Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTERMI

A. Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39oC.
Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan
dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau
berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih
tinggi dari 370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall Corpenito). Hipertermi
adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (NANDA International
2015-2017).

B. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam 2 golongan yaitu penyebab
yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis.
1. Secara fisik misalnya penyebab adalah trauma ( mekanik, thermal, kimiawi,
maupun elektrik )
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung – ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.
b. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin
c. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat
d. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
2. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau keerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga terikan, jepitan atau
metaphase.
a. Peradangan adalah nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-
ujung saraf reseptor akibatpembengkakan.
b. Gangguan sirkulasi dan kelainan pembuluh darah, biasanya pada pasien
infark miokard dengan tanda nyeri pada dada yang khas.

C. Patofisiologi
Hipertermi terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point,
tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi
tidak disertai peningkatan set point. Hipertermi adalah sebagai mekanisme
pertahanan tubuh (respon imun) terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke
dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan
merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen
adalah zat penyebab hipertermi, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen
endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh
mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non
infeksi).Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor)
yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini
akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan
pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran
panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran
panas. Inilah yang menimbulkan hipertermi (Potter & Perry,2010).

D. Manifestasi klinik
Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut NANDA (2012):
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2. Konvulsi (kejang)
3. Kulit kemerahan
4. Pertambahan RR
5. Takikardi
6. Saat disentuh tangan terasa hangat
Fase – fase terjadinya hipertermia
1. Fase I : awal
a. Peningkatan denyut jantung .
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
c. Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
d. Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
e. Merasakan sensasi dingin .
f. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
g. Rambut kulit berdiri .
h. Pengeluaran keringat berlebih .
i. Peningkatan suhu tubuh .
2. Fase II : proses demam
a. Proses menggigil lenyap .
b. Kulit terasa hangat / panas .
c. Merasa tidak panas / dingin .
d. Peningkatan nadi & laju pernapasan .
e. Peningkatan rasa haus .
f. Dehidrasi ringan sampai berat .
g. Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf .
h. Lesi mulut herpetik .
i. Kehilangan nafsu makan .
j. Kelemahan , keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein
3. Fase III : pemulihan
a. Kulit tampak merah dan hangat .
b. Berkeringat .
c. Menggigil ringan .
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi.

E. Pemeriksaan diagnostic
1. Trombositopenia
2. Hemoglobin meningkat
3. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
4. Hasil kimia darah menun%ukkan hipoproteinemia! Hiponatremia
F. Komplikasi
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan
permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit
dalam terjadinya edema serebral. Selain itu hipertermia meningkatkan metabolisme
sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron (neuronal
injury) dan menambah adanya edema serebral. Edema serebral (ADO Regional
kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak dan
menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui edema serebral
memperbesar volume otak dan meningkatkan resistensi serebral. Jika tekanan
perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah otak akan menurun karena resistensi
serebral meninggi. Apabila edema serebral dapat diberantas dan tekanan perfusi
bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak dapat
bertambah.
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi
kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat
iskemik oleh karena terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan
vasoparalisis. Melalui mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang
mungkin nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi
vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja yang tidak dapat
diselamatkan lagi/nekrotik.
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong daerah
perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas,
sehingga lesi irreversible mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik
saja yang tentunya berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga
dengan mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke berarti kita
dapat mengurangi ukuran infark dan edema serebral yang berarti kita dapat
memperbaiki kesembuhan fungsional (Potter & Perry,2010).

G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha.
2. Penatalaksanaan medis
Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu
di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set
point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran
panas.

H. Pengkajian
1. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi,
nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
3. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
4. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak).

I. Diagnosa keperawatan
1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
2. Defisit nutrisi
DAFTAR PUSTKA

Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol.
3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai