Disusun Oleh :
Agnes Ayu Agra Eni E.0105.20.001
Alysha Okta Safa E.0105.20.002
Annika Seadra Eugenia Haryanto E.0105.20.005
Andika Aji Maulana E.0105.20.004
Asri Febriyanti E.0105.20.006
Azhar Nurul Istiqomah E.0105.20.007
B. ETIOLOGI
Pada umumnya ketidakseimbangan suhu tubuh disebabkan oleh paparan suhu panas
yang berlebihan dari luar tubuh serta kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk
mendinginkan tubuh.Penyebabnya itu diantara lain :
1. Laju metabolism basal (Basal Metabolisme Rate, BMR)
BMR merupakan pemanfaatan energy di dalam tubuh.
Besarnya BMR bervariasi sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Faktor yang menyebabkan BMR meningkat diantaranya cidera,
demam, dan infeksi.
Meningkatnya BMR menunjukkan tingginya metabolism yang dialami
klien.
2. Laju cadangan metabolism yang disebabkan aktifitas otot. Termasuk kontraksi
otot akibat menggigil.
3. Peningkatan produksi tiroksin
Hipotalamus merespon terhadap dingin dengan melepas faktor
releasing
Faktor ini merangsang tirtropin pada adenohipofise untuk merangsang
pengeluaran tiroksin oleh kelenjar tiroid
Efek tiroksin meningkatkan nilai metabolisme sel diseluruh tubuh dan
memproduksi panas.
4. Termogenesis kimia
Perangsangan produksi panas melalui sirkulasi norepineprin dan epineprin
atau melalui perangsangan saraf simpatis. Hormon-hormon ini segera
meningkatkan nilai metabolisme sel di jaringan tubuh. Secara langsung
norepineprin dan epineprin mempengaruhihati dan el-sel otot sehingga
meningkatkan aktifitas otot.
5. Demam
Demam meningkatkan metabolisme tubuh. Reaksi-reaksi kimia meningkat
rata-rata 120% untuk setiap peningkatan suhu 10°.
Perbedaan Suhu
Usia Suhu
3bulan 37.5
6 bulan 37.7
1 tahun 37.7
3 tahun 37.2
5 tahun 37.0
7 tahun 36.8
9 tahun 36.7
11 tahun 36.7
13 tahun 36.6
Dewasa 36.4
>70 tahun 36.0
Selain gejala-gejala umum di atas, berikut adalah beberapa gejala khusus yang dapat
dibagi berdasarkan jenis hipertermia yang dialami:
Kondisi ini dapat terjadi ketika proses pengaturan suhu tubuh mulai terganggu,
umumnya terjadi saat keringat tidak bisa keluar akibat pakaian terlalu ketat atau
karena bekerja di tempat yang panas dan lembap. Gejala yang bisa timbul di
antaranya, pusing, lemas, haus, mual, dan sakit kepala.
Kondisi ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu lama berada di tempat yang panas,
sehingga muncul lemas, haus, rasa tidak nyaman, kehilangan konsentrasi, bahkan
kehilangan koordinasi.
Kondisi ini terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan diri tetap berada di
lingkungan yang panas, sehingga memicu kurangnya aliran darah ke otak. Akibatnya
akan muncul gejala, seperti pusing, berkunang-kunang, dan pingsan.
Kondisi ini terjadi ketika penderita sedang berolahraga dengan intensitas yang berat
atau bekerja di tempat yang panas. Gejalanya berupa kejang otot yang disertai rasa
nyeri atau kram di otot betis, paha, bahu, lengan dan perut.
Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam pada kulit akibat berada di tempat yang
panas dan lembab pada waktu yang lama.
Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak bisa menyeimbangkan suhu tubuh akibat
kehilangan air dan garam dalam jumlah besar yang keluar dalam bentuk keringat
berlebih.
Gejalanya berupa sakit kepala, pusing, mual, lemas, kehausan, peningkatan suhu
tubuh, keringat berlebih, produksi urine berkurang, detak jantung meningkat, sulit
menggerakan anggota tubuh. Heat exhaustion yang tidak segera ditangani dapat
berkembang menjadi heat stroke.
Heat stroke merupakan hipertemia yang paling parah. Kondisi ini harus ditangani
segera karena bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian. Heat stroke dapat
ditandai dengan gejala berikut ini:
Hipertermia Hipotermia
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Mayor
• Suhu tubuh diatas • Kulit teraba dingin
normal • Menggigil
• Suhu tubuh di bawah nilai
Gejala dan Tanda Minor normal
• Kulit merah
• Kejang Gejala dan Tandaa Minor
• Takikardi • Akrosianosis
• Takipnea • Bradikardi
• Kulit terasa hangat • Dasar kuku sianotik
• Hipoglikemia
• Hipoksia
• Pengisian kapiler >3 detik
• Konsumsi oksigen
meningkat
• Ventilasi menurun
• Piloereksi
• Takikardia
• Vasokonstriksi perifer
•Kutis memorata (pada
neonatus)
D. FISIOLOGI
1.Metabolisme Pengaturan Suhu Tubuh
Konsep Core temperature yaitu dianggap merupakan dua bagian dalam soal
pengaturan suhu yaitu :
Bagian dalam inti suhu tubuh, yang benar- benar mempunyai suhu rata-rata
370 C, yaitu diukur pada daerah (mulut, otot, membrane tympani, vagina,
esophagus.(Tr)
Bagian luar adalah temperature kulit + 1/3 massa tubuh yaitu penukaran kulit
sampai + 2 cm kedalam.(Ts)
Dari dua bagian tersebut dapat disimpulkan bahwa temperature suhu tubuh
rata-rata (tmb : Temperatur Mean Body) dengan rumus ;
TMB = 0,33 Ts + 0.67 Tr
Organ Pengatur Suhu Tubuh
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah Hypothalamus, Hipothalamus ini dikenal
sebagai thermostat yang berada dibawah otak.
o Hipothalamus anterior berfungsi mengatur pembuangan panas
o Hipothalamus posterior berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas
Mekanisme pengaturan suhu
Kulit --> Reseptor ferifer --> hipotalamus (posterior dan anterior) --> Preoptika
hypotalamus --> Nervus eferent --> kehilangan/pembentukan panas
SUMBER PANAS
Metabolisme
Kegiatan metabolisme tubuh adalah sumber utama dan pembentukan/ pemberian
panas tubuh. Pembentukan panas dari metabolisme dalam keadaan basal (BMR) + 70
kcal/jam sedang pada waktu kerja (kegiatan otot) naik sampai 20%. Bila dalam
keadaan dingin seseorang menggigil maka produksi panas akan bertambah 5 kalinya.
2.Mekanisme Berkeringat
keringat diperlihat dalam bentuk tubular yang dibagi menjadi 2 bagian
1 Bagian yang bergelung di subdermis dalam menyekresi keringat
2. Bagian duktus yang berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit.
Seperti juga pada kelenjar lainnya, bagian sekretorik kelenjar keringat menyekresi
cairan yang disebut dengan secret primer /secret prekusor, kemudian konsemtrasi zat
dalam cairan tersebut dimodifikasi sewaktu cairan mengaliri duktus.
Sekret prekusor adalah hasil sekresi aktif dari sel-sel epitel yang melapisi bagian yang
bergelung dari kelenjar keringat. Serabut saraf simpatis kolinergik berakhir pada
/dekat sel-sel kelenjar yang megeluarkan secret tersebut. Komposisi secret prekusor
mirip dengan yang terdapat dalam plasma, namun tidak mengandung protein plasma.
Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida sekitar 104 mEq/L, dengan
konsentrasi zat terlarut dlain yang lebih kecil bila dibandingkan di dalam plasma.
Sewaktu larutan ini mengalir di bagian duktus kelenjar, larutan ini mengalami
modifikasi melalui reabsorbsi sebagian besar ion natrium dan klorida. Tingkat
reabsorbsi ini bergantung pada kecepatan berkeringat.
Apabila kelenjar keringat hanya sedikit dirangsang, cairan prekusor mengalir melalui
duktus dengan lambat. Dalam hal ini, pada dasarnya semua ion natrium dan klorida
direabsorbsi, dan konsentrasi maisng-masing ion ini menurun menjadi 5mEq/L. Hal
ini mengurangi tekanan osmotic cairan keringat tersebut hingga nilai yang sangat
rendah sehingga sebagian besar cairan kemudian juga direbsorbsi, yang memekatkan
sebagian besar kandungan unsure lainnya. Oleh karena itu pada kecepatan berkeringat
yang rendah, kandungan unsure seperti urea, asam laktat, dan ion kaium biasanya
konsentrasinya sangat tinggi.
Sebaliknya apabila kelenjar keringat dirangsang dengan kuat oleh system saraf
simpatis, secret prekusor dibentuk dalam jumlah yang banyak, dan duktus kini hanya
mereabsorbsi natrium klorida dalam jumlah yang lebih sedikit dari setengahnya,
konsentrasi ion-ion natrium dan klorida kemudian biasanya meningkat (pada orang
yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan iklim) sampai tingkat maksimum sekitar
50 sampai 60 mEq/L, sedikit lebih rendah dari setengah konsentrasinya di dalam
plasma. Lebih lanjut lagi, keringat mengalir melalui tubulus kelenjar begitu cepatnya,
sehingga sedikit air yang direabsorbsi. Oleh karena itu, konsentrasi unsure terlarut
lainnya dari keringat hanya sedikit meningkat, urea menjadi sekitar dua kali dari
plasma, asam laktat sekitar 4 kali dari plasma, dan kalium sekitar 1,2 kali.
Bila orang belum menyesuaikan diri dengan iklim panas, ia akan mengalami
kehilangan natrium klorida di dalam keringat dalam jumlah yang bermakna.
Kehilangan elektrolit akan jauh lebih sedikit, meskipun kemampuan berkeringat telah
ditingkatkan, bila orang telah terbiasa dengan iklim tersebut, seperti berikut ini.
3. Mekanisme Menggigil
Demam adalah peningkatan titik patokan (set-point) suhu di hipotalamus. Dengan
meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk
mningkatkan suhu tubuh. Tubuh berespons dengan menggigil dan meningkatkan
metabolisme basal.
Demam timbul sebagai respons terhadap pembentukan interleukin-1, yang disebut
pirogen endogen. Interleukin-1 dibebaskan oleh neutrofil aktif, makrofag, dan sel-sel
yang mengalami cedera. Interlekin-1 tampaknya menyebabkan panas dengan
menghasilkan prostaglandin yang merangsang hipotalamus
Bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha
menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk
berkontraksi(bergerak) guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otot-otok rangka
ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya, seperti saat kita berada di
lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita
bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena
dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas tersebut
merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh kita manakala
tubuh kita mengalamiperubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami proses
patologis (sakit). Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit
lebih dikarenakan oleh toksis (racun) yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan
sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses
peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racun yang
paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang
masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang
dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan
berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan
tubuhantara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya
(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan
mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen
yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun
hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam
arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan
pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat
bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai
kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh
(di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin
tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk
menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas
normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan oleh
mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi
pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang
(umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut dengan kejang demam)
E. KLASIFIKASI
Secara umum suhu tubuh manusia berkisar 36,5 – 37,5 °C. Gangguan suhu tubuh
dapat diklasifikasikan menjadi hipotermia (<35 °C), demam (>37.5–38.3 °C),
hipetermia (>37.5–38.3 °C), dan hiperpireksia (>40 –41,5 °C). Ditilik dari tingginya
suhu, pada demam dan hipertermia memiliki nilai rentang suhu yang sama yaitu
berkisar antara > 37.5-38.3 °C. Yang membedakan antara keduanya adalah
mekanisme terjadinya. Pada demam, peningkatan suhu tubuh disebabkan oleh
peningkatan titik pengaturan suhu (set point) di hipotalamus. Sementara, pada
hipertermia titik pengaturan suhu dalam batas normal.
Demam memiliki pola tertentu yang mengindikasikan suatu penyakit. Demam terus-
menerus (Continuous fever) memiliki pola suhu tetap di atas normal sepanjang hari
dan tidak terjadi fluktuasi lebih dari 1 °C dalam 24 jam. Demam ini sering terjadi
pada penyakit pneumonia lobaris, infeksi saluran kemih, atau brucellosis. Apabila
fluktuasi suhu lebih dari 1 °C dalam 24 jam disebut dengan demam remitten.
Demam intermitten mempunyai pola peningkatan suhu hanya terjadi pada satu
periode tertentu dan siklus berikutnya kembali normal. Contohnya demam pada
malaria atau septikemia.
F. PATHWAY
G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Usia
Suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan suhu
lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui
kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah
pengeluaran panas.Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu
normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia
mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit daripada dewasa awal. Suhu oral 35
ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Namun rentang suhu tubuh pada
lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena
kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor ( kontrol
vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan,penurunan
aktivitas kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
2. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan
karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi
panas. Segala jenis olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya
meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh, dapat
meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
3. Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap
selama siklus menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh beberapa
derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlangsung sampai terjadi
ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita yang sudah
berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak,
30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil
dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
Selain itu ada hormon pertumbuhan,hormone pertumbuhan ( growth hormone )
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%.
Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
Dipengaruhi oleh hormone tiroid, Fungsi tiroksin adalah meningkatkan
aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar
tiroksin dapat memengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
4. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling
rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh
naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.
Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis pada orang yang bekerja pada
malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran itu
berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian
menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia.
5. Stress
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas
saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih
tinggi dari normal.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji daldalam ruangan
yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui
mekanisme pengluaran-panas dan suhu tubuh akan naik. Saat berada di
lingkungan tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran
yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering
dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekaisme suhu.
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu
juga sebaliknya, lingkungan dapat memengaruhi suhu tubuh manusia.
Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui
kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan
melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui
anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam
fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah
jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi
sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif
untuk keseimbangan suhu tubuh.
7. Kecepatan Metabolisme Basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
8. Rangsangan Saraf Simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk
dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas.
Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang
menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang
meningkatkan metabolisme.
9. Demam (Peradangan)
Peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar
120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
10. Status Gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 –
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan
untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal
nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu
dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas
dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
11. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
12. Gangguan Organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan
suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu:
Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen.
2. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu:
Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada waktu
menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik dan
mencegah dehidrasi.
Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh
seminimal mungkin.
Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha,
leher belakang.
3. Pemeriksaan SGOT & SGPT
SGOT &SGPT pada demam typoid seringkali meningkatkan tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya tipoid .
Uji widal
Suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody . Aglutinin yang spesifik
terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasi . Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
I. PENATALAKSANAAN KLINIS
1.Non Farmakologi
Observasi keadaan umum pasien
Observasi tanda-tanda vital pasien
Observasi warna kulit pasien
Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis (Hipertermia) dan
menggunakan pakain tebal (Hipotermia)
Anjurkan pasien untuk banyak minum (Hipertermia)
Berikan minum hangat (Hipotermia)
Kompres dengan handuk kering yang dihangatkan atau botol berisi air hangat
dibagian leher,dada,atau selangkangan untuk penderita hipotermia
Anjurkan pasien banyak istirahat
Beri Health Education kepada pasien dan keluarganya mengenai
pengertian,penanganan,dan terapi yang diberikan tentang penyakitnya.
2. Farmakologi
Beri obat penurun panas seperti paracetamol,asetaminofen
Beri infus berisi laruran salin yang sudah dihangatkan
J. PENGKAJIAN
2. Riwayat kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
b. Pemeriksaan persistem
Sistem persepsi sensori
Sistem persyarafan : kesadaran
Sistem pernafasan
Sistem kardiovaskuler
Sistem gastrointestinal
Sistem integument
Sistem perkemihan
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan biasanya terdiri dari tiga komponen yaitu respon manusia
(masalah), faktor yang berhubungan, serta tanda dan gejala (Lyer & Camp, 2004).
Diagnosa keperawatan pada masalah kebutuhan keseimbangan suhu tubuh adalah
sebagai berikut :
Ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan :
Peningkatan suhu yang ada di lingkungan
Peningkatan produksi panas dari dalam tubuh, misalnya akibat aktivitas
berlebihan, krisis tiroid, atau keracunan obat, seperti obat antikolinegik, obat
MDMA (methylenedioxymethamphetamine), dan obat simpatomimetik
Ketidakmampuan tubuh untuk membuang panas, misalnya karena tidak
mampu memproduksi keringat.
L. INTERVENSI
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2) Kulit tidak teraba hangat
3) Nadi dan pernafasan dalam rentang normal yaitu :
Nadi : 60 -100 x/ menit, RR : 16 – 24 x / menit, sistole : 90 – 140 mmHg, diastole : 60
– 90 mmHg.
Intervensi
1) Pantau hidrasi ( turgor kulit, kelembapan membran mukosa )
2) Pantau TTV dan warna kulit
3) Ajarkan pasien atau keluarga dala mebgukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermia.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan.
5) Kompres dengan air dingin atau hangat
6) Anjurkan asupan cairan oral
7) Lepaskan pakaian yang berlebihan
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
2) Kulit tidak teraba dingin
3) Pasien tidak tampak menggigil, pucat dan merinding
4) TTV dalam rentang normal
Nadi : 16 – 24 x / menit, RR : 60 – 100 x / menit, sistole : 90 – 140
mmHg, diastole : 60 – 90 mmHg.
Intervensi :
1)Kaji gejala hipotermia ( perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan,
kelemahan, apatis, dan bicara yang bergumam ).
2)Kaji suhu tubuh paling sedikit setiap 2 jam sesuai kebutuhan.
3)Ajarkan pada pasien, khusunya pasien lansia tentang tindakan untuk mencegah
hipotermia dari pajanan dingin.
4) Kolaborasi dalam teknik menghangatkan suhu basal ( hemodialisa, dialisis
peritonial, irigasi kolon ).
5)Berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat – alat pemanas
mekanik, suhu ruangan yang disesuaikan, botol dengan air hangat, minum air hangat
sesuai dengan toleransi.
M. DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/369253314/keseimbangan-suhu-tubuh
https://id.scribd.com/doc/202774753/Fisiologi-Makalah-Suhu-Tubuh
https://slideplayer.info/amp/3643093/
https://id.scribd.com/presentation/378538089/Fix-Asuhan-Keperawatan-
Keseimbangan-Suhu-Tubuh
PPNI ,T. P. (2016).Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik,Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.