Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN HIV/AIDS

A. Konsep Dasar medis


1. Definisi
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV, dalam
bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh
Dapatan (Zuya Urahman, 2009). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan
sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus
( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare, 200 ) AIDS diartikan sebagai bentuk
paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda
dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi
yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi
( Center for Disease Control and Prevention, 2005).
2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas
yang kuat terhadap limfosit T.

1. Kategori klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam
kategori klinis B dan C.
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

a. Angiomatosis Baksilaris

b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap


terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1 bulan.

e. Leukoplakial yang berambut

f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura

h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii


3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus

b. Kanker serviks inpasif

c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

d. Kriptokokosis ekstrapulmoner

e. Kriptosporidosis internal kronis

f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k. Isoproasis intestinal yang kronis

3. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam
tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan
sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan
limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki
kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-
gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian
menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia
AIDS.
4. Manifestasi klinik

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati,
keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat
fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial,
atipikal :
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat,
lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening,
dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan
diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
5. Pemeriksaan penunjang

1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes
dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Serologis

Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun

akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk
dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi
antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi
diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji –
kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu :
Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human


Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan


seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )


Mendeteksi protein dari pada antibody.

Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus


(HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut
protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV
– 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar
dari menjadi AIDS.
6. Pengobatan

Tidak ada obat untuk AIDS,tetapi kepatuhan yang ketat untuk mengonsumsi rejimen anti-
retroviral(ARV)dapat secara dramatis memperlambat bertambah parahnya penyakit serta mencegah
infeksi sekunder dan komplikasi. KOMPLIKASI

1. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik

a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus


(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV)
3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
1. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan


strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
2. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder
dan sepsis.
3. Sensorik

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
7. Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat
badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

8.Pencegahan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
i. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
ii. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
iii. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
iv. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

v. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.


Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu:

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau


sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine

b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine

d. Recombinant CD 4 dapat larut


4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari
stress,gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
B. Konsep dasar Keperawatan
1. Pengkajian
b. Riwayat saat ini : terkait dengan gejala infeksi HIV/AIDS Klien sering datang dengan
gangguan sistem pernafasan / sistem pencernaan ( diare lama )
c. Riw. Masa lalu : klien sering mengalami infeksi ( demam ) yang hilang timbul, penyakit
pernafasan, saluran pencernaan ( kandidiasis oral s.d diare )
d. Faktor pencetus : Narkoba dengan injeksi, berhubungan sexual dengan penderita, karena
tranfusi, karena proses kelahiran ( pada pasien anak/bayi )
e. Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum :kesadaran : composmentis s.d coma
2. Penurunan BB yang drastis
3. TTV : adanya nilai abnormal, adanya tanda infeksi, gangguan pernafasan &
gangguan sirkulasi
4. Lakukan pemeriksaan pada semua sistem tubuh,
5. Fokus utama pada keluhan saat ini
2. Penyimpangan KDM
Virus HIV masuk

Permukaan limfosit CD4

Menyebar ke seluruh tubuh dan organ limfoid

Penurunan jumlah limfosit CD4

Imunosupresi menyerang sistem metabolisme tubuh

Risiko
Infeksi sistem respirasi sistem pencernaan

penurunan kekuatan otot pernafasan


Diare

pola nafas tidak


efektif

3. Diagnosa Keperawatan
a. pola nafas tidak efektif b.d penurunan kekuatan otot pernafasan
b. Diare b.d proses infeksi
c. Risiko infeksi b.d imunodefisiensi seluler
4.Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen pola napas
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
selama 3x 24 jam pola 1. Monitor jalan nafas
nafas membaik. 2. Monitor bunyi napas
3. Monitor sputum
Kriteria hasil:
1. dispnea menurun Terapeutik
2. penggunaan otot 4. pertahankan keptenan
bantu napas jalan napas dengan head-
menurun tilt
3. pemanjangan fase 5. posisikan semi fowler
eksspirasi atau fowler
menurun 6. berikan minuman hangat
4. frekuensi napas 7. lakukan fisio terapi dada
membaik 8. lakukan pengisapan
5. kedalaman nafas lendir kurang dari 15
membaik detik
9. lakukan hiperoksigenasi
sebelum pengisapan
endotrakeal
10. keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forset MCGILL
11. berikan oksigen

Edukasi
12. anjurkan asupan cairan
2000 ml perhari
13. ajarkan tekhnik batuk
efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilaator,ekspektor
an, mukolitik

2. Diare Setelah dilakukan Manajemen diare


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
eliminasi fekal membaik diare
2. Monitorwarna,volum,
kriteria hasil: frekuensi, dan konsistensi
1. Kontrol pengeluaran tinjaauan
feses membaik 3. Monitor jumlah
2. keluhan defekasi pengeluaran diare
lama dan sulit
menurun Terapeutik
3. Mengejat saat ii. Berikan asupan cairan oral
defekasi menurun iii. pasang jalur intravena
4. Konsistensi feses 6. berikan cairan intravena
membaik 7. Ambil sampel darah untuk
5. frekuensi defekasi pemeriksaan darah
membaik lengkap dan elektrolit
6. peristaltik usus 8 .Ambil sampel feses untuk
membaik kultur,jika perlu
Edukasi
9. Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
10. Anjurkan menghidari
makanan pembetuk
gas,pedas dan
mengandung laktosa
11. di lanjutkan
memberikan
pemberian asi

Kolaborasi
12. kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
13. Kolaborasi pemberian
Obatantispasmodic/spasmo
litik
14. kolaborasi pemberian
obat pengeras

3. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan infeksi


infeksi tindakan keperawatn Observasi
3x24 jam maka tingkat 1. Monitor tanda dan
infeksi menurun gejala infeksi lokal
sistemik Terapeutik
2. Batasi jumlah
Kriteria hasil pengunjung
1. demam menurun 3. berikan perawatan
2 . kemerahan menurun kulit pada area edema
3. nyeri menurun 4. cuci tangan sebelum
4. Bengkak menurun dan sesudah kontak
5. Kadar sel darah putih dengan pasien dan
Membaik lingkungan pasien
6. Kadar sel darah putih 5. pertahankan teknik
membaik aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
6. jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7. ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
8. ajarkan etika batuk
9. ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
10. anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
11.anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
12. kolaborasi
pemberian imunisasi

i.
ii.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6695139/LAPORAN_HIV_AIDS
https://www.alodokter.com/hiv-aids/pengobatan
https://www.halodoc.com/kesehatan/hiv-dan-aids

Anda mungkin juga menyukai