TRIA MAHARANI
2023207209086
A. PENGERTIAN
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV, dalam bahasa Indonesia dapat dialih
katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan (Zuya Urahman, 2009).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi
yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control
B. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,LAV,RAV. Yang nama
ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan
retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
C. KLASIFIKASI
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan
orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS (Zuya Urahman, 2009).
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C.
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat
2. Kategori Klinis B
a. Angiomatosis Baksilaris
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
3. Kategori Klinis C
d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
r. Pneumonia Rekuren
u. Toksoplamosis otak
D. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon
imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi
genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4
helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya
fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-
tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik)
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel
T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
E. MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,
penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan
lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah
Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk,
nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil
positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan
laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Serologis
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnose
c. Sel T limfosit
Penurunan jumlah
total
d. Sel T4 helper
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
i. Tes PHS
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf), dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
4. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang
terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut,
yaitu
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam
darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
b. Western Blot Assay
c. Indirect Immunoflouresence
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk
melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada
penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24
H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi
social.
meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri
I. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat
replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.
AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress,gizi yang
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga
mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena
belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
Terapiradiasi, defisiens inutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit,
(peradangan usus)
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi
b. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan
pengisian kapiler.
c. Integritas dan Ego
d. Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul,
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal,
e. Makanan / Cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema.
f. Hygiene
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan status indera, kelemahan otot, tremor,
perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal, tremor, kejang,
hemiparesis, kejang.
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
i. Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan,luka, transfuse darah, penyakit defisiensi imun, demam
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe,
k. Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah
kehamilan.
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS
m. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV,
merokok, alkoholik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis/awitan infeksi opurtunistik) b/d pertahanan
primer takefektif; kulit rusak, jaringan traumatic, statis cairan tubuh, depresi system imun;
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebih : diare berat,
letargi.
3. Pola nafas tak efektif/ kerusakan pertukaran gas b/d ketiidakseimbangan muskuler (melemahnya otot-
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan/ perubahan pada kemampuan untuk mencerna,
mengunyah dan atau nutrisi metabolisme ; mual/muntah, gangguan intestinal.
5. Nyeri b.d inflamasi/kerusakan jaringan infeksi, lesi kutaneus internal/eksternal, eksoriasi rectal,
6. Kerusakan Integritas kulit (aktual/risiko) b.d defisit imunologis, AIDS-dihubungkan dengan radang,
infeksi virus, bakteri, dan jamur (misalnya herpes, pseudomonas, candida) proses penyakit (misalnya
KS). Penurunan tingkat aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi ; perubahan status metabolism, lesi
7. Perubahan membran mukosa oral b.d defisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab pathogen,
8. Kelelahan b.d penurunan produksi energy metabolism, peningkatan kebutuhan energy (status
hipermetabolik).
9. Perubahan proses pikir b.d hipoksemia, infeksi SSP oleh HIV, malignansi otak, dan atau infeksi
elektrolit.
10. Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan/status
sosioekonomi, fungsi peran, transmisi dan penularan interpersonal, pemisahan dan sistim pendukung,
11. Isolasi sosial b.d perubahan status kesehatan , perubahan pada penampilan fisik, perubahan status
12. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
13. Ketidakberdayaan b.d konfirmasi diagnosa sakit terminal, proses berduka yang belum selesai,
pernik-pernik sosial dari AIDS, perubahan pada bentuk tubuh/gaya hidup yang diinginkan.
14. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
sumber informasi.
C. PERENCANAAN
Dx 1:
Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis/awitan infeksi opurtunistik) b/d pertahanan primer
takefektif; kulit rusak, jaringan traumatic, statis cairan tubuh, depresi system imun; penggunaan agen
Tujuan :
Tindakan :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Instruksikan pasien/orang terdekat
2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang baik. Periksa pengunjunga tau staf terhadao tanda infeksi
-Rasional : mengurangi petogen pada sistim imun dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi
nasokomial.
3. Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.
Rasional :Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi
sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen. Diskusi dilakukan untuk meningkatkan
Rasional : memberikan data dasar, peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5. Kaji frekuensi /kedalaman pernafsan , perhatikan batuk spasmodik kering pada inspirasi dalam, perubahan
Rasional : kongesti/distress pernafsan dapat mengindikasikan perkembangan PCP, penyakit yang paling umu
terjadi.
6. Selidiki adanya keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan penglihatan. Catat perubahan mental dan tingkah
Rasional : ketidaknormalan neurologis umum dan mungkin dapat dihubungkan dengan HIV atau infeksi
sekunder.
7. Observasi kulit/membrane mukosa oral terhadap kemungkinan adanya bercak putih atau lesi.
Rasional : Candidiasis oral, herpes, adalah penyakit yang umum terjadi dan member efek pada membaran kulit.
8. Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir lebih baik dari pada dipotong, dan hindari memotong kutikula.
9. Pantau keluhan nyeri ulu hati, disfagia, sakit retrosternal pada waktu menelan, peningkatan kejang abdominal,
diare hebat.
10. Periksa adanya luka /lokasi alat invasive, perhatikan tanda-tanda inflamasi/infeksi local.
Rasional : identifikasi perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
11. Gunakan sarung tangan dan skort selama kontak langsung dengan sekresi/ekskresi atau kapanpun terdapat
kerusakan pada kulit tangan perawat. Gunakan masker ataupun kaca mata pelindung untuk melindungi hidung,
Rasional : penggunaan masker , skort dan sarung tangan dilakukan oleh OSHA untuk kontak langsung dengan
12. Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
13. Kolaborasi : pantau hasil laboratorium seperti periksa kultur, darah, urine dan sputum.
Rasional : dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab demam, diagnose infeksi organisme, atau untuk
Dx 2 :
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebih : diare berat, berkeringat, muntah,
Tujuan :
Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan dan klien mampu mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi , termasuk perubahan postural.
Rasional : Indikator dari volume cairan sirkulasi. Denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD
2. Catat peningkatan suhu dan durasi demam, berikan kompres hangat sesuai indikasi, pertahankan pakaian tetap
Rasional : Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme yang dihubungkan dengan demam
4. Ukur haluaran urine dan berat jenis urine. Ukur /kaji jumlah kehilangan diarea. Catat kehilangan tak kasat mata.
Rasional : peningkatan berat jenis urine atau penurunan haluaran urine menunjukan perubahan perfusi
ginjal/volume sirkulasi.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.
6. Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare , yakni makanan yang pedas, makanan berkadar
Rasional : mendukung dan memperbesar volume sirkulasi , terutama jika pemasukan oral tidak adekuat,
8. Kolaborasi dalam pemantauan hasil pemeriksaan lab seperti Hb/Ht, Elektrolit serum, urine, BUN dan kreatinin.
Rasional : memperkirakan kebutuhan cairan pasien, mewaspadai kemungkinan adanya gangguan elektrolit dan
Rasional : mengurangi insiden muntah dalam mengurangi kehilangan cairan, menurunkan jumlah dan keeneran
feses, mengurangi kejang usus dan peristaltic usus, membantu mengurangi demam.
Dx 3.
Pola nafas tak efektif/ kerusakan pertukaran gas b/d ketiidakseimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan, penurunan energy/keppenatan, penurunan ekspansi paru), menahan sekresi (obstruksi trakeobronkial),
proses infeksi/inflamasi; rasa sakit, ketidakseimbangan perfusi ventilasi (PCP/pneumonia interstisial, anemia).
Tindakan :
1. Aukultasi bunyi nafas , tandai daerah paru yang mengalami penurunan /kehilangan ventilasi, dan munculnya
ateletaksis/pneumonia.
2. Catat kecepatan atau kedalaman pernafasan, sianosis, penggunaan otot aksesori, peningkatan kerja
Rasional : takipneu, sianosis, tak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas menunjukan kesulitan pernafasan
3. Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan
karena ateletaksis.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan
Rasional : nyeri pada pleuritis dapat menggambarkan adanya pneumonia nonspesifik atau efusi pleura
6. Berikan periode istirahat diantara waktu aktivitas perawatan. Perthankan lingkungan yang tenang.
8. Kolaborasi : berikan tambahan O2 yang dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker,
intubasi/ventilasi mekanis.
Rasional : mempertahankan ventilasi /oksigenasi efektif untuk mencegah /memperbaiki krisis pernafasan.
Dx 4
Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan/ perubahan pada kemampuan untuk mencerna, mengunyah dan
Tujuan:
Tindakan:
Rasional :Lesi pada mulut, esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk
4. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alcohol.
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah , lesi oral, pengeringan
5. Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada
kontraindidkasi), sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit, dorong klien untuk duduk
saat makan.
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat.
7. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.
9. Kolaborasi : catat pemeriksaan Lab seperti ; BUN, glukosa, elektrolit, protein dan albumin.
Rasional : mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, mengidentifikasikan kebutuhan pengganti.
Rasional : menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.
Dx. 5
Nyeri b.d inflamasi/kerusakan jaringan infeksi, lesi kutaneus internal/eksternal, eksoriasi rectal, penularan, nekrosis.
Tindakan :
Rasional : dorong mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa sakit.
4. Lakukan tindakan paliatif seperti merubah posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
6. Dorong pasien untuk melakukan teknik visualisasi, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif dan nafas
diafragma.
Dx 6
Kerusakan Integritas kulit (aktual/risiko) b.d defisit imunologis, AIDS-dihubungkan dengan radang, infeksi virus,
bakteri, dan jamur (misalnya herpes, pseudomonas, candida) proses penyakit (misalnya KS). Penurunan tingkat
aktivitas, perubahan sensasi, malnutrisi ; perubahan status metabolism, lesi kulit, ulserasi, formasi ulkus
dekubitus (aktual.)
Tujuan :
Tindakan :
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensai. Gambarkan lesi dan amati adanya perubahan.
Rasional : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi
yang tepat.
2. Pertahankan hygiene kulit, misalnya membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan
3. Ubah posisi pasien secara teratur, ganti seprai sesuai kebutuhan. Dorong pemindahna berat badan secara
periodik. Lindungi penonjolan tulang dengan bantal, bantalan tumit/siku.
Rasional : mengurangi stress pada titik tekan, meningkatkan aliran darah ke jaringan dan meningkatkan proses
penyembuhan.
Rasional : friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial
terhadap infeksi.
Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dan istirahat lama di tempat tidur.
Dx 7
Perubahan membran mukosa oral b.d defisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab pathogen, misalnya Candida,
Herpes, KS.
Tujuan :
Tindakan :
1. Kaji membran mukosa/catat seluruh lesi oral. Perhatikan keluhan nyeri, bengkak, sulit mengunyah/menelan.
Rasional : edema, lesi membrane mukosa oral dan tenggorok kering menyebabkan rasa sakit dan sulit
mengunyah/menelan.
Rasional : mengurangi rasa tidak nyaman, meningkatkan rasa sehat dan mencegah pembentukan asam yang
Rasional : merangsang saliva untuk menetralkan asam dan melindungi membrane mukosa.
4. Rencanakan diet untuk menghindari garam, pedas, gesekan, dan makanan/minuman asam.
Rasional : makanan yang pedas akan membuka lesi yang telah disembuhkan. Lesi yang terbuka akan nyeri dan
8. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai petunjuk, misalnya nistalin (mycotatin), ketokonazol (nizoral).
Rasional : obat khusus pilihan tergantung pada organism infeksi, misalnya Candida.
Dx 8 :
Kelelahan b.d penurunan produksi energy metabolism, peningkatan kebutuhan energy (status hipermetabolik).
Tujuan :
Tindakan :
Rasional : berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, penyakit SSP, tekanan emosi
2. Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktivitas pada waktu pasien sangat berenergi.
Rasional : periode istirahat yang sering sangat dibutuhkan dalam memperbaiki/menghemat energi. Perencanaan
akan membuat pasien menjadi aktif pada waktu dimana tingkat energy lebih tinggi, sehingga dapat
3. Bantu pasien memenuhi perawatan pribadi, pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan tempat lalu
Rasional : rasa lemas dapat membuat pasien tidak mampu menyelesaikan aktivitasnya dan melindungi pasien
4. Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya : perawatan diri, duduk di kursi, berjalan.
Rasional : memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengizinkan pasien untuk lebih aktif
5. Pantau respons psikologis terhadap aktivitas, mislanya perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung.
Rasional : toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan
Rasional : pemasukan/penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energy untuk aktivitas.
Rasional : adanya anemia/hipoksia mengurangi persediaan O2 untuk ambilan seluler dan menunjang kelelahan.
Rasional : latihan setiap hari secara terprogram dan aktivitas yang membantu pasien
Dx 9 :
Perubahan proses pikir b.d hipoksemia, infeksi SSP oleh HIV, malignansi otak, dan atau infeksi oportunistik
Tujuan :
Tindakan :
1. Kaji status mental dan neurologis. Catat perubahan dalam orientasi, respons terhadap rangsang, kemampuan
untuk memecahkan masalah, ansietas, perubahan pola tidur, halusinasi, dan ide paranoid.
Rasional : menetapkan tingkat fungsional pada waktu penerimaan dan mewaspadakan perawat pada perubahan
status yang dapat dihubungkan dengan infeksi/kemungkinan penyakit SSP yang makin buruk.
Rasional : aksi dan interaksi dari berbagai obat-obatan akan memperpanjang obat-obatan penyambung
3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi SSP, misalnya sakit kepala, kekakuan nukal, muntah, demam.
Rasional : gejala SSP dihubungkan dengan meningitis/ensefalitis diseminata mungkin memiliki jangkauan dari
4. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dengan rangsang auditorius, visual, dan kognitif yang tepat.
Rasional : memberikan rangsang lingkungan normal akan membantu dalam mempertahankan orientasi realitas.
5. Dorong keluarga/orang terdekat untuk bersosialisasi dan berikan reorientasi dengan berita actual,
Rasional : hubungan yang baik seringkali berguna dalam membantu mempertahankan orientasi realitas.
Rasional : membantu memperthankan kemampuan mental untuk periode yang lebih panjang.
Dx 10
Ansietas b.d ancaman pada konsep pribadi, ancaman kematian, perubahan pada kesehatan/status sosioekonomi,
fungsi peran, transmisi dan penularan interpersonal, pemisahan dan sistim pendukung, ketakutan akan penularan
Tujuan :
Tindakan :
Rasional : dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan/pilihan
berdasarkan realita.
4. Identifikasi dan dorong interaksi pasien dengan sistem pendukung. Dorong pengungkapan/interaksi dengan
5. Libatkan keluarga atau orang terdekat sesuai petunjuk pada pengambilan keputusan.
Rasional : menjamin adanya system pendukung bagi pasien dan memberikan kesempata orang terdekat untuk
Rasional : mungkin diperlukan bantuan lebih lanjut dalam berhadapan dengan diagnose/prognosis.
Dx 11
Isolasi sosial b.d perubahan status kesehatan , perubahan pada penampilan fisik, perubahan status mental, persepsi
Tujuan :
Rasional : isolasi sebagian dapat mempengaruhi diri saat pasien takut penolakan/reaksi orang lain.
b. Berikan waktu untuk berbicara dengan pasien selama dan diantara aktivitas perawatan.
Rasional : jika pasien mendapat bantuan dari orang terdekat, perasaan kesepian dan ditolak akan berkurang.
bunuh diri.
e. Waspadai gejala-gejala verbal/nonverbal, misalnya menarik diri, putus asa, perasaan kesepian.
Rasional : indikasi bahwa putus asa dan ide untuk bunuh diri sering muncul.
Dx 12
Tujuan :
Pasien mampu berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
Tindakan :
Dx 13
Ketidakberdayaan b.d konfirmasi diagnosa sakit terminal, proses berduka yang belum selesai, pernik-pernik sosial
Tujuan :
Tindakan :
1. Identifikasi faktor yang berhubungan dengan perasaan tak berdaya, misalnya diagnose sakit terminal, kurang
2. Kaji tingkat perasaan tidak berdaya misalnya ekspresi verbal/nonverbal yang mengindikasikan kurangnya
kontrol.
Rasional :menentukan ststus individual pasien dan mengudsahakan intervensi yang sesuai pada waktu pasien
3. Dorong peran aktif dalam perencanaan aktivitas, menetapkan kleberhasilan yang realistis /dapat dicapai.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol dan menghargai diri sendiri dan tanggung jawab sendiri.
Dx 14
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang pemajanan/mengingat;
Tujuan :
Tindakan :
1. Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa depan.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
Rasional : mengoreksi mitos dan kesalahan persepsi , meningkatkan keamanan bagi pasien dan keluarga.
5. Pastikan bahwa pasien atau orang terdekat dapat menunjukan perawatan oral atau gigi dengan baik.
Rasional : mukosa oral dapat dengan cepat menunjukan komplikasi hebat dan progresif.
6. Tinjau ulang kebutuhan akan diet dan cara untuk meningkatkan pemasukan pada waktu anoreksia, diare, lemas,
Rasional : meningkatkan nutrisi adekuat yang diperlukan untuk penyembuhan dan mendukung sistim imun,
7. Berikan informasi mengenai penatalaksanaan gejala yang melengkapi aturan medis misalnya diare intermiten.
Rasional : memberikan pasien peningkatan kontrol, mengurangi risiko rasa malu, dan meningkatkan
kenyamanan.
Rasional : meningkatkan kerja sama dengan peningkatan kemampuan untuk seksus dengan aturan terapeutik.
Rasional : member kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan/individual.
C. PELAKSANAAN
D. EVALUASI
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan
menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan
keadaan yang ada pada pasien dengan kriteria hasil pada perencanaan. Evaluasi menggunakan system SOAP
Carpenito, Lynda Juall. 2004. Diagnosa Kperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Jakarta : EGC
Masjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Nanda. 2005. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2005-2006. Philadephia : Nanda Internasional
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi