Anda di halaman 1dari 17

HIPERTERMI DAN HIPOTERMI

OLEH:

FITRIYANI

1814401008

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Makalah yang berjudul Hipetermi dan Hipotermi.

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Ns.Roni Saputra,M,.Kes telah membantu kami baik
secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan
yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kerinci, 02 Januari 2021 

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena
adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah
39oC.Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu
pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu
tersebut (Potter & Perry,2010).

Menurut Wong (2008) terdapat empat jenis demam yang umum terjadi yaitu demam intermiten,
remiten, kambuhan, dan konstan. Selama demam intermiten, suhu tubuh akan berubah-ubah
dalam interval yang teratur, antara periode demam dan periode suhu normal serta subnormal.
Selama demam remiten, terjadi fluktuasi suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 2oC) dan
berlangsung selama 24 jam, dan selama itu suhu tubuh berada di atas normal. Pada demam
kambuhan, masa febril yang pendek selama beberapa hari diselingi dengan periode suhu normal
selama 1 – 2 hari. Selama demam konstan, suhu tubuh akan sedikit berfluktuasi, tetapi berada di
atas suhu normal. Tanda-tanda klinis demam dapat bervariasi, bergantung pada awitan,
penyebab, dan tahap pemulihan demam. Semua tanda tersebut muncul akibat 2 adanya
perubahan set point pada mekanisme pengontrolan suhu yang diatur oleh hipotalamus. Pada
kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37oC, laju pengeluaran panas akan meningkat
sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat set point.

Sebaliknya, ketika suhu inti kurang dari 37oC, laju produksi panas akan meningkat sehingga
suhu tubuh akan naik ke tingkat set point. Dalam keadaan ini termostat hipotalamus berubah
secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat yang lebih tinggi akibat pengaruh kerusakan sel,
zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada hipotalamus. Selama fase interval, terjadi respons produksi
panas yang biasanya muncul, yakni meriang, kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan
menggigil yang dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengalami
hipertermia. Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau
sistemikharus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan (Kolcaba,2007, dalam Setiawati,2009).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena
adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah
39oC.Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu
pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu
tersebut (Potter & Perry,2010). Menurut Wong (2008) terdapat empat jenis demam yang umum
terjadi yaitu demam intermiten, remiten, kambuhan, dan konstan. Selama demam intermiten,
suhu tubuh akan berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara periode demam dan periode
suhu normal serta subnormal.

Selama demam remiten, terjadi fluktuasi suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 2oC) dan
berlangsung selama 24 jam, dan selama itu suhu tubuh berada di atas normal. Pada demam
kambuhan, masa febril yang pendek selama beberapa hari diselingi dengan periode suhu normal
selama 1 – 2 hari. Selama demam konstan, suhu tubuh akan sedikit berfluktuasi, tetapi berada di
atas suhu normal. Tanda-tanda klinis demam dapat bervariasi, bergantung pada awitan,
penyebab, dan tahap pemulihan demam. Semua tanda tersebut muncul akibat 2 adanya
perubahan set point pada mekanisme pengontrolan suhu yang diatur oleh hipotalamus. Pada
kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37oC, laju pengeluaran panas akan meningkat
sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat set point. Sebaliknya, ketika suhu inti kurang dari
37oC, laju produksi panas akan meningkat sehingga suhu tubuh akan naik ke tingkat set point.
Dalam keadaan ini termostat hipotalamus berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat
yang lebih tinggi akibat pengaruh kerusakan sel, zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada
hipotalamus. Selama fase interval, terjadi respons produksi panas yang biasanya muncul, yakni
meriang, kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan menggigil yang dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia. Hipertermia yang berhubungan
dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemikharus ditangani dengan benar karena
terdapat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan (Kolcaba,2007, dalam Setiawati,2009).
Hipertermi disebabkan karena berbagai faktor.

Jika tidak di manajemen dengan baik, hipertermi dapat menjadi hipertermi berkepanjangan.
Hipertermi berkepanjangan merupakan suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38oC yang menetap
selama lebih dari delapan hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui. Tiga
penyebab terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-
vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab demam
berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus (Sari Pediatri,2008). 3 Kesulitan
dalam mencari penyebab timbulnya demam berkepanjangan disebabkan oleh banyak faktor
terutama penyebab yang beraneka ragam.Menurut Nelson (2000) hipertermia disebabkan oleh
mekanisme pengatur panas hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya produksi panas
endogen (olah raga berat, hipertermia maligna, sindrom neuroleptik maligna, hipertiroidisme),
pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-lapis, keracunan atropine), atau
terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas).
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. HIPERTERMIA
1. Definisi

Hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh terlalu tinggi. Hipertermia biasanya disebabkan
oleh kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk mendinginkan tubuh. Suhu tubuh yang terlalu tinggi
akan menyebabkan munculnya beragam gangguan, mulai dari kram otot hingga gangguan pada otak
dan sistem saraf. Suhu tubuh yang normal berada pada rentang 36–37,50C.

Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas 38,50C. Kondisi ini
terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk menyeimbangkan suhu tubuh. 

Pada keadaan yang berat, hipertermia dapat menyebabkan heat stroke. Kondisi ini cukup
berbahaya karena bisa menyebabkan kerusakan permanen pada otak dan organ tubuh.

2. Penyebab Hipertermia

Pada umumnya, hipertermia disebabkan oleh paparan suhu panas yang berlebihan dari
luar tubuh serta kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk mendinginkan tubuh.

Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hipertemia adalah:

 Peningkatan suhu yang ada di lingkungan


 Peningkatan produksi panas dari dalam tubuh, misalnya akibat aktivitas berlebihan, krisis
tiroid, atau keracunan obat, seperti obat antikolinegik, obat MDMA
(methylenedioxymethamphetamine), dan obat simpatomimetik
 Ketidakmampuan tubuh untuk membuang panas, misalnya karena tidak mampu
memproduksi keringat

3. Faktor risiko hipertermia


Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami hipertermia, di
antaranya:

 Bekerja di luar rumah dengan paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan dan
dalam jangka waktu yang lama
 Mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang masuk, diare, atau penggunaan obat
seperti diuretik
 Mengalami gangguan pengeluaran keringat, baik akibat kelainan kulit atau kelenjar
keringat
 Masih bayi atau orang yang sudah lanjut usia
 Menderita penyakit tertentu, seperti tirotoksikosis

4. Gejala Hipertermia

Gejala hipertermia berbeda-beda, tergantung pada kondisi dan jenis hipertermia yang dialami.
Meskipun demikian, ada beberapa gejala umum hipertermia yang mirip satu sama lain terlepas
dari penyebabnya, yaitu:

 Suhu tubuh lebih dari 38,5oC


 Rasa gerah, haus, dan lelah
 Pusing
 Lemah
 Mual
 Sakit kepala

Selain gejala-gejala umum di atas, berikut adalah beberapa gejala khusus yang dapat dibagi
berdasarkan jenis hipertermia yang dialami:

1. Heat stress, Kondisi ini dapat terjadi ketika proses pengaturan suhu tubuh mulai
terganggu, umumnya terjadi saat keringat tidak bisa keluar akibat pakaian terlalu ketat
atau karena bekerja di tempat yang panas dan lembap. Gejala yang bisa timbul di
antaranya, pusing, lemas, haus, mual, dan sakit kepala.
2.   Heat fatigueKondisi ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu lama berada di tempat yang
panas, sehingga muncul lemas, haus, rasa tidak nyaman, kehilangan konsentrasi, bahkan
kehilangan koordinasi.
3.   Heat syncope, Kondisi ini terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan diri tetap berada
di lingkungan yang panas, sehingga memicu kurangnya aliran darah ke otak.  Akibatnya
akan muncul gejala, seperti pusing, berkunang-kunang, dan pingsan.
4.   Heat cramps, Kondisi ini terjadi ketika penderita sedang berolahraga dengan intensitas
yang berat atau bekerja di tempat yang panas. Gejalanya berupa kejang otot yang disertai
rasa nyeri atau kram di otot betis, paha, bahu, lengan dan perut.
5.   Heat edema, Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan pada tangan, kaki, dan tumit
akibat penumpukan cairan. Heat edema terjadi akibat terlalu lama duduk atau berdiri di
tempat yang panas yang selanjutnya memicu ketidakseimbangan elektrolit.
6.   Heat rash, Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam pada kulit akibat berada di
tempat yang panas dan lembab pada waktu yang lama.
7.   Heat exhaustion, Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak bisa menyeimbangkan suhu tubuh
akibat kehilangan air dan garam dalam jumlah besar yang keluar dalam bentuk keringat
berlebih.
Gejalanya berupa sakit kepala, pusing, mual, lemas, kehausan, peningkatan suhu tubuh,
keringat berlebih, produksi urine berkurang, detak jantung meningkat, sulit menggerakan
anggota tubuh. Heat exhaustion yang tidak segera ditangani dapat berkembang
menjadi heat stroke.
8. Heat stroke, merupakan hipertemia yang paling parah. Kondisi ini harus ditangani segera
karena bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian. Heat stroke dapat ditandai
dengan gejala berikut ini:

 Suhu tubuh yang meningkat dengan cepat, sampai di atas 40oC


 Kulit terasa panas, kering, atau muncul keringat berlebih
 Kejang
 Penurunan kesadaran yang ditandai dengan kebingungan dan bicara tidak jelas
5. Kapan harus ke dokter

Hipertermia sebenarnya bisa diatasi dengan pertolongan pertama, seperti dengan beristirahat
dan berteduh, lalu minum air putih atau larutan elektrolit. Jika gejala hipertermia tidak kunjung
hilang, segera konsultasikan hal tersebut dengan dokter agar mendapatkan penanganan yang
tepat.

Berbeda dengan jenis hipertermia lainnya, heat exhaustion dan heat stroke merupakan
kondisi gawat darurat. Jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami gejala-gejala heat
exhaustion atau heat stroke, segera ke IGD rumah sakit terdekat agar mendapatkan penanganan
yang tepat.

6. Diagnosis Hipertermia

Untuk mendiagnosis hipertermia, dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan dan
aktivitas yang baru saja dilakukan pasien. Hal itu karena hipertermia sangat berkaitan dengan
aktivitas yang dilakukan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk
memastikan gejala yang diderita.

Dokter akan memeriksa suhu tubuh pasien untuk memastikan apakah pasien mengalami
hipertermia atau tidak. Selain itu, dokter juga akan memastikan apakah pasien memiliki faktor
atau kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya hipertemia, seperti penggunaan obat-obatan
atau menderita tirotoksikosis.

7. Pengobatan Hipertermia

Penanganan utama pada hipertermia adalah dengan mendinginkan suhu tubuh saat muncul
gejala. Jika Anda mengalami hipertermia, langkah pendinginan tubuh yang dapat Anda lakukan
antara lain:

 Beristirahat dari aktivitas yang sedang dilakukan, bila perlu Anda dapat beristirahat
sambil berbaring
 Berteduh agar terhindar dari sengatan panas, bila perlu berteduh di ruangan yang sejuk
dan memiliki aliran udara yang baik
 Minum air putih atau minuman elektrolit, namun hindari mengonsumsi minuman terlalu
dingin karena dapat menimbulkan kram perut
 Mengompres kepala, leher, muka, dan bagian tubuh yang mengalami kram menggunakan
air dingin
 Melonggarkan pakaian yang ketat, termasuk kaus kaki dan sepatu

8. Pencegahan Hipertermia

Langkah terbaik untuk mencegah hipertermia adalah menghindari paparan sinar matahari
atau cuaca panas dalam jangka waktu cukup lama. Jika Anda harus bekerja atau beraktivitas di
tempat yang panas, berikut adalah langkah pencegahan hipertermia yang bisa Anda lakukan:

 Jangan menggunakan pakaian tebal, namun gunakan pakaian yang tipis namun mampu
melindungi area tubuh ketika berada di luar ruangan.
 Gunakan topi dan tabir surya yang dapat melindungi kulit dari sengatan sinar matahari.
 Konsumsi air dalam jumlah yang banyak, setidaknya 2–4 gelas air setiap jam.
 Hindari minuman mengandung kafein dan alkohol saat beraktivitas di tempat yang panas
karena mengakibatkan cairan tubuh makin berkurang.

B. HIPOTERMIA
1. Definisi

Hipotermia adalah kondisi ketika suhu tubuh menurun drastis hingga di bawah 35 oC.
Ketika suhu tubuh berada jauh di bawah normal (37 oC), fungsi sistem saraf dan organ tubuh
lainnya akan mengalami gangguan. Jika tidak segera ditangani, hipotermia dapat menyebabkan
gagal jantung, gangguan sistem pernapasan, dan bahkan kematian.

2. Penyebab Hipotermia
Hipotermia terjadi ketika panas yang dihasilkan tubuh tidak sebanyak panas yang hilang.
Sejumlah kondisi yang berpotensi membuat panas tubuh banyak hilang dan menyebabkan
hipotermia, yaitu:

 Terlalu lama berada di tempat dingin.


 Mengenakan pakaian yang kurang tebal saat cuaca dingin.
 Terlalu lama mengenakan pakaian basah.
 Terlalu lama di dalam air, misalnya akibat kecelakaan kapal.

Hipotermia dapat dialami oleh siapa saja. Namun, ada beberapa faktor yang meningkatkan
risiko seseorang mengalami hipotermia, yaitu:

 Usia. Hipotermia rentan dialami oleh bayi dan lansia.


 Kelelahan.
 Gangguan mental, misalnya demensia.
 Konsumsi alkohol dan NAPZA.
 Konsumsi obat-obatan untuk depresi dan obat penenang.
 Hipotiroidisme, radang sendi, stroke, diabetes, dan penyakit Parkinson.

Pada bayi, suhu yang terlalu dingin bisa membuat bayi mengalami keringat dingin akibat
hipotermia.

3. Gejala Hipotermia

Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya. Berikut ini


merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:

 Kulit pucat dan terasa dingin ketika disentuh


 Mati rasa
 Menggigil
 Respons menurun
 Gangguan bicara
 Kaku dan sulit bergerak
 Penurunan kesadaran
 Sesak napas hingga napas melambat
 Jantung berdebar hingga denyut jantung melambat

Pada bayi, hipotermia ditandai dengan kulit yang terasa dingin dan terlihat kemerahan. Bayi
juga terlihat diam, lemas, dan tidak mau menyusu atau makan.

4. Pengobatan Hipotermia

Hipotermia merupakan kondisi darurat yang harus segera mendapatkan penanganan.


Tindakan awal yang perlu dilakukan ketika bertemu dengan orang yang memiliki gejala
hipotermia adalah mencari ada tidaknya denyut nadi dan pernapasan. Jika denyut nadi dan
pernapasan sudah berhenti, maka lakukanlah tindakan resusitasi jantung paru (CPR) dan cari
bantuan medis.

Bila orang tersebut masih bernapas dan denyut nadinya masih ada, lakukanlah tindakan
berikut ini untuk membuat suhu tubuhnya kembali normal:

 Pindahkan dia ke tempat yang lebih kering dan hangat. Pindahkan secara hati-hati karena
gerakan yang berlebihan dapat memicu denyut jantungnya berhenti.
 Jika pakaian yang dikenakannya basah, maka gantilah dengan pakaian yang kering.
 Tutupi tubuhnya dengan selimut atau mantel tebal agar hangat.
 Jika dia sadar dan mampu menelan, berikan minuman hangat dan manis.
 Berikan kompres hangat dan kering untuk membantu menghangatkan tubuhnya.
Letakkan kompres di leher, dada, dan selangkangan. Hindari meletakkan kompres di
lengan atau tungkai karena malah menyebabkan darah yang dingin mengalir kembali ke
jantung, paru-paru, dan otak.
 Hindari penggunaan air panas, bantal pemanas, atau lampu pemanas untuk
menghangatkan penderita hipotermia. Panas yang belebihan dapat merusak kulit dan
menyebabkan detak jantung menjadi tidak teratur.
 Temani dan pantau terus kondisi orang tersebut, hingga bantuan medis tiba.

Setelah tiba di rumah sakit, penderita hipotermia akan menerima serangkaian tindakan medis,
berupa:

 Pemberian oksigen yang telah dilembapkan melalui masker atau selang hidung, untuk
menghangatkan saluran pernapasan dan membantu meningkatkan suhu tubuh.
 Pemberian cairan infus yang telah dihangatkan.
 Penyedotan dan penghangatan darah, untuk kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Proses ini menggunakan mesin cuci darah.
 Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan. Cairan steril ini dimasukkan ke dalam
rongga perut menggunakan selang khusus.

5. Komplikasi Hipotermia

Penanganan perlu segera dilakukan terhadap kondisi hipotermia untuk mencegah terjadinya
komplikasi, bahkan kematian. Komplikasi yang dapat muncul adalah:

 Frostbite, yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karena membeku.


 Chilblains,  yaitu peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada kulit.
 Trench foot, yaitu rusaknya pembuluh darah dan saraf pada kaki akibat terlalu lama
terendam air.
 Gangrene atau kerusakan jaringan.

6. Pencegahan Hipotermia

Ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah hipotermia, yaitu:

 Jagalah tubuh agar tetap kering. Hindari mengenakan pakaian basah dalam jangka waktu
lama karena dapat menyerap panas tubuh.
 Gunakan pakaian sesuai dengan kondisi cuaca dan kegiatan yang akan dilakukan,
terutama ketika akan mendaki gunung atau berkemah di tempat yang dingin. Kenakan
jaket atau pakaian tebal agar suhu tubuh tetap terjaga.
 Gunakan topi, syal, sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu bot ketika akan beraktivitas di
luar rumah.
 Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh.
 Hindari minuman yang mengandung alkohol atau kafein. Konsumsilah minuman dan
makanan hangat.

Sedangkan untuk mencegah hipotermia pada bayi dan anak-anak, cara yang dapat dilakukan
adalah:

 Jaga suhu kamar agar selalu hangat.


 Pakaikan jaket atau pakaian yang tebal, ketika anak akan beraktivitas di luar rumah saat
suhu udara dingin.
 Segera bawa ke ruangan yang hangat, jika mereka tampak mulai menggigil.
BAB III

SIMPULAN

A. Simpulan
 Hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh terlalu tinggi. Hipertermia biasanya disebabkan
oleh kegagalan sistem regulasi suhu tubuh untuk mendinginkan tubuh. Suhu tubuh yang
terlalu tinggi akan menyebabkan munculnya beragam gangguan, mulai dari kram otot hingga
gangguan pada otak dan sistem saraf. Suhu tubuh yang normal berada pada rentang 36–
37,50C.
 Hipotermia adalah kondisi ketika suhu tubuh menurun drastis hingga di bawah 35 oC.
Ketika suhu tubuh berada jauh di bawah normal (37 oC), fungsi sistem saraf dan organ
tubuh lainnya akan mengalami gangguan. Jika tidak segera ditangani, hipotermia dapat
menyebabkan gagal jantung, gangguan sistem pernapasan, dan bahkan kematian.
 

Referensi

Paal, et al. (2016). Accidental Hypothermia. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation,

and Emergency Medicine, doi:10.1186/s13049-016-0303-7.

Karnatovskaia, et al. (2014). Therapeutic Hypothermia for Neuroprotection: History,


Mechanisms,

Risks, and Clinical Applications, 4(3), pp. 153-163.


Better Health (2018). Health. Hypothermia.

NHS Choices UK (2017). Health A-Z. Hypothermia.

NIH (2017). MedlinePlus. Hypothermia.

Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Hypothermia.

Krucik, G. Healthline (2016). What Causes Hypothermia?

Brouhard, R. Verywell Health (2018). An Overview of Hypothermia.

DerSarkissian, C. WebMD (2017). What is Hypothermia?


Hifumi, et al. (2018). Heat stroke. Journal of intensive care, 6, pp. 30.

Yamamoto, et al. (2018). Evaluation of a Novel Classification of Heat-Related Illness: A


Multicenter

Observational Study (Heat Stroke STUDY 2012). International; Journal of Environmental


Research

and Public Health, 15 (9): 1962


Centers for Disease Control and Prevention (2018). Heat Stress - Heat Related Illness.

Harvard Health Publishing (2019). Heat Stroke (Hyperthermia).

Felson, S. Web MD (2019). Heat Cramps.

Schraga, D. Medscape (2018). Cooling Techniques for Hyperthermia.

Roland, J. Healtline (2017). What Is Hyperthermia and How Is It Treated?

Anda mungkin juga menyukai