Disusun oleh:
Siti fatimah
(P1337420415013)
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTERMI
A. Definisi
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya
menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal (NANDA, 2012).
Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas rentang
normalnya (NIC NOC, 2007).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme
termoregulasi (Ensiklopedia Keperawatan).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
(Doenges Marilynn E.)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertermi adalah keadaan
dimana suhu inti tubuh diatas batas normal fisiologis sehingga menyebabkan peningkatan
suhu tubuh dari individu.
B. Etiologi
Hipertermia dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu . zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen . zat pirogen
ini dapat berupa protein , pecahan protein , dan zat lain . terutama toksin polisakarida , yang
dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit .
Fase – fase terjadinya hipertermi
Fase I : awal
a) Peningkatan denyut jantung .
b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
e) Merasakan sensasi dingin .
f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
g) Rambut kulit berdiri .
h) Pengeluaran keringat berlebih .
i) Peningkatan suhu tubuh .
Fase II : proses demam
a) Proses menggigil lenyap .
b) Kulit terasa hangat / panas .
c) Merasa tidak panas / dingin .
d) Peningkatan nadi & laju pernapasan .
e) Peningkatan rasa haus .
f) Dehidrasi ringan sampai berat .
g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf .
h) Lesi mulut herpetik .
i) Kehilangan nafsu makan .
j) Kelemahan , keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein .
Fase III : pemulihan
a) Kulit tampak merah dan hangat .
b) Berkeringat .
c) Menggigil ringan .
d) Kemungkinan mengalami dehidrasi .
C. Klasifikasi Hipertermia
1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas
a. Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia. Hipertermia ini
merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada
episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga terjadi
kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga
pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
Gambaran klinis meliputi kekakuan otot terutama otot masseter sehingga
menyebabkan rhabdomyolisis, peningkatan CO2 tidal, takikardia, dan peningkatan suhu
tubuh yang cepat (0.50 – 1.00 C tiap 5 - 10 menit, suhu dapat mencapai 440C) Tatalaksana
utama adalah menurunkan suhu tubuh dengan cepat dan agresif dengan total body cooling
(air es/dingin lewat NGT, rectal, dan IV), segera menghentikan pemakaian obat anestesi,
pemberian oksigen 100%, memperbaiki asidosis, furosemid (1 mg/kgBB), manitol 20% (1
g/kgBB),insulin, dextrose, hidrokortison, Dantrolone (antidote spesifik 2.5 mg/kgBB IV dan
kemudian tiap 5-10 menit) dan mengatasi aritmia.
b. Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan aktivitas
fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan dilakukan dengan
pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan pada suhu 300C atau lebih dengan
kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman lebih sering (150 ml air dingin tiap 30
menit), dan pemakaian pakaian yang berwarna terang, satu lapis, dan berbahan menyerap
keringat.
c. Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang dijumpai
pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering dihubungkan
dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,
insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering berhubungan
dengan demam (merangsang pembentukan pirogen leukosit).
2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.
a. Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa
disebabkan oleh:
1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau paparan oleh
suhu kamar yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga
setelah infeksi dan trauma lahir. Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena
hipertermia dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda lain dari
infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan
pemberian cairan, dan riwayat persalinan prematur/resiko infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar sinar matahari
langsung dalam waktu yang lama.
3) Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%dari bayi yang
lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan
menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus
termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas semua baju bayi dan
memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 390C
dilakukan tepid sponged 350C sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C atau sedikit lebih rendah, kulit
teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi
perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram. Komplikasi
yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal,
dan perubahan gambaran EKG. Anak dengan serangan heat stroke harus mendapatkan
perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan sponging dengan
air es sampai dengan suhu tubuh 38,50 C kemudian anak segera dipindahkan ke atas tempat
tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka akses sirkulasi, dan memperbaiki gangguan
metabolic yang ada.
5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat penyelimutan
berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang tinggi. HSE diduga berhubungan
dengan cacat genetic dalam produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin.
Kejadian HSE pada anak adalah antara umur 17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian besar
usia < 1 tahun dengan median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit
virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan sudah sembuh (misalnya infeksi
saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 – 5 hari kemudian timbul
syok berat, ensefalopati sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu > 410C), perdarahan
yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi anemia berat yang membutuhkan
transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan asidosis dengan pernafasan
dangkal diikuti gagal ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis,
hipernatremia, peningkatan CPK, enzim hati dan tripsin, hipoglikemia, hipokalsemia,
trombositopenia, penurunan faktor II, V, hiperfibrinogenemia, dan alpha-1-antitripsin.
Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi pengobatan suportif seperti penanganan
heat stroke dan hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80%
dengan gejala sisa neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi
menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.
6) Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak, tidak diduga, dan
tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering berupa infeksi saluran nafas akut
dengan febris ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan dengan SIDS.
Angka kejadian tertinggi adalah pada bayi usia 2- 4 bulan. Hipotesis yang dikemukakan
untuk menjelaskan kejadian ini adalah pada beberapa bayi terjadi mal-development atau
maturitas batang otak yang tertunda sehingga berpengaruh terhadap pusat chemosensitivity,
pengaturan pernafasan, suhu, dan respons tekanan darah.
Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS,
tetapi yang terpenting adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup.
Hipertermia diduga berhubungan dengan SIDS karena dapat menyebabkan hilangnya
sensitivitas pusat pernafasan sehingga berakhir dengan apnea. Stanton mengemukakan bahwa
94% (32 dari 34 kasus) SIDS ditemukan meninggal dalam keadaan terbungkus baju rapat
dengan suhu ruangan yang hangat dan suhu tubuh bayi panas serta berkeringat.
Penyelimutan/pembungkusan bayi yang berlebihan, suhu ruangan yang terlalu tinggi, dan
posisi tidur bayi tertelungkup dapat menyebabkan terbatasnya pengeluaran panas. Posisi tidur
telentang adalah yang paling aman untuk mencegah SIDS. Infeksi ringan dengan febris yang
digabung dengan pembungkusan bayi berlebihan dapat menimbulkan heat stroke dan SIDS.
15,16
C. PATOFISIOLOGI
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal
dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas
yang tidak terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme
homeostatik. Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas
berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
Castillo, et al (1998) melaporkan bahwa hipertermia, 58% disebabkan oleh infeksi, 42%
disebabkan oleh nekrosis jaringan atau oleh perubahan mekanisme termoregulasi yang terjadi
jika lesi mengenai daerah anterior hipotalamus. Terjadinya demam disebabkan oleh
pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat
pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Benneth, et al, 1996; Gelfand, et al, 1998).
Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone.
Pirogen eksogen bekerja pada fagosit untuk menghasilkan IL-1, suatu polipetida yang juga
dikenal sebagai pirogen endogen. IL-1 mempunyai efek luas dalam tubuh.
Zat ini memasuki otak dan bekerja langsung pada area preoptika hipotalamus. Di
dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan
peningkatan sintesis PGE-2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia/ demam
(Lukmanto, 1990; Gelfand, et al, 1998). Secara skematis mekanisme terjadinya demam dapat
digambarkan sebagai berikut : (Gelfand, et al, 1998) Penyebab demam selain infeksi ialah
keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat (Gelfand, et al,
1998). Sedangkan gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian
temperature seperti yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma atau
gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat
pula menyebabkan peninggian 7atabolic7n ( Andreoli, et al, 1993 ).
Reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan menimbulkan peningkatan
metabolic, hemodinamik dan hormonal respons (Lukmanto, 1990). Peningkatan pengeluaran
7atabol 7atabolic (stress 7atabol) yang dimaksud adalah katekolamin, 7ataboli dan kortisol.
Ketiga hormone ini bekerja secara sinergistik dalam proses 7atabolic7nesis dalam hati
terutama berasal dari asam amino yang pada akhirnya menaikkan kadar glukosa darah
(hiperglikemia). Faktor lain yang menambah pengeluaran 7atabol 7atabolic utamanya
katekolamin ialah dilepaskannya pirogen dapat merubah respon hiperkatabolisme dan juga
merangsang timbulnya panas (Lukmanto, 1990; Ginsberg, 1998).
D. PATHWAY
Infeksius agents toxius
Mediator of inflamasi
Monocytes macrophages
Endothel cell other cell
Types
Anterior hypothalamus
PGE2
E. MANIFESTASI
F. KOMPLIKASI
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan permeabilitas
BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit dalam terjadinya edema
serebral (Ginsberg, et al, 1998). Selain itu hipertermia meningkatkan metabolisme sehingga
terjadi lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron (neuronal injury) dan menambah
adanya edema serebral (Reith, et al, 1996). Edema serebral (ADO Regional kurang dari 20
ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak dan menghambat reperfusi
adekuat dari otak, dimana kita ketahui edema serebral memperbesar volume otak dan
meningkatkan resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah otak
akan menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema serebral dapat diberantas
dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak
dapat bertambah (Hucke, et al, 1991).
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi kolateral yang
cukup aktif, kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena
terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui mekanisme
ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin nekrotik (daerah penumbra) masih dapat
diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja
yang tidak dapat diselamatkan lagi/nekrotik (Hucke, et al, 1991).
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong daerah perbatasan lesi
iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas, sehingga lesi irreversible
mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya berkorelasi
dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga dengan mencegah atau mengobati
hipertermia pada fase akut stroke berarti kita dapat mengurangi ukuran infark dan edema
serebral yang berarti kita dapat memperbaiki kesembuhan fungsional (Hucke, et al, 1991).
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
c. Pemeriksaan urine
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu: Beri obat penurun panas seperti
paracetamol, asetaminofen.
2. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu:
a. Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada waktu
menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik dan
mencegah dehidrasi.
b. Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh
seminimal mungkin.
c. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha,
leher belakang
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data Pengkajian
a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot
dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak)
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
3. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
b. Sistem persyarafan : kesadaran
c. Sistem pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem integumen
g. Sistem perkemihan
3. Pada fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perseptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. foto rontgent
c. USG
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit
Ditandai dengan : suhu tubuh meningkat demam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, suhu tubuh kembali normal
KH :
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37 oC)
- Keluarga/ klien mengatakan klien tidak demam lagi
- TTV dalam batas normal
1. Monitor TTV tiap 4 jam
Rasional : Untuk memonitor terjadinya peningkatan suhu tubuh dan untuk
merencanakan intervensi yang diperlukan untuk mengatasi masalah klien.
2. Anjurkan klien banyak minum 2 - 3 liter/ 24 jam
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
3. Beri kompres hangat pada daerah axila, lipat paha dan temporal
Rasional : Kompres hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
sehingga terjadi penguapan
4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yg dapat menyerap keringat
Rasional : Membantu mengurangi penguapan tubuh
5. Beri penjelasan kepada keluarga/ klien tentang penyebab peningkatan suhu tubuh
Rasional : Membantu mengurangi kecemasan yang timbul
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik dan antibiotic
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan karena antipiretik dan antibiotik
berguna untuk mengatasi keluhan klien.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologis
KH : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam,ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor bilogis dapat teratasi dengan criteria
hasil :
Nutrisi pasien dapat teratasi
Berat badan pasien kembali normal dengan criteria hasil 20-25 kg
Nafsu makan pasien kembali normal 3x sehari
Nutrition menegement
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
3. Cemas pada anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
Tujuan : Cemas anak hilang\
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat
klien.
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah
4. Diagnosa III : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan Kriteria Hasil
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
DIRUANG FLAMBOYAN
I. Pengkajian
Nama : An. A
Usia : 3 Tahun
Pendidikan :-
Alamat : Ds. Plosprejo 5/2 Banjarejo Blora
agama : Islam
Nama ayah/ibu : Tn A/Ny. D
Pekerjaan ayah : wiraswasta
Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga
Pendidika ayah : MTS
Pendididkan ibu : MTS
Agama : islam
Suku/bangsa : jawa/indonesia
Tanggal masuk rumah sakit : 16 April 2017
Tanggal pengkajian : 24 April 2017
Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Usia : 26 tahun
Pendidikan : MTS
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ds. Plosorejo 5/2 Banjarejo Blora
Hubungan dengan klien : Ayah
II. Keluhan utama
keluarga klien mengatakan badan anaknya panas
III. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan pada tanggal 15 mei 2017 anaknya mengalami
demam oleh keluarga dibawa ke puskesmas. Setelah dari puskesmas diberi obat
tetapi anaknya masih panas. Pada tanggal 16 mei 2017 dibawa ketempat praktek
dokter budi. Oleh dokter budi diberi surat rujukan ke RSUD Dr.R. SOETIJONO
BLORA . keluarga membawa anaknya ke IGD RSUD Dr. R. Soetijono blora.
Pada pukul 18.31 WIB oleh dokter jaga IGD di instruksikan untuk dirawat
dirumah sakit , kemudian anak A diba dibawa ke ruang Flamboyan. Pada saa t
dikaji suhu badan pasien 38.8ºC, suhu pasien belum turun.
IV. Riwayat masa lampau
Prenatal : Selama hamil t idak ada keluhan,memeriksa kondisi janin di bidan
desa. Saat hamil ibu tidak mengalami sakit, minum obat-obatan pun tidak ada.
Natal : lahir dengan umur kehamilan 9 bulan , melahirkan di RSUD Dr. R.
Soetijono Blora , tidak miunum obta-obatan, lahir normal dengan berat badan
1900 gram.
Post natal : perkembangan dan perkembangan bayi normah
Alergi : tidak ada
Kecelakaan : tidak ada
Imunisasi
Umur Jenis Keterangan
0 bulan Hbo Anak A sudah di
imunisasi
1 bulan BCG Imunisasi sudah diberikan
2 bulan DPT, polio, Hb1 DPT diberikan 3X
3 bulan DPT , polio, Hb2 Polio diberikan tetesan
4 bulan DPT, polio, Hb3 mulut
9 buan Campak Imunisasi ini sudah
diberikan
V. Riwayat Keluarga
Keterangan :
= laki-laki = Pasien
= Perempuan
Ibu mengatakan keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada yang menderita penyakit
menurun maupun menular
6. Pola kognitif-persepsi
Respon pasien secara umum baik, kemampuan dalam mengidentifikasi
kebutuhan lapr, haus, nyeri da tidak nyaman dengan menangis dan bicara
sedikit-dikit, bicaranya belum lancar.
7. Persepsi diri-pola konsep diri
Anak belum bisa atau memahami identitas diri secara total dan persepsi
dirinya. Anaknya termasuk anak penakut dengan hal baru yang belum pernah
dia ketemui. Orangtua selalu memperhatika kecemasan anaknya.
8. Pola peran hubunga
Orang terdekat pasien aadalah ibunya
9. Sexualitas
An.A merupakan anak laki-laki , penampilan laki-laki
10. Koping-pola toleransi stes
Anak A menangis jika ada perawat disampingnya
11. Pola nilai kenyakinan
Orang tua dan keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan anaknya.
IX. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : lemah. Kurus
2. Tanda-tanda vital : TD : 90/70 mmHg
Nadi : 120X/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 38,9ºC
3. Tinggi badan : 85 cm
Berat badan : 8,3 Kg
4. Antropometri :
- TB : 85 cm - LILA : 15 cm - lingkar perut : 45 cm
- BB : 8,3 Kg – Lingkar Kepala : 42 Cm – Gizi kurang
5. Kepala
- Bentuk kepala mesocephal
- Rambut dan kulit dalam batas nomal
6. Mata
- Ketajaman mata/ penglihatan normal
- Peradangan mata tidak ada, pupil isokor
- Sklera berwarna putih, tidak ikterik
- Konjingtiva norma berwarna merah muda, tidak anemis
7. Hidung
- Tidak ada polip, tidak ada sinusitis
- Perdaraha dan perandangan tidak ada
- Sekret tidak ada
8. Mulut
- Sianosis tidak ada, pendarahan tidak ada, bengkak tidak ada
- Gigi lengkap tidak caries
- Gigi tidak ada perdarahan dan perdangan
- Lidah tidak kotor, lesi tidak ada
- Stomatitis tidak ada, bau mulut tidak ada
9. Telinga
- Cairan tidak ada, serumen tidak ada, peradangan tidak ada, perdarahan tidak
ada
- Alat bantu pendengaran tidak ada, pendengaran normal
10. Tengkuk atau leher
- Tidak ada kaku leher
- Kesulitan menelan tidak ada
- Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
- Peningkatan JVP tidak ada
11. Dada/paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, ekspansi paru simetris
Palpasi : teraba tidak ada benjolan
Perkusi : suara sonor diparu kanan dan lebih pekak disebelah kiri
Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara tambahan tidak ada
12. Jantung
Inspeksi : Tampak denyut apek jantung berbentuk tonjolan normal,
pembesaran tidak ada
Palpasi : Teraba ictus cordis pada intercosta ke 5
Perkusi : Redup pada daerah jantung
13. Abdomen
Inspeksi : simetri tidak ada luka
Auskultasi : bising usus 3-5x/menit (normal)
Palpasi : pembesaran lien tidak ada, benjolan tidak ada, pembesaran hepar
tidak ada
Perkusi suara tympani
14. Ekstermitas
- Akral panas
- Atropi tidak ada
- ‘kelemahan tidak ada
- Reflek fisiologis (+/+) normal
- Kekuatan dan tonus otot normal
- Terpasang infus pada tanga kanan
15. Genetalia
- Bersih
- Tidak ada luka
- Pedarahan tidak ada
- Peradangan tidak ada
16. Kulit
- Kulit teraba panas
- Kulit bintik-bintik merah selururh tubuh
- Edema tidak ada
- Turgor kulit normakl < 2 menit
X. Pemeriksaan perkembangan
1. Kemandirian dan bergaul
- Menatap muka perawat dn menagis
- Bermain dengan anak seusianya
2. Motorik halus
- Membuka menutup kotak
- Menggambar mengikuti bentuk
3. Motorik kasar
- Duduk kepala tegak
- Menendang
- Berlari
- Menangkap bola
4. Kognitif dan bahasa
- Bereaksi
- Bersuara
- Bicara belum lancar
XI. Informasi lain : Rekam medis
XII. Ringkasan riwayat keperawatan : An. A sudah dirawat 10 hari di RSUD Dr.R
Soetijono Blora di ruang flamboyan dan sudah melakukan tes laboratorium.
XIII. Pengelompokan Data
No. Data Subjective Data Objective
1. - ibu mengatakan anaknya - suhu badan anaknya 38,9ºC
panas - badan bintik bintik merah
- ibu mengatakan badan semua
anaknya muncul bintik- - ku lemah
bintik merah - badan kurus
- ibu mengtakan anaknya - status gizi kurang
tidak mau makan -BB sebelum sakit 8.3 Kg
- ibu mengatakan anaknya -BB selama sakit turun 2Kg
menangis terus -ibu selalau tanya dengan
- ibu mengatakan keadaan anaknya
binggung
XIV. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Ibu mengatakan Proses penyakit hipertermia
badan anaknya panas
DO : - Suhu : 38,9ºC
- Kulit bintik-
bintik merah
- Kulit teraba
panas
2. DS : - Ibu mengatakan Dampak Hospitalisai Cemas Anak
ananya menangi terus
DO : - KU lemah
- Suhu : 38,9ºC
3. DS : - Ibu mengatakan Faktor biologis Ketidakseimbangan
anaknya tidak mau nutrisi kurang dari
makan kebutuhan
DO : -BB sebelum sakit
8,3 Kg
- BB selama sakit
turun 2 Kg
- Status gizi kurang
4. DS : ibu mengatakan Kurang informasi Kurang pengetahuan
binggung keluarga
DO : - Ibu selalu
bertanya tentang
keadaan anaknya
XV. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d proses penyakit
2. Cemas anak b.d dampak hospitalisasi
3. Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d faktor biologis
4. Kurang pengetahuan keluarga b.d kurang informasi
XVI. Rencana Keperawatan
No. Tanggal No.dx Tujuan dan kriteria Intervensi paraf
hasil
1. 26-04- 1 Setelah dilakuka n 1. Monitor suhu
2017 tindakan keperawata 2. Monitor warna
selam 3X24 jam suhu kulit
pasien menurun 3. Kompres pasien
dengan kriteria hasil : pada lipatan
- Suhu badan leher, paha dan
dalam rentag ketiak
normal 4. Kolaborasi
(36-37 ºC) dalam
- Nadi dan RR pemberian
dibatas normal antipiretik
- Tidak ada - Inj luminal
perubahan 2x20 mg IV
warna kulit - Inj chloramp
4X200mg IV
- Inj Visilin SX
4X200 mg IV
2. 26-04-207 2 Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
tindakan keperawatan kecemasan klien
selama 3X24 jam 2. Dorong ibu
cemas pada anak akan /keluarga klien
hilang ditandai dengan mensuport
kriteria hasil : anaknya dengan
- Klien dapat cara ibu selalu
tenang di didekat
- Rasa cemas anaknya
hilang 3. Anjurkan
- Rasa nyaman keluarga klien
yag lain
mengunjungi
klien
4. Berikan mainan
sesuai kesukaan
klien di rumah
3. 26-04- 3 Setelah dilakuka 1. Kaji adanya
2017 tindakan keperawatan alergi makanan
selama 3x24 jam 2. Berikan
nutrisi pasien dapat makanan yang
terpenuhi dengan disukai
kriteria hasil : 3. Monitor turgor
- Adaya kulit
peningkatan 4. Kolaborasi
berat badan dengan tim ahli
- Tidak ada tanda gizi
malnutrisi
4. 26-04- 4 Setelah dilakukan 1. Berikan
2017 tindakan keperawatan informasi
selama 1x30 menit faktual kepada
diharapkan orangtua kepada orang
dan keluarga mengerti tua dan keluarga
mengenai keadaan pasien
anaknya dengan mengenai
kriteria hasil : diagnosa medis
- Keluarga dan 2. Beri keluarga
orang tua tidak kesempatan
bertanya karena untuk bertanya
sudah paham bila masih
- Tampak tidak belum paham
cemas 3. Libatkan
keluarga dalam
memberikan
segala tindakan
XVII. Implementasi
No. Tanggal No. dx Implentasi Respon Paraf
1. 26-04-2017 2 - Mengkaji tingkat S : ibu mengatkan
21.30 WIB kecemasan anaknya menangis
O : pasien menangis
Tanggal 26-04-207
Parasitologi
Malaria : negatif
Tanggal 29-04-2017
Anti HIV : Non reaktif