Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN FEBRIS

1.1 Definisi
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus
(Elizabeth J. Corwin, 2010).
Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC (E. Oswari,
2006).
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati batas
normal yaitu lebih dari 380C (Fadjari Dalam Nakita 2010).
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan
oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi(Guyton, 2010).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C. Sedangkan
bila suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia,
2009).

1.2 Anatomi fisiologi


1. Anatomi
2. Fisiologi
Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas
seseorang yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan,
seperti pengaturan frekuensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh,
keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas
seksual. Hipotalamus berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri , kegembiraan, dan kemarahan. Hipotalamus
memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon
kelenjar hipofisis, sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.

1.3 Etiologi
Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan neonatal 2009 bahwa etiologi
febris, diantaranya:
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2010).
Menurut Guyton (2010) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan suhu,
penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
1.4 Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada
fase demam meliputi:
1. Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala :
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
2. Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala :
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
3. Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala :
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi
1.5 Klasifikasi Febris
Klasifikasi febris atau demam menurut Jefferson (2010), adalah :

1. Fever Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena


proses patologis.

2. Hyperthermia Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional


pada makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan
tubuh, seringnya karena induksi dari radiasi (gelombang
panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan.

3. Malignant Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang


Hyperthermia menyertai kekakuan otot karena anestesi total.

1.6 Tipe - tipe demam.diantaranya:


1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.
1.7 patofisiologi
1. pathway
Bakteri virus

Reaksi infeksi endotoksi Zat Pirogenik lain


obat n peradangan
gan

Monosit makrofag sel


kupfer

Respon hipotalamus Kesan psikis tidak enak


anterior

Gangguan
peningkatan titik psikis
penyetelan suhu

Dx. ansietas
Demam

Vasidolatasi kulit berkeringat

Dx. Hipertermia
Dx: risiko
ketidakseibangan
cairan
2. Narasi
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh
terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan
akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit
pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil
pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen
leukosit.
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima
(reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat
pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan
dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi
menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi
dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun,
terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas.
Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan
merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T)
untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis
yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan
antibodi atau sistem kekebalan tubuh.

1.8 Komplikasi
a. Dehidrasi : Demam tinggi penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam :Jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam).
Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24
jam pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang
demam ini juga tidak membahayakan

1.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Uji coba darah,
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau
hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang,
dapat ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat (SGPT), ureum, dan pH
darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus
rutin.
3. Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
4. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga
dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
5. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa.

1.10 Penatalaksanaan
1. Secara Fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air
meningkat
d. Memberikan kompres.

Berikut ini cara mengkompres yang benar :


a. Kompres dengan menggunakan air hangat, bukan air dingin atau es
b. Kompres di bagian perut, dada dengan menggunakan sapu tangan
yang telah dibasahi air hangat
c. Gosok-gosokkan sapu tangan di bagian perut dan dada
d. Bila sapu tangan sudah kering, ulangi lagi dengan membasahinya
dengan air hangat.

2. Obat- obat Antipiretik


Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus.Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan
kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar
penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat
total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah
terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah
makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat
kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar
dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid
adalah antibiotika golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4
x 500 mg/hari;
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½
sendokteh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2
sendok the sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu
dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in
diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan
ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang
berisiko kejang demam
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI FEBRIS

I. Pengkajian

A. Pengumpulan Data
1. Identitas penderita
Meliputi : mana, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Orang yang menderita observasi febris biasanya mengeluh suhu
badannya naik (panas), keluar banyak keringat, batuk-batuk dan tidak
nafsu makan.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya didapatkan peningkatan suhu tubuh di atas 37,50C
(N 36,5 – 37,5 C) atau ada masalah psikologis ( rasa takut dan
cemas terhadap penyakitnya)
b. Riwayat penyakit dahulu
Umumnya dikaitkan dengan riwayat medis yang berhubungan
dengan penyakit febris.
c. Riwayat penyakit keluarga
Dalam susunan keluarga adalah riwayat penyakit febris yang
pernah diderita atau penyakit turunan dan menular yang pernag
diderita atau anggota keluarga.
4. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksan hidup sehat
Umumnya pada pola ini penderita penyakit febris mengalami
perubahan dalam perawat dirinya yang diakibatkan oleh
penyakitnya
b. Pola nutrisi dan metabolism
Umumnya terjadi penurunan nafsu makan atau tidak.
c. Pola eliminasi
Pada pola ini bisa terjadi perubahan karena asupan yang kurang
sehingg klien tidak bisa BAB / BAK secara normal.
d. Pola istirahat tidur
Pada pola ini tidur kx biasanya mengalami gangguan karena
adanya rasa tidak nyaman dengan meningkatnya suhu
e. Pola aktifitas dan latihan
Aktivitas kx bergantung karena biasanya klien lemah karena
kurangnya asupan serta meningkatnya suhu.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa cemas dengan keadaan suhu tubuhnya yang
meningkat dan ketakutan sehingga mengalami perubahan
metabolisme (ex : mencret)
g. Pola sensori dan kognitif
Tidak terjadi gangguan pada pola ini dan biasanya hanya sebagian
kx yang dapat mengetahuinya.
h. Pola reproduksi dan sexual
Pada pola ini biasanya kx tidak mengalami gangguan.
i. Pola hubungan peran
Bisa terjadi hubungan yang baik atau kekeluargaan dan tidak
mengalami gangguan.
j. Pola penanggulangan stress
Dukungan keluarga sangat berarti untuk kesembuhan klien.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan dalam melaksanakan ibadah sebagai dampak
dari penyakitnya.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran (baik, gelisah, apatis / koma), badan lemahm frekuensi
pernafasan tinggi, suhu badan meningkat dan nadi meningkat
b. Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
c. Kulit, rambut, kuku
Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.
d. Mata
Umumnya mulai terlihat cowong atau tidak.
e. Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak.
f. Thorak dan abdomen
Tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri dan ada
peningkatan bising usus.
g. Sistem respirasi
Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
h. Sistem kardiovaskuler
Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat
i. Sistem musculoskeletal
Terjadi gangguan apa tidak.
j. Sistem pernafasan
Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan nafas
dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

II. Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermi b/d proses penyakit (infeksi)
b. Ansietas b/d
c. Risiko ketidakseimbangan cairan
III. Intervensi

Rencana keperawatan
N Diagnosis Tujuan Kriteria hasil Intervensi
o
1. Hipertermia Setelah L.14134 Termoregulasi: I.15506 Manajemen Hipertermia:
berhubungan dilakukan 1) Menggigil menurun a. Observasi
dengan tindakan 2) Pucat menurun 1) Identifikasi penyebab hipertermia
peningkatan keperawata 3) Takikardia menurun (misal dehidrasi, terpapar
laju n selama 7 4) Takipneu menurun lingkungan panas, penggunaan
metabolisme jam sekali 5) Bradikardi menurun inkubator)
di harapkan 6) Hipoksia menurun 2) Monitor suhu tubuh
pasien 7) Suhu tubuh membaik 3) Monitor haluan urine
membaik 8) Suhu kulit membaik 4) Monitor komplikasi akibat
Tekanan darah membaik hipertermia
b. Terapeutik
L.02011 Perfusi perifer 1) Sediakan lingkungan yang dingin
1) Denyut nadi perifer 2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
meningkat 3) Bahasi dan kipasi permukaan tubuh
2) Warna kulit pucat 4) Ganti linen setiap hari atau lebih
menurun sering jika mengalami hiperhidrosis
3) Pengisian kapiler (keringat berlebih)
membaik 5) Lakukan pendinginan eksternal
4) Akral membaik (misal selimut hipotermia atau
5) Turgor kulit membaik kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
6) Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
7) Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah barik
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

I. 14578 Regulasi temperatur


a. Observasi
1) Monitor suhu sampai stabil
2) Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia

b. Terapeutik
1) Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi
2) Gunakan matras penghangat
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan klien
c. Edukasi
1) Jelaskan cara pencegahan dengan
cara kompres hangat
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiperetik,
jika perlu

2. Ansietas Setelah L. 09093 tingkat ansietas I.09314 Reduksi Ansietas


berhubungan dilakukan 1) Verbalisasi a. Observasi
dengan tindakan kebingungan menurun 1) Identifikasi saat tingkat ansietas
disfungsi keperawata 2) Verbalisasi khawatir berubah (misal, kondisi, waktu,
sistem n selama 7 akibat kondisi yang stresor)
keluarga jam sekali dihadapi menurun 2) Identifikasi kemampuan mengambil
di harapkan 3) Perilaku gelisah keputusan
nyeri menurun 3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
pasien 4) Perilaku tegang dan nonverbal)
berkurang menurun b. Terapeutik
atau hilang 5) Tremor menurun 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk
membaik 6) Konsentrasi membaik menumbuhkan kepercayaan
7) Pola tidur membaik. 2) Temani pasien untuk mengurangi
L. 12111 tingkat kecemasan, jika memungkinkan
pengetahuan 3) Pahami situasi yang membuat
1) Perilaku sesuai ansietas
dengan pengetahuan 4) Dengarkan dengan penuh perhatian
2) Pertanyaan tentang 5) Gunakan pendekatan yang tenang
masalah yang dan meyakinkan
dihadapi 6) Tempatkan barang pribadi yang
3) Persepsi yang keliru memberikan kenyamanan
terhadap masalah 7) Motivasi mengidentifikasi situasi
menurun yang memicu kecemasan
4) Perilaku membaik. 8) Diskusikan perencanaan realistis yan
memincu kecemasan
9) Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
c. Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihn untuk
mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8) Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu.
3. Risiko Setelah L. 03020 keseimbangan I.03098 Menejemen cairan
ketidakseimba dilakukan cairan a. Observasi
ngan cairan tindakan 1) Asupan cairan 1) Monitor status dehidrasi
keperawata meningkat 2) Monitor hasil pemeriksaan
n selama 8 2) Haluan urin laboratorium
jam sekali meningkat 3) Monitor status hemodinamik
di harapkan 3) Kelembaban b. Terapeutik
pasien membran mukosa 1) Catat intake-output dan hitung
membaik 4) Edema menurun balans cairan
5) Dehidrasi menurun 2) Berikan asupan cairan, sesuai
6) Membran mukosa kebutuhan
membaik 3) Berikan cairan intravena
7) Mata cekung c. Kolaborasi
membaik 1) Kolaborasi pemberian diuretik, jika
8) Turgor kulit perlu
membaik
9) Berat badan I.03121 Pemantauan cairan
membaik a. Observasi
1) Monitor frekuensi dan kekuatan
L. 03030 Status nutrisi nadi
1) Porsi makanan yang 2) Monitor frekuensi napas
di habiskan 3) Monitor tekanan darah
2) Nyeri abdomen 4) Identifikasi tanda-tanda
3) Berat badan hipovolemik atau hipervolemia
membaik 5) Identifikasi faktor risiko
4) Nafsu makan ketidakseimbangan cairan
membaik b. Terapeutik
5) Frekuensi makan 1) Dokumentasikan hasil pemantauan
membaik c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin.(2010). Hand Book Of Pathofisiologi.Jakarta:EGC.


Guyton, Arthur C. (2010). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3.
Jakarta, EGC.
Ngastiah,Editor Setiawan S, Kep.(2005). Buku keperawatan anak sakit.
Jakarta:EGC.
Julia Klaartje Kadang, SpA (2009). Metode Tepat Mengatasi Demam. Dalam.
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-febris-demam.html
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: PPNI
Ngastiah,Editor Setiawan S, Kep.(2005). Buku keperawatan anak sakit.
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai