Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN TRAFFICKING PADA PEREMPUAN

Dosen Pengampu : Ibu Ernauli Melyana, M.Kep

Disusun Oleh :
Adfa Reza Safitri
Diah Ayu Ismawati
Diva Pratama
Fahmi Syarif
Ummah Nazilah
Reynaldi W D

SEMESTER V
3B KEPERAWATAN

STIKes MEDISTRA INDONESIA


S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020
Jl. Cut Mutia No.88A, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks,
Jawa Barat 17113
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Allah SWT mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui proses pemecahan dan
pengayakan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini
di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya Makalah kelompok ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “pengkajian kasus tentang asuhan keperawatan
trafficking pada perempuan”. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas keperawatan keluarga. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan tentang trafficking bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ernauli Melyana, M.Kep selaku dosen
bidang studi kep jiwa 2 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dosen yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, Desember 2021

KELOMPOK 1

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................iii
BAB I  PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah dan tujuan .........................................................................................2
1.3 Manfaat ..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................
2.1 Defenisi .............................................................................................................................
2.2 Etiologi ..............................................................................................................................
2.3 Gejala .................................................................................................................................
2.4 Patofisiologis .....................................................................................................................
2.5 Gambaran klinis ................................................................................................................
2.6 Pemeriksaan diagnostik .....................................................................................................
2.7 Pathway .............................................................................................................................
2.8 Asuhan Keperawatan .........................................................................................................

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................


Kesimpulan ..................................................................................................................................

iii
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara
modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya
teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka modus kejahatan perdagangan
manusia semakin canggih. “Perdagangan orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra
ordinary), terorganisir (organized), dan lintas negara (transnational), sehingga dapat
dikategorikan sebagai transnational organizedcrime (TOC)”.
Demikian canggihnya cara kerja perdagangan orang yang harus diikuti dengan
perangkat hukum yang dapat menjerat pelaku. Diperlukan instrument hukum secara
khusus yang meliputi aspek pencegahan, perlindungan, rehabilitasi, repratriasi, dan
reintegrasi sosial. Perdagangan orang dapat terjadi pada setiap manusia, terutama
terhadap perempuan, dengan demikian upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak
merupakan hal yang harus diimplementasikan.
Kasus perdagangan orang yang terjadi, hampir seluruh kasus yang ditemukan dalam
perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak. Diperkirakan setiap
tahunnya 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak diperdagangkan
menyeberangi perbatasan-perbatasan internasional. Di Indonesia jumlah anak yang
tereksploitasi seksual sebagai dampak perdagangan anak diperkirakan mencapai 40.000-
70.000 anak. Disamping itu, dalam berbagai studi dan laporan NGO menyatakan bahwa
Indonesia merupakan daerah sumber dalam perdagangan orang, disamping juga sebagai
transit dan penerima perdagangan orang.
Secara umum korban perdagangan orang terutama perempuan yang dilacurkan dan
pekerja anak adalah korban kriminal dan bukan pelaku kriminal. Elemen perdagangan
orang meliputi pelacuran paksa, eksploitasi seksual, kerja paksa mirip perbudakan, dan
transplantasi organ tubuh. Korban perdagangan orang memerlukan perlindungan,
direhabilitasi, dan dikembalikan kepada keluarganya.
Salah satu faktor tingginya kasus perdagangan orang yang pada umumnya
perempuan, disebabkan oleh dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar daerah,
dengan korban adalah kalangan perempuan usia remaja yang ingin mencari kerja.
Dimana, kasus perdagangan orang khususnya perempuan yang sangat tidak manusiawi
tersebut, merupakan praktik penjualan perempuan dari satu agen ke agen berikutnya.
Semakin banyak agen yang terlibat, maka semakin banyak pos yang akan dibayar oleh
perempuan tersebut, sehingga gaji mereka terkuras oleh para agen tersebut.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi Trafficking Human!
2. Jelaskan Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking!
3. Jelaskan Bentuk dan Modus Human Trafficking
4. Jelaskan Dampak/ Pengaruh Human Trafficking!
5. Jelaskan Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking

2.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Human Trafficking
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking.
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Bentuk dan Modus Human Trafficking
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Dampak/ Pengaruh Human Trafficking
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Pencegahan dan Penanggulangan Human
Trafficking

5
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktukewaktu,
sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak ada definisi
trafficking yang disepakati secara internasional, sehingga banyak perdebatan dan respon
tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang fenomena kompleks yang disebut
trafficking ini.

Pada tahun 1994 PBB mendefinisikan trafficking sebagai pergerakan dan


penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan
internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang dan negara-negara yang
ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan dan
anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi secara seksual maupun ekonomi terkompresi,
dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal
seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan perdagangan (trafficking),
misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan
adopsi palsu.
Menurut resolusi senat AS no. 2 tahun 199, trafficking adalah salah satu atau lebih
bentuk penculikan, penyekapan, perkosaan, penyiksaan, buruh paksa atau praktek-praktek
seperti perbudakan dan menghancurkan hak asasi manusia. Trafficking memuat segala
tindakan yang termasuk dalam proses rekruitmen atau pemindahan orang di dalam
ataupun antar negara, melibutkan penipuan, paksaan atau dengan tujuan menempatkan
orang-orang pada situasi penyiksaan atau eksploitasi seperti prustitusi paksa, penyiksaan
dan kekejaman luar biasa, buruh di pabrik dengan kondisi buruk atau pekerja rumah
tangga yang dieksploitasi
Human trafficking atau perdagangan manusia oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
mendefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau
penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, perbudakan, pemaksaan,
pemerangkapan utang ataupun bentuk-bentuk penipuan yang lainnya dengan tujuan
eksploitasi (Course Instruction, 2011:2).
Perdagangan manusia berhubungan dengan menjajakan diri (memperdagangkan),
tawar-menawar, membuat kesepakatan, melakukan transaksi dan hubungan seksual
(Taiwan Medicare, 2012).

6
Perdagangan manusia melakukan pemindahtanganan seseorang dari satu pihak ke
pihak yang lainnya dengan menggunakan ancaman, penipuan dan penguasaan.
Perdagangan manusia mengandung elemen pengalihan yang tujuannya bisa untuk apa
saja baik eksploitasi tenaga kerja, pembantu rumah tangga, pengambilan organ tubuh dan
sampai kepada eksploitasi seks komersil (Wagner, 2004).
Misalnya Caouette memberi batasan tentang perdagangan sebagai suatu perekrutan
dan transfortasi orang atau sekelompok orang di dalam dan melawati perbatasan nasional
menggunakan kekerasan terhadap orang lain. para korban dirayu, ditipu, diculik atau
dalam berbagai cara diakali untuk masuk prostitusi.
Menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
pasal 1 ayat 1, dedinisi trafficking adalah tindakan perekrutaan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penculikan, penipuan, penyekapan, peyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
peretujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau
mengakibatkan orang tereksploitasi.
Dari definisi di atas ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari beberapa pengertian
trafficking yaitu:
a. Adanya proses perekrutan, pengiriman, eksploitasi, pemindahan, penampungan atau
penerimaan manusia baik itu lintas wilayah maupun negara.
b. Ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan perempuan
maupun anak untuk melakukan sebuah pekerjaan (dibayar atau tidak), sebagai
hubungan kerja yang eksploitatif (secara ekonomi atau seksusal), baik itu TKW,
prostitusi, buruh manual atau industri, perkawinan paksa, atau pekerjaan lainnya.
c. Ada korban baik perempuan maupun anak yang karena keperempuanan dan
kekanakannya dimanfaatkan dan di eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual,
guna kepentingan pihak-pihak tertentu dengan cara paksa, disertai ancaman, maupun
tipuan ataupun penculikan, penipuan, kebohongan, kecurangan atau penyalahgunaan
kekuasaan. Dalam hal ini termasuk juga terhadap beberapa korban yang menyatakan
persetujuan yang mana dipahami bahwa situasi-situai tertentu yang mengakibatkan
para korban setuju, misalnya karena kebutuhan ekonomi, ada tekanan kekuasaan dan
lain sebagainya.

7
2.2 Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human
Terjadinya Trafficking baik itu berupa kasus kekerasan maupun eksploitasi terhadap
anak-anak dan perempuan disebabkan oleh beberapa factor khususnya di Indonisia
diantaranya ialah sebagai berikut:
1. Faktor Ekonomi

Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi factor penyebab utama
terjadinya Human Trafficking. Ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia merupakan
ancaman yang sangat membahayakan bagi orang miskin. Sudah bukan menjadi rahasia
umum lagi bahwa rendahnya ekonomi membawa dampak bagi prilaku sebagian besar
masyarakat. Ekonomi yang pas-pasan menuntut mereka untuk mencari uang dengan
berbagai cara. Selain itu budaya konsumvitisme, juga ikut andil menambah iming-iming
masyarakat untuk mencari biaya penghidupan. Semua ini menjadikan mereka dapat
terjerumus ke dalam prostitusi dan tindak asusila lainnya.
Di sisi yang lain kurangnya lahan pekerjaan atau masih banyaknya angka pengangguran
melengkapi rendahnya pendapatan atau ekonomi masyarakat. Keterbatasannya lahan pekerjaan
yang dapat menampung perempuan dengan tingkat keterampilan yang minim menyebabkan
banyak perempuan-perempuan menganggur sehingga kondisi inilah yang dipergunakan dengn
baik oleh para perantara yang menyarankan perempuan-perempuan untuk bekerja. Mereka
dijanjikan untuk bekerja di dalam kota, atau di luar negeri. Dalam bujukan tersebut, tidak
dijelaskan secara detail pekerjaan apa yang akan didapatkan. Biasanya para perantara hanya
memberikan iming-iming gaji atau upah yang besar. Tanpa disadari, korban telah terjebak
penipuan dalam hal ini sebagai pelayan seks. Biasanya mereka bersedia bekerja di manapun
ditempatkan. Oleh karena itu ketika ada perantara yang menawarkan sebuah pekerjaan dengan
iming-iming upah atau gaji yang besar maka mereka akan menyambut dengan senang hati
tawaran tersebut. Tawaran ini selalu menjadi dewa penyelamat untuk meneyelesaikan kondisi
ekonomi. Namun pada hakikatnya hal tersebut adalah sasaran empuk bagi para calo untuk
dijadikan korban trafficking.

8
2. Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya

Seperti halnya kondisi pedagangan manusia yang terjadi di dunia, untuk


Indonisia penelitian-penelitia yang dilakukan di lembaga pendidikan dan LSM
menunjukkan sebagian besar korban perdagangan manusia adalah perempuan dan
anak-anak. Indonisia adalah suatu masyarakat yang patrialkhal, suatu struktur
komonitas dimana kaum laki-laki yang lebih memegang kekuasaan dipersepsi sebagai
struktur yang mendegorasi perempuan baik dalam kebijakan pemerrintah maupun
dalam prilaku masyarakat. Misalnya perumusan tentang kdudukan istri dalam hokum
perkawinan, kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh
laki-laki, atau kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-laki dari pada anak
perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu refleksi keberadaan
permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan laki-laki.
Kondisi perekonomian yang lemah serta kontrusksi masyarakat yang ada
menempatkan hakperempuan dalam posisi yang lebih tidak menguntungkan.
Meskipun dalam pasal 3 perjanjian tentang hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun
1966 menyatakan bahwa adanya persamaan bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh hak ekonomi, sosial dan budaya. Namun kenyataannya HAM di
Indonesia masih belum menyentuh masyarakat karena masih kuatnya diskriminasi
terhadap perempuan.
3. Faktor Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi kekerasan dan


eksploitasi terhadap anak dan perempuan. Banyaknya anak yang putus sekolah,
sehingga mereka tidak mempunyai skill yang memadai untuk mempertahankan hidup.
Implikasinya, mereka rentan terlibat kriminalitas. Survei Sosial Ekonomi Nasional
Tahun 2000 lalu melaporkan bahwa 34,0% penduduk Indonisia berusia 10 tahun ke
atas belum atau tidak tamat pendidikan dasar (SD) dan hanya 15% tamat SLTP.
Menurut laporan BPJS Tahun 2000 juga terdapat 14% anak usia 7-12 tahun dan 24%
anak usia 13-15 tahun tidak melanjutka kejenjang pendidikan SLTP karena alasan
ketidak mampuan dalam hal biaya.

9
Melihat data di atas tampak bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih
banyak yang bertaraf rendah tingkatannya dalam hal pendidikan. Rendahnya tingkat
pendidikan serta minimnya keterampilan atau skill menyebabkan sebagian besar dari
permpuan menganggur serta menghabiskan sebagian besar hidup dan waktunya di
rumah. Dan pada akhirnya tidak menghasilkan keuangan bahkan mengurani
pemasukan. Sebenarnya tidak hanya kaum perempuan yang menganggur akan tetapi
laki-laki juga mengalami hal yang serupa.
4. Kebijakan yang Bias Gender
Perempuan di Indonesia umumnya menikmati kesetaraan gender di mana
hukum Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan hak untuk laki-laki dan
perempuan. Indonisia juga telah meratifikasi beberapa konvensi PBB yang menjamin
kesetaraan hak bagi perempuan, antara lain rativikasi konvensi untuk penghpusan
deskriminasi untuk perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Namun kenyataannya
hukum perlindungan hanya di atas kertas sedangkan prakteknya masih jauh dari yang
diaharapkan. Kesetaraan gender belum sepenuhnya terwujud, perempuan masih
tertinggal secara sosial, politik, dan ekonomi dari kaum laki-laki.
Adapun dalam hal pendidikan misalnya, ditemukan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka semakin lebar kesenjangan antara partisipasi perempuan dan
laki-laki. UU perkawinan tahun 1974 menaikkan usia minimum bagi seorang gadis
untuk meniah menjadi 16 tahun. Namun pernikahan diusia lebih muda dimungkinkan
dengan izin dari peradilan. UU perkawinan secara hukum mengannggap mereka
sebagai orang dewasa sekalipun mereka masih di bawah 18 tahun. Undang-undang
tersebut menyatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak
mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdikari (pasal 45)
sekalipun tidak ada larangan bagi anak yang sudah menikah untuki bersekolah, anak
perempuan yang sudah menikah sangat jarang meneruskan pendidikan mereka.
Kenyataannya sekolah-sekolah formal untuk tingkat SMP atau SMA tidak menerima
siswa yang sudah menikah, walaupun ada itu hanya disekolah kesetaraan yang kejar
paket B atau C.
5. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa waktu
terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual, baik dalam
lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Perdagangan
manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan
dan kegiatan industri seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui
media massa pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan terjadi dalam skala yang
kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan sangat rapi. Merupakan
sebagian dari alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini belum
menarik media massa paa masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia,
Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai
aspek teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek
tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang
diacu oleh berbagai kemudahan informasi.

10
Bentuk dan Modus Trafficking Human
Seiring berjalannya waktu bentuk dan modus trafficking pun semakin komplek,
banyak model dan bentuk perdagangan yang dipergunakan agar misi trafficking berhasil.
Ini tidak dapat dipungkiri karena sudah menjadi fenomenayang menjamur diberbagai
belahan dunia termasuk Indonisia. Adapun bentuk-bentuk tarfficking diantaranya adalah:
1. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.
Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau mengalami perceraian
karena akibat kawin muda atau putus sekolah kemudian diajak bekerja ditempat
hiburan kemudian dijadikan pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk
mucikari atau disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif,
misalnya jam kerja yang tak terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya
tidak ditentukan.8 Korban tidak berdaya untuk menolak melayani laki-laki hidung
belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia menolak maka sang mucikari
tidak segan-segan untuk menyiksanya karena biasanya mereka punya bodigard-
budigard yang mengawasi mereka.
2) Pekerja Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di dalam wilayah
Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah paksaan,
pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka bekerja dengan
jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah
tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal
melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan
kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat rendah
dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, dimana
jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur, bahkan banyak yang tidak ada
waku untuk istirahat.
Perlakuan yang lebih buruk lagi adalah mereka diperlakukan layaknya budak,
baik ketika menyuruh suatu pekerjaan atau dalam hal makan, di mana mereka
diberi makan yang sedikit dan tidak memenuhi standar gizi yang dapat
memberikan asupan tenaga, dilarang menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
bahkan di luar negeri seringkali majikan dan agen menyita paspor TKW agar tidak
bisa kabur jika mereka diperlakukan oleh semua majikan karena ada juga majikan
yang baik dalam memperlakukan pembantu rumah tangganya bahkan
menganggapnya sebagai keluarga.
3) Penjualan Bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga modern menjadi
salah satu penyebab maraknya incaran trafficker. Keluarga modern yang enggan
mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana
yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang
menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.

11
4) Donor Paksa Organ Tubuh
Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring dengan
kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja teknologi cangkok
jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita jantung yang
berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan untuk para pasien yang datang ke
negara-negara miskin untuk membeli organ tubuh orang-orang miskin. Di
Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual
karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi
memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia
rela menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu sang
donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan mengambil organ
tubuh korbankemudian dijual.
2.3 Modus Trafficking
Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa
iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:
1. Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah penawaran kerja ke
luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah
calon korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari
pemerintah desa setempat.
Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak, termasuk
memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja tanpa harus
mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri. Dari pihak
orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan surat-surat
kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para korban
dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar. Selanjutnya korban
diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara paksa sebagai wanita
penghibur di tempat-tempat hiburan malam.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang paling sering
dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa menjadi korban
perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari penculikan terhadap
korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat yang lain
yang digunakan untuk membius. Kemudian korban dibawa dan dipertemukan dengan
sang bos. Setelah itu korban diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain
tanpa membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.

12
2.5 Dampak/ Pengaruh Trafficking Human
Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab human
trafficking, maka hal tersebut menempatkan perempuan korban trafficking dalam situasi
yang beresiko tinggi yang berdampak terhadap fisik, psikismaupu kehidupan sosial
perempuan korban trafficking sebagaimana yang digambarkan Course Instruction (2011:
13, 14) sebagai berikut.
1. Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental
Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban trafficking sering
mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian
yang melibatkan cedera aktual atau terancam kematian yang serius, atau ancaman
terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain" dan tanggapan mereka terhadap
peristiwa ini sering melibatkan "rasa takut yang sangat, dan ketidakberdayaan,
sebagai reaksi umum dari post traumatic stressdisorder (PTSD). Pengalaman
traumatis dan ketakutan dialami perempuankorban trafficking sejak awal mereka
ditangkap secara paksa, mengalami penyekapan di daerah transit sebelum dikirim ke
tempat tujuan untuk dijual dan di eksploitasi (American Association, 2005: 467).
Setelah kedatangan ke tempat tujuan, perempuan korban trafficking
perempuan korban trafficking terisolasi secara sosial, yang diselenggarakan dalam
kurungan, dan kekurangan makanan. Semua milik pribadi dilucuti dari mereka, surat
identitas, paspor, visa, dan dokumen lainnya (Course Instruction, 2011:1). Korban
mengalami banyak gejala psikologis yang dihasilkan dari kekerasan mental sehari-
hari dan penyiksaan. Ini termasuk depresi, stres yang berhubungan dengan gangguan,
disorientasi, kebingungan, fobia, dan ketakutan. Korban shock, mengalami
penolakan, ketidakpercayaan, tentang situasi mereka saat itu, perasaan tidak berdaya
dan malu (Stotts & Ramey, 2009:10). Rasa takut yang terus-menerus untuk
keamanan pribadi mereka dan keselamatan keluarga mereka, ancaman deportasi
akhirnya berkembang menjadi rasa kehilangan dan tidak berdaya. Hal ini tidak
mengherankan bahwa depresi, kecemasan, dan post traumatic stress disorder (PTSD)
adalah gejala yang umum dialami oleh para korban yang diperdagangkan.
Para perempuan korban trafficking seringkali mengalami kondisi yang kejam
yang mengakibatkan trauma fisik, seksual dan psikologis. Kegelisahan, insomnia,
depresi dan post traumatic stress disorder menggambarkan standar evaluasi atau
penilaian yang mengecewakan nilai diri dengan memandang rendah diri sendiri
(Taylor, 2012:1). Para perempuan korban trafficking seringkali kehilangan
kesempatan penting untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual.
Hilang harapan tanpa tujuan hidup yang jelas, suram dan gelap masa depan.
1) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
PTSD merupakan suatu pengalaman individu yang mengalami peristiwa
traumatik yang menyebabkan gangguan pada integritas diri individu dan
sehingga individu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan dan trauma tersendiri
(Townsend M.C., 2009).

13
2) Kecemasan
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Satu studi melaporkan
bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan dengan
gejala kegugupan (95%), panik (61%), merasa tertekan (95%) dan
keputusasaan tentang masa depan (76%) (Bradley, 2005).
3) Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku seseorang
yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil, suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan.

2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking


Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan
yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu.
Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian professional, namun juga
pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesame apparat
penegak hokum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak- pihak lain
yang terkait yaitu lembaga pemerintah (Kementrian terkait) dan lembaga non pemerintah
(LSM) baik local maupun internasional.
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai
dengankewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal
pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin
memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan
peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan
ha katas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat
memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama apparat penegak hokum lainnya
didalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi
bersama. Kerjasama dengan apparat penegak hokum di negara tujuan bisa dilakukan
melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi
pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan
ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program
Prevention ofChild Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program
ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah
Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus
sekolah dasar
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.

14
2.7 Studi kasus
Kasus Human Trafficking
Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang terjadi pada salah
satu putrinya, yang menjadi korban – dan pada akhirnya penyintas – perdagangan orang
pada pertengahan 2021.

“Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah
biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali
mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,” kata Ibu
Sulis berapi-api.
“Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang
menyebabkan dia memutuskan pergi,” jelas Ibu Sulis
“Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,” tegas ibu Sulis, 45
tahun.
Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan iming-iming gaji Rp
10 juta per bulan sebagai SPG. Dia mendapat tawaran dari teman masa kecilnya yang
memang sudah lebih dulu bekerja.
Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam meninggalkan desa
dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya. Dari
kampung mereka, gadis-gadis sebaya ini berangkat. Menginap satu malam di sebuah
hotel dan bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik kelab
malam. Lalu berangkat dengan pesawat pada keesokan harinya.
Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan sistem sel yang
terputus-putus di satu daerah ke daerah lain., Hampir serupa dengan cara sindikat narkoba
beroperasi. Sehingga gadis-gadis ini bertemu dengan orang yang berbeda yang membawa
mereka. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di
tempat kerja mereka.
“Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani
tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan
dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,” kata Ibu Sulis menceritakan
apa yang dia dengar dari anaknya.
Bella dan teman-temannya melihat perlakuan buruk kepada perempuan yang bekerja di
sana.; Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta pemilik tempat
hiburan itu.
“Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas
tidak akan sanggup mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan
tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
“Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi dari pulau dan
tidak pernah kembali.”

15
I. IDENTITAS

1. Nama : Nn. B

2. Umur : 26
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : PSK
5. Alamat dan No. Telp : Rawamangun

Penanggung Jawab & : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya


Hubungan dg Klien
II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN KESEHATAN
A. DESKRIPSI MASALAH
Masalah yang dihadapi oleh N.Y:
1. wajahnya menjadi mudah murung, sedih dan depresi
2. merasa takut pada setiap laki-laki yng baru ia kenal.
3. sering mengalami mimpi buruk dan sulit untuk tidur dikarenakan selalu
terbayang dengan kejadian .
4. Nn. B menjadi pendiam serta sulit berinteraksi dengan orang lain.
5. Ketika Nn. B teringat akan kejadian tersebut, ia tiba-tiba marah, gelisah,
cemas dan takut jika kejadian tersebut terulang kembali pada dirinya.
B. Alasan masuk
Berawal dari 4 bulan yang lalu saat temannya mengajak berkerja dengan iming-
iming gaji 10juta pada Nn. B bersama dengan teman lama dan sahabatnya, ia
pergi diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri
merupakan jawaban akan kegalauannya. Setelah ia sudah dipercaya ia mencari
peluang untuk bisa melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Setelah kejadian
tersebut, kondisi Nn. B sekarang menjadi wajah terlihat murung, sedih dan
depresi, takut pada setiap laki-laki yang baru ia kenal, mengalami mimpi buruk
dan sulit tidur karena selalu terbayang-bayang wajah pelaku. Pasien sering gelisah
dan cemas akan kejadian tersebut terulang kembali, dan keluarga merujuk Nn. B
ke RSJ terdekat.
C. Riwayat penyakitdahulu
Pasien tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
D. Faktor predisposisi dan presopitasi
 Faktor presipitasi : keluarga pasien mengatakan pasien setelah pelaporan itu
pasien jadi seperti itu.
 Faktor predisposisi : pasien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu dan baru pertama kali. Pasien tidak menjalani pengobatan
karena tidak mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Pasien mengatakan pernah
melakukan perkelahian dengan temannya dan pasien mengatakan tidak
mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan.

16
E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Cukup
Kesadaran: Apatis
1. Tanda-tandavital
TD : 110/70mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
S :36,70C
2. Statusgizi
BB : 48 kg
TB : 156 cm
IMT : 48 kg/2,4 m2 = 19,7 kg/m2 (normal)
Keluhan fisik: Tidak ada keluhan

F. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL


Tingkat Ansietas:
Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah,
bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang
lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah
sekian lama tidak berhubungan,”

G. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


1. Role Peran : Konflik Peran
Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar.
Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh
memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya
katakan separuh telanjang,”
2. Identity/ Identitas Diri : Merasa Terkekang dan Kurang Mampu
menentukan Pilihan.

Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang.


Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada
ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang
banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”

17
H. Genogram

I. PolaKebiasaan
1. Aktivitas atau istirahat
Klien mengatakan mengalami mimpi buruk dan sulit tidur karena terbayang-
bayang kejadian tersebut.
2. Integritasego
Klien mengatakan ia takut pada setiap laki-laki yang baru ia kenal maupun
yang sudah ia kenal. Setelah 1 bulan pasca kejadian klien mengatakan masih
merasa gelisah dan takut karena masih mengingat kejadian tersebut. Wajah
klien pun terlihat murung, sedih dandepresi.
3. Neurosensori
Klien mengatakan gelisah dan bila mengingat kejadian tersebut klien mulai
gelisah dan cemas. Klien terlihat murung dan depresi.
4. Nyeri atau ketidaknyaman
Klien mengalami kekerasan seksual
5. Keamanan
Klien tidak mengalami marah dan perilaku kekerasan terhadap lingkungan
maupun gagasan tentang bunuh diri. Klien hanya mengalami takut, cemas
dan gelisah.
6. Seksualitas
Klien mengalami kekerasan seksual
7. Interaksisosial
Klien menjadi pendiam, sulit berinterkasi dengan orang lain setelah kejadian
tersebut.

J. Konsep diri
1. Gambaran diri
18
Pasien membenci semua bagian tubuhnya.
2. Identitas
Pasien menyadari dirinya sebagai seorang anak dan anak perempuan
satu- satunya di keluarganya.
3. Peran
Pasien mengatakan dirinya merepotkan kedua orang tuanya.
4. Idealdiri
Pasien mengatakan ingin cepat pulang karena sudah merasa bosan
berada di rumah sakit dan rindu dengan keluarganya.
5. Hargadiri
Pasien mengatakan dirinya malu dan merasa tidak berguna. Pasien
mengatakan dirinya merasa sedih dikarenakan menjadi aib dalam
kelurga.
6. Hubungansosial
-Orang yangberarti
-Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
7. Hambatan dalam berhubungan dengan oranglain
Pasien merasa malu dengan keadaanya dan merasa diri tidak berguna
lagi. Setelah kejadian tersebut, kondisi pasien sekarang menjadi
murung, sedih dan depresi. Setelah tersebut pasien menjadi pendiam,
sulit berinterkasi dengan orang lain serta bila teringat kejadian tersebut
pasien sering marah, gelisah, cemas dan takut akan kejadian tersebut
terulang kembali pada dirinya.

8. Spiritual

- Pasien mengatakan beragamaIslam.


- Kegiatan ibadah
- Pasien mengatakan sering beribadah shalat.

ANALISA DATA

19
no Data (symtom) Etiologi Problem
1 ansietas
2 Do: harga diri rendah
1. Menurut ny.s “dia magang Resiko HDR
untuk 3bulan baru boleh
dibawa keluar. Selama itu
dia kerja melayani tamu,
menemani minum setiap Kerja melayani tamu pria
hari dia disuruh memakai
pakaian seminim mungkin
dan dipajang diruang kaca.
Bisa saya katakan setngah Memakai pakaian minim
telanjang”.
2. Menurut ny.s “mereka
membuat perempuan seperti
binatang. Menjerat dengan Pekerjaan PSK
hutang yang jelas-jelas tidak
akan sanggup mereka
bayar”
3 Resiko trauma

DIAGNOSA
N Diagnosa Tanggal pegkajian
O
1 Ansietas
2 harga diri rendah
3 Risiko trauma

20
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan / kriteria hasil Intervensi
Setelah dilakukan perawatan 24
jam, ansietas pasien dapat teratasi
dengan tujuan dan kriteria
evaluasi :  Terapi relaksasi
1.      Pasien mampu mengatasi  Peningkatan koping
1 Ansietas ansietasnya.   Pengurangan kecemasan
2 Harga diri rendah Setelah dilakukan perawatan 24 SP.1
jam harga diri rendah pasien dapat
teratasi dengan tujuan dan kriteria  Identifikasi kemampuan
evaluasi : positif yang dimiliki
1.      Pasien dapat menyesuaikan diri - Diskukisikan bahwa pasien
dengan perubahan hidup. masih memiliki sejumlah
kemampuan dari aspek
positif seperti kegiatan
pasien dirumah adanya
keluarga adanya keluarga
dan lingkungan terdekat
pasien.
- Beri pujian yang realistis
dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien
penilaian yang negative.
 Nilai kemampuan yang dapat
dilakukan saat ini
- Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini.
- Bantu pasien

21
menyebutkannya dan
memberi penguatana
terhadap kemampuan diri
yang diungkapan pasien
- Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif.
 Pilih kemampuan yang akan
dilatih
-diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan pasien
pasien lakukan sehari-hari.
- bantu pasien menetapkan
aktivitas mana yang dapat
dilakukan secara mandiri
 Aktivitas yang memerlukan
bantuan minimal dari
keluarga
 Aktivitas apa saja yang
perlu bantuan penuh dari
keluarga atau lingkungan
terdekat pasien
 Beri contoh pelaksanaan
aktivitas yang dapt
dilakukan pasien
 Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan

22
sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien
unuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang akan
dilatihkan.
- Bersama pasien dan
keluarga memperagakan
beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien.
- Berikan dukungan dan
pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
 Masukan jadwal kegiatan
pasien
- Berikan kesempatan pada
pasien untuk mencontoh
kegiatan
- Beri pujian atas aktivitas/
kegiatan yang dapat
dilakukan pasien setiap
hari.
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihka bersama
pasien dan keluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan

23
perasaannya setelah
kegiatan. Yakinkan bahwa
keluarga mendukung
setiap aktivitas yang
dilaukan pasien
SP.2
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
 Pilih kemampuan kedua
yang dapat dilakukan
 Latih kemampuan yang
dipilih
 Masukan dlam jadwal
kegiatan pasien
SP.3
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP2)
 Memilih kemampuan ketiga
yang dapat dilakukan
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah dilakukan perawatan 1.      Manajemen lingkungan
selama 24 jam, risiko trauma 2.      Manajemen penekanan
dapat teratasi dengan tujuan dan
kriteria hasil :
1.      Pasien mampu menghindari
3 Risiko trauma cedera fisik

24
3. Implementasi  
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
 Ciptakan lingkungan yang
tenang
 Minta klien untuk rilseks dan
merasakan sensasi yang
terjadi
 Bantu pasien untuk
menyelesaikan masalah
dengan cara yang kontruktif
 Berada di sisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan S : pasien mengata mengeluh
mengurangi ketakutan cemas dan merasa frustasi
 Bantu klien untuk O :pasien terlihat tampak takut,
mengidentifikasi situasi yang merasa tidak nyaman, tidak rileks
memicu kecemasan A :msasalah belum teratasai
1 Ansietas P :intervensi dilanjutkan
 Bantu pasien menentukan
keterlanjutan dari perubahan-
perubahan aktual dari tubuh
 Monitor pernyataan pasien S :pasien mengatakan sangat susah
mengenai harga diri tidur terfikir olehnya tentang
 Tentukan kepercayaan diri pertanyaan orang lain tentang
pasien dalam hal penilaian kejadian yang dialaminya
diri O :pasien tampak lemas dan lesu
 Bantu pasien untuk A :masalah belum teratasi
2 Harga diri rendah menemukan penerimaan diri P :intervensi dilanjutkan
3 Risiko trauma  Ciptakan lingkungan yang S :pasien mengatakan masih tidak
aman bagi pasien nyaman dengan keadaan rumah
 Singkirkan benda-benda yang sudah tidak utuh lagi.

25
berbahaya dari lingkungan O :pasien tampak bingung
 Ciptakan kenyaman A :masalah belum teratasi
lingkungan yang mendukung P :intervensi dilanjutkan
\
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
 Ciptakan lingkungan yang
tenang
 Minta klien untuk rilseks dan
merasakan sensasi yang
terjadi
 Bantu pasien untuk S : pasien mengatakan sudah tidak
menyelesaikan masalah cemas dan gelisah lagi
dengan cara yang kontruktif O :pasien tampak tidak ketakutan
 Berada di sisi klien untuk lagi saat ditanya kembali prihal
meningkatkan rasa aman dan kejadian.
mengurangi ketakutan A :msasalah teratasai
 Bantu klien untuk P : hentikan intervensi, berikan
mengidentifikasi situasi yang edukasi dalam menyelesaikan
memicu kecemasan masalah secara bersama-sama
1 Ansietas meski orangtua sudah bercerai.
 Bantu pasien menentukan
keterlanjutan dari perubahan- S :pasien mengatakan masih
perubahan aktual dari tubuh mengeluh susah tidur dan cemas
 Monitor pernyataan pasien jika bertemu dengan orang lain
mengenai harga diri tidak siap menerima penilaian dan
 Tentukan kepercayaan diri pertanyaan dari orang lain.
pasien dalam hal penilaian O :pasien tampak masih lesu dan
diri termenung sesewaktu
 Bantu pasien untuk A :masalah belum teratasi
2 Harga diri rendah menemukan penerimaan diri P :intervensi dilanjutkan

26
 Ciptakan lingkungan yang S :pasien mengatakan masih tidak
aman bagi pasien nyaman dengan keadaan rumah
 Singkirkan benda-benda yang sudah tidak utuh lagi.
berbahaya dari lingkungan O :pasien masih tampak bingung
 Ciptakan kenyaman A :masalah belum teratasi
3 Risiko trauma lingkungan yang mendukung P :intervensi dilanjutkan

27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan perempuan dan
anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia ‘trafficker’ dengan cara
mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan kekerasan, penculikan, tipu daya,
penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan.

Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional, eksploitasi seksual


phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan penari erotis. Faktor penyebab
utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena kemiskinan dan beberapa diantaranya
adalah, karena tingkat pendidikan yang rendah, penganiyaan terhadap perempuan,
perkawinan usia muda, dan kondisi sosial budaya masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang
bisa ditimbulkan dari trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.

28
29

Anda mungkin juga menyukai