Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat di atas rentang normalnya (nic
noc, 2007)
Keadaan dimana seorang individu mengalami peningkatan suhu tubuh di atas
37,80C pero ral atau 38,80C per rektal karena factor eksternal (Carpentio, 1995)
Hipertermi adalah peniingkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme
termogulasi (Ensiklopedia keperawatan)
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau beresiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari 37C (per
oral) atau 38,8C (per rektal) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor
eksternal (Linda Juall Corpenito)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit hipertermi ?
2. Apa etiologi dari hipertermi?
3. Bagaimana perjalanan penyakit hipertermi?
4. Bagaimana cara penatalaksanaan hipertermi?
5. Bagaimana asuhan keperawatan?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran teoritis
dalam merawat pasien dengan hipertermi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi
panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan
panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39°C. Selain adanya
tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu
yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut
(Potter & Perry,2010).
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari 370C (peroral)
atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal
(Linda Juall Corpenito). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(NANDA International 2015-2017).
Hipertermi pada bayi adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5°C.
B. Klasifikasi
Klasifikasi hipertermi terbagi menjadi dua, yaitu hipertermi produksi panas dan
penurunan pelepasan panas.
1. Hipertermi yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas
 Hipertermi maligna

Hipertermi maligna biasanya dipicu oleh obat obatan anesthesia. Hipertermia ini
merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan secara autosomal
dominan. Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot
rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur suhu di
hipotalamus normal sehingga pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
 Exercise-Induced hyperthermia (EIH)

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan
aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan
dilakukan dengan pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan pada
suhu 300C atau lebih dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman
lebih sering (150 ml air dingin tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian yang
berwarna terang, satu lapis, dan berbahan menyerap keringat.
 Endocrine Hyperthermia (EH)

Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang


dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang
sering dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes
mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone suatu
steroid yang diketahui sering berhubungan dengan demam (merangsang
pembentukan pirogen leukosit).
2. Hipertermi yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas
 Hipertermi neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa
disebabkan oleh:
 Dehidrasi

Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau
paparan oleh suhu kamar yang tinggi. Hipertermi jenis ini merupakan
penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir.
 Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar
sinar matahari langsung dalam waktu yang lama.
 Trauma lahir
Hipertermi yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24% dari
bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada 1-3 hari tapi bisa
juga menetap dan menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana
dasar hipertermi pada neonatus termasuk menurunkan suhu bayi secara
cepat dengan melepas semua baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat
dengan suhu ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 39°C dilakukan
tepid sponged 35°C sampai dengan suhu tubuh mencapai 37°C.
 Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat
penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang
tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam produksi
atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian HSE pada anak
adalah antara umur 17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia <
1 tahun dengan median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh
penyakit virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan sudah
sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan
febris ringan). Pada 2 – 5 hari kemudian timbul syok berat, ensefalopati
sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu > 410C), perdarahan yang
mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi anemia berat yang
membutuhkan transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul
hepatomegali dan asidosis dengan pernafasan dangkal diikuti gagal
ginjal..Pada HSE tidak ada tatalaksana khusus, tetapi pengobatan suportif
seperti penanganan heat stroke dan hipertermia maligna dapat diterapkan.
Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80% dengan gejala sisa neurologis yang
berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi menunjukkan
perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.
 Sudden Infant Death Sydrome (SIDS)
Definsi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak,
tidak diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering
berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris ringan yang tidak fatal.
Hipertermi diduga kaut berhubungan dengan SIDS. Angka kejadian
tertinggi adalah pada bayi usia 2-4 bulan. Hipotesis yang dikemukakan
untuk menjelaskan kejadian ini adalah pada beberapa bayi terjadi mal-
development atau maturitas batang otak yang tertunda sehingga
berpengaruh terhadap pusat chemosensitivity, pengaturan pernafasan,
suhu, dan respons tekanan darah. Beberapa factor resiko dikemukakan
untuk menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS, tetapi yang terpenting
adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup. Hipertermi
diduga berhubungan dengan SIDS karena dapat menyebabkan hilangnya
sensitivitas pusat pernafasan sehingga berakhir dengan apnea.
C. Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat bahan tosik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsang
terhadap pusat pengaturan suhu tubuh sehingga menyebabkan demam disebut pyrogen.
Zat pyrogen ini dapat berupa protein, dan zat lain. Terutama toksin polisakarida, yang
dilepas oleh bakteri toksi/pyrogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Factor penyebabnya :
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
 Pakaian yang tidak layak
 Kecepatan metabolisme meningkat
 Pengobatan/anesthesia
 Terpajan pada lingkungan pada lingkungan panas (jangka Panjang)
 Aktivitas yang berlebihan
D. Patofisiologi
Hipertermi terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada
peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai
peningkatan set point. Hipertermi adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon
imun) terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi
atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan
dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab hipertermi, ada yang berasal dari
dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal
dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda
asing (non infeksi).Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima
(reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan
menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh
darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun,
terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang
menimbulkan hipertermi (Potter & Perry,2010).
E. Manifestasi
Objektif
 Suhu tubuh meningkat
 Takikardia
 Kulit kemerahan
 Kulit hangat bila disentuh
 Menggigil
 Dehidrasi
Subjektif
 Mual
 Muntah

Fase-fase terjadinya hipertermi

Fase I : awal Fase II : proses demam Fase


 Peningkatan denyut  Kulit terasa  Kulit tampak merah
jantung hangat/panas dan hangat
 Peningkatan laju  Peningkatan nadi  Berkeringat
dan ke dalam dan laju pernafasan  Menggigil ringan
pernafasan  Dehidrasi ringan  Kemungkinan
 Kulit pucat dan sampai berat mengalami
dingin karena  Proses menggigil dehidrasi
vasokonstriksi lenyap
 Dasar kuku  Mengantuk, kejang
mengalami sianosis akibat iritasi sel
karena saraf
vasokontriksi  Mulut kering
 Rambut kulit  Bayi tidak mau
berdiri minum, lemas
 Pengeluaran
keringat berlebihan
 Peningkatan suhu
tubuh
F. Komplikasi
Terapi hipertermi pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan jaringan normal/sehat
jika suhunya tidak melebihi 43,8°C. Tetapi perbedaan karakter jaringan dapat
menimbulkan perbedaan suhu atau efek samping pada jaringan tubuh yang berbeda-
beda.
Hal yang sering terjadi adalah rasa panas (seperti terbakar), bengkak berisi cairan,
tidak nyaman, bahkan sakit.
Teknik perfusi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan, penggumpalan darah,
perdarahan, atau gangguan lain di area yang diterapi. Tetapi efek samping ini bersifat
sementara. Sedang whole body hyperthermia dapat menimbulkan efek samping yang
lebih serius –tetapi jarang terjadi– seperti kelainan jantung dan pembuluh darah.
Kadang efek samping yang muncul malah diare, mual, atau muntah
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Trombosit

Biasanya hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan hipertermi akan
mengalami penurunan trombosit (<100.000/mm3)

b. Hemoglobin (Hb)

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan DHF akan menunjukkan
kelainan pada Hb. Hb akan mengalami peningkatan sebesar 20% dengan Hb normal
pada laki-laki yaitu 14-16 gr/dL, dan pada perempuan yaitu 12-16 gr/dL.

c. Hematrokrit

Biasanya hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan DHF akan
menunjukkan kelainan pada hematrokrit (PCV) yang mengalami peningkatan hingga
20% atau lebih. Hematokrit normal pada laki-laki yaitu 40-54%, sedangkan pada
perempuan yaitu 35-47%.

d. Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)


Kondisi rendahnya jumlah total sel darah putih (leukosit) dibanding nilai
normal. Nilai normal leukosit yaitu : 5000-10.000 uL.

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita hipertermi meliputi :
 Penatalaksanaan medis yang diberikan yaitu :
 Beri obat penurun panas seperti paracetamol
 Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu :
 Beri pasien banyak minum. Pasien menjadi lebih mudah
dehidrasi pada waktu menderita panas. Minum air membuat
mereka lebih baik dan mencegah dehidrasi
 Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang
diproduksi tubuh seminimal mungkin
 Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak,
lipatan paha, leher belakang.
I. Pathway (hipertermi)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMI

Seseorang An. R berusia 6 bulan datang bersama ibunya ke poli anak RS Medistra Indonesia. Ibu
An. R mengatakan bahwa suhu tubuh anaknya panas sejak 4 hari yang lalu, mengalami mual,
muntah, bantuk, pilek, kulit tampak agak kemerahan dan berkeringat. Kemudian demam suhu
tubuh An. R naik turun. Menurut ibunya pasien mengatakan An. R tampak lemas dan An. R
selama sakit minum susu formula mulai berkurang, BB sebelum sakit 8,5 kg dan BB saat sakit 8
kg. Setelah dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan Suhu tubuh : 39°C, N : 110x/menit, RR :
24x/menit.

I. DATA DEMOGRAFI
1. Biodata
Nama : An. R
Usia : 6 bulan
Jenis kelamin : L
Alamat : Cikarang
Pendidikan : -
Status pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Diagnose Medis : Hipetermi
No. Register : 334
Tgl masuk : 10 Mei 2020
Tgl pengkajian : 10 Mei 2020

2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Usia : 38 th
Jenis Kelamin : P
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Ibu

II. KELUHAN UTAMA


 Ibu pasien mengatakan badan pasien demam selama 4 hari di sertai batuk,
pilek dan muntah

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat penyakit sekarang
 Keluarga dan pasien datang ke poli anak RS Medistra Indonesia pada
tanggal 10 Mei 2020 jam 09:00 Wib dengan keluhan muntah 4x pada pagi
hari, sejak kurang lebih 2 hari badan pasien demam naik turun di sertai
batuk dan pilek.
2. Riwayat penyakit dahulu
 Ibu pasien mengatakan tidak pernah sakit sampai harus dibawa ke RS,
pasien hanya pernah menderita sakit flu dan batuk saja.
3. Riwayat penyakit keluarga
 Ibu pasien mengatakan jika dalam keluarganya tidak memiliki
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes militus ataupun
penyakit jantung.
4. Genogram

IV. RIWAYAT PSIKOSOSIAL


V. RIWAYAT SPRITUAL
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum klien
 Kondisi keadaan umum An.R lemah, pasien hanya tidur-tiduran saja ditempat
tidur dan digendong oleh ibunya.
 Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda-tanda vital
 Suhu : 39°C
 Nadi : 110x/menit
 Pernafasan : 24x/menit
3. Sistem pernafasan
 Hidung : bentuk simetris,tidak ada nyeri tekan, terdapat hambatan saat bernafas
 Leher : terlihat bersih, tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri telan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat adanya pembesaran vena jugularis.
 Dada :- Inspeksi : tidak terdapat memar, tidak terdapat luka, tidak terdapat
jejas, pengembangan dada simetris pada kedua lapang paru, irama dan
frekuensi pernapasan normal, bentuk dada normal tidak terlihat barrel
chest, funnel chest, pigeon chest, ataupun khyposcoliosis.
- Palpasi : pada dinding dada tidak teraba adanya benjolan
abnormal, tidak ada nyeri tekan pada dinding dada, tidak ada
fraktur atau krepitasi pada tulang iga, terdapat jarak antar tulang
iga, taktil fremitus pada kedua lapang paru teraba.
- Perkusi : Suara paru sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Terdengar suara paru vasikuler, tidak terdapat suara
tambahan.
4. Sistem pencernaan
 Mukosa : mulut kering, tidak terdapat stomatitis
 Abdomen : inpeksi bentuknya datar
 Auskultasi : bising usus 12x/menit
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : suara abdomen terdengar tympani
5. Sistem indra
 Mata : mata pasien normal, tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
penglihatan normal
 Hidung : pada hidung tidak ada nyeri tekan, terdapat hambatan saat
bernafas (lender), tidak ada polip
 Telinga : pendengaran baik, tidak terdapat luka dan klien tidak menggunakan alat
bantu
6. Sistem muskulokeletal
 Kepala : kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak dapat digelengkan ke kiri /
kekanan
7. Sistem ekstremitas
 Atas : terpasang infus pada tangan kanan Tridex 40cc/jam, akral hangat
 Bawah : tidak tampak oedema ataupun luka, akral hangat
8. Sistem integument
 Kulit : kulit elastis, tugor kulit lembab, kulit teraba hangat, kulit tampak agak
kemerahan.

VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI


 Nutrisi : ibu pasien mengatakan pasien mual dan muntah, pasien selama sakit saat
meminum susu formula agak berkurang
 Cairan : ibu pasien mengatakan jika pasien hanya minum susu formula dan
minumnya kurang lebih 8-10 botol perhari (60 ml per botol)
 Eliminasi : ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali sehari dan BAK 5-6
kali
 Istirahat dan tidur : - selama dirumah : ibu pasien mengatakan sebelum sakit
anaknya tidur antara jam 19:00 dan bangun antara jam 05:30 – 06:00.
- selama dirumah RS : ibu pasien mengatakan selama di rawat
di RS jika saat tidur dia sering terbangun
VIII. TEST DIAGNOSTIK
 Tanggal : 12 Mei 2020
 LAB : Hb
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

IX. Obat-obatan (program terapi)


N Obat Dosis Indikasi
o
1. Infus trindex 40 cc/jam Untuk perawatan ketidakseimbangan
elektrolit, kadar natrium yang rendah, kadar
kalium rendah
2. Injeksi esola 1mg 10 mg/24jam Digunakan sebagai obat terapi masalah
saluran pencernaan
3. Injeksi odansentron 1 mg/24jam Untuk penatalaksanaan mual dan muntah
4. Sanmol (paracetamol) 1 cc/4-6 jam Sebagai penurun demam
5. Pedialyte ± 400cc Tiap muntah menggulangi dehidrasi ringan
sampai sedang pada bayi dan anak-anak
yang disebabkan oleh diare, dan muntah

I. Data Fokus
Nama pasien : An”R”

Data Objektif Data Subjektif


1. pasien terlihat lemah 1. ibu pasien mengatakan demam
2. kulit pasien teraba hangat sejak kurang lebih 4 hari
3. pasien tampak berkeringat 2. ibu pasien mengatakan pasien panas
4. suhu tubuh : 39°C naik turun
5. pasien tampak lemas 3. ibu pasein mengatakan pasien sudah
6. mukosa bibir kering muntah 4x dan mual
7. kulit elastis 4. ibu pasien mengatakan pasien
8. kulit tampak agak kemerahan sering minum susu formula 8-10 botol
9. tugor kulit lembab per hari (60 ml per botol )

II. Analisa data


Nama pasien : An”R”

No Data Problem Etiologi


1. DO : Hipertermi Proses
• Pasien terlihat gelisah penyakit
• Kulit pasien teraba hangat
• Pasien tampak berkeringat
• Suhu tubuh : 39°C

DS :
• Ibu pasien mengatakan demam sejak 4
kurang lebih 4 hari
• Ibu pasien mengatakan pasien panas
naik turun di saat malam hari

DO :
• Pasien tampak lemas
• Mukosa bibir kering
• Kulit elastis
• Kulit tampak agak kemerahan
• Tugor kulit lembab
2. Resiko Pengeluaran
DS : keseimbangan cairan yang
• Ibu pasien mengatakan pasien sering elekrolit berlebihan
minum susu formula 8-10 botol per hari
(60ml per botol )
• Ibu pasien mengatakan pasien sudah
muntah 4x

III. Diagnose Keperawatan


Nama pasien : An”R”
No Diagnose keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal terantasi
1. Hipertermi berhubungan dengan 12 Mei 2020
proses infeksi ditandai dengan
meningkatnya suhu tubuh.

2. Perubahan nutris kurang dari 12 Mei 2020


kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang
berlebihan

IV. INTEVENSI
Nama pasien : An”R”
No DX.KEP Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Perawatan demam
berhubungan Tindakan keperawatan  Pantau suhu dan TTV
dengan proses selama 3x24 jam lainnya
infeksi diharapkan  Monitor warna kulit dan
Hipertermi dapat membaik suhu
dengan kriteria hasil :  Monitor asupan dan
1. Termoregulasi keluaran
 Pasien berkeringat  Beri obat dan cairan IV
Ketika panas  Dorong untuk
 Pasien melaporkan mengkonsumsi cairan
adanya  Angajrkan kompres
kenyamanan suhu hangat
 Menunjukkan 2. Pengaturan suhu
adanya penurunan  Monitor suhu sesuai
suhu kulit kebutuhan
 Tidak mengalami  Tingkatkan intake cairan
hipertermi dan nutrisi adekuat
 Menunjukkan  Berikan pengobatakn
adanya perubahan antipiretik sesuai dengan
warna kulit normal kebutuhan
tidak kemerahan
2. Tanda-tanda vital
 Suhu tubuh
Kembali normal
 Nadi dalam batas
normal
 Respirasi rate
dalam batas
normal

2. Resiko Setelah dilakukan 1. Peningkatkan nutrisi


keseimbangan Tindakan keperawatan  Berikan cairan oral dan
elektorlit selama 3x24 jam maka
berhubungan resiko keseimbangan parental sesuai dengan
dengan elektrolit dapat terpenuhi rehidrasi, pantau intake
pengeluaran dengan kriteria hasil:
cairan yang  Tidak ada tanda- dan output cairan
berlebihan tanda proses
infeksi  Monitor TTV untuk
mengetahui keadaan
umum pasien
 Monitor status cairan dan
elektrolit untuk
mengurangi resiko
kekurangan volume
cairan semakin bertambah
 Monitor adanya mual,
muntah dan diare untuk
mengetahui
perkembangan
 Pemberian suplemen
elektrolit sesuai advis
dokter sebagai terapi
untuk pemenuhan cairan
tubuh yang hilang
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk jumlah kalori
dan gizi yang dibutuhkan
membantu dalam proses
penyembuhan

12:10 2. Memonitor asupan dan DO :


keluaran  Pasien terlihat lemas

DS :
 Ibu pasien
mengatakan jika
anaknya minum
susu formula 8-10
botol per hari (60
ml per botol )

12:15 2. Mendorong untuk DO :


mengkonsumsi cairan  Pasien hanya minum
susu formula

DS :
 Ibu pasien
mengatakan pasien
hanya minum susu
formula
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik
pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat
dan penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal
(metabolik). Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu
panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu
panas.Untuk pencegahan hipertermi bisa dengan cara slalu menjaga kesehatan
lingkungan, penyediaan air minum yan memenuhu syarat,pembuangan kotora
manusia pada tempatnya,pemberantasan lalat , pembuangan sampah pada
tempatnya, pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemberian iminisasi lengkap
pada bayi,makan-makanam yang bersih dan sehat,makan- makan yang bersih dan
sehat.
B. SARAN
1. Sebaiknya seorang perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan
sesuai dengan standar asuhan keperawatan dan perawat dapat berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain.
2. Perawat membantu klien dengan mempersiapkan prosedur pembedahan jika dilakukan
pembedahan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai