reynolds RM, Padfield PL, Seckl JR. Disorders of sodium balance. BMJ 2006; 332:702-
5.
10. Ensefalopati. [serial 101262]. 2013. [cited] 4 November 2018. Available from : Charles
Patrick Davis http://www.medicinenet.com.encephalopathy,
11. Brenner B, Singer G. Fluid and electrolyte disturbances. In: Kasper DL, Braunwald E,
Fauci A, et al, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill; 2005:251–63.

29

Anda mungkin juga menyukai