Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN HIPERTERMIA

BERHUBUNGAN DENGAN AKTIFITAS BERLEBIHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan

Dosen Pengampu Menik Kustriyani, S.Kep, Ns,M.Kep

Disusun Oleh :

Tingkah Enggaring Tyas (2005076)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021
A. KONSEP TEORI
1. DEVINISI HIPERTERMI
Hipertermia bukan kepanasan atau kegerahan biasa. Hipertermia adalah
kondisi suhu inti tubuh yang meningkat tajam dan terjadi tiba-tiba dalam waktu
singkat, tapi tubuh Anda tidak mampu atau tidak punya cukup waktu untuk
berkeringat mendinginkan diri.
Suhu tubuh panas akibat hipertermia biasanya terjadi akibat paparan suhu
panas dari lingkungan sekitar di luar batas toleransi tubuh, misalnya saat cuaca
sedang terik luar biasa. Hipertermia juga bisa dipicu oleh kelelahan akibat
aktivitas fisik berat sehingga menaikkan suhu inti tubuh, seperti olahraga di siang
hari dalam waktu lama.

2. ETIOLOGI
Pada umumnya, hipertermi disebabkan oleh paparan sushu panas yang
berlebihan dari luar tubuh serta kegagalan system regulasi suhu tubuh untuk
mendinginkan tubuh.
Beberapa kondisi yang bias menyebabkan hipertermia adalah :
a. Peningkatan suhu yang ada lingkungan
b. Peningkatan produksi panas dari dalam tubuh, misalnya akibat aktivitas
berlebihan, krisis tiroid, atau keracunan obat, seperti obat antikolinegik,
obat MDMA (methylenedioxymethamphetamine), dan obat
simpatomimetik
c. Ketidakmampuan tubuh untuk membuang panas, misalnya karena tidak
mampu memproduksi keringat.
Hipertermia juga disebabkan oleh paparan suhu ekstrem yang tidak lagi
mampu diregulasi oleh tubuh. Gaya hidup tertentu dapat mengakibatkan seseorang
lebih rentan mengalami hipertermia, yaitu:
a) Kurang konsumsi air putih
b) Rumah yang sirkulasi udaranya kurang baik atau tidak dilengkapi
pendingin ruangan
c) Pakaian terlalu tebal
d) Lingkungan yang terlalu ramai dan padat
Beberapa kondisi juga diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang
mengalami hipertermia. Kondisi tersebut meliputi:
a) Dehidrasi
b) Lansia, yang kelenjar keringat dan peredaran darahnya sudah mulai
menurun fungsinya
c) Orang-orang dengan gangguan ginjal, jantung, dan paru
d) Orang dengan tekanan darah tinggi yang sedang dalam pembatasan asupan
garam
e) Penggunaan obat-obat tertentu seperti diuretik, obat bius, dan obat
pengontrol tekanan darah
f) Penyalahgunaan alcohol
g) Obesitas atau justru terlalu kurus
3. PATOFISIOLOGI
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus dapat
diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor, trauma, dan sindrom malignan dan
lain-lain bersifat pirogen eksogen yang merangsang sel makrofag, lekosit dan sel
lain untuk membentuk pirogen endogen. Pirogen seperti bakteri dan virus
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke
dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi sistem imun
(Widagdo, 2012).
Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan interaksi dengan
reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus anterior, dan menyebabkan
terbentuknya prostaglandin E2. IL-2 yang bertindak sebagai mediator dari respon
demam, dan berefek pada neuron di hipotalamus dalam pengaturan kembali
(penyesuaian) dari thermostatic set point. Akibat demam oleh sebab apapun maka
tubuh membentuk respon berupa pirogen endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor
necrotizing factor (TNF) (Widagdo, 2012).
Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk
meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain itu, substansi sejenis
hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan infeksi.
Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk
mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi dan menghemat
panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh.
Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan,
meskipun suhu tubuh meningkat (Potter & Perry, 2010).
Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih tinggi
tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan pasien merasa
hangat dan kering. Jika set point baru telah “melampaui batas”, atau pirogen telah
dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun,
menimbulkan respons pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan
karena vasodilatasi.Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran panas
(Potter&Perry, 2010).
4. PHATWAYS

Infeksi atau cidera jaringan

Inflamasi

Akumulasi monosit

Pelepasan progen endogen

Interleukin

Merangsang saraf vagus

Sinyal mencapai saraf pusat

Pembentukan prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus meningkatkan titik patokan suhu

Menggigil, meningkatkan suhu basal

Hipertermia

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipertermia berbeda-beda, tergantung pada kondisi dan jenis
hipertermia yang dialami. Meskipun demikian, ada beberapa gejala umum
hipertermia yang mirip satu sama lain terlepas dari penyebabnya, yaitu:
a. Suhu tubuh lebih dari 38,5oC
b. Rasa gerah, haus, dan lelah
c. Pusing
d. Lemah
e. Mual
f. Sakit kepala
Selain gejala-gejala umum di atas, berikut adalah beberapa gejala khusus yang
dapat dibagi berdasarkan jenis hipertermia yang dialami:
a. Heat stress
Kondisi ini dapat terjadi ketika proses pengaturan suhu tubuh mulai
terganggu, umumnya terjadi saat keringat tidak bisa keluar akibat pakaian
terlalu ketat atau karena bekerja di tempat yang panas dan lembap. Gejala
yang bisa timbul di antaranya, pusing, lemas, haus, mual, dan sakit kepala.
b. Heat fatigue
Kondisi ini bisa terjadi ketika seseorang terlalu lama berada di tempat
yang panas, sehingga muncul lemas, haus, rasa tidak nyaman, kehilangan
konsentrasi, bahkan kehilangan koordinasi.
c. Heat syncope
Kondisi ini terjadi ketika seseorang terlalu memaksakan diri tetap berada
di lingkungan yang panas, sehingga memicu kurangnya aliran darah ke
otak.  Akibatnya akan muncul gejala, seperti pusing, berkunang-kunang,
dan pingsan.
d.   Heat cramps
Kondisi ini terjadi ketika penderita sedang berolahraga dengan intensitas
yang berat atau bekerja di tempat yang panas. Gejalanya berupa kejang
otot yang disertai rasa nyeri atau kram di otot betis, paha, bahu, lengan dan
perut.
e. Heat edema
Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan pada tangan, kaki, dan tumit
akibat penumpukan cairan. Heat edema terjadi akibat terlalu lama duduk
atau berdiri di tempat yang panas yang selanjutnya memicu
ketidakseimbangan elektrolit.
f. Heat rash
Kondisi ini ditandai dengan munculnya ruam pada kulit akibat berada di
tempat yang panas dan lembab pada waktu yang lama.
g. Heat exhaustion
Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak bisa menyeimbangkan suhu tubuh
akibat kehilangan air dan garam dalam jumlah besar yang keluar dalam
bentuk keringat berlebih.
Gejalanya berupa sakit kepala, pusing, mual, lemas, kehausan,
peningkatan suhu tubuh, keringat berlebih, produksi urine berkurang,
detak jantung meningkat, sulit menggerakan anggota tubuh. Heat
exhaustion yang tidak segera ditangani dapat berkembang menjadi heat
stroke.
h. Heat stroke
Heat stroke merupakan hipertemia yang paling parah. Kondisi ini harus
ditangani segera karena bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan
kematian. Heat stroke dapat ditandai dengan gejala berikut ini:
a) Suhu tubuh yang meningkat dengan cepat, sampai di atas 40oC
b) Kulit terasa panas, kering, atau muncul keringat berlebih
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran yang ditandai dengan kebingungan dan bicara
tidak jelas
Fase – fase terjadinya hipertermia :
a. Fase I : awal
a) Peningkatan denyut jantung
b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.
c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.
d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.
e) Merasakan sensasi dingin.
f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.
g) Rambut kulit berdiri.
h) Pengeluaran keringat berlebih.
i) Peningkatan suhu tubuh.
b. Fase II : proses demam
a) Proses menggigil lenyap.
b) Kulit terasa hangat / panas.
c) Merasa tidak panas / dingin.
d) Peningkatan nadi & laju pernapasan.
e) Peningkatan rasa haus.
f) Dehidrasi ringan sampai berat.
g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf
h) Lesi mulut herpetik.
i) Kehilangan nafsu makan.
j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan terjadinya
resikoinfeksi.
b. Pemeriksaan urine
c. Uji widal
Suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk pasien thypoid.
Suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody . Aglutinin yang spesifik
terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasi . Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid
d. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl5)
e. Uji tourniquet (Siswantara, 2013).
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
Berikan Obat penurun panas seperti Paracetamol (Siswantara, 2013).
b. Penatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu
a) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : mengetahui perkembangan keadaan umum dari pasien
b) Observasi tanda-tanda vital pasien
Rasional : mengetahui perubahan tanda-tanda vital dari pasien
c)   Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis
Rasional : membantu mempermudah penguapan panas
d) Anjurkan pasien banyak minum
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi sewaktu panas
e) Anjurkan pasien banyak istirahat
Rasional : meminimalisir produksi panas yang diproduksi oleh tubuh
f) Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan
paha, leher bagian belakang
Rasional :mempercepat dalam penurunan produksi panas (Hidayat,2014)
B. KONSEP ASUHAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan adalah tahap dasar dari seluruh proses keperawatan
dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data pasien. Supaya dapat
mengidentifikasi masalah – masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien,
baik fisik, mental, social dan lingkungan. Dalam pengkajian yang harus dikaji
adalah :
a. Biodata biografi yang berupa nama, unur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, status kawin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.register, diagnose,
tanggal masuk rs, penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan berupa
a) Keluhan utama :Alasan utama pasien datang ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan.
b) Riwayat kesehatan sekarang : Keluhan pasien yang dirasakan saat
melakukan pengkajian.
c) Riwayat kesehatan terdahulu : Biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit
yang sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya dilakukan pengkajian
tentang riwayat minum obat klien.
d) Riwayat kesehatan keluarga : Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang
menderita riwayat penyakit yang sama.
c. Pola kesehatan fungsional berupa pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan, pola nutrisi dan metabolic, pola eliminasi urin dan feses, pola
aktifitas dan latihan, pola istirahat dan tidur, pola persepsi, pola hubungan
dengan orang lain, pola produksi dan seksual, presepsi diri dan konsep diri,
pola mekanisme koping, pola nilai kepercayaan.
d. Pengkajian fisik berupa penampilan keadaan umum seperti :
a) Tingkat kesadaran
b) Tanda – tanda vital
c) Respirasi
d) Nadi
e) Pengukuran antropometri
f) Pengkajian fisik kepala, ranbut, mata, hidung, telinga, mulut, leher,
dada/thorak,abdomen, genetourinia, ekstremitas, dan kulit
e. Data penunjang seperti hasil laboratorium dan therapy atau pengobatan

2. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan merupakan tahap yang penting dalam pemberian
asuhan keperawatan oleh seorang perawat. Dalam proses keperawatan diagnosa
keperawatan merupakan tahap kedua yang dilakukan oleh perawat setelah
melakukan pengkajian kepada pasien (proses keperawatan: pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi). Menentukan atau merumuskan diagnosa
keperawatan oleh seorang perawat harus dilakukan secara tepat. Penentuan
diagnosa yang tepat dapat menentukan intervensi yang tepat juga sehingga
memberikan dampak positif terhadap kesembuhan pasien/klien.
Berikut ini beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli keperawatan
tentang diagnosa keperawatan.
a. Abdellah (1957): “Penentuan sifat dan keluasan masalah keperawatan ditujukkan
oleh pasien indvidual atau keluarga yang menerima asuhan keperawatan.”
b. Durand, Prince (19966): “Suatu pernyataan tentang konkluasi yang dihasilkan
dari pengenalan terhadap pola yang berasal dari penyelidikan keperawatan dari
pasien.”
c. Gebbie, Livin (1975): “penilaian atau konkluasi yang terjadi sebagai akibat dari
pengkajian keperawatan.”
d. Bricher (1975): “Suatu evaluasi tentang respons personal klien terhadap
pengalaman kemanusiaannya sepanjang siklus kehidupan, apakah respons
merupakan krisis perkembangan atau kecelakaan, penyakit, kerusakan atau stres
lainnya.”
e. Aspinal (1976): “Suatu proses kesimpulan klinis dari perubahan yang teramati
dalam kondisi fisik atau fisiologis pasien; jika proses ini terjadi secara akurat dan
rasional, maka proses tersebut akan mengarah pada identifikasi tentang
kemungkinan penyebab simptomatologi.”
f. Gordon (1976): “Masalah kesehatan aktual atau potensial dimana perawat,
dengan pendidikan dan pengalamannya, mampu dan mempunyai izin untuk
mengatasinya.”
g. Roy (1982): “Frase singkat atau istilah yang meringkaskan kelompok indikator
penting (empiris) yang mewakili pola kebutuhan manusia.”
h. Shoemaker (1984): “Penilaian klinis tentang individu, keluarga atau komunitas
yang didapatkan melalui proses pengumpulan data yang disengaja dan sistematis
yang menjadi tanggung gugat perawat. Hal ini ditunjukkan secara singkat dan
mencakup etiologi kondisi bila diketahui.”
i. Carpenito (1987): “Pernyataan menggambarkan respons manusia (keadaan sehat
atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok
perawat yang secara legal mengidentifikasi dan dimana perawat dapat
menginstruksikan intervensi definitif untuk mempertanyakan keadaan sehat atau
untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan.”
j. NANDA (1990): “Penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi.”
k. Carlson, et al. (1991): “Pernyataan ringkasan tentang status kesehatan klien yang
didapatkan melalui proses pengkajian dan membutuhkan intervensi dari domain
keperawatan.”

3. INTERVENSI
Intervensi keperawatan tau rencana tindakan keperawatan adalah suatu proses
di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa
yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan dan siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012). Intervensi
keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan
masalah kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik (Manurung, 2011).
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasi dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan pasien (setiadi, 2012)
4. IMPLEMENTASI
Menurut (Kozier, 2010) Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana
perawat melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan
dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
digunakan untuk melaksanaan intervensi.
5. EVALUASI
Evaluasi keperawatan menurut (Kozier, 2010) adalah fase kelima atau terakhir
dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan
hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif,
objektif, assesment, planing) (Achjar, 2007).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang klien hadapi yang telah
di buat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat
dicapai pada klien hipertensi dengan kesiapan peningkatan pengetahuan adalah :
a) Pasien memiliki ketertarikan dalam belajar
b) Pasien dapat mengidentifikasi sumber informasi yang akurat
c) Pasien secara aktif mengungkapkan secara verbal informasi yang dapat
digunakannya
d) Pasien dapat menggunakan informasi yang diperoleh dalam meningkatkan
kesehatan atau mencapai tujuan
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Tania Savitri oleh Novita Joseph (08 Februari 2018). Hipertermia.di akses pada 12 Juni
2021 melalui https://hellosehat.com/hidup-sehat/pertolongan-pertama/hipertermia-adalah-
suhu-tubuh-panas/

Dr. Merry Dame Cristy Pane ( 04 mei 2020). Hipertermia, di akses pada 12 juni 2021 melalui
https://www.alodokter.com/hipertermia

Klikdokter.Hipertermia. di akses pada 12 juni 2021 melalui


https://www.klikdokter.com/penyakit/hipertermia

Gustinerz(19 april 2021).Devinisi Diagnosa Keperawatan Menurut Para Ahli.di akses pada
12 juni 2021 melalui https://gustinerz.com/definisi-diagnosa-keperawatan-menurut-para-ahli/

Mickeperawatan(2 agustus 2019).Proses keperawatanpendekatan teori dan praktik.di akses


melalui https://ypmickeperawatan.blogspot.com/2019/08/intervensi.html

Anda mungkin juga menyukai