Disusun Oleh :
Nama : Tanti Anjani
NIM : P1337420415086
Tingkat II B
d. Plasma darah
Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya
bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :
Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-
lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh
Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).
Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
Antibody.
e. Limpa
Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa
terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula
limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah (jaringan ikat,
sel eritrosit, sel leukosit).
Faktor-faktor Pembekuan Darah :
Faktor Nama
I Fibrinogen
II Protombin
IV Kalsium
V Labile factor, proaccelerin, dan
accelerator (AC-) globulin
VII Proconvertin, serum, protrombin
convertin accelerator (SPCA),
cotromboplastin, dan autoprotrombin
I
VIII (AHG) Antihemophilic, factor,
antihemophilic globulin
IX Plasma thromboplastin component
(PTC)/chrismas factor
XII Factor Hageman
XIII Factor stabilisasi febris
f. Imunitas
Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan
penyakit. Imunitas dapat bersifat inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan
setelah panjanan terhadap suatu mikroorganisme.
a. Imunitas Inheren
Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi alami
organisme. Imunitas inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan
oleh kulit, asam lambung atau usus, air mata serta mediator-mediator peradangan
yang nonspesifik.
b. Imunitas Pasif
Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang melalui
transfer antibody dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah
dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody yang diproduksi secara spesifik terhadap
toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody dari suatu ibdividu
untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang
telah terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut.
c. Imunitas Aktif
Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk seseorang
yang telah secara bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau toksin.
Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses penyakit atau akibat imunisasi.
Imunitas aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan
pembentukan sel T dan antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer
(kadar) antibody dalam serum biakan untuk mengetahui telah terbentuknya
imunitas terhadap suatu mikoorganisme atau toksin. Titer yang positif (kecuali
pada bayi) mencerminkan imunitas aktif.
g. Status Imun Janin dan Bayi Baru Lahir
Imunitas diperantarai sel (sel T) berawal di dalam Rahim. Respons imun
humoral primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di
dalam janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imunlain terhadap
suatu antigen (IgG dan IgA) , fagotosis neutrofil dan makrofag dan pembentukan
zat-zat antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan
setelah lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi
dan penyakit. Dalam uterus , antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi
sel-sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling sedikit 6
bulan setelah lahir. Antibody-antibodi ini menghasilkan imunitas pasief terhadap
berbagai mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lian dapat
sampai ke bayi melalui air susu. Bayi sangat rentan ketika berusia sekitar 5-6
bulan setelah lahir sewaktu kadar IgG ibu mulai berkurang, namun system imun
bayi itu sendiri belum bekerja pada puncaknya. Hal ini terutama berlaku apabila
bayi tersebut tidak di beri air susu ibunya. (Corwin, 2009)
III. Etiologi
a) Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang
biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel
– sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
b) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2002)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan
di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana
– bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di
luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari.
c) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
IV. Patofisiologi
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD 4) dan T sitotoksik (CD 8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH
1 akan memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL 4, IL 5,IL6 dan IL 10;
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi, namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
d) Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a
dan c5a
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptida berdaya
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding itu sebaliknya diperlukan waktu yang cukup lama untuk
sampai terjadinya DIC (Disseminated intravaskular coagulated) disamping
trombositopenia , menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protrombin, faktor V,VII, IX ,X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal pada
DHF.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai derajat perdarahan dihampir
semua organ, yang berupa diapedesis beberapa eritrosit sekitar pembuluh darah
kecil sampai perdarahan sekitar pembuluh darah kapiler dan arteriol. Sel endotel
arteriol dan kapiler membengkak.
Kemerahan atau bercak-bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher, dan dada dada selama separuh pertama periode demam dan ruam
yang jelas yang kemungkinan makulopapular ataupun menyerupai bentuk demam
skarlatina akan muncul pada hari ketiga atau hari keempat. Menjelang akhir
periode demam atau setelah fase defervesens, ruam diseluruh tubuh mulai
menghilang secara bertahap dan kumpulan bintik merah yang terlokalisasi akan
muncul didaerah punggung kaki, tungkai dan dilengan serta tangan. Pertemuan
ruam dan bintik merah ditandai dengan bidang-bidang bulat yang pucat dan
menyebar pada kulit normal. Ruam kadang disertai gatal. Pada uji torniket hasil
positif dan atau ptekhie. Trombositopenia sedang sampai berat yang disertai
hemokonsentrasi dapat dibedakan dengan hasil temuan laboratorium klinis.
Komplikasi perdarahan seperti epistaksis, gusi berdarah, perdarahan
gastrointestinal, hematuria dan hipermenorhi mungkin menyertai. Perubahan
patologis utama yang menentukan tingkat keparahan penyakit DHF dan
membedakannya dengan DF adalah hemostatis yang abnormal dan kebocoran
plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan jumlah hematokrit
yang meningkat.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan tetap dalam kasus
DHF. Penurunan jumlah trombosit dalam jumlah drastis sampai dibwah
100.000/mm3 biasanya ditemukan pada hari ketiga dan kedelapan penyakit.
Peningkatan jumlah hematokrit pada kasus DHF terutama kasus syok.
Peningkatan hemokonsentrasi dan hematokrit sampai 20% atau lebih dianggap
sebagai bukti objektif aanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
kebocoran plasma
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadi tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariosit. Kadar trombopoetin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan,hal
ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuentrasi diperifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi trommbosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terdinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui faktor XIa namun
tidak melalui aktivasi kontak (Kalikrein C1-inhibitor complex )
V. Tanda dan gejala
Demam tinggi selama 5 – 7 hari
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
Sakit kepala.
Pembengkakan sekitar mata.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).
VI. Komplikasi:
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan
menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan
integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.
Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak
napas.
VII. Klasifikasi:
a) Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah
kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c) Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan
kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d) Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak
teraba.
IX. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa perdarahan (renjatan)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter
dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik
oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang
menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang
dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi
perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin.
Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal diberikan
dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg.
Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg
BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
2) Hematokrit yang cenderung meningkat
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului
mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan
nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya
hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus
diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam
telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien perlu
dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai
penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang diberikan
bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma
atau plasma ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan
berat diberikan infs harus diguyur dengan cara membuka klem infus.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar,
tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 l/kgBB/jam.
Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus dipertahankan
sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.
Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP (Central
Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau
vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang
berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai
hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak
kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka engan
keadaan ini dianjurka pemberian darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
a) Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
b) Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
c) Riwayat Kesehatan
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada
kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat
yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
Kemudian apakah anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga atau tidak
atau Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain
e) Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
f) Riwayat Kesehatan Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan
saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-
7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemasis. Riwayat Kesehatan Keluarga
g) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
h) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu
akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi
yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
i) Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
j) Pola kebiasaan
Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau
banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk
menjaga kesehatan.
k) Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
Kesadaran : Apatis
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Kepala : Bentuk mesochepal
Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
mata anemis
Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
Hidung : Ada perdarahan hidung / epsitaksis
Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher
tidak ada, nyeri telan
Dada :
Inspeksi : Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : Taktil fremitus normal
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot,
sendi tulang
Genetalia :
Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
l) Pemeriksaan system
a. Sistem integumen
Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab. Kuku sianosis atau tidak.
b. Kepala dan leher Kepala
Kepala dan leher Kepala terasa nyeri muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia
pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
c. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
d. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas :
akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
m) Pemeriksaan Penunjang
Uji rumple leed / tourniquet positif
Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi,
masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
Serologi
Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM
Elisa
Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique
test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate
(pengaturan atau penggabungan)
Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique
test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan
conjugate
Radiologi
Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah
hemi thorax kanan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas normal, takikardi,
kulit kemerahan.
b. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
c. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan
d. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-
faktor pembekuan darahditandai dengan
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek
prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat informasiditandai dengan
f. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan
hemokonsentrasi ditandai dengan
g. Risiko tinggi terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan
faktor pertahanan tubuh.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Hipertermi Suhu tubuh § Kaji suhu tubuh § Mengetahui
berhubungan normal setelah klien peningkatan suhu
dengan proses dilakukan § Beri kompres air tubuh, mempermudah
infeksi virus tindakan hangat intervensi
dengue. keperawatan § Anjurkan klien § Mengurangi panas
selama 3x24 untuk banyak minum dengan pemindahan
jam. § Anjurkan klien panas secara konduksi
KH : untuk memakai baju § Untuk mengganti
1. Suhu tipis dan menyerap cairan tubuh yang
tubuh antara keringat hilang akibat evaporasi
36-37,5 0 C § Observasi intake § Memberikan rasa
2. Klien dan output, tanda nyaman dan tidak
mengatakan vital merangsang
tidak panas § Kolaborasi peningkatan suhu
lagi. pemberian cairan tubuh.
intravena dan § Mendeteksi dini
pemberian obat kekurangan cairan serta
sesuai program mengetahui
keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam
tubuh.
§ Tanda vital
merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan
umum klien.
§ Pemberian cairan
sangat penting pada
klien dengan suhu
tubuh tinggi. Obat
khususnya untuk
menurunkan suhu tubuh
klien.
2 Risiko deficit Tidak terjadi § Observasi vital § Vital sign membantu
volume cairan deficit volume sign tiap 3 jam mengidentifikasi
berhubungan cairan setelah § Observasi fluktuasi cairan
dengan pindahnya dilakukan capillary refill intravaskuler.
cairan tindakan § Observasi intake § Menunjukkan
intravaskuler ke keperawatan output, catat warna indikasi keadekuatan
ekstravaskuler selam 3x24 urine, konsentrasi, bj sirkulasi perifer
jam urine § Penurunan keluaran
KH : § Anjurkan klien urine pekat dan
- Intake dan untuk banyak minum peningkatan BJ
output § Kolaborasi merupakan indikasi
seimbang pemberian cairan dehidrasi
- Vital sign intravena § Untuk memenuhi
dalam batas kebutuhan cairan tubuh
normal peroral.
- Tidak ada § Dapat meningkatkan
tanda presyok. cairan tubuh, untuk
- Akral hangat mencegah terjadinya
- Capillary syok hipovolemik.
refill < 2 dtk
KH : § Informasikan
Ø Tidak ada kepada tim kes lain
luka dan tentang perubahan
peradangan kondisi klien berupa
Ø Nilai panas, nadi
Leukosit meningkat, napas
dalam batas meningkat.
normal
4. Implementasi Keperawatan
-
5. Evaluasi
Suhu dalam batas normal
Tidak terjadi defisit volume cairan
Tidak terjadi syok hipovolemik
Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Tidak terjadi perdarahan
Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan DBD
Kebersihan lingkungan tetap terjaga
Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap
kebiassaan dan budaya yang benar
Cairan klien terpenuhi
Tidak terjadi infeksi sekunder
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatanjenius.blogspot.co.id/2016/08/laporan-pendahuluan-penyakit-
dhf-pada.html
Medicastore, 2004, Demam Berdarah, http : // www.medicastore. Com
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC Jakarta.
Nurachmah, Elly, 2001, Nutrisi Dalam Keperawatan, CV. Sagung Seto, Jakarta
Nursalam, 2000, Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan
Praktik, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung
Potter, Patricia A, 1997, Fundamental of Nursing, Consept, Process and Practice,
4th, Mosby-Year Book, inc, St. Louise-Missouri
Price, Sylvia Anderson, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 4, jilid 2, Jakarta : EGC