Disusun Oleh:
Amelisa putri
Fitri yani
Merlis
Jumiah
M.khoirudin
Rabiatul Hadawiyah
DIII-KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
TA :2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, dan
anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul mkalah “GANGGUAN
ULKUS PEPTIKUM” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB 2.
Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun
berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril maupun
materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini kami
menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing kami sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar
harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Epidemiologi............................................................................................. 1
B. Anatomi dan fisiologi gaster..................................................................... 2
BAB II ISI
A. Defenisi................................................................................................... 6
B. Etiologi.................................................................................................... 6
C. Manifestasi Klinis.................................................................................... 6
D. Patofisiologi............................................................................................ 7
E. Penatalaksanaan ................................................................................... 11
1. Farmakologi........................................................................................ ...11
2. Medis..................................................................................................... 12
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang..................................................... 13
G. Pertimbangan Pembedahan.................................................................. 14
H. Pertimbangan Pemulangan.................................................................... 14
I. Pengkajian.............................................................................................. 15
II. Diagnosa Keperawatan........................................................................... 19
III. Tujuan...................................................................................................... 21
IV. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 25
B. Saran....................................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60
tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-
anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa
bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus
peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat
terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Risiko seumur hidup untuk mengembangkan ulkus peptikum adalah sekitar 10%. Di
negara-negara Barat prevalensi infeksi Helicobacter pylori sekitar pertandingan usia (yaitu,
20% pada usia 20, 30% pada usia 30, 80% pada usia 80 dll). Prevalensi lebih tinggi di
negara-negara dunia ketiga.Transmisi adalah dengan makanan, air tanah yang terkontaminasi,
dan melalui air liur manusia (seperti dari berciuman atau berbagi peralatan makanan). Sebuah
minoritas kasus H. pylori infeksi akhirnya akan menyebabkan borok dan proporsi yang lebih
besar dari orang-orang akan mendapatkan non-spesifik ketidaknyamanan, nyeri perut atau
gastritis.
Ulkus peptik memiliki efek yang luar biasa pada morbiditas dan mortalitas sampai
dekade terakhir abad ke-20, ketika tren epidemiologi mulai menunjuk ke sebuah penurunan
mengesankan dalam insiden.Alasannya bahwa tingkat penyakit ulkus peptikum diperkirakan
menurun menjadi pengembangan obat baru penekan dan asam efektif dan penemuan
penyebab kondisi, H. pylori.
Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang telah tukak lambung aktif dan sekitar 350.000 kasus
baru didiagnosa setiap tahun.Empat kali sebanyak ulkus duodenum ulkus lambung
didiagnosis.Sekitar 3.000 kematian per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh ulkus
duodenum dan 3.000 untuk tukak lambung.
Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang
terletak di bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat
di manamakanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat
dibagimenjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus.
Kardiaadalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan. Fundus
adalah bagian tengah, bentuknya membulat.
Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.
Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapatditemukan
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawanutrisi yang
diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.Muscularis adalahlapisan otot yang
membantu perut dalam pencernaan mekanis.Lapisan ini dibagi menjadi 3lapisan otot, yakni
otot melingkar, memanjang, dan menyerong.Kontraksi dari ketiga macamlapisan otot tersebut
mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang).Gerak peristaltik menyebabkan
makanan di dalam lambung diaduk-aduk.Lapisan terluar yaituserosa berfungsi sebagai
lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejeniscairan untuk mengurangi
gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuhlainnya.
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel
goblet[goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi
untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak
karenaenzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam
lambung[Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin.
Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang
membuat tingkat keasaman dalamlambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam.Sel
chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak
aktif.Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna
protein yang dimiliki oleh sel tersebutyang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.Di
bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkangetah
lambung.Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks
akanmenimbulkan sekresi getah lambung.Getah lambung mengandung asam lambung (HCI),
pepsin, musin, dan renin.Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme
danmengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.Pepsinmerupakan enzim yang dapat
mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil.Musinmerupakan mukosa protein yang
melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai
kaseinogenmenjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna
oleh pepsin.Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam
lambuing danusus tanpa sempat dicerna. Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung
mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur, disebut chyme(kim) atau bubur makanan.
Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikitdemi sedikit dalam
duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika
tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yangmengarah ke duodenum akan
berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kimyang bersifat asam tiba di
pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan
asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.Makanan tersebut dicerna sehingga
keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang
pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam darilambung masuk ke
duodenum.Demikian seterusnya.Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal
demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif.Seteleah 2 sampai 5 jam,
lambung kosong kembali.Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon.
Impuls parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas,
secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks
pengosongan lambung iniakan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan
reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna
terutama sekretin dankholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum
dan dibawa bersama aliran darah ke lambung.
Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan prosesumpan balik humoral.
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getahlambung, yang merupakan
larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang mengandung pula
enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkanuntuk absorpsi vitamin B12.
Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan penguraian
enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yangcocok bagi enzim lambung
dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.Asam klorida juga akan membunuh
bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturans ekresi getah lambung sangat
kompleks.Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun
terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saatterjadinya, maka sekresi
getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus(intestinal).
Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa akan
menimbulkanimpuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus.
Stimulasinervus vagus akan menyebabkan dibebaskannyaasetilkolindari dinding lambung. Ini
akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan selepitel serta akan
membebaskan gastrin dari sel G antrum.
Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan
menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asamklorida. Pada sekresi asam klorida
ini, histamin juga ikut berperan.Histamin ini dibebaskanoleh mastosit karena stimulasi
vagus (gambar 3).Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat
bekerja. Fase Lambung.Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke
dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau
alkohol, akan menimbulkan reflekskolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH
turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.Pada Fase Usus mula-mula akan
terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan penurunan sekresigetah lambung.
Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin.Ini akan
menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen.
Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin,
terutama jikakim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.Di
samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan
pada sekresi danmotilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1
dari lambung dankemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar
pankreas.Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di
sejumlah organlainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar
pankreas,menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi
sekretin di usushalus.
Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon
sertaasam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang
tak berubah, pasokan darah di daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%
BAB II
ISI
A. Definisi
Ulkus peptikum adalah erosi mukosa gastro intestinal yang disebabkan oleh terlalu
banyaknya asam hidroklorida dan pepsin.Meskipun ulkus dapat terjadi pada osofagus, lokasi
paling umum adalah duodenum dan lambung (Wardell, 1990).
Ulkus kronis dapat menembus dinding muskular.Pemulihan mengakibatkan pembentukan
jaringan fibrosa dan akhirnya jaringan parut permanen.Ulkus dapat pulih atau sembuh
beberapa kali sepanjang hidup seseorang.
Komplikasi utama yang berkenaan dengan penyakit ulkus peptikum, pada umumnya
adalah:
2. Perporasi, dibuktikan oleh awitan tiba-tiba nyeri hebat disertai dengan abdomen kaku
seperti papan dan gejala syok.
3. Obstruksi. Komplikasi ini lebih umum pada ulkus duodenal yang terletak dekat pilorus.Ini
disebabkan oleh kontriksi jalan keluar gastrik sebagai akibat dari edema dan jaringan parut
dari ulkus yang berulang.
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan
dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi.Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi
atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi
bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang
ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri
biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan
alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali
timbul.Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut
pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.Beberapa gejala menurun dengan
memberikan tekanan local pada epigastrium.
Pirosis(nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus
dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau
sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada
ulkus akut.Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat
yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan
gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.
D. Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi
mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf
vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek
pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology
menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau
penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung
kosong adalah iritan yang signifikan.
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam
sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3. Fase usus
Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya dapat
menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area
lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti
luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus
stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada
lambung, setelah 72 jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus
meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah
mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia,
asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress
harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus
lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini
dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan
lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam
setelah luka bakar luas.
Klasifikasi
Kadang-kadang
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.
E. Penatalaksanaan
- Farmakoterapi:
Antasida seperti antasida magnesium hidroksida (Maalox atau Mylanta), atau antasida
aluminium hidroksida (Amphojel atau Alternangel).
Sukralfat (Carafate).
- Modifikasi diet.
- Penatalaksanaan stres.
*MEDIS
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
1. Memberikan asi.
2. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
Keterangan :
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung
larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi
lebih lanjut.
2. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau
ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
2.1.Dehidrasi ringan.
• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan
2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan
dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan
meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.
2.4.1. Memberikan Asi.
2.5. Obat-obatan.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal.
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus,
namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
4. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.Endoskopi
telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar
X karena ukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah
samar.
7. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap
antibody pada antigen H. Pylori.
G. H.Pertimbangan Pembedahan
1. Perfurasi.
2. Obstruksi organis
3. Perdarahan masif.
4. Ulkus yang besar sekali.
H. Pertimbangan Pemulangan
1. Perawatan lanjutan.
2. Tanda dan gejala yang dapat dilaporkan.
3. Obat-obatan untuk dilanjutkan di rumah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan Terakhir : SMU
Nama : Tn .S
a. Keluhan utama
Pasien merasa sakit/nyeri pada ulu hati, merasa tidak enak dan kurang berselera terhadap
makanan, perasaan selalu kenyang dan kadang disertai dengan muntah.
Sejak tadi sore pasien merasa tidak enak, merasa mual dan nyeri yang dirasakan semakin
lama semakin tidak dapat ditahan dan semakin sering timbul sehingga pasien dan
keluarganya memutuskan untuk masuk rumah sakit.
c. Riwayat penyakit
Pasien sudah mengalami nyeri pada ulu hati sejak 2 tahun yang lalu dan pernah dirawat di
rumah sakit Labuang Baji pada tahun 2003.Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien
adalah nyeri pada ulu hati. Hal ini dapat timbul secara terputus-putus, biasanya 2 sampai
dengan 3 jam setelah makan atau pada waktu lambung kosong dan meredah setelah menelan
obat atau makanan. Pasien juga mengatakan bahwa nyeri dapat berkurang pada saat pasien
beristirahat yang cukup atau rileks dan kontrol ke rumah sakit kira-kira satu bulan terakhir
pasien tidak lagi kontrol ke rumah sakit sebab tidak ada lagi gejala yang timbul.Biasanya obat
yang dikonsumsi adalah antasida dan beberapa obat lainnya.
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit tersebut
(Ulkus peptikum).
Pola koping
Klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di usia tua.
Klien berharap penyakitnya sembuh dan tidak dapat kambuh lagi dan jangan sampai dirawat
lagi di rumah sakit.
Faktor stressor
Konsep diri
Klien tidak merasa rendah diri karena penyakitnya dianggap wajar terjadi pada usia tua.
Pengetahuan klien
Tentang penyakitnya: klien mengatakan bahwa penyakitnya merupakan hal yang biasa terjadi
pada usia tua.
Aktivitas sosial
Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan bahwa menjaga kesehatan itu merupakan hal yang paling penting.
6. Kebutuhan Dasar
Pola makan
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan porsi tiap kali makan 1 piring berupa nasi,
sayur, kadang-kadang ada buah.Makanan yang spesifik tidak ada dan selera makan
biasa.Setelah masuk RS klien diberi makan 3 x/hari, selera makan terganggu.
Pola minum
Klien buang air kecil lancar dengan frekuensi 4 – 5 x/hari, tidak ada kelainan saat klien miksi
dan tidak ada keluhan lain.
Klien buang air besar 1 x/hari dengan konsistensi lunak, kadang-kadang encer dan berwarna
kuning.
Pola tidur
Sebelum masuk RS klien tidur malam sekitar jam 6 – 8 jam, klien juga mengatakan tidur
siang pada pukul 13.00 – 14.00. Setelah masuk RS istirahat sedikit terganggu karena adanya
nyeri dan suasana RS tetapi tidak terlalu mengganggu terhadap penyakitnya.
Aktivitas sehari-hari
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kelemahan diakibatkan oleh adanya nyeri ulu hati sebelum masuk RS BB klien 56 kg dan
setelah di rawat BB 54 kg. Klien tidak merasa tidak betah di RS bila tidak ada aktivitas dan
vital sign TD: 130/90 mmHg, HR 100 x/menit, RR 24 x/menit, temperaturnya/suhu: 37 ºC.
Kulit
Kulit sudah mulai keriput, kering, tidak ada lagi atau benjolan, sianosis (-) dan edema (-).
Kepala
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, rambut beruban.
Mata
Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (-) tidak ditemukan darah/cairan keluar dari
hidung.
Bibir agak kering, sianosis (-), fungsi pengecapan baik, tonsil tidak infeksi, jumlah gigi sudah
tidak lengkap.
Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, leher dapat digerakkan dengan bebas.
Dada
Sistem pernafasan
Tidak ada sesak, pernafasan teratur dengan frekuensi 26 x/menit, suara pernafasan normal
pada auskultasi.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah selama ini teratur, frekuensi jantung normal tidak ad tanda-tanda kelainan.
Sistem gastrointestinal
- Inspeksi: bentuk abdomen datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada benjolan.
- Palpasi: tidak dijumpai adanya massa, nyeri area epigastik, hepar dan lien tidak teraba.
Sistem musculoskeletal
Nyeri sendi kadang-kadang dialami klien bila cuaca terlalu dingin, kelemahan otot (+),
kekakuan otot dan sendi (-), tonus otot sedang, atropi otot (-), edema (-).
Sistem neurologi
Kesadaran komfos mentis, kehilangan memori (-), komunikasi lancar dan jelas, orientasi
terhadap orang baik.
Sistem endokrin
8. Pemeriksaan Penunjang
Penonjolan besar berbentuk nodular pada kurvatura minor lambung melalui pemeriksaan
radiogram dengan barium.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Klasifikasi Data
Data Subjektif:
- Lemah
Data Objektif:
- Gelisah
- Meringis
- RR 24 x/menit
- Mual/muntah
2. Analisa Data
- Skala nyeri 9
- Gelisah
3. Diagnosa Berdasarkan Prioritas
- Lemah
- Gelisah
- Meringis
- RR 24 x/menit
- Skala nyeri 7
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake oral ditandai
dengan:
- Mual
- Muntah
- Lemah
- Gelisah
- Skala nyeri 9
III. TUJUAN
- Merasa rileks
- Nadi 80 x/menit
- RR 20 x/menit
- BB meningkat
Hematonesis
Pucat
Kulit dingin
Pusing
Sianotik
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tindakan/Intervensi Rasional
Antasida
Tindakan/Intervensi Rasional
Makanan lunak
Tindakan/Intervensi Rasional
EVALUASI.
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ulkus peptikum mengacu pada rusaknya lapisan mukosa dibagian mana saja di saluran
gastro intestinal, tetapi biasanya di lambung atau duodenum.
2. Gejala yang sering muncul pada ulkus peptikum yaitu nyeri, muntah, konstipasi dan
perdarahan.
B. SARAN
1. Untuk mencapai asuhan keparawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam proses
keperawatan harus dilaksanakan sedacara sistematis.
2. Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan tetap
memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3. Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik/ kolaborasi baik
kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam hal pelaksanaan Asuhan
Keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Soeparman. Dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. 1990: Jakarta