LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit keturunan,
immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan syndrome yang
berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).(Sudoyo,2006)
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan
perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik maupun
asimtomatik. (Sudoyo,2006)
Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS pada
SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi oportunistik
atau neoplasma.
Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik
yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul pada kurang
lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii
yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang
tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.
B. Etiologi
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh
kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja
kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam
sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada orang yang sehat
dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah terjadinya suatu penyakit.
Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak
mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang
mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga dari
sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada
individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas
tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan
timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.
Cara penularan HIV/AIDS ada 4 yaitu:
1. Penularan melalui hubungan heteroseksual
2. Janin yang terinfeksi dari ibu saat kehamilan dan menyusui
3. Melalui jarum suntik (narkoba, tindik, tattoo, alat kesehatan)
4. transfuse darah
D. Patofisiologi
1. Patofisiologi HIV/AIDS
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan
tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4.
Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah sel monosit, sel makrofag, sel
folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh
HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan
kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain
menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat
mengakibatkan kelainan pada saraf.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam
keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup
monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera
dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut,
reseptor sel T helper tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T
helper tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah
dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga
reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan
HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas
benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4
sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari
HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper
sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T
helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka
HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk
menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme
pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan
inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma kegagalan
kekebalan.
Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV
dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.
Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala
(55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya
tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit
neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan
kejang pada 30 % kasus.
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan
gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan
sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi
neuropsikiatri.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan
CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.
10 langkah HIV menginfeksi CD4:
1. HIV masuk ke sirkulasi
2. HIV menempel pada reseptor sel CD4
3. HIV menginvasi dan mengosongkan isinya ke dalam CD4
4. RNA HIV diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase (NRTI & NNRTI)
5. DNA HIV disatukan oleh DNA host oleh enzim integrase
6. Waktu CD4 bereplikasi, HIV juga ikut bereplikasi sehingga terbentuk provirus baru
7. Provirus baru semakin banyak dan berkumpul di dalam CD4
8. Provirus baru saling menonjol ingin keluar dari sel CD4 (bounding)
9. Provirus bounding keluar dari sel CD4 dan dipotong oleh enzimprotease sehingga
menjadi lebih banyak dan terbentuk virus baru
10. HIV baru menginvasi CD4 lainnya
F. Manifestasi klinis
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbentassay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction
(PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan
cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV.
Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena
tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik
pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau
tanpa lesi.
e. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
H. Penatalaksanaan
a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat
ini dapat melalui sawar-darah otak.
b. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya.
c. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-2 g
tiap 6 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100
mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam.
Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan CD4
kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari 1200. Pada
pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS.
http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat- Pada-
AIDS. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.
B. POLA ELIMINASI:
1. BAB : Klien BAB di pampers, tinja cair, ganti pampers baru satu kali
2. BAK : Klien BAK dibantu cateter, produksi urine 650cc/hari
3. Kesulitan BAB/BAK: Klien mengalami diare
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut: Pemberian cotrimoxazol 1×960 mg
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komunikasi : lancar, namun intensitasnya menurun
B. Orang yang paling dekat dengan klien : kakak perempuan
C. Rekreasi : menyanyi
Hobby: menyanyi
Penggunaan waktu senggang: jalan-jalan ke luar rumah
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit: klien tidak bisa mengurusi suami dan anaknya di
rumah dan tidak bisa menyanyi di kafe lagi
E. Hubungan dengan orang lain/ Interaksi sosial : hubungan dengan orang lain baik, namun
interaksinya dengan orang lain menurun karena kondisinya lemah
F. Keluarga yang dihubungi jika diperlukan : kakak perempuan
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : klien tidak menjalankan ibadah selama sakit
B. Keyakinan terhadap sehat sakit : keluarga beranggapan penyakit ini adalah kehendak Tuhan,
sehinga tetap harus bersabar dan berusaha untuk mencari kesembuhan
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : Keluarga hanya pasrah pada Tuhan dan menyerahkan
pada tim medis dan menerima apapun yang terjadi walaupun buruk bagi mereka
PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum Keadaan Umum : lemah, komposmetis
B. Tanda-tanda vital
Suhu Badan : 38, 5°C Nadi ; 100x/ menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Respirasi : 30x/ menit
Tinggi Badan : 160cm Berat Badan : 48 kg
C. PemeriksaankepaladanLeher
1. Kepaladanrambut
a. Bentuk kepala : Simetris
Ubun-ubun : Normal, tidak ada benjolan ataupun lesi
Kulit kepala : Bersih
b. Rambut : Bersih
Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran merata
Bau : Tidak berbau
Warna : Hitam
c. Wajah : simetris
Warna kulit : sawo matang
Struktur Wajah : normal
2. Mata
a. Kelengksapan dan kesimetrisan : gerakan mata simetris
b. Kelopak mata (palpebra) : normal, tidak ada benjolan
c. Konjungtiva dan sclera : konjunctiva anemis, sclera tidak ikterus
d. Pupil : Isokor
e. Kornea dan iris : RCL/RCTL + (miosis)
f. Ketajaman penglihatan/Visus : tidak dikaji
g. Tekanan bola mata : tidak dikaji
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : septum tepat di tengah
b. Lubang hidung : simetris, tidak ada ciaran atau serumen yang keluar
c. Cuping hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : normal
Ukuran Telinga : normal
Ketegangan telinga : normal
b. LubangTelinga : tidak ada serumen -/-, tidak ada cairan yang keluar dari
lobang telinga
c. Ketajaman pendengaran : menurun
5. Mulut dan Faring :
a. Keadaan Bibir : bibir pecah-pecah
b. Keadaan Gusi dan Gigi : gusi dan gigi kotor berwarna kuning
c. Keadaan Lidah : terdapat candidiasis
6. Leher
a. Posisi Trakhea : normal
b. Tiroid : dalam batas normal
c. Suara : jelas namun lirih
d. Kelenjar Lymphe : terdapat limfedenopati
e. Vena Jugularis : tidak terdapat pembesaran vena jugularis
f. Denyut Nadi Coratis : normal, teraba
C. Pemeriksaan Integumen( Kulit) :
a. Kebersihan : bersih
b. Kehangatan : teraba dingin
c. Warna : sawo matang
d. Turgor : baik
e. Tekstur : lentur, kenyal, padat
f. Kelembapan : normal
g. Kelainan pada kulit : tidak ada
D. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak :
a. Ukuran dan bentuk payudara : normal
b. Warna payudara dan Aerola : coklat
c. Kelainan- kelainan payudara dan Putting : tidak ada benjolan atau lesi, tidak ada
kelainan
d. Axila dan Clavicula : tidak ada lesi atau benjolan
E. Pemeriksaan Thorax/Dada :
1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorak : simetris
b. Pernafasan
Frekuensi : 30×/menit
Irama : reguler
c. Tanda-tanda kesulitan bernafas : tidak ada
2. Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara (vokal Fremitus) : menurun
b. Perkusi : sonor
c. Auskultasi
Suara nafas : bronchial
Suara ucapan : normal, jelas
Suara tambahan : ronchi (+)
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inpeksi dan Palpasi
Pulpasi :
Ictus Cordis : ICS 4-5 mid klavikula sinistra
b. Perkusi
Batas-Batas Jantung
c. Auskultasi
Bunyi Jantung I : bunyi tunggal
Bunyi Jantung II : bunyi tunggal
Bising/murmur : tidak ada
Frekuensi denyut jantung : 100×/menit
F. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk Abdomen : normal, datar
Benjolan/massa : tidak ada
b. Auskultasi
Peristaltik Usus : 8×/menit
Bunyi Jantung Anak/BJA :
c. Palpasi
Tanda nyeri tekan : tidak ada
Benjolan/massa : tidak ada
Tanda-tanda Ascites : tidak ada
Hepar :-
Lien :-
Titik Mc. Burne :-
d. Perkusi
Suara Abdomen : dullnes
Pemeriksaan Ascites :
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : HIV/AIDS stadium 4
B. Pemeriksaan Diagnostik/ PenunjangMedis:
1. Laboratorium :
Jenis pemeriksaan Hasil Jenis pemeriksaan Hasil
Darah Urin Jernih
Hemoglobin 8,30 g/dl Warna Kuning
Eritrosit (RBC) 3,34 106/ μL pH 5,5
Leukosit (WBC) 6,53 103/ μL Berat jenis 1,020
Hematokrit (Ht) 25% Glukosa -
Trombosit (PLT) 229 103/ μL Protein 2+
MCV 74,90 Fl Keton -
MCH 24,90 pg Bilirubin -
MCHC 33,20 g/dL Nitrit -
SGOT 117/ μL Urobilin -
SGPT 51/ μL Lekosis -
Analisa gas darah Ureum 91,60 mg/dl
pH 7,30 Kreatinin 3,76 mg/dl
PCO2 24,0 mmHg Darah 2+
PO2 46,1 Albumin 2,42 g/dl
HCO3 11,8 mmol/L Tinja
Saturasi O2 77,1% Warna Coklat
Suhu 37 Bentuk Cair
Imunoserologi Epitel +
Determine HIV Reaktif Lekosit +
Bioline HIV Reaktif Parasit -
Oncoprobe HIV Reaktif Telur cacing -
CD 4 5 mm3 darah Larva -
Trophozoit -
Kiste -
Serat otot -
Serat makanan -
2. Rontgen :-
3. ECG :-
4. USG :-
5. Lain-lain :-
PENATALAKSANAAN TERAPI
1. Omeprazole 1×40 mg
2. Metoclopramide 3×10 mg
3. Fluconazole 1×400 mg
4. Aminofluid 1×500 cc
5. Ceftriaxon 2×1 g
6. Paracetamol 4×500 mg
6. Cotrimoxazole 1×960 mg
7. Prednison 2×40 mg
ANALISA DATA
Nama Pasien : Ny.SW
Umur : 34 th
No. Reg : 11252540
DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI
DS: Ketidakefektifan Virus HIV
Klien mengeluh sesak nafas bersan jalan napas
DO: Menyerang limfosit
TTV: Immunocompromise
RR: 30×/menit
TD: 110/70mmHg
Invasi kuman pathogen
N: 100×/menit
Suhu: 38,5°C
Organ target (respiratori)
Terdapat suara napas tambahan :
ronchi(+), batuk (-)
Infeksi
Hasil pemeriksaan lab:
Analisa gas darah:
pH: 7,30; Po2: 46,1;
Mucus berlebih
HCO3: 11,8 mmol/l
Saaturasi O2: 77,1%
KU: lemah Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
DS: Ketidakseimbangan Virus HIV
Kakak klien mengatakan bahwa nutrisi kurang dari
klien tidak mau makankarena kebutuhan
Menyerang limfosit
mulutnya sakit, ada sariawan ,
sakit jika menelan, BB turun ± Immunocompromise
20 kg Invasi kuman
DO: pathogen
Klien tidak mau makan
Klien memuntahkan makanan Organ target
(gastrointestinal/oral)
yang diberikan
Di lidah klien terdapat
Diare/lesi mulut
kandidiasis
Terdapat limfadenopati Ketidakseimba
ngan nutrisi kurang dari
Klien diare, tinja cair
kebutuhan tubuh
DS: hipertermia Peningkatan metabolisma
Kakak klien mengatakan bahwa penyakit
badan adiknya teraba panas
DO:
Suhu: 38,5°C
Taikardia
Takipnea
RR meningkat 30×/menit
Klien berkeringat banyak
DS: - Deficit perawatan diri kelemahan
DO:
KU: lemah
Klien tidak mampu mengakses
kamar mandi
Ketidakmampuan membersihkan
tubuh
Ketidakmampuan menyuap
makanan dari piring ke mulut
PRIORITAS MASALAH
Nama Pasien : Ny.SW
Umur : 34 th
No. Reg : 11252540
No TGL DAFTAR MASALAH TT
1 06-09-2015 Ketidakefektifan bersan jalan napas
Berhubungan dengan produksi mukus berlebih
2 06-09-2015 Ketidakseimbangan utrisi kurang darikenutuhan
tubuh berhubungan dengan diare dan lesi mulut
3 06-09-2015 Hipertermia berhubungan peningkatan metabolism
penyakit
4 06-09-2015 Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny.SW
Umur : 34 th
No. Reg : 11252540
No TGL DAFTAR MASALAH TERATASI TT
TGL
1 06-09-2015 Ketidakefektifan bersan jalan napas
Berhubungan dengan produksi mukus
berlebih
2 06-09-2015 Ketidakseimbangan utrisi kurang
darikenutuhan tubuh berhubungan dengan
diare dan lesi mulut
3 06-09-2015 Hipertermia berhubungan peningkatan
metabolism penyakit
4 06-09-2015 Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan