Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan
tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi
karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi
panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Hipertermi tidak berbahaya
jika dibawah 39°C. Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai
normal individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Menurut Wilkinson (2006) hipertemia merupakan keadaan suhu tubuh seseorang yang
meningkat diatas rentang normalnya. Hipertemi terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam
leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat bersala dari
mikrooganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu
infeksi (Noer,2004).
Sedangkan menurut Dorland (2006) hipertemia/febris/demam adalah peningkatan suhu
tubuh diatas normal. Hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik seperti ovulasi, sekresi
hormon thyroid berlebihan, olahraga berat, sampai lesi sistem syaraf pusat atau infeksi oleh
mikroorganisme atau ada penjamu proses noninfeksi seperti radang atau pelepasan bahan-
bahan tertentu seperti leukimia. demam diasosiasikan sebagai bahan dari respon fase akut,
gejala dari suatu penyakit dan perjalan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan
kenaikan set-point pusat pengaturan suhu tubuh.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertemia adalah keadaan
dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal dan tubuh tidak mampu untuk
menghilangkan panas atau mengurangi produksi panas. Rentang normalnya suhu tubuh anak
berkisar antara 36,5-37,5°C.
2.2 Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam yang disebut pirogen. Zat
pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain. Terutama toksin polisakarida,
yang dilepas oleh bakteri toksi/ pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Faktor penyebabnya :
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
 Pakaian yang tidak layak
 Kecepatan metabolisme meningkat
 Pengobatan/ anesthesia
 Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
 Aktivitas yang berlebihan

2.3 Pola Demam


Menurut Potter & Perry (2005), demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting.
Peningkatan ringan suhu sampai 390C meningkatkan sistem imun tubuh. selama episode
febris, produksi sel darah putih disimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan kosentrasi zat
besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan
infeksi karena virus menstimulasi interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus.
Demam juga berfungsi sebagai tujuan diagnostik. Pola demam berbeda bergantung pada
pirogen. Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakhir puncak demam dan turun
dalam waktu yang berbeda. Durasi dan derajat demam bergantung pada kekuatan pirogejn
dan kemampuan individu untuk berrespon. Pola demam antaralain:
1. Terus menerus
Tingginya menetap lebih dari 24 jam bervarisai 10C sampai 20C.
2. Intermiten
Demam memuncak secara berseling dengan suhu normal. Suhu kembali normal paling
sedikit sekali dalam 24 jam.
3. Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali ke tingkat suhu normal.
4. Relaps
Periode episode demam diselingi dengan tingkat suhu normal. Episode demam dan
normotermia dapat memanjang lebih dari 24 jam.

2.4 Tipe dan Jenis Demam


Menurut Nelwan (2007) ada beberapa tipe demam yang mungkin dijumpai antara lain:
1. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten
Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut
kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.

Menurut Samuelson (2007), jenis demam terdiri dari:


1. Demam Fisiologi
Demam ini cenderung normal dan sebagai penyesuaian terhadap fisiologis tubuh,
misalnya pada orang yang mengalami dehidrasi dan tingginya aktivitas tubuh (olahraga).
2. Demam Patologis
Demam ini tidak lagi dikatakan sebagai demam yang normal. Demam yang terjadi
sebagai tanda dari suatu penyakit. Demam patologis terbagi lagi menjadi dua sebagai
berikut:
a. Demam Infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38°C.
Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (flu, cacar, campak, SARS, flu burung,
dan lain-lain), jamur, dan bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).
b. Demam Non Infeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun seseorang
(rematik, lupus, dan lain-lain).

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


Menurut Potter dan Perry (2005) banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.
Perubahan pada suhu tubuh dalam tentang normal terjadi ketika hubungan antara produksi
panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel fisiologis atau perilaku.
1. Usia
Pada saat lahir, bayi mekanisme kontrol suhu masih imatur. Menurut Whaley and
Wong yang dikutip oleh Potter dan Perry (2005), suhu tubuh bayi dapat berespon secara
drastis terhadap perubahan suhu lingkungan.
Oleh karena itu pakaian yang digunakan juga harus cukup dan paparan terhadap
suhu lingkungan yang ekstrem perlu dihindari. Bayi yang baru lahir pengeluaran lebih
dari 30% suhu tubuhnya melalui kepala dan oleh sebab itu bayi perlu menggunakan
penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindungi dari lingkungan
yang ekstrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,50C sampai 39,50C. Produksi
panas akan meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki masa anak-anak.
Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai masa pubertas. Rentang suhu
normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia.
2. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,50 sampai 10C selama periode 24 jam.
Bagaimana pun, suhu merupakan irama paling stabil pada manusia. suhu tubuh biasanya
paling rendah antara pukul 01.00 dan 04.00 dini hari. Sepanjag hari suhu tubuh akan naik
sampai sekitar pukul 18.00 dan kemudian turn seperti pada dini hari.
3. Stres
Sterss fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan
persarafan. Perubahan fisiologis tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas saat
mauk rumah sakit atau tempat praktik dokter suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari
normal.
4. Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam
ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui
mekanisme-mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan naik.

2.6 Klasifikasi
Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas:
a. Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia. Hipertermia ini
merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan secara autosomal dominan.
Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka
sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur suhu di hipotalamus
normal sehingga pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
b. Exercise-Induced hyperthermia (EIH)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan aktivitas
fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan dilakukan dengan
pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan pada suhu 300°C atau lebih
dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman lebih sering (150 ml air
dingin tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian yang berwarna terang, satu lapis, dan
berbahan menyerap keringat.
c. Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang dijumpai
pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering
dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus,
phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone suatu steroid yang
diketahui sering berhubungan dengan demam (merangsang pembentukan pirogen
leukosit).

Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.

a. Hipertermia Neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa
disebabkan oleh:
1) Dehidrasi.
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau
paparan oleh suhu kamar yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan
penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir. Sebaiknya
dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan infeksi. Pada
demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda lain dari infeksi seperti
leukositosis/leucopenia, CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan
pemberian cairan, dan riwayat persalinan prematur/resiko infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar
sinar matahari langsung dalam waktu yang lama.
3) Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%dari
bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa
juga menetap dan menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana dasar
hipertermia pada neonatus termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat
dengan melepas semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan
suhu ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 39°C dilakukan tepid sponged
35°C sampai dengan suhu tubuh mencapai 37°C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40,5°C atau sedikit lebih
rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia,
aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi
mual, muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis
eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal, dan perubahan
gambaran EKG. Anak dengan serangan heat stroke harus mendapatkan
perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan
sponging dengan air es sampai dengan suhu tubuh 38,5°C kemudian anak
segera dipindahkan ke atas tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut),
membuka akses sirkulasi, dan memperbaiki gangguan metabolic yang ada.
5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat
penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang tinggi.
HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam produksi atau pelepasan
serum inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian HSE pada anak adalah antara umur
17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan median
usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit virus atau
bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan sudah sembuh (misalnya infeksi
saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 – 5 hari
kemudian timbul syok berat, ensefalopati sampai dengan kejang/koma,
hipertermia (suhu > 41°C), perdarahan yang mengarah pada DIC, diare, dan
dapat juga terjadi anemia berat yang membutuhkan transfusi. Pada
pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan asidosis dengan pernafasan
dangkal diikuti gagal ginjal..Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi
pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke dan hipertermia maligna
dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80% dengan gejala sisa
neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi
menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.
6) Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak,
tidak diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering
berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris ringan yang tidak fatal.
Hipertermia diduga kuat berhubungan dengan SIDS. Angka kejadian tertinggi
adalah pada bayi usia 2- 4 bulan. Hipotesis yang dikemukakan untuk
menjelaskan kejadian ini adalah pada beberapa bayi terjadi mal-development
atau maturitas batang otak yang tertunda sehingga berpengaruh terhadap pusat
chemosensitivity, pengaturan pernafasan, suhu, dan respons tekanan darah.
Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk menjelaskan kerentanan bayi
terhadap SIDS, tetapi yang terpenting adalah ibu hamil perokok dan posisi
tidur bayi tertelungkup. Hipertermia diduga berhubungan dengan SIDS
karenadapat menyebabkan hilangnya sensitivitas pusat pernafasan sehingga
berakhir dengan apnea.

2.7 Proses Terjadinya


Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal baik dari oksigen
maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme atau toksik, pirogen
endogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit,
makrofag, pirogen memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi
di hipotalamus.
Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan engarah pada meningkatnya
kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolism
di otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior.
Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit
yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses metabolisme di hipotalamus
anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga kekurangan cairan dan elektrolit
mempengaruhi fungsi hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan
termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

2.8 Pathway
2.9 Manifestasi Klinik
 Suhu tinggi 37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF)
 Takikardia
 Hangat pada sentuhan
 Menggigil
 Dehidrasi
 Kehilangan nafsu makan

2.10 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resiko
infeksi
2) Pemeriksaan urine
3) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk pasien
thypoid
4) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
5) Uji tourniquet

2.11 Penatalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu :
1) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : mengetahui perkembangan keadaan umum dari pasien
2) Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasional : mengetahui perubahan tanda-tanda vital dari pasien
3) Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis
Rasional : membantu mempermudah penguapan panas
4) Anjurkan pasien banyak minum
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas
5) Anjurkan pasien banyak istirahat
Rasional : meminimalisir produksi panas yang diproduksi oleh tubuh
6) Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher
bagian belakang
Rasional : mempercepat dalam penurunan produksi panas
7) Beri Health Education ke pasien dan keluarganya mengenai pengertian, penanganan,
dan terapi yang diberikan tentang penyakitnya
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dari pasien da keluarganya

2.12 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis yang diberikan :
Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen
Rasional : membantu dalam penurunan panas
2.13 Komplikasi
1. Kerusakan sel-sel dan jaringan
2. Kematian

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

3.1 Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data-data. Tahap pengkajian terdiri atas : pengumpulan data, analisa data,
merumuskan masalah, anilsa masalah.
1. Data Subjektif
a. Pasien mengeluh panas
b. Pasien mengatakan badannya terasa lemas/ lemah
2. Data Objektif
a. Suhu tubuh >37oC
b. Takikardia
c. Mukosa bibir kering

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh virus yang ditandai dengan suhu
tubuh pasien >37oC, akral hangat/ panas, takikardia, dan nafas cepat.
2. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder terhadap usia
yang ditandai dengan pasien mengeluh panas, lemas, dan pusing.
3. Hipertermi berhubungan dengan ketidakcukupan hidrasi untuk aktivitas yang berat yang
ditandai dengan pasien mengeluh haus, badan pasien panas, dehidrasi dan mukosa bibir
kering.

3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan adalah suatu pemikiran tentang perumusan tujuan , tindakan,
dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisa pengkajian
agar dapat teratasi masalah kesehatan/ keperawatannya (Azis, 2004).
Tahap awal perencanaan adalah prioritas masalah. Prioritas masalah berdasarkan mengancam
jiwa pasien, tahap kedua yaitu rencana prioritas.
1. Prioritas masalah
a. Hipertermi
2. Tujuan
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah hipertermi teratasi
3. Kriteria hasil
a. Menunjukkan penurunan suhu tubuh
b. Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
c. Pasien tampak tidak lemas
d. Mukosa bibir lembab
4. Rencana Tindakan
NO INTERVENSI NO RASIONAL
1 Observasi keadaan umum pasien 1 Mengetahui perkembangan keadaan
umum dari pasien
2 Observasi tanda-tanda vital pasien 2 Mengetahui perubahan tanda-tanda
vital pasien
3 Anjurkan pasien untuk banyak minum 3 Mencegah terjadinya dehidrasi
sewaktu panas
4 Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 4 Meminimalisir produksi panas yang
diproduksi oleh tubuh
5 Anjurkan pasien untuk memakai pakaian 5 Membantu mempermudah penguapan
yang tipis panas
6 Beri kompres hangat di beberapa bagian 6 Mempercepat dalam penurunan
tubuh produksi panas
7 Beri Health Education ke pasien dan 7 Meningkatkan pengetahuan dan
keluarganya mengenai pengertian, pemahaman dari pasien dan
penanganan, dan terapi yang diberikan keluarganya
tentang penyakitnya
8 Kolaborasi/ delegatif dalam pemberian 8 Membantu dalam penurunan panas
obat sesuai indikasi, contohnya :
paracetamol

3.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah diberikan (A. Aziz Alimul
H. 2006).

3.5 Evakuasi
Evaluasi tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, yaitu :
1) Mampu menunjukkan penurunan suhu tubuh ke batas normal (36,5-37,4oC)
2) Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
3) Pasien tampak tidak lemas
4) Mukosa bibir lembab

BAB IV KASUS

4.1 Kasus
An.R 14 tahun ,dirawat diruang penyakit dalam dengan diagnosis medis DHF. Pasien
mengeluh mual, pusing, sakit kepala dan sulit tidur. Sudah dua hari ini pasien tidak bisa tidur
nyenyak dan setiap tidur selalu mudah terbangun. Saat di jumpai perwat, wajah pasien
tampak layu, ada lingkaran hitam dimata, bicara tidak semangat, serta berulang kali
menguap. TD 100/80mmHg, nadi 98x/menit, pernafasaan 16x/menit dan suhu 39o C, akral
hangat, mukosa bibir garing. Pasien belum di izinkan turun dari tempat tidur kaerena jumlah
trombosit 78.000mm3, leukosit 10.800mm3.

BAB V PEMBAHASAN KASUS

5.1 Pengkajian

DS DO
1) Pasien mengeluh mual 1. Pasien terdiaknosis medis DHF
2) Pasien mengeluh pusing 2. Wajah tampak layu
3) Pasien mengeluh sakit kepala 3. Terdapat lingkar hitam dimata
4) Pasien mengeluh sulit tidur 4. Bicara tidak semangat
5) Pasien mengeluh dua hari tidak bisa 5. Menguap berulang- ulang
tidur nyenyak 6. TD : 100/80 mmHg, N: 98 x/ menit,
6) Pasien mengeluh setiap tidur selalu RR : 16 x / menit, S: 39oC.
mudah terbangun 7. Akral hangat
8. Mukosa bibir kering
9. Trombosit : 78.000 mm3, Leukosit :
10.800 mm3

Data Fokus Prediksi Masalah


Ds :- Pasien mengeluh sulit tidur.
- Pasien mengeluh tidak bisa tidur
nyenyak. Gangguan pola tidur
- Pasien mengeluh setiap tidur selalu
mudah terbangun
Do : - Pasien berbicara tidak semangat,
- wajah pasien tampak layu,
- terdapat lingkar hitam dimata pasien,
- pasien tampak menguap berulang-
ulang.
Ds : - pasien mengeluh Mual.
Do : - Bicara tidak semangat, wajah tampak Gangguan Volume Cairan
layu, mukosa bibir kering, suhu : 39oC .
Ds : pasien mengeluh Mual.
Do : pasien terdiaknosis medis DHF, suhu : Hipertermi
39oC, Mukosa bibir kering.

5.2 Diagnosa Keperawatan

5.3 Intervensi Keperawatan


5.4 Implementasi Keperawatan
5.5 Evaluasi

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A.N. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Alih Bahasa: Huriwati Hartanto.
Jakarta: EGC

Noer, Sjaifoellah. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Jakarta: Gaya Baru

Potter dan Perry. 2010. Fundamental Keperawatan buku 3 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika

Santoso, Agnes Dwi Ningtyas. 2017. Asuhan Keperawatan Hipertermi. Malang.


https://agnesgallerys.wordpress.com/2017/10/31/asuhan-keperawatan-hipertermia/

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: NIC dan NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai