Disusun Oleh :
Annisa (2005007)
Eva Ristyowati (2005021)
Mohammad Sugiono (2005031)
Rosyita Lutfiani (2005047)
Virginia Anggita Rahayu (2005060)
Tingkah Enggaring Tyas (2005076)
A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di
suatu negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah
satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan
memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas
kepada masyarakat yang belum terlaksana. Saat ini angka kematian
perinatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000 kelahiran hidup.
Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain
penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada
bayi baru lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi
pada bayi, oleh karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat
sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan.
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir
menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian
hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi
60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar
80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk
dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi
bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau
kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat
perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24
jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih
dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan
yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis
(hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus,
yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru
Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada
bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat
patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul,
lama, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna
dari ikterus fisiologis. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan
sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.
Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas
permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media
pemantulan sinar.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
hiperbilirubin.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
hiperbilirubin
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan pada klien
hiperbilirubin
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien
hiperbilirubin
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
hiperbilirubin
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0- 0,3 mg/dl,
bilirubin direk 0– 0,2 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum
dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
dan hipoksia.
E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang pada penderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking
G. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih
dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
I. Pengkajian Fokus
1. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan
Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu
menderita DM.
2. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.
3. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
4. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit
bayi tampak kuning.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
6. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
7. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi
yang ikterus
8. Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang,
tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil
terutama suhu tubuh. Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami
penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning
(kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses.
2. Terapeutik
3. Edukasi
4. Kolaborasi
1. Observasi
3. Edukasi
4. Kolaborasi
1. Observasi
2. Terapeutik
Eritrosit
Hemoglobin
HEM Globin
Melalui hati
Diare Hipertermi
Hipovolemia
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA BAYI
Nama bayi : By. M.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/usia : 31 Desember 2014/ 6 hari
Tanggal masuk : 9 Desember 2015
Alamat : Jl.Ampel Sari Rt.01 Rw.23 Kel.Muktiharjo kidul
Kec.Pedurungan Kota Semarang
Nama orang tua : Tn.S/ Ny.M
Pendidikan ayah/ibu : SMA/SMA
Pekerjaan ayah/ibu : Swasta/-
Usia ayah/ibu : 35/31 tahun
Diagnosa medis : Hiperbilirubinemia
B. RIWAYAT BAYI
Apgar score :-
Usia gestasi : 38 minggu
Berat badan : 4000 gram panjang badan : 58 CM
Tidak ada komplikasi dalam persalinan, antara lain aspirasi mekonium, denyut
jantung janin abnormal, tidak terjadi prolaps tali pusat/lilitan tali pusat, dan tidak
tejadi ketuban pecah dini.
C. RIWAYAT IBU
Usia Gravida Partus Abnormal
31 1 1 0
1. Jenis Persalinan
Persalian spontan, tidak ada komplikasi kehamilan serta tdak ada ruptur
plasenta, preeklampsia, suspect sepsis, persalinan, prematur/postmatus.
2. Perawatan Antenatal : -
PENGKAJIAN FISIK NEONATUS
A. PENGKAJIAN
1. Reflek
Moro
Menghisap klien kuat
Menggenggam klien lemah
2. Tonus/aktivitas
Tonus otot :aktif dan klien menagis keras
3. Kepala/leher
a. Inspeksi : Rambut hitam, distribusi rambut rata, rambut
bersih, sutura sagita tepat.
b. Palpasi : Tidak ada benjolan maupun luka, Fontanel anterior
lunak, gambaran wajah simetris.
4. Mata
a. Inspeksi :Mata kanan dan kiri simetris, tidak ada lingkar
gelap pada daerah orbitapal pebra mata, konjungtiva tidak anemis,
sklera ikterik, pupil isokor pupil kanan 2 mm kiri 2 mm, lensa
jernih.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, teraba kenyal.
5. Hidung
a. Inspeksi :Lubang hidung kanan dan kiri simetris, bersih,
terdapat bulu-bulu halus di dalam lubang hidung, tidak tampak
napas cuping hidung dan sinusitis.
b. Palpasi :Tidak ada nyeri tekan
6. Telinga
a. Inspeksi :Daun telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga
baik kanan maupun kiri bersih, klien mampu mendengar orang
berbicara tanpa harus mengeraskan volume suara.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
7. Abdomen
a. Inspeksi :Tidak tampak pembesaran umbilikus,` tidak ada
hiper/hipopigmentasi, tidak ada distensi abdomen.
b. Auskultasi : Peristaltik usus kuadran kanan bawah 3x/menit,
kuadran kanan atas 2x/menit, kuadran kiri atas 2x/menit, kuadran
kiri bawah 1x/menit.
c. Perkusi : Timpani
d. Palpasi : lunak, live tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, lingkar
perut 42 cm.
8. Toraks
Inspeksi :Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada hiper/
hipopigmentasi, konfigurasi 1: 2, tidak tampak penggunaan otot bantu
pernapasan, ekspansi dada bebas, klavikula normal, retraksi derajat 0.
9. Paru-paru
a. Inspeksi : Respirasi spontan.
b. Auskultasi :Suara nafas vesikuler.
c. Palpasi : Taktil vemitus sama antara kanan dan kiri.
d. Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri, dan sedikit redup
pada lapang paru kanan.
10. Jantung
a. Inspeksi : Tidak tampak denyutan ictus cordis
b. Auskultasi :Terdengar bunyi jantung I lup dan bunyi jantung II
dup .
c. Palpasi :Ictus cordis tidak teraba.
d. Perkusi :Terdengar pekak sampai daerah mid axila anterior
sinistra.
11. Ekstremitas
Inspeksi :
a. Ekstremitas Atas : Tidak ada keterbatasan rentang gerak sendi,
capilary refill < 3 detik,
b. Ekstremitas Bawah : Tidak ada keterbatasan rentang gerak sendi,
tidak tampak edema, tidak tampak ada luka.
12. Umbilikus
Inspeksi :Normal, kering, dan tidak ada inflamasi.
13. Genital
Inspeksi : Laki-laki normal, penis berlubang, testis turun, rugae
jelas
14. Anus
Inspeksi : Paten , berlubang.
15. Kulit
Inspeksi : Warna kulit jaundice, turgor elastis dan kulit teraba
hangat.
16. Suhu
a. Lingkungan
Boks fototerapi
b. Suhu kulit : 3670 C
B. RIWAYAT SOSIAL
a. Struktur Keluarga (Genogram Tiga Generasi)
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
X : meninggal
......... : tinggal serumah
: pasien
b. Antisipasi VS pengalaman nyata kelahiran : Ibu klien
mengatakan ini kelahiran anak pertama dengan kondisi nya
sekarang sudah membaik dan sering menemani di ruangan
untuk menyusui atau memberikan ASI .
c. Budaya : jawa
d. Suku : jawa
e. Agama : islam
f. Bahasa utama : jawa
g. Perencanaan makanan bayi: ASI
h. Masalah sosial yang penting : -
i. Hubungan orang tua dan bayi : baik
j. Orang terdekat yang dapat dihubungi : saudara
k. Orang tua berespon terhadap penyakit : ya (x) tidak (-)
Berespon: khawatir dengan keadaan anaknya
l. Orang tua berespon terhadap hospitalisasi : ya (x)tidak (-)
Berespon: tiap kali jam kunjung selalu berkunjung dan
memberikan stok asi
2. Hipertermi Penggunaan
Ds :-
Do: inkubator
Tgl/jam tgl/jam
No Diagnosa keperawatan paraf paraf
ditemukan teratasi
1. 9 Jan Ikterik b.d usia kurang
2015 /11.30 dari 7 hari
Resiko gangguan
3. 10 Jan integritas kulit b.d
2015/14.00 penurunan mobilitas
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Dx Rasional
Tujuan, kriteria
No keperaw intervensi keperawatan tindakan
evaluasi
atan
1. Ikterik Setelah dilakukan 1. Observasi a.Mengetahui
perawatan selama
b.d usia keadaan
3x24 jam Monitor
kurang diharapkan ikterik pada fisiologis
hiperbilirubin skelera dan
dari 7 klien
menurun di tandai kulit bayi
hari dengan : Identifikasi b. Untuk
Hasil bilirubun kebutuhan
megethui
cairan sesuai
menunjukan
dengan usia adanya
normal gestasi dan
peningkata
berat badan
Tanda dan
Monitor efek n atau
gejala samping
penurunan
fisioterapi
hiperbilirubin
hiperbilirub
seperti 2. Terapeutik
in
jaundice dan
Siapkan lampu c.Peningkata
ikterik hilang fisioterapi dan
n
incubator atau
kotak bayi hiperbilirub
Lepaskan
in
pakaian bayi
kecuali popok mengakibat
Berikan
kan adanya
penutup mata
(eye protector/ gangguan
billiband)
pada sistem
pada bayi
syaraf
3. Edukasi
Jelaskan
metode
aktivitas fisik
sehari-hari,
jika perlu
Ajarkan cara
melakukan
aktivitas yang
dipilih
Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
social,
spiritual, dan
kognitif,
dalam
menjaga
fungsi dan
kesehatan
Anjurka
terlibat dalam
aktivitas
kelompok
atau terapi,
jika sesuai
Anjurkan
keluarga
untuk member
penguatan
positif atas
partisipasi
dalam
aktivitas
4. Kolaborasi
Kolaborasi
dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan
dan
memonitor
program
aktivitas, jika
sesuai
Rujuk pada
pusat atau
program
3. Edukasi
Anjurkan tirah
baring
4. Kolaborasi
Kolaborasi
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu
3. Edukasi
Anjurkan
menggunakan
pelembab
(mis. Lotin,
serum)
Anjurkan
minum air
yang cukup
Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan
meningkat
asupan buah
dan saur
Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ektrime
Anjurkan
menggunakan
tabir surya
SPF minimal
30 saat berada
diluar rumah
H. PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Implementasi keperawatan
A. EVALUASI
A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin yang terjadi
pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg %
pada minggu pertama yang ditandai dengan adanya ikterus yaitu
menguningnya pada sklera kulit atau jaringan lain akibat adanya penimbunan
kadar bilirubin berlebih dalam darah. Indikasi yang dilakukan dalam
penatalaksanaan hiperbelirubinemia adalah dengan cara fototerapi indikasi dari
fototerapi dengan sinar intensitas tinggi mengakibatkan bayi mengalami
masalah resiko kekurangan nutrisi ditandai dengan bayi tidak dapat
mempertahankan menyusu, refleks hisapnya lemah, dan pada bayi terapasang
OGT (orogastric tube). Keadaan ini dapat membahayankan apabaila tidak
diatasi dengan cepat, karena itulah perawat dituntut untuk mengawasi.
B. Saran
1. Bagi Pasien/Keluarga Pasien Keluarga Pasien diharapkan dapat mengetahui
tujuan dan manfaat dilakukan fototerapi pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia serta mengetahui cara perawatan neonatus dengan
hiperbilirubinemia.
2. Bagi Perawat di Ruang Perinatologi Perawat dapat melakukan fototerapi
pada neonatus dengan hiperbilirubinemia sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur).
3. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengembangkan penerapan fototerapi untuk
mengatasi hiperbilirubinemia pada neonatus dengan melibatkan peran aktif
perawat dan petugas kesehatan lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI. Jakarta Selatan.