2. Klasifikasi
3) Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul
pada 24%dari bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun
pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan menimbulkan komplikasi
berupa kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus
termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas
semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan suhu
ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 390C dilakukan tepid
sponged 350C sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C atau
sedikit lebih rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan
susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi
perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi mual,
muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain DIC,
lisis eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal, dan
perubahan gambaran EKG. Anak dengan serangan heat stroke
harus mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera
diturunkan (melepas baju dan sponging dengan air es sampai
dengan suhu tubuh 38,50 C kemudian anak segera dipindahkan
ke atas tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka
akses sirkulasi, dan memperbaiki gangguan metabolic yang
ada.10
5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada
riwayat penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu
udara luar yang tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat
genetic dalam produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-
trypsin. Kejadian HSE pada anak adalah antara umur 17 hari
sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan
median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh
penyakit virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan
sudah sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau
gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 – 5 hari kemudian
timbul syok berat, ensefalopati sampai dengan kejang/koma,
hipertermia (suhu > 410C), perdarahan yang mengarah pada DIC,
diare, dan dapat juga terjadi anemia berat yang membutuhkan
transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan
asidosis dengan pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis,
hipernatremia, peningkatan CPK, enzim hati dan tripsin,
hipoglikemia, hipokalsemia, trombositopenia, penurunan faktor
II, V, hiperfibrinogenemia, dan alpha-1-antitripsin.
Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi pengobatan
suportif seperti penanganan heat stroke dan hipertermia maligna
dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80% dengan
gejala sisa neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil
CT scan dan otopsi menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai
organ dan edema serebri.
Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat
toksik yangmempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit
bakteri, tumor otak ataudehidrasi ( Guyton,2002).
2. Dehidrasi
b. Proses Terjadi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal
baik dari oksigen maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah
mikroorganisme atau toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi
di hipotalamus. Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan
engarah pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal
cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolism di otak untuk menjaga
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang
kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit yang
ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses metabolisme di
hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga
kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi hipotalamus
anterior dalam mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan
akhirnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
c. Manifestasi Klinis
1.Suhu tinggi 37.80C (1000F) peroral atau 38.80C (1010F)
2.Taki kardia
3.Kulit kemerahan
4.Hangat pada sentuhan
5.Menggigil
6.Dehidrasi
7.Kehilangan nafsu makan
d. Komplikasi
1. Kerusakan sel-sel dan jaringan
2. Kematian
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan
terjadinya resiko infeksi
b) Pemeriksaan urine
c) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi
untuk pasien thypoid
d) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
e) Uji tourniquet
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu:
Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen.
b. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu:
1. Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada
waktu menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik dan
mencegah dehidrasi.
2. Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh
seminimal mungkin.
3. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha,
leher belakang.
B. Tinjauan Askep
1. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Data subyektif : data yang didapat oleh pencatat dan pasien atau keluarga dan
dapat diukur dengan menggunakan standart yang diakui .
b. Data obyektif : data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat
diukur dengan menggunakan standart yang diakui .
2. Analisa data
a. Data primer : data yang diperoleh dari pasien itu sendiri melalui percakapan
dengan pesien , pemeriksaan fisik pasien .
b.Data sekunder : data yang diperoleh dari orang lain yang mengetahui keadaan
pasien melalui komunikasi dengan orang yang dikenal , dokter / perawat .
3. Biodata
4. Anamnese
1. Keluhan utama
Biasanya klien dengan thypoid maka mengalami hipertermi , itu adalah yang
paling menonjol .
a) Riwayat psikososial
b) Aspek sosial
c) Aspek spiritual
Klien akan mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah karena klien
harus menjalani ibadah . namun ada klien yang cenderung lebih
mendekatkan diri pada Tuhan dan begitu sebaliknya menyalahkan Tuhan
akan penyakitnya yang di deritanya .
1. Pola aktivitas
2. Pola istirahat
4. Pola nutrisi
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. Menggigil .
2. Kulit pecah .
3. Pengeluaran keringat berlebihan .
4. Tampak lemah .
5. Bibir kering .
6. Tingkat kesadaran compos mentis sampai terjadi shock
GCS : mata = 4
Verbal = 5
Motorik = 6
Perlu dikaji untuk menilai apakah reaksi fisiologis terhadap penyakit klien
mengalami kehilangan / penurunan berat badan , asupan nutrisi yang tidak adekuat
ataupun reaksi psikologis .
1. Pemeriksaan kepala
2. Pemeriksaan ekstrimitas
3. Pemeriksaan integumen
7. Diagnosa keperawatan
3. Implementasi
Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah diberikan (A. Aziz Alimul H. 2006).
4. Evaluasi
b.Suhu 36-37,5℃
http://www.academia.edu/8880172/Laporan_Pendahuluan_dan_Asuhan_Keperawatan_pada_Pas
ien_dengan_Masalah_Hipertermi (diakses tanggal 16 November 2017)