Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis HIV/AIDS

1. Definisi HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan patogen yang

menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda

CD4+ di permukaannya seperti makrofag dan limfosit T. sementara

acquired-immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan suatu kondisi

(sindrom) imunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi

oportunistik, neoplasma sekunder. Serta manifestasi neurologik tertentu

akibat infeksi HIV (Iris, 2014).

Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah singkatan dari AIDS.

AIDS adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem kekebalan

tubuh yang timbul akibat infeksi HIV (Kemenkes RI, 2013). Virus HIV

memasuki tubuh seseorang maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai

mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (Sel limfosit T CD4 dan Makrofag).

Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan

menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan

terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan

laboratorium adalah antara 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window

8
9

periode). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius sehingga mudah

menularkan kepada orang lain meskipun hasil pemeriksaan laboratorium

masih negatif (Kemenkes RI, 2015).

Sistem imunitas merupakan kumpulan-kumpulan mekanisme dalam

suatu mahluk hidup yang akan melindunginya dari suatu infeksi dengan cara

mengidentifikasi dan membunuh substansi patogen. Sistem ini sendiri dapat

mendeteksi bahan patogen, mulai dari parasit sampai virus dan cacing hingga

dapat membedakannya dari sel dan jaringan normal. Proses mendeteksi ini

adalah suatu hal rumit dikarenakan bahan patogen yang mampu melakukan

cara-cara baru untuk menginfeksi tubuh individu dan dapat beradaptasi.

Menurut Hidayat & Syahputa (2020) sistem imun adalah semua

proses dan struktur yang menyediakan pertahanan tubuh seseorang untuk

melawan suatu penyakit, sistem imun ini dapat dibagi jadi dua kategori, yaitu

sistem imun bawaan atau innate yang bersifat non-spesifik dan sistem imun

adaptif yang bersifat spesifik.

B. Etiologi HIV/AIDS

Menurut Risca (2014) HIV merupakan virus ribonucleic acid (RNA) yang

termasuk dalam subfamili lentivirus dan famili Retrovirus. Struktur HIV dapat

dibedakan menjadi dua tipe HIV-1 yang menyebar luar ke seluruh dunia dan
10

HIV-2 yang hanya ada di afrika Barat dan beberapa Negara Eropa. Sumber

penularan infeksi HIV :

1. Kontak seksual (heteroseksual, homoseksual) lewat mukosa genetal

2. Darah, produk darah ( langsung menyebar hematogen) jaringan transplansi,

jarum suntik, spuit

3. Vertikal dari ibu ke janin / bayi lewat infeksi intrapartum perinatal atau air

susu ibu.

C. Klasifikasi HIV/AIDS

Stadium HIV AIDS Untuk remaja dan Dewasa dengan infeksi HIV

Menurut Kapita Salekta(2014):

1. Stadium I:

Tidak bergejala/asimptomatik, Limpadenopati generalisata

2. Stadium II:

BB menurun < 10%. Kelainan kulit dan mukosa yg ringan, dermatitis

seboroik, prurigo, ulkus oral yg rekuren. Herpes Zoster dalam 5 tahun

terakhir. Infeksi saluran nafas atas yg berulang.

3. Stadium III :

BB menurun > 10%. Diare kronis yg berlangsung > 1 bulan. Demam

berkepanjangan > 1 bulan. Kandidiasis oral. Oral hairy lekoplakia. TB paru

dalam tahun terakhir. Infeksi bakteri yang berat seperti pneumoni, piomisitis

4. Stadium IV :
11

HIV wasting syndrome. Pneumonia Pneumocytis carinii. Toksoplasmosis

otak. Retinitis CMV. TB di luar paru. Limfoma maligna. Encepalopati HIV.

Mikosis dessiminata seperti histoplasmosis.

Klasifikasi klinis Menurut Kapita Salekta (2014) HIV AIDS:

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa

keadaan dalam kategori klinis B dan C

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.

b. Limpanodenopati generalisata yang persisten

c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit

yang menyertai atau riwayat infeksi HIV yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

a. Angiomatosis baksilaris

b. Kandidiasis orofaring/ vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek

terhadap terapi

c. Displasia serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1

bulan.

e. Leukoplakial yang berambut


12

f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih

dari satu dermaton saraf.

g. Idiopatik trombositopenik purpura

h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

a. Kandidiasisbronkus,trakea / paru-paru, esophagus

b. Kanker serviks inpasif

c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

d. Kriptokokosis ekstrapulmoner

e. Kriptosporidosis internal kronis

f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k. Isoproasis intestinal yang kronis

l. Sarkoma Kaposi

m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata

ekstrapulmoner
13

o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )

p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

q. Pneumonia Pneumocystic Cranii

r. Pneumonia Rekuren

s. Leukoenselophaty multifokal progresiva

t. Septikemia salmonella yang rekuren

u. Toksoplamosis otak Sindrom pelisutan akibat HIV.

D. Patofisiologi

Penyakit Aids disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV)

yang termasuk dalam famili retrovirus.Virus HIV melekat dan memasuki limfosit

T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik

lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang

memperkuat dan mengulang respon imunologik, dan bila sel-sel tersebut

berkurang dan rusai8k, maka fungsi imunologik lain terganggu( Kapita

Salekta,2014).

Pada saat virus. HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang

mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke

dalam sel, virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan

enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi

dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal

pembelahan.
14

Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk

memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4.

kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah

terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu

menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang

limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling

sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh

suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya

sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan

kematian sel otak.

Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam

fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan

mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung

pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi

aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.

Menurut Long (2013) retrovirus/HIV dibawa oleh hubungan seksual,

tranfusi darah oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus dan tertusuk jarum bekas

penderita HIV. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darah maka HIV

mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke

dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal

(kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel
15

T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi

sebagai berikut:

1. Infeksi Akut

Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV

masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat

malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.

2. Infeksi kronik

Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi

lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.

3. Pembengkakan kelenjar limfe

Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat

persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini

terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe

sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk menghancurkan sel

dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua

tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau

lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.

4. Penyakit lain akan timbul antara lain :

a. Penyakit kontitusional, gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal

yang tidak langsung berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih
16

dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan

yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim

disease)

b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia

complex) muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara

lain mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan

memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan

terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya gangguan

kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.

c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii

protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS

dissemminated desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi

mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus

sitomegelovirus : hati, retina paru-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus

(candidiasis pada oral, esofagus, intestinum).

d. Kanker sekunder, muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.

e. Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian

dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mungkin

habis sehingga HIV menguasai tubuh.


17

E. Pathway

Virus HIV masuk

Menginfeksi sel yang mempunyai molkul CD4


(Limfosit T4, Monosit, sel dendrit, sel langerhans)

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi oportunistik

Respiratorius Gastrointestinal Neurologis Integumen

PCP Mycobakteri Kuman


Kandidiasis Kriptococus
um salmonell Sarkoma kaposi
oral
a
menginva
si mukosa
Menginvasi dan saluran Lesi kutaneus
cerna Meningitis
berpoliferasi dengan Penurunan
Kriptococus
alveoli pulmonalis nafsu makan
dan terjadi
konsolidasi parenkim MK. Diare
paru MK.Nyeri
MK.
Akut
MK. Defisit Gang
Nutrisi guan
Penumpukan sekret Tergangguanya kelemahan integr
pada bronkus proses difusi dan
itas
osmosis
kulit
Sumber ( Yuliawan,2018)
Gambar 2.1 Pathway
MK. Bersihan MK.
Penurunan MK. Pola
jalan napas Intoleransi
konsentrasi O2 Napas Tidak
tidak efektif aktivitas
Efektif
18

F. Gambaran Klinis

Menurut Mandal (2014) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas

dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan

dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung

HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat

dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun

dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa

ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja

sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang

mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak

disadari dapat menularkan kepada yang lainnya.

Menurut Nursalam (2014) pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala

dan tanda penyakit. Pada infeksi HIV primer akut yang lamanya 1 samapai 2

minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu dan disaat fase supresi imun

simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,

penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy,

pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Ketika HIV menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan

kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi oportunistik, yang paling umum

adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan


19

suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus,

mikrobakterial, atipikal.

1. Infeksi HIV, acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa

seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare,

sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2. Infeksi HIV tanpa gejala, diketahui oleh pemeriksa kadar HIV dalam darah

akan diperoleh hasil positif.

3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala

pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3

bulan.

Gejala yang muncul pada HIV/AIDS:

1. Gejala mayor

a. Berat badan menyusut hingga 10% atau lebih dalam waktu satu bulan,

tanpa sebab yang spesifik.

b. Diare berkepanjangan selama lebih dari satu bulan.

c. Demam terus-menerus, baik konstan maupun hilang-timbul, selama

sebulan lebih.

2. Gejala minor

a. Batuk kering berkepanjangan.

b. Serangan gatal pada permukaan kulit di seluruh tubuh.

c. Herpes zoster, mirip cacar air, yang tampak pada kulit, dan tidak

sembuh-sembuh.
20

d. Ruam pada mulut, lidah, dan tenggorokan.

e. Kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan membengkak tanpa sebab.

G. Komplikasi

Komplikasi pada HIV/AIDS Menurut ( Susanto & Made Ari,2013) sebagai

Berikut:

1. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia

oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologik

a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf,

berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.

b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit

kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan

maranik endokarditis.

d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan HIV

3. Gastrointestinal
21

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,

dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,

demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,

ikterik,demam atritis.

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal

yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri

rectal, gatal-gatal dan siare.

4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,

hipoksia, keletihan, gagal nafas.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena

xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,

rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

pendengaran dengan efek nyeri


22

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Meilani (2013) ada beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu :


1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostik yang sebagian masih bersifat

penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis

HIV dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi

HIV :

a. Serologis

b. Tes antibody serum

Skrining HIV dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan

diagnosa

c. Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

d. Sel T limfosit

Penurunanjumlah total

e. Sel T4 helper

Indikator sistem imun (jumlah <200> )

f. T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper

( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

g. P24 (Protein pembungkus HIV)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi


23

h. Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati

normal

i. Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer

monoseluler.

j. Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

2. Laboratorium Total

Histologis, pemeriksaansitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka,

sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa,

jamur, bakteri, viral.

3. Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

4. Tes Lainnya

a. Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau

adanya komplikasi lain

b. Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

c. Skan Gallium
24

Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia

lainnya.

d. Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan

paru-paru

f. Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi HIV, maka sistem imun akan bereaksi dengan

memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk

dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal

ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak

memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,

kemampuan mendeteksi antibody HIV dalam darah memungkinkan

skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.

I. Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan untuk

mencegah terpaparnya HIV Menurut WHO(2015), bisa dilakukan dengan:

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan

yang tidak terinfeksi.


25

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir

yang tidak terlindungi.

3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas

status HIV nya.

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.Mencegah infeksi

kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi HIV, maka terapinya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

nosokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk

mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus

dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif

terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan

menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS

yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan

HIV positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru


26

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan

menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada

prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a. Didanosine

b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine

d. Recombinant CD 4 dapat larut

e. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

4. Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,

maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian

dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman

dan keberhasilan terapi AIDS.

5. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan ob/at terlarang makan-makanan

sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang

mengganggu fungsi imun. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat

mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi HIV.

J. Konsep Dasar Asuhan keperawatan

1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Secara Umum


Dalam memberikan asuhan keperawatan HIV/AIDS perawat

menggunakan pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan

dilakukan secara sistemik dan berkesinambungan yang meliputi seluruh


27

aspek bio-psiko-sosial budaya dan spiritual sebagai satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan dengan proses pendekatan keperawatan.

Adapun langkah-langkah proses keperawatan tersebut meliputi

pengkajian (Iswandi, 2017), keperawatan, diagnosa keperawatan,

perencanaan keperawatan, penatalaksanaan keperawatan, dan evaluasi

keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas Pasien

Menurut (Iswandi, 2017) Meliputi: nama, tempat dan tanggal lahir,

jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, diagnose medis, No.RM.

2) Keluhan Utama

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi repiratori

ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui

pada pasien HIV/AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih

dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun

terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis

lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan

oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening

diseluruh tubuh, munculnya Harpes zoster berulang dan bercak-

bercak gatal diseluruh tubuh.


28

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV

AIDS adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi

pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri

dada dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta

penurunan berat badan drastis.

4) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama, Adanya

riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau

berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, diare yang hilang

timbul, batuk berdahak yang sudah lama tidak sembuh.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pada pasien HIV/AIDS adanya anggota keluarga yang

menderita penyakit HIV/AIDS.kemungkinan akan terkena penyakit

HIV/AIDS.

6) Pola Nutrisi

Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu

makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan

mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat

(terkadang lebih dari 10% BB).

7) Pola Eliminasi
29

Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus

berdarah.

8) Pola Istirahat dan Tidur

Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur

mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan

keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung

oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.

9) Pola Aktivitas dan Latihan

Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami

perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya

seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari

lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi

terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

10) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,

cemas, depresi, dan stres.

11) Pola Sensori Kognitif

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan

pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya

mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,

kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang

terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.


30

12) Pola Hubungan Peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang

dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa

malu atau harga diri rendah.

13) Pola Penanggulangan Stress

Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,

gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya

waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis

yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan

lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan

mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.

14) Pola Reproduksi Seksual

Pada pasien HIV/AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu

karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui

hubungan seksual.

15) Pemeriksaan Fisik

a) Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah

b) Kesadaran pasien : composmentis, sampai terjadi penurunan

tingkat kesadaran apatis, somnolen, spoor bahkan coma.

c) Vital Sign :
31

(1) Tekanan darah : Biasanya ditemukan dalam

batas normal

(2) Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat

(3) Respirasi : Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan

meningkat

(4) Suhu Badan : Biasanya ditemukan Suhu tubuh

menigkat karena demam.

d) Berat Badan : Biasanya mengalami penurunan (bahkan

hingga 10% BB)

e) Tinggi Badan : Biasanya tidak mengalami peningkatan

(tinggi badan tetap)

f) Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering

karena dermatitis seboroik.

g) Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis,

sclera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek

pupil terganggu,

h) Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan

cuping hidung.

i) Gigi dan Mulut : Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya

bercak-bercak putih seperti krim yang

menunjukkan kandidiasis.
32

j) Leher : kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic

karena infeksi jamur Cryptococcus

neoformans), biasanya ada pembesaran

kelenjer getah bening,

k) Jantung : Biasanya tidak ditemkan kelainan.

l) Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada, terdapat

retraksi dinding dada pada pasien AIDS

yang disertai dengan TB, Napas pendek

(cusmaul), sesak nafas (dipsnea).

m) Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang

hiperaktif

n) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek,

terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma

kaposi).

o) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot

menurun, akral dingin.

b. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan HIV/AIDS secara teori menurut SDKI, PPNI

(2016) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

pigmentasi. (D.0139)
33

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses

infeksi. (D.0001)

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan

neuromuscular. (D.0005)

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan. (D.0056)

e. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal. (D.0020)

f. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan imunitas. (D.0078)

g. Defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis. (D.0019)

c. Rencana Keperawatan

Menurut teori SIKI (PPNI, 2018), Intervensi keperawatan atau

rencana keperawatan pada pasien yang mengalami HIV/AIDS

berdasarkan diagnosa keperawatan terdiri dari:

1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

pigmentasi

Tujuan:
34

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam

diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria

hasil (PPNI, 2018b):

a) Kerusakan jaringan menurun

b) Kerusakan lapisan kulit menurun

c) Pigmentsi abnormal menurun

Intervensi:

a) Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)

Rasional: mengetahui untuk melakukan tindakan perawatan

luka sesuai yang dialami klien

b) Monitor tanda-tanda infeksi

Rasional: memantau adanya tanda-tanda infeksi

c) Pertahankan teknik streril saat melakukan perawatan luka

Rasional: mencegah terjadinya infeksi dan kontaminasi kuman

d) Berikan salep yang sesuai dengan luka/lesi

Rasional: menjaga kelembaban luka

e) Pasang balutan sesuai jenis luka

Rasional: Setelah luka dibersihkan ,luka kemudian dikeringkan

menggunakan kassa kering yang steril.

f) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi

pasien
35

Rasional: mencegah tekanan pada kulit yang akan

mengakibatkan luka dekubitas

g) Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

Rasional: meningkatkan metabolisme dan kesehatan kulit.

2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses

infeksi

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil

(PPNI, 2018b):

a) Produksi sputum menurun

b) Dispnea menurun

c) Frekuensi napas membaik

d) Pola napas membaik

Intervensi:

a) Monitor pola napas

Rasional : Mengetahui perkembangan pola napas dan untuk

memperkirakan adanya perkerkembangan pola napas

b) Monitor adanya produksi sputum

Rasional : mengetahui adanya hambatan di jalan napas


36

c) Posisikan semi-fowler atau fowler

Rasional : Membantu memaksimalkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya pernapasan

d) Berikan minum air hangat

Rasional: untuk mengecerkan dahak

e) Lakukan fisioterapi dada

Rasional: membantu mengeluarkan dahak dan membersihkan

sekresi

f) Ajarkan teknik batuk efektif

Rasional: membantu mengeluarkan dahak dan

mempertahankan potensi jalan napas

3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan

neuromuscular

Tujuan :
37

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil (PPNI,

2018b):

a) Dispne menurun

b) Frekuensi napas membaik

c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun

d) Kedalaman napas membaik

Intervensi:

a) Monitor pola napas

Rasional : Mengetahui perkembangan pola napasdan untuk

memperkirakan adanya perkerkembangan pola napas

b) Monitor saturasi

Rasional: Mengetahui presentasi oksigen dalam darah

c) Posisikan semi-fowler atau fowler

Rasional : membantu memaksimalkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya pernapasan

d) Berikan oksigen

Rasional: membantu memenuhi kebutuhan oksigen dan

meringankan sesak napas

e) Kolaborasi pemberian Bronkodilator


38

Rasional: membantu meredakan gejala akibat penyempitan

saluran pernapasan

4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam

diharapkan toleransi aktifitas meningkat dengan kriteria hasil

(PPNI, 2018b):

a) Frekuensi nadi meningkat

b) Keluhan lelah menurun

c) Dispnea saat aktifitas menurun

d) Dispnea setelah aktifitas menurun

Intervensi:

a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan

Rasional: Mengetahui factor atau penyebab kelelahan

b) Monitor kelelahan fisik dan emosional

Rasional: mengetahui status kelelahan klien dan tingkat emosi.

c) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

Rasional: menurunkan kebutuhan oksigen oleh tubuh dan

mencegah keletihan

d) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan.

Rasional: agar dapat pulih dan stabil kondisi metaboisme


39

d. Implementasi Keperawatan

Mengumpulkan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi

keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah

ditetapkan kemampuan yang harus dimiliki adalah komunikasi efektif,

kemampuan yang menciptakan hubungan saling percaya dan saling

membantu kemampuan melakukan advokasi dan kemampuan evaluasi.

Implemantasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

sebelumnya (Iswandi, 2017).

e. Evaluasi Keperawatan

Penilaian dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah di tentukan

untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dalam

mengukur hasil dari proses keperawatan.semua tindakan atau terapi

yang diberikan apakah klien mengalami perkembangan tentang

kesehatan atau tidak. Selain itu evaluasi juga diperlukan untuk

mengetahui rencana keperawatan selanjutnya (Iswandi, 2017).

2. Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai dengan kasus

a. Pengkajian fokus khusus HIV/AIDS:

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam asuhan keperawatan dan

merupakan landasan proses keperawatan. Maka dibutuhkan pengkajian

yang cermat dalam mengenal masalah klien. Keberhasilan asuhan

keperawatan sangat bergantung pada kecermatan dan ketelitian perawat


40

dalam mengkaji pasien( Menurut Brunner dan

Suddarth,2015),Pengkajian Pada HIV/AIDS Meliputi:

b. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan pendidikan, alamat dan

penanggung jawab.

c. Data riwayat kesehatan

1) Riwayat Penyakit sekarang

Keluhan saat pasien masuk ke rumah sakit dan saat dikaji:

Pasien mengatakan sesak selama 3 hari yang lalu, ia juga

mengatakan merasa sesak apabila setelah melakukan aktivitas

ringan seperti berjalan.Sulit tidur pada malam hari dan dapat tidur

pada siang hari, susah makan, lemas dan pusing.

2) Riwayat Kesehatan yang lalu

Pasien mengatakan penyakit yang pernah diderita adalah Tb Paru

sejak tahun 2020 dan tidak rutin berobat pada tahun 2022, putus

obat selama 6 bulan ditahun 2023.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat keturunan

d. Pola kesehatan fungsional

1) Pola nutrisi

Pada umumnya keluhan pasien berupa mulut pasien terasa pahit

terus menerus bahkan sampai berat badan pasien menurun.


41

2) Pola eliminasi

a) BAK

Pada malaria berat warna urine menjadi seperti teh dan volume

air kencing yang berkurang.

b) BAB

Kemungkinan dapt terjadi berak Kecoklatan.

3) Pola istirahat dan tidur

Biasanya pasien mengeluh susah tidur akibat Sering terbangun 1-2

jam pada saat sakit.

4) Pola aktivitas

Biasanya terjadi kelemahan atau kelelahan saat melakukan aktivitas

karena Sesak.

5) Personal hygiene

Pada umumnya personal hygiene pada pasien masih cukup baik dan

bersih karena dibantu oleh keluarga pasien.

6) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Umumnya kesadaran pasien composmentis dan disertai

kelemahan otot. Pada pasien HIV/AIDS berat biasanya terjadi

gangguan pada pernapasan .


42

b) Tanda-tanda vital

Terjadi penurunan berat badan pada saat sakit 58-39 kg,

penurunan tekanan darah, nadi teraba cepat dan lemah,

frekuensi napas meningkat.

c) Pemeriksaan fisik

(1) Pernapasan

(a) Inspeksi: frekuensi napas meningkat, bentuk dada

simetris/tidak dan terdapat benjolan atau bekas

luka/tidak.

(b) Auskultasi: suara napas vesikuler

(c) Palpasi: pergerakan dinding dada simetris/tidak.

Terdapat benjolan dan nyeri tekan/tidak

(d) Perkusi: sonor

(2) Pencernaan

(a) Inspeksi: mukosa bibir kering dan pecah-pecah,

abdomen simetris/tidak, terdapat luka operasi/tidak.

(b) Auskultasi: bising usus (+)

(c) Palpasi: terdapat benjolan dan nyeri tekan/tidak,

terdapat pembesaran hati atau limpa/tidak

(d) Perkusi: timpani


43

(3) Penglihatan

(a) Inspeksi: konjungtiva dan palpebral tampak pucat

(b) Palpasi: terdapat benjolan dan nyeri tekan/ tidak

(4) Pengecapan

Mulut biasanya terasa pahit.

(5) Pendengaran

Tidak ada gangguan pada pendengaran.

(6) Penglihatan

(a) Inspeksi: konjungtiva dan palpebral tampak pucat

(b) Palpasi: terdapat benjolan dan nyeri tekan/ tidak

(7) Pengecapan

Mulut biasanya terasa pahit.

(8) Pendengaran

Tidak ada gangguan pada pendengaran.

(9) Kardiovaskuler

(a) Inspeksi: ada benjolan maupun bekas operasi/tidak

(b) Palpasi: tidak ada nyeri tekan maupun pembengkakan

pada jantung.

(c) Perkusi: redup

(d) Auskultasi: bunyi jantung I dan bunyi jantung II

normal, tidak ada murmur.

(e) Perkemihan
44

Volume urine berkurang dan berwarna seperti kuning.

(f) Reproduksi

Tidak ada masalah pada sistem reproduksi

(g) Musculoskeletal

Terjadi kelemahan otot

(h) Integument

Terdapat ikterik, kekuningan, pucat/tidak

7) Riwayat psikologis dan spiritual

a) Psikologi

Menggambarkan respon pasien terhadap penyakit yang di

derita, kecemasan dan harapan pasien serta ada dukungan dari

orang-orang terdekat.

b) Spiritual

Keyakinan yang di anut pasien, kebiasaan beribadah sebelum

dan saat sakit serta sejauh mana kepercayaan tersebut

mempengaruhi kehidupan pasien.

c) Laboratorium

(1) Hitung jumlah leukosit tinggi (normal: 4.000-10.000 sel/


3
mm )

(2) Hitung jumlah trombosit rendah (normal 150.000-400.000

sel/mm3 )
45

(3) Hemoglobin darah rendah (<10 gr/dl)dll

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada penderita

HIV/AIDS,Menurut tim SDKI (2017)Yaitu:

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular

(D.0005)

b. Deficit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis (keengganan untuk

makan) (D.0019)

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (D.0055)

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)


46

4. Intervensi Keperawatan

Menurut SDKI PPNI (2018) adapun intervensi keperawatan yang dapat

disusun pada pasien dengan HIV/AIDS adalah:

Tabel

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Mengetahui
efektif tindakan selama 1 napas perkembangan pola
berhubungan x 24 jam napas dan untuk
dengan gangguan diharapkan pola 2. Monitor Saturasi memperkirakan
neuromuscular napas membaik Oksigen adanya perkembangan
(D.0005) dengan kriteria pola napas.
hasi: 3. Posisikan pasien
1. Dispnea semi fowler atau 2. Mengetahui presentasi
menurun fowler oksigen dalam darah
2. Frekuensi
napas 4. Berikan oksigen 3. Membantu
membaik memaksimalkan
(L.01004) 5. Anjurkan ekspansi paru dan
pemberian menurunkan Upaya
Bronkodilator pernapasan.
4. Membantu memenuhi
kebutuhan oksiegen
dan meringankan
sesak napas.
5. Membantu meredakan
gejala akibat
penyempitan saluran
pernapasan.
47

2. Deficit nutrisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1.untuk mengetahui


berhubungan tindakan status nutrisi perkembangan nutrisi
dengan factor keperawatan 1x24 2. Monitor berat pasien setiap harinya
psikologis jam diharapkan badan. 2.untuk mengetahui
(keenganan untuk status nutrisi 3. Ukur perkembangan berat
makan) membaik dengan antropometrik badan pasien
(D.0019) kriteria Hasil: komposisi 3.membantu dalam trolak
1. Porsi makan tubuh( indeks ukur status gizi pada
yang massa tubuh) pasien.
dihabiskan 4. Anjurkan 4.mulut yang bersih akan
meningkat pasien meningkatkan nafsu
2. Berat badan melakukan oral makan.
membaik. hygiene 5.mengurangi asam
3. Indeks Massa sebelum lambung yang berada
Tubuh (IMT) makan. dalam lambung dan
membaik 5. kolaborasi untuk menambahkan
pemberian kebutuhan nutrisi
medikasi pasien.
sebelum dan 6.membantu dalam
sesudah menentukan jumlah
makan. kalori dan jenis nutrisi
6. Kolaborasi yang dibutuhkan .
dengan ahli
Gizi
3. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola 1. untuk mengetahui
tidur berhubungan tindakan tidur. kemungkinan adanya
dengan kurang keperawatan 1x24 2. Identifikasi penyebab dan
control jam diharapkan factor frekuensi gangguan
tidur( D.0055) pola tidur penganggu tidur pola tidur.
membaik dengan tidur. 2. agar dapat mengatasi
kriteria hasil: 3. lakukan masalah atau factor –
a. Keluhan sulit prosedur factor yang
tidur meningkatkan menyebabkan
menurun kenyamanan gangguan pola tidur.
b. Keluhan ( mis.pengatura 3. menurunkan gangguan
sering n posisi) pola tidur.
terjaga 4. jelaskan 4. agar pasien
menurun pentingnya mengetahui
tidur cukup pentingnya tidur
selama sakit. cukup selama sakit.
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. monitor tanda- 1. mengetahui dan
berhubungan tindakan tanda vital menilai respon tubuh
dengan keperawatan 1x24 2. Identifikasi pasien.
kelemahan( D.0056 jam diharapkan gangguan 2. mengetahui faktor atau
) toleransi aktifitas fungsi tubuh penyebab kelelahan
meningkat dengan yang 3. Menurunkan
kriteria hasil: mengakibatka kebutuhan oksigen
1.Frekuensi nadi n kelelahan. oleh tubuh dan
meningkat 3. anjurkan mencegah keletihan
2.Dispnea saat melakukan
aktivitas menurun. aktivitas
48

secara
bertahap.

5. Implementasi

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini

muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada pasien.

Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang

merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan untuk

melaksanakan intervensi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin

juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.

Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas

dimana aplikasi yang akan dilakukan pada pasien akan berbeda, disesuaikan

dengan kondisi pasien serta itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh

pasien (Debora, 2017).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini

perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria

hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah

teratasi seluruhnya atau belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses

berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor

kondisi pasien mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaiki

tindakan keperawatan, kebutuhan pasien saat ini, perlunya dirujuk pada


49

tempat kesehatan lain, apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosa

supaya kebutuhan pasien bisa terpenuhi (Debora, 2017).

Anda mungkin juga menyukai