Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

PADA PASIEN DENGAN FEBRIS

DI RUANG ANGGREK

RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG

Dosen Pengampu : Ns. Erni Suprapti, M.Kep.

Disusun Oleh :

ABU CHOLID ATHTHOYIB

NIM 20101440118001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO

SEMARANG

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa penyakit yang umum diderita oleh bayi, balita dan anak-anak
diantaranya demam, infeksi saluran nafas dan diare. Tetapi yang paling sering
dialami oleh bayi hingga anak-anak yaitu demam dan diera yang membuat para
orang tua sangat kawatir dan membawa anak mereka ke pelayanan kesehatan.
Jumlah penderita demam febris di indonesia dilaporkan lebih tinggi angka
kejadiannya dibandingkan negara-negara lain yaitu sekitar 80-90%, dari
keseluruhan demam febris yang dilaforkan adalah febris sederhana. Angka
kejadiaan tahun 2015 di jawa tengah sekitar 2-5% terjadi pada anak usia 6 bulan
sampai anak usia 5 tahun disetiap tahunnya. (Dinkes Jawa Tengah, 2015)

Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi(Guyton,
2010).Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C. Sedangkan bila
suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia, 2010).

Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda
bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan
dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan
keselamatan anak jika tidak 4 ditangani dengan cepat dan tepat akan
menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan
kesadaran (Maharani dalam Wardiyah, 2016) Sebagian besar demam
berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemik. Oleh
karena itu demam harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkannya (Kalbaca dalam Dewi, 2016).
Dampak yang ditimbulkan demam dapat berupa penguapan cairan tubuh yang
berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang. Orang tua banyak yang
menganggap demam berbahaya bagi kesehatan anak karena dapat menyebabkan
kejang dan kerusakan otak (Avner dalam Dewi, 2016). Perawat sangat berperan
untuk mengatasi demam melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Untuk peran
mandiri perawat dalam mengatasi demam bisa dengan memberikan kompres.
Metode kompres merupakan metode yang lebih baik untuk menurunkan suhu
tubuh (Kolcaba dalam Dewi, 2016). Penanganan yang biasa dilakukan pada kasus
anak dengan demam/febris untuk menurunkan suhu tubuh anak meliputi
pemberian antipiretik (paracetamol, ibuprofen), pemasangan infus dan lain-lain.
Selain penanganan secara medis tindakan yang dapat dilakukan untuk
menurunkan suhu yaitu pemberian kompres. Menurut Swardana, dalam Purwanti
(2017) mengatakan bahwa menggunakan air dapat memelihara suhu tubuh sesuai
dengan fluktuasi suhu tubuh pasien. Kompres hangat dapat menurunkan suhu
tubuh melalui proses evaporasi.

Menurut Dewi (2016) kompres yang diberikan pada anak demam yaitu kompres
hangat karena dengan kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh. Dengan kompres air
hangat menyebabkan suhu tubuh di luar akan hangat sehingga tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas, akhirnya tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu
pengatur tubuh, dengan suhu di luar hangat akan membuat pembuluh darah tepi di
kulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori pori kulit akan membuka
dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi penurunan suhu
tubuh.

Tujuan

Tujuan penulisan dari Laporan Pendahuluan ini adalah:

1. Tujuan umum :
Setelah menyelesaikan laporan FEBRIS diharapkan mengetahui
gambaran pengelolaan dengan FEBRIS serta mampu mengaplikasikan
asuhan keperawatan anak dengan FEBRIS
2. Tujuan khusus :
1) Mampu menjelaskan tinjauan teori tentang FEBRIS.
2) Mampu menggambarkan hasil pengkajian asuhan keperawatan pada
FEBRIS.
3) Mampu menggambarkan masalah-masalah keperawatan yang timbul
pada FEBRIS.
4) Mampu menggambarkan alternatif pemecahan masalah keperawatan
yang timbul pada FEBRIS.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati batas
normal yaitu lebih dari 380C (Fadjari Dalam Nakita 2010). Demam berarti
suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi(Guyton, 2010). Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan
suhu hingga 38° C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih
dari 37,8°C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi
(hiperpireksia) (Julia, 2010).
B. ETIOLOGI
Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan neonatal 2009 bahwa etiologi
febris,diantaranya
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2010).
Menurut Guyton (2010) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan suhu,
penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
C. KLASIFIKASI FEBRIS
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
Fever Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena
proses patologis
Hyperthermia Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional
pada makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh,
seringnya karena induksi dari radiasi (gelombang panas,
infrared), ultrasound atau obat – obatan
Malignant Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang
Hyperthermia menyertai kekakuan otot karena anestesi total
Tipe - tipe demam.diantaranya:
1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
demam septik
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang
pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera
dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan
segera dengan suatu sebab yang jelas.
Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru
saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting
seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya.
D. PATOFISIOLOGI
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat
pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang
sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point. Pada
demam hypothalamic thermal set point meningkat dan mekanisme
pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu
yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam
lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang
dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi Pirogen eksogen ini juga
dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat
digambarkan sebagai berikut : Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal
erythoxin dan virus) à menginduksi sel darah putih untuk produksi pirogen
endogen àyang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-a, selain itu ada IL-6 dan
IFN à bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum vasculosum pada
lamina terminalis (OVLT) à OVLT dikelilingi oleh porsio medial dam lateral
pada pre-optic nucleus, hipotalamus anterior dan septum pallusolum.
Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan
neural masih belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak
di level OVLT menyediakan sistem saraf pusat untuk merasakan adanya
pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan termasuk transport aktif
sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel di neural
vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak.
OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2,
yang merespons pirogen endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke sel pre-
optic nucleus untuk menurunkan rata pemanasan pada neuron yang sensitif
pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan produksi pada arachidonic
acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada cyclooxygenase-2 (COX-2) di
neural vasculature yang penting pada formasi febris. Induksi pada respons
febris oleh lipopolisakarida, TNF-a dan IL-1b yang menghasilkan kenaikan
COX-2 mRNA pada cerebral vasculature pada beberapa model eksperimental
febris.
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada
banyak sel efektor pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya
respons syok panas. Pada respons syok panas terjadi reaksi kompleks pada
demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil akhir dari reaski ini
adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas protein krusial untuk
penyelamatan seluler.
Sitokin proinflamotori masuk ke sirkulasi hipotalamik stimulasi
pengeluaran PG lokal, resetting set point termal hipotalamik àsitokin
proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya seperti IL-10 dan substansi lain
seperti arginin vasopresin, MSH, glukokortikoid) membatasi besar dan
lamanya demam
F. PATHWAY
Exogenous pyrogens

(seperti : bakteri, virus, kompleks antigen antibody)

Sel host inflamasi

(seperti : makrofag, netrofil, sel kuffer, makrofag splenic dan alveolar)

Memproduksi endogenous pyrogens

(interleukin 1, interieukin 6, factor nekrosis tumor, dan cytokine pyrogenic


lain)

Sintesis PGE2 dalam hipotalamus

Kurang informasi Pusat termoregulator

(neuron preoptik pada hipotalamus anterior)

Cemas Perubahan fisiologi dan tingkah laku

Kurang
pengetahuan Peningkatan suhu tubuh
Penurunan nafsu
mengenai
makan
penyakitnya b/d
kurang
informasi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung
pada fase demam meliputi:
Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji coba darah,
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2
atau hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang,
dapat ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan
kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT,
serum glutamit piruvat (SGPT), ureum, dan pH darah mungkin
meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus
rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
I. PENATALAKSANAAN
1. Secara Fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
d. Memberikan kompres
Berikut ini cara mengkompres yang benar :
a) Kompres dengan menggunakan air hangat, bukan air dingin atau
es
b) Kompres di bagian perut, dada dengan menggunakan sapu tangan
yang telah dibasahi air hangat
c) Gosok-gosokkan sapu tangan di bagian perut dan dada
d) Bila sapu tangan sudah kering, ulangi lagi dengan membasahinya
dengan air hangat
2. Obat- obat Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus.Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal
dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar
penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total
minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya
komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan
tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong
harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi
kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid
adalah antibiotika golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500
mg/hari;
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½
sendokteh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok
the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu
dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3
kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap
sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko,
yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik,
penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam
J. KOMPLIKASI FEBRIS

Menurut Corwin (2010),komplikasi febris diantaranya:


1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam

I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam,
gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu
makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)
g. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
h. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi sensori
2) Sistem persyarafan: kesadaran
3) Sistem pernafasan
4) Sistem kardiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem integument
7) Sistem perkemihan
i. Pada fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
j. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Foto rontgent
3) USG
2. Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau
infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang tidak adekuat
4. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaphoresis
2. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan/hasil yang


No Rencana Tindakan
keperawatan diharapkan

1 Hypertermi b/d Setelah dilakukan 1. Pantau suhu tubuh


proses infeksi tindakan keperawatan pasien setiap 4 jam
selama 3 x 24 jam pasien
2. Kolaborasi pemberian
menujukan temperatur
dalan batas normal antipiretik sesuai
dengan kriteria: anjuran
- Bebas dari kedinginan 3. Observasi TTV
- Suhu tubuh stabil 36- minimal 4 jam
37 C 4. Observasi adanya
- Tanda-tanda vital konfusi disorientasi
dalam rentang normal 5. Berikan cairan IV
sesuai yang dianjurkan

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari selama .3 x 24 jam
kebutuhan tubuh pasien menunjukan: 1. Kaji pola makan klien
berhubungan 2. Kaji adanya alergi
dengan intake Status Nutrisi Adekuat
makanan.
makanan yang dibuktikan dengan BB
stabil tidak terjadi mal 3. Kaji makanan yang
tidak adekuat
nutrisi, tingkat energi disukai oleh klien.
adekuat, masukan nutrisi
4. Kolaborasi dg ahli gizi
adekuat
untuk penyediaan
nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan
klien.
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari


jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
3. Monitor lingkungan
selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan
5. Monitor adanya mual
muntah
6. Monitor adanya
gangguan dalam proses
mastikasi/input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak
dsb
7. Monitor intake nutrisi
dan kalori.

4. Resiko kekurangan Setelah dilakukan NIC : Fluid management


cairan berhubungan tindakan keperawatan
dengan intake yang selama 3x24jam volume 1. Pertahankan catatan
kurang dan cairan adekuat dengan intake dan output yang
diaphoresis kriteria hasil: akurat
- Mempertahankan 2. Monitor status
urine output sesuai dehidrasi (kelembaban
dengan usia dan BB, membrane mukosa,
BJ urine normal, HT nadi adekuat, tekanan
normal darah ortostatik)
- Tekanan darah, nadi, 3. Monitor vital sign
suhu tubuh dalam 4. Monitor asupan
batas normal makanan/ cairan dan
- Tidak ada tanda- tanda hitung intake kalori
dehidrasi, elastisitas harian
turgor kulit baik, 5. Lakukan terapi IV
membrane mukosa 6. Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa 7. Berikan cairan
haus yang berlebihan 8. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian
nasogastrik sesuai
output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
12. Anjurkan minum
kurang lebih 7-8 gelas
belimbing perhari
13. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
14. Atur kemungkinan
transfusi

3. Evaluasi
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
1. Suhu tubuh normal (36 – 37,50C) atau terkontrol.
2. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
3. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal tanpa ada
rasa nyeri yang menganggu
4. Kebutuhan cairan terpenuhi
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Febris meruakan demam yang kebanyakan terjadi dikarenakan infeksi dan
berdampak buruk bila tidak ditangangi secara segera. Dampak tersebut dapat
terjadi dalam jangka pendek sampai jangka panjang. Pada dampak jangka pendek
dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau hipertermi dan pada dampak jangka
panjang dapat terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
SARAN
1. Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dibuat diharapkan agar mahasiswa
mengetahui bagaimana tentang penyakit Febris dan mempelajari dengan
detail penyakit febris.
2. Perguruan Tinggi
Dengan adanya makalah ini dibuat diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran di perguruan tinggi.
3. Tenaga kesehatan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu tenaga
kesehatan dalam berhati-hati karena penyakit febris
4. Masyarakat
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar mayarakat lebih menjaga
kesehatannya agar terhindar dari penyakit febris.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ngastiah,Editor Setiawan S, Kep.(2005). Buku keperawatan anak


sakit.Jakarta:EGC.
2. Corwin.(2010). Hand Book Of Pathofisiologi.Jakarta:EGC.
3. Doenges,M.E. Geisler, A.C. Moorhouse, M.F.(2010). Rencana Keperawatan
4. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan.
Jakarta:EGC.
5. Hidayat,A. A.(2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:Salemba
Medika.
6. Nanda. (2009). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta:Prima Medika.
7. Suriadi dan Yuliani, R.(2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai