Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV DENGAN TOXOPLASMOSIS


DI RUANG 29 RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
RIZKY EKA SAVITRI

NIM:
1301200020

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN LAWANG
KONSEP DASAR TEORI

1. Definisi
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit
keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan
syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata
tersebut dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). (Dinah Gould, 2003)
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan
sifat alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat
menimbulkan gejala simtomatik maupun asimtomatik. (Dinah Gould, 2003)
Toxoplasmosis merupakan infeksi serius pada orang dengan gangguan
kekebalan terutama pengidap virus HIV, terjadi reaktivasi infeksi laten yang
menimbulkan toksoplasmosis diseminata atau ensefalitis. (Dinah Gould, 2003)
Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal
infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis
toksoplasma muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal
ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing
dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. (Dinah Gould, 2003)

2. Etiologi
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang
dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang
tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.
Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana,
sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga
tuntas, dan dapat mencegah terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien
HIV/AIDS mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak mampu
melawan parasit tersebut. Sehingga pasien mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.
(Richard, 1997)
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau
domba yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma
gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan
feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah,
dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang immunokompeten
biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat
terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi
opportunistik dengan predileksi di otak.

3. Daur Hidup Toxoplasma gondii


Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst
(yang mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites).
Bentuk akhir dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari
kucing. Kucing merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup
aseksual terjadi pada pejamu perantara (termasuk manusia) Dimulai dengan
tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus
oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi
menjadi tachyzoite, organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran
darah atau limfatik. (Indan Entjang, 2003)
Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan
perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi
untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina. (Richard,
1997)
Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai
67oC, didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-
epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius
setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir
selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah
diekskresikan dan terjadi sporulasi (pembentukan spora). Lamanya proses ini
tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi.
Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun. (Indan Entjang,
2003)
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau
domba yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi atau kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut
pada individu yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan
imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan
mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue
cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini
akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis. (Indan Entjang, 2003)
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 <
200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.
Oportunistik infeksi yangmungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200
sel/mL adalah pneumocystis carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah toxoplasma gondii ,
dan CD4 < 50 adalah M. Avium Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian
profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species dapat menyebabkan infeksi
oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL. (Dinah Gould, 2003)

4. Patofisiologi
a. Patofisiologi HIV/AIDS
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas
kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4
adalah sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher
rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh
perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel
dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain
menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem
saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang
dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh
dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif
(CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus
memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi
begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper
tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper
tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih
dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di
permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke
sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan
membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang
identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,
genom dari HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada
DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan
perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus
(mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke
luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS.
Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T
killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah
yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma
kegagalan kekebalan. (Sylvia A Price, 1995)

b. Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS


Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada
penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang
membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.
Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari
Toxoplasma gonii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel
berinti, di mana mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan.
Permulaan diperantarai sel kekebalan terhadap T gondii disertai dengan
transformasi parasit ke dalam jaringan kista yang menyebabkan infeksi kronis
seumur hidup.
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti
toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin.
Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan produksi IL-12
dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai
respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting
dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.
Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi
virus HIV dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan
onset yang subakut. Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis
fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%).
Pada suatu studi didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan
status mental pada 75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, nyeri
kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan
gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan
penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement
disorders dan menifestasi neuropsikiatri.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien
dengan CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi. (Sylvia A Price, 1995)

5. Manifestasi Klinis
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon
terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan
yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan,
muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda
infeksi.
Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan
ensefalitis fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi
toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat
hilangnya kekebalan pada penderita-penderita yang semasa mudanya telah
berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat sekali berkembang
dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
(Richard, 1997)

6. Pemeriksaan Penunjang (Brunner, 2002)


a. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga
dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau
enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak
dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan
elevasi protein.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita
toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan
otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama
berada di otak setelah infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple
dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan
disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma
jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
e. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

7. Penatalaksanaan (Richard, 1997)


a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.
Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
b. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii.
Sulfadiazin menghambat penggunaannya.
c. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan
sulfadiazin1-2 g tiap 6 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-
100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum
tulang.
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan
Azitromycin 1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau
atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3
minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi
HIVdengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit
totalkurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
8. WOC
Kontak seksual pemajanan pada darah terkontaminasi wanita hamil

HIV masuk

Menyerang T limfosit

Individu lemah melawan penyakit konsumsi daging tercemar/kontak hewan peliharaan

Penyakit oportunistik menyerang (Toxoplasmosis)

AIDS dengan Toxoplasmosis

Reaktivasi infeksi laten

Toxoplasmosis diseminata/ensefalitis

Demam sakit kepala berat kejang kelesuan kebingungan yang meningkat perubahan kepribadian

Rest perubahan resti Kurang Resti koping


i nutrisi kerusakan pengetahu tidak efektif
infe kurang dari penatalaksana an
an
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas,
kelelahan.
b. Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot,
respon fisiologi terhadap aktifitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat,
perdarahan lama bila cedera
b. Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata
cekung, anemis, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer
menurun, pengisian kapiler memanjang.
3. Integritas ego
a. Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan
kontrol diri, dan depresi.
b. Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah,
menangis, kontak mata kurang.
4. Eliminasi
a. Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
b. Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan
abdominal, lesi pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna
urin.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.
b. Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif,
turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mukosa mulut
6. Hygiene
a. Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan
penampilan yang tidak rapi.
7. Neurosensorik
a. Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.
b. Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan
sensasi, kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan
pada ekstrimitas.
8. Nyeri/kenyamanan
a. Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit
tenggorokan, sakit kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.
b. Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan,
penurunan ROM, pincang.
9. Pernapasan
a. Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk
produktif/non, sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan,
sputum kuning.
10. Keamanan
a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses
penyembuhan.
b. Tanda : demam berulang
11. Seksualitas
a. Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido,
penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
12. Interaksi social
a. Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas
yang tidak terorganisir

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik
toksoplasma, yaitu IgG, IgM dan IgG affinity.
 IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila
terjadi infeksi toksoplasma.
 IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan
menetap seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah
terinfeksi.
 IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan
organisme penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan
pada wanita yang hamil atau akan hamil karena pada keadaan IgG
dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG affinity untuk
memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada
saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu
dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil
yang berbahaya, khususnya pada trimester I.
 Bila IgG (-) dan IgM (+). Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan
merupakan awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu
kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah,
maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi
toksoplasma.
 Bila IgG (-) dan IgM (-). Belum pernah terinfeksi dan beresiko
untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan
pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan
pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak
terjadi infeksi.
 Bila IgG (+) dan IgM (+). Kemungkinan mengalami infeksi primer
baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih
terdeteksi. Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung
pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya
terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
 Bila IgG (+) dan IgM (-). Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila
pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya
terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki
kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.
b. Infeksi HIV diperkuat oleh tes serologi positif:
 Tes ELISA (Enzim linked immunosorbent assay)
 Western blot dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV,
dilakukan sama pada spesimen darah jika tes ELISA positif (2kali)

3. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan


a. Resiko tinggi terhadap infeksi
Berhubungan dengan faktor : penurunan respon imun, kerusakan kulit
Batasan karakteristik : western blot positif, terlihat gejala-gejala ARC atau
AIDS, ada riwayat dirawat untuk pengobatan infeksi, pernah
menerima obat-obat untuk pengobatan infeksi HIV
Hasil pasien (kolaboratif) : mendemostrasikan resolusi pada infeksi saat ini
(sekarang)
Kriteria evaluasi : temperatur dan SDP kembali ke batas normal, keringat
malam berkurang, tidak ada batuk, meningkatnya masukan makanan,
tercapai penyembuhan luka atau lesi pada waktunya
intervensi Rasional
1. Pantau: Data objektif adalah
 Hasil JDL dan CD4 perlu untuk
 Temperatur setiap 4 jam mengevaluasi

 Status umum (apendiks F) setiap keefektifan terapi

delapan jam
2. Kolaborasi pemberian antibiotik dan Antibiotik yang spesifik
evaluasi keefektifannya.. jamin untuk kuman patogen
pemasukan cairan paling sedikit 2-3 liter diperlukan untuk
sehari menangani terjadinya
suatu infeksi. Cairan
membantu distribusi
obat di seluruh tubuh.
3. Ikuti prinsip-prinsip kewaspadaan umum Untuk menurunkan
terhadap darah dan cairan tubuh. Ginakan resiko infeksi
pencegahan dasar yang sesuai untuk nosokomial dan untuk
mencegah kontaminasi terhadap kulit dan mencegah pasien dari
mukosa membran, bila kontak dengan infeksi baru
darah atau cairan tubuh:
 Pakai sarung tangan bila akan
kontak dengan cairan atau darah
 Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien, termasuk
sebelum dan sesudah memakai
sarung tangan
 Pasang label katagori spesifik
isolasi pada pintu kamar pasien.
Jika ada TB paru, pakai masker
dan nasehatkan semua anggota
keluarga pasien untuk skrining
TB, jelaskan bahwa TB menular.
Masker tidak diperlukan untuk PCP
sebab kemungkinan infeksi
disebabkan oleh jamur yang ada pada
tubuhnya sendiri.
 Pakai skort dan kacamata untuk
menghindarkan bila ada percikan
cairan tubuh yang mungkin
terjadi.
 Hindarkan penggunaan jarum
yang telah dipakai. Tempatkan
semua benda tajam ke dalam
kontainer pembuangan
 Bersihkan tumpahan darah dengan
1:10 cairan pemutih (natrium
hipoklorida)
 Tidak dianjurkan untuk
sembarang orang memberikan
perawatan pada pasien yang
mempunyai luka atau lesi
bereksudat dan dermatitis yang
luas sampai luka atau lesi sembuh.
4. Pelihara kenyamanan suhu kamar. Jaga Keringat malam
kebersihan dan keringnya kulit mungkin sumbernya
tidak nyaman, terutama
bila tidur dengan
pakaian basah dan
dingin karena keringat

b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan


Berhubungan dengan faktor: tidak adekuatnya pemasukan nutrisi sebgai
faktor sekunder AIDS pada sistem gastrointestinal, nyeri lesi di mulut
Batasan karakteristik: manifestasi AIDS sindrom, kehilangan berat badan
lebih dari 10%nyang disebabkan mual, muntal, lemah dan letih yang
berlebihan, diare kronis, albumin serum dibawah normal,
keseimbangan nitrogen negatif, terdapat kesulitan mengunyah dan
menelan, terdapat plak-plak putih di mulut
Hasil pasien (kolaboratif): mendemonstrasikan status nutrisi yang adekuat
Kriteria evaluasi: tidak ada penurunan berat badan yang lebih lanjut, hasil
labolatorium keseimbangan nitrogen positif dan albumin serum
sampai ke batas normal, lemah dan letih berkurang, secara verbal
dinyatakan sehat
Intervensi Rasional
1. Pantau: Untuk mengenal indikasi-
 Berat badan setiap hari indikasi kemajuan atau
 Masukan dan keluaran penyimpangan dari hasil
setiap 8 jam yang diharapkan
 Albumin serum dan
BUN
 Pesentase makanan
yang dimakan setiap
makan
2. Jika cairan diare berlebihan: Diare sering disebabkan
 Pertahankan puasa dan oleh protozoa
pengobata, terutama (Cryptospiridium) yang
infus NPT menyerang lapisan epitel,
 Berikan obat-obat anti menyebabkan
diare dan evaluasi meningkatnya produksi
keefektifannya gas dan banyak cairan
Berangsur-angsur mulai lagi masuk ke dalam usus.
pemberian makan per oral bila Pasien bisa kehilangan
diare terkontro. Anjurkan untuk cairan 10 liter perhari
menggunakan bebas laktose, karena diare. Berhentinya
rendah lemak, tinggi serat, ini defekasi hanya karena
akan menurunkan volume diare. pengobatan yang efektif.
Konsul ke dokter jika diare tetap
berlangsung atau tambah
memburuk
3. Rujuk ke ahli gizi Ahli gizi adalah spesialis
untuk membantu nutrisi yang dapat
memilih dan membantu pasien dalam
merencanakan merencanakan menu dan
makanan untuk kebutuhan nutisi untuk
kebutuhan nutrisi kondisi sekarang

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
FORMAT PENGKAJIAN DATA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

BIODATA
Nama : Ny. RW
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 44 tahun
Status Perkawinan : cerai hidup
Pekerjaan : Swasta
Agama : islam
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Turen Malang
No. Register : 15082903xx
Tanggal MRS : 29 agustus 2015
Tanggal Pengkajian : 1 September 2015

KESEHATAN KLIEN RIWAYAT


1. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit :lemas selama 4 hari hingga
tidak bisa berktifitas
2. Riwayat Penyakit Sekarang : B24, lemas/lesu hingga tak mampu
berktifitas, bibir bawah ada luka karena jatuh, diare encer -+ 5x/hari
bewarna hijau sehingga dibawa ke UGD RSSA pada tanggal 29 Agustus
2015 dan diopname di ruang 29.
3. Riwayat kesehatan yang lalu : 1 bulan yang lalu terdiagnosa B24 dan sejak
itu telah mengkonsumsi B24
4. Riwayat kesehatan keluarga : tidak/blm B24, tidak ada DM dan Hipertensi
POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
A. POLA TIDUR/ISTIRAHAT
1. Waktu tidur : 00.00
2. Waktu bangun : 02.00
3. Masalah tidur : gelisah insomnia
4. Hal-hal yang mempermudah tidur : merasa lelah
5. Hal-hal yang mempermudah klien terbangun : gelisah
B. POLA ELIMINASI
1. BAB : diare, konsistensi lembek, volume -+ 50g, bewarna hijau -
+5x/hari
2. BAK : terpasang kateter +- 3000ml/hari bewarna kuning
3. Kesulitan BAB dan BAK tidak bisa ke kamar mandi karena lemas
4. Upaya mengatasi masalah tersebut : terpasang kateter dan popok
C. POLA MAKAN DAN MINUM
1. Jumlah dan jenis makanan : bubur cair 6-7 sendok makan/porsi makan
3x/hari
2. Waktu pemberian makan : pagi 07.00, siang 12.00, sore 17.00
3. Jumlah dan jenis cairan : enteral 1500ml/hari, oral 1500ml
4. Waktu pemberian cairan : enteral 20 tetes/menit, oral pagi dan siang
5. Pantangan : tidak ada
6. Masalah makan dan minum
a. Kesulitan mengunyah : tidak ada
b. Kesulitan menelan : ada
c. Mual muntah : ya
d. Tidak dapat makan sendiri : bisa
7. Uapay mengatasi masalah : makan sedikit tapi sering dan makan
maknan kesukaan
D. KEBERSIHAN DIRI/PERSONAL HYGIENE
1. Pemeliharaan badan : seka diatas tempat tidur pagi dan sore
2. Pemeliharaan gigi dan mulut : kotor, tidak rajin menyikat gigi
3. Pemeliharaan kuku : bersih dan tidak panjang
E. POLA KEGIATAN/AKTIVITAS LAIN
Tidak ada/bed rest total

DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola komunikasi : kurang baik, bicara pelan dan tidak banyak bicara
B. Orang yang paling dekat dengan klien : ayah klien
C. Rekreasi : ke pantai
hobby : badminton
penggunaan waktu senggang : mengasuh anak
D. Dampak dirawat di RS : jenuh, bnyak melamun memikirkan penyakitnya
E. Hubungan dengan orang lain/ interaksi sosial : kurang
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan : ayah klien Tn. TM

DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan beribadah : saat sehat taat beribadah, saat sakit tidak solat
B. Keyakinan terhadap sehat sakit : sakit merupakan cobaan dari allah
sehingga harus sabar dan ikhlas
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : klien meyakini bisa sembuh

PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum/kesadaran umum : CM / keadaan umum lemah
TTV
Suhu : 38o C TD : 90/60 mmHg RR : 30x/mnt nadi : 76x/mnt
TB : 157 cm BB : 38 kg
B. Pemeriksaan kepala dan leher :
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk kepala : simetris, tidak ada lesi
Ubun-ubun : tidak ada massa abnormal
Kulit kepala : kotor
b. Rambut : kotor
Penyebaran dan keadaan rambut : rambut sedikit, distribusi rambut
tidak merata
Bau : tidak sedap
Warna : hitam dan sedikit putih
c. Wajah : cekung
Warna kulit : pucat
Struktur wajah : normal
2. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap, simetris kanan kiri
b. Kelopak mata (palbebra) : baik
c. Konjungtiva dan sclera : konjungtiva merah muda, sclera : putih
d. Pupil : bewarna hitam normal
e. Kornea iris: normal
f. Ketajaman penglihatan/ visus : penglihatan kurang tajam untuk
melihat jauh dekat
g. Tekanan bola mata : tidak terkaji
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : normal
b. Lubang hidung : bersih normal
c. Cuping hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk telinga : simetris kanan kiri , ukuran normal,
ketegangangan telingan normal
b. Lubang telinga : kotor
c. Ketajaman pendengaran : kurang baik
5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : ada luka di bibir bawah
b. Keadaan gusi dan gigi : kotor, tidak bisa menyikat gigi, gigi
lengkap, gigi bawah tidak rata, gusi bewarna merah muda pucat
c. Keadaan lidah : bewarna putih
6. Leher
a. Posisi trakhea : normal tidak bergeser
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. Suara : pelan karena lemah
d. Kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran
e. Vena jugularis ; teraba tidak ada pembesaran
f. Denyut nadi karotis : teraba
C. Pemeriksaan integumen (kulit)
a. Kebersihan : krang bersih
b. Kehangatan : hangat
c. Warna : pucat
d. Turgor ; kembali< 2 detik
e. Tekstur : kering
f. Kelembapan : tidak lembap
g. Kelainan pada kulit : tidak ada
D. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara : simetris kiri kanan
b. Warna payudara dan areola : putih pucat aerola kehitaman
c. Kelaian pada payudara dan puting : tidak ada
d. Axila dan clavikula : cekung (kurus)
E. Pemeriksaaan torak/ dada
1. Inspeksi torak
a. Bentuk torak : simetris, tampak kurus (ektomorf), warna kulit
pucat, tidak ada edema, tidak ada massa abnormal
b. Pernafasan : frekuensi 30x/mnt irama takipneu
c. Tanda kesulitan bernafas : ada, sesak, frekuensi 30x/mnt, retraksi
intercosta
2. Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara (vokal fremitus)
Sama
b. Perkusi : resonan
c. Auskultasi
- Suara nafas : vesikuler
- Suara ucapan : -
- Suara tambahan :
Ronchi
- -
- -
- -
Whezing
- -
- -
- -

3. Pemeriksaan jantuung
a. Inspeksi dan palpasi
- Pulpasi : denyutan aorta teraba
- Ictus cordis : ICS V mid clavikula sinistra
b. Perkusi
- Batas jantung : tidak lebih dari 4 cm ke arah kiri dari garis mid
sterna
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : reguler
- Bunyi jantung II : Reguler
- Bising/murmur : tidak ada
- Frekuensi denyut jantung : 76x/mnt
F. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk abdomen : cekung (kurus), tidak ada lesi, tidak ada
masa abnormal
- Benjolan/massa : tidak ada
b. Auskultas
- Peristaltik usus : >40 x/mnt
- Bunyi jantung anak/BJA : tidak ada
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan :
- -
- +

- Benjolan/massa : tidak ada


- Tanda ascites : tidak ada
- Hepar : tidak teraba
- Lien : tidak teraba
- Titik mc. Burne : tidak ada nyeri
d. Perkusi
- Suara abdomen : hipertimpani
- Pemeriksaan ascites : tidak ada ascites
G. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
1. Genetalia
a. Rambut pubis : penyebaran merata
b. Meatus urethra : tidak ada massa abnormal & kemerahan
c. Kelainan-kelainan pada genetalia eksterna dan daerah inguinal :
tidak ada
2. Anus dan perineum
a. Lubang anus : tidak ada massa abnormal & nyeri
b. Kelainan pada anus : tidak terkaji
c. Perenium :tidak terkaji
H. Pemeriksaan muskuloskeletal (ekstremitas)
a. Kesimetrisan otot : simetris kiri kanan
b. Pemeriksaan oedema :
- -
- -
c. Kekuatan otot
333 333
333 333
d. Kelainan pada ekstremitas dan kuku : tidak ada
I. Pemeriksaan nerologi
a. GCS : 356
b. Meningeal sign : kaku kuduk (-) kernign sign (-) brudzinski sign (-)
c. Fungsi motorik : massa otot kurus, tonus otot hipotonia, kekuatan otot
3
d. Fungsi sensorik : vibrasi baik, sentuhan ringan baik, nyeri baik, suhu
baik
e. Refleks : fisiologis normal, patologis tidak ada
J. Pemeriksaan status mental
a. Kondisi emosi/perasaan : gelisah
b. Orientasi : tidak ada gangguan
c. Proses pikir : baik
d. Persepsi : penyakit yg diderita merupakan cobaan
e. Bahasa : indonesia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa medis : HIV st 4
B. Pemeriksaan diagnostik
a. Labolatorium : CD4 47cell/μL, IgM 3.35, IgG 164,6, limfosit 3.2%
leukosit 4,63 103/μL, GDA 82mg/dl
PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
Ranitidin 50mg IV, metodopramid 1g IV, NS I, Asering I, Asering II,
omeprazole 10mg IV

Malang, 1 September 2015

Perawat
Rizky Eka Savitri
NIM : 1301200020
ANALISA DATA
Nama pasien : Ny. RW
Umur : 44 tahun
No. Reg : 15082903xx
DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI
S: - Resiko tinggi HIV masuk
O: - CD4 : 47 cell/μL terhadap infeksi ↓
- T : 38o C Menyerang T limfosit
- Luka pada bibir ↓
bawahlimfosit 3,2 % Individu lemah
- Leukosit 4,63 103/μL melawan penyakit

Resiko tinggi terhadap
infeksi

S : “saya tidak bisa tidur Koping tidak AIDS


karena gelisah terus” efektif ↓
O : - melamun Kebingungan yang
- Insomnia meningkta
- Konsentrasi buruk ↓
- Memperlihatkan Perubahan kepribadian
depresi/rendah diri ↓
Koping tidak efektif

S : “saya mual muntah Ketidakseimbangan AIDS


terus” nutrisi kurang dari ↓
O : - mual muntah kebutuhan tubuh Organ target GI
- Nyeri abdomen ↓
- Menolak makan Diare mual muntah
- Diare ↓
- Plak putih di mulut Nutrisi inadekuat
Defisit perawatan AIDS
S : “saya lemas tidak bisa diri ↓
ke kamar mandi” kelesuan
O : - tidak mampu ke ↓
kamar mandi Defisit perawatan diri
- Mulut kotor
- Rambut kotor
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny. RW
Umur : 44 tahun
No. Reg : 15082903xx

tangga
No Rumusan diagnosa keperawwatan TTD
l
1. 1 Sept Resiko tinggi trhdp infeksi b/d respon imun d/d
2015 CD4 47 cell/μL, IgM 3,35, IgG 164,6, limfosit
3,2%, leukosit 4,63 103/μL
2. 1 Sept Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
2015 kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya
pemasukan nutrisi sbg faktor sekunder AIDS pda
sistem GI d/d mual, muntah, nyeri abdomen,
diare, plk putih di mulut
3. 1 Sept Koping tidak efektif b/d merasa kehilangan
2015 karena AIDS d/d melamun, insomnia,
memperlihatkan depresi/rendah diri, konsentrasi
buruk
4. 1 Sept Defisit perawatan diri b/d kelemahan d/d tidak
2015 mampu ke kamar mandi, mulut kotor, rambut
kotor
PRIORITAS MASALAH

Nama pasien : Ny. RW


Umur : 44 tahun
No. Reg : 15082903xx

tangga
No DAFTAR MASALAH TTD
l
1. 1 Sept Resiko tinggi trhdp infeksi b/d respon imun d/d
2015 CD4 47 cell/μL, IgM 3,35, IgG 164,6, limfosit
3,2%, leukosit 4,63 103/μL
2. 1 Sept Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
2015 kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya
pemasukan nutrisi sbg faktor sekunder AIDS pda
sistem GI d/d mual, muntah, nyeri abdomen,
diare, plk putih di mulut
3. 1 Sept Koping tidak efektif b/d merasa kehilangan
2015 karena AIDS d/d melamun, insomnia,
memperlihatkan depresi/rendah diri, konsentrasi
buruk
4. 1 Sept Defisit perawatan diri b/d kelemahan d/d tidak
2015 mampu ke kamar mandi, mulut kotor, rambut
kotor
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. RW


Umur : 44 tahun
No. Reg : 15082903xx
no DX KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TT
1. Resiko tinggi trhdp Setelah dilakukan tindakan (1) pantau hasil CD4 dan temperatur 1. DO perlu untuk
infeksi b/d respon keperawatan selama x24 jam setiap 4 jam mengeawasi
imun d/d CD4 47 klien tidak ada infeksi (2) kolaborasi pemberian antibiotik keefektifan terapi
cell/μL, IgM 3,35, KH : (3) ikuti prinsip kewaspadaan umum 2. Antibiotik diperlukan
IgG 164,6, limfosit - Temberatur tubuh dalam terhadap cairan tubuh untuk menangani infeksi
3,2%, leukosit 4,63 btas normal (4) pelihara kenyamanan suhu 3. Untuk menurunkan
103/μL - Status imun baik kamar, jaga kebersihan dan resiko infeksi
keringnya kulit nosokomial dan untuk
mencegah pasien dari
infeksi baru
4. Keringat malam
mungkin sumber
ketidaknyamann
terutama bila tidur
dengan pakaian yg basah
dan dingin
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau BB setiap hari dan 1. Untuk mengenal
nutrisi kurang dari keperawatan x24 jam nutrisi prosentase makanan yng dimakan indikasi kemajuan /
kebutuhan tubuh seimbang 2. Jika diare berlebih pertahankan penyimpangan dari
b/d tidak KH: puasa dan infus serta kolaborasi hasil yang diharapkan
adekuatnya - Tidak ada penurunan BB obat antidiare 2. Pasien bisa kehilangan
pemasukan nutrisi signifikan 3. Anjurkan makan sedikit tapi sering cairan 10L/hari krn
sbg faktor sekunder - Lemah letih berkurang 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diare
AIDS pda sistem - Secara verbal menytakan membantu memilih dan 3. Untuk menghindari
GI d/d mual, sehat merencanakan makanan untuk mual
muntah, nyeri kebutuhan nutrisi 4. Ahli gizi dapat
abdomen, diare, 5. Kolaborasi antimual membantu pasien untuk
plak putih di mulut merencanakan menu
sesuai kondisi saat ini
5. Untuk menghentikan
mual muntah

3. Koping tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan hubungan yng mendukung 1. Sikap, pikiran dan
efektif b/d merasa keperawatan x24 jam pasien perasaan pemberian
kehilangan karena memperlihatkan koping yg - Menemani klien perawatan
AIDS d/d efektif KH: - Kesadaran diri ttg sikap, pikiran, mempengaruhi kualitas
melamun, - Menyatakn rencana untuk perasaan dan minat hubungan perawat-
insomnia, mendapatkan kelompok - Bantu psien untuk pasien
memperlihatkan pendukung komunitas mengklarifikasikan pikiran 2. Kelompok pendukung
depresi/rendah diri, AIDS perasaan dan minat adalah kelompok yang
konsentrasi buruk - Menyatakan mengerti cara 2. Rujuk pasien dan keluarga ke grub kuat untuk pasien dan
perawatan diri untuk AIDS masyarakat lokal yg dapat keluarganya
memlihara kesehatan mendukung
- Melaporkan kepuasan ttg
rencana perawatan di
rumah
IMPLEMENTASI

Nama pasien : Ny. RW


Umur : 44 tahun
No. Reg : 15082903xx
NO TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TT
1. 1 Sept 2015 1. memantau hasil CD4 47 cell/μL
Dx 1 memantau TTV
08.00 TD : 90/60mmHg, RR : 30x/mnt, nadi: 76x/mnt, S: 38o C
2. memberikan obat ranitidin 50 mgIV, metodopramid 1g IV
3. mengikuti prinsip kewaspadaan umum untuk cairan tubuh dg memakai handscone,
masker dan skort
4. memelihara kenyamann suhu kamar dan menjaga kebersihan lingkungan

DX 2 1. Memantau BB 38 kg memantau prosentase yg dimakan 30%


2. Memberikan infus
3. Menganjurkan makan sedikit tapi sering
4. Melakukan kolaborasi dengan ahli gixi TKTP II
Dx 3 1. Memberikan dukungan dengan menemani kien, membantu klien untuk
10.00 mengklarifikasi pikiran perasaaan dan minat, respon klien : merasa sedih dg
penyakitnya klien ingin sembuh
2 Sept 2015 1. memantau CD4 limfosit 3,5%
Dx 1 TTV
08.00 TD : 100/70mmHg, RR : 20x/mnt, nadi: 100x/mnt, S: 37o C
2. memberikan obat ranitidin 50mgIV metodopramid 1g IV
3. mengikuti prinsip kewaspadaan umum untuk cairan tubuh dg memakai handscone
masker dan skort

Dx 2 1. Memantau BB 38 kg memantau prsentase makann yang dimakan 40%


10.00 2. mempertahankan infus
3. menganjurkan makan sedikit tapi sering

DX3 1. Memberikan dukungan dengan menemani klien dan membantu klien untuk
mengklarifikasi pikiran perasaan dan minat
Respon klien masih melamun dan berdiam diri
EVALUASI

TANGGAL/JAM EVALUASI TT
2 september 2015 DX 1
S : “saya merasa lemas, tidak kuat ngapa ngapain”
O : temperatur suhu tubuh 38o C status imun blm baik
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3
DX 2
S: “saya masih mual muntah”
O : BB tetap, lemah dan letih secara verbal mengatakn masih sakit
A : masalah belum tertasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3
DX3
S:”saya masih takut dg penyakit saya ini”
O : menyatakan masih belum bisa melakukan perawatan diri
A : masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1,2
7 Sept 2015 DX 1
S : “saya merasa lemas, tidak kuat ngapa ngapain”
O : temperatur suhu tubuh 37o C status imun blm baik
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3
DX 2
S: “saya masih mual muntah”
O : BB tetap, lemah dan letih secara verbal mengatakn masih sakit
A : masalah belum tertasi
P : lanjutkan intervensi 1,2,3
DX3
S:”saya masih takut dg penyakit saya ini”
O : menyatakan masih belum bisa melakukan perawatan diri
A : masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1,2

Anda mungkin juga menyukai