Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS

PADA BY.N DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERBILIRUBIN DI


RUANG PERINATOLOGI RSUD KOTA SEMARANG
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dengan Dosen Pengampu : Ns. Tri Sakti Widyaningsih, M.Kep.,Sp.Kep.An,

Disusun Oleh :
Annisa (2005007)
Eva Ristyowati (2005021)
Mohammad Sugiono (2005031)
Rosyita Lutfiani (2005047)
Virginia Anggita Rahayu (2005060)
Tingkah Enggaring Tyas (2005076)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperbilirubin merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru

lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik akibat tingginya kadar bilirun

dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin akibat sel darah

merah yang rusak. Hiperbilirubin dapat terjadi secara fisiologis dan patologis.

Secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada

derajat satu dan dua (<12mg/dl), dapat diatasi dengan pemberian intake ASI yang

adekuat dan sinar matahari pagi kisaran jam 7.00-9.00 selama 15menit. Secara

patologis bayi akan mengalami kining diseluruh tubuh atau derajat tiga sampai

lima (>12mg/dl), di indikasikan untuk pemberian fototerapi, jika kadar bilirubin

>20mg/dl maka bayi akan di indikasikan untuk transfusi tukar. Pemberian

fototerapi akan berdampak pada bayi, karena fototerapi memancarkan sinar

intensitas tinggi yang dapat berisiko cedera bagi bayi yaitu pada mata dan

genitalia, juga bayi dapat berisiko mengalami kerusakan intensitas kulit, dan

hipertermi. Perawat berperan penting dalam pemberian fototerapi untuk mencegah

terjadinya dampak fototerapi pada bayi, yaitu monitor intake ASI yang adekuat,

memasangkan penutup mata dan genitalia bayi. komplikasi dari

hiperbilirrubinemia yaitu kern ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom

neurologi yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel

otak sehingga otak mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang-

kejang dan penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan kematian. (Prasitnok

et al., 2017)
WHO (2015), menjelaskan bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua

kematian bayi dan balita terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data kematian

bayi terbanyak dalam tahun pertama kehidupan ditemukan di wilayah Afrika,

yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran. Sedangkan di wilayah eropa ditemukan ada

10/1000 dari kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah afrika merupakan

kejadian tertinggi pada tahun 2015. (Prasitnok et al., 2017)

Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran. Sebagian besar

bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau

usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu awal kehidupannya.

Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus

terbanyak di Indonesia disebabkan oleh hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%).

(Depkes, 2014)

Daerah Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi terjadi di

Kabupaten Probolinggo yaitu sebesar 61,48 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan

AKB terendah terjadi di Kota Blitar yaitu 17,99 per 1.000 kelahiran hidup dan

untuk AKB di Kabupaten Malang sebesar 21,28 per 1.000 kelahiran hidup.

Penyebab kematian neonatal terbanyak adalah BBLR, asfiksia dan kasus Ikterus

neonatorum karena hiperbilirubin. (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013).

Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak

disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir,

kelainan kongenital hyperbilirubin. Bayi


2 baru lahir di sebut juga neonatus

merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma

kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intraurine

ke kehidupan ekstrauterine (Dewi, 2011).


Sekitar 60% neonatus yang sehat mengalami ikterus. Pada umumnya,

peningkatan kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.

Namun beberapa kasus berhubungan dengan dengan beberapa penyakit, seperti

penyakit hemolitik, kelainan metabolisme dan endokrin, kelainan hati dan infeksi.

Pada kadar lebih dari 20 mg/dL, bilirubin dapat menembus sawar otak sehingga

bersifat toksik terhadap sel otak. Kondisi hiperbilirubinemia yang tak terkontrol

dan kurang penanganan yang baik dapat menimbulkan komplikasi yang berat

seperti kern ikterus akibat efek toksik bilirubin pada sistem saraf pusat (Kosim,

2012).

Pada bayi dengan hiperbilirubinemia, harus dapat perhatian yang tepat.

Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan untuk mengendalikan agar kadar

bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan hiperbilirubinema,

dapat dilakukan dengan Monitor ikterik pada sclera dan kulit bayi, identifikasi

kebutuhan cairan sesuai dengan usia gentasi dan berat badan, monitor suhu dan

tanda vital setiap 4 jam sekali, monitor efek samping fototerapi (mis. hipertermi,

diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%), siapkan lampu

fototerapi dan ikubator atau kotak bayi, lepaskan pakian bayi kecuali popok,

berian penutup mata (eye protector/biliband), ukur jarak antara lampu dan

permukaan kulit bayi (30cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi), biaran

tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan, ganti segera alas dan

popok bayi jika BAB/BAK, gunakan linen berwarna putih agar memantulkan

cahaya sebanyak mungkin, anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit, anjurkan

ibu menyusui sesering mungkin, kolaborasi pemeriksaan darah bilirubin direk dan

indirek (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018).


B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
hiperbilirubin.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
hiperbilirubin
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan pada klien
hiperbilirubin
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada
klien hiperbilirubin
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
hiperbilirubin
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir merupakan sebuah keadaan
dimana kadar bilirubin serum total di dalam jaringan ekstravaskuler
meningkat lebih dari 10mg%. Keadaan ini mengakibatkan mukosa, kulit
dan sklera berwarna kuning pada minggu pertama. (Dewi, 2013).
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 20-30% bayi baru lahir
menderita ikterus pada minggu pertama (Kuncara, 2008 dalam Waluyo,
2015). Sedangkan di Indonesia angka kematian bayi masih cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN (Association of
South East Asia Nations) lainnya. Angka kematian bayi di negara-negara
ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000
per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam
18/1000 per kelahiran hidup, Philipina 26/1000 per kelahiran hidup, dan di
Indonesia yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup (Septiani, Farid &
Handayani, 2017). Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari
kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari (Kemenkes RI, 2015).

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan
kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh
pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus  Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, dan hipoksia.

E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang pada penderita hiperbilirubin adalah;
1.      Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2.      Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi.
3.      Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan
mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan
jaundice fisiologis.
4.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5.      Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6.      Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7.      Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8.      Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9.      Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10.  Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking
G. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis
dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.

I. Pengkajian Fokus
1. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran
pencernaan ibu menderita DM.
2. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.
3. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
4. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit
bayi tampak kuning.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah  ibu dan anak Polycythenia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
6. Riwayat  Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
7. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan  dan pemahaman orang tua pada
bayi yang ikterus
8. Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang,
tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak
stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap pada bayi menurun, BB
turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera
mata kuning (kadang – kadang  terjadi kerusakan pada retina)
perubahan warna urine dan feses.
J. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Hipotermia b.d terpapar suhu lingkungan rendah ( D.0132 )

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam


diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : terjadi keseimbangan cairan
Intervensi : ( I.14507 )

1. Observasi

 Monitor suhu tubuh


 Identifikasi penyebab hipotermia
 Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia

2. Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang hangat


 Ganti pakaian atau linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif
 Lakukan penghangatan aktif eksternal
 Lakukan oenghangatan aktif internal

3. Edukasi

 Ajurkan makan/minum hangat

2. Gangguan kerusakan intregitas kulit ( D.0129)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kerusakan kulit teratasi

Kriteria hasil : kulit menjadi lembab


Perbaikan kulit meningkat
Intervensi : (I.11353)

1. Observasi

 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.


Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
2. Terapeutik

 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring


 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

3. Edukasi

 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)


 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah

3. Resiko Cidera (D.0136)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kerusakan kulit teratasi
Kriteria hasil : kulit menjadi lembab
Perbaikan kulit meningkat
Intervensi : ( I.14513)

1. Observasi

 Identifikasi kebutuhan keselamatan


 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan

2. Terapeutik

 Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan


 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
resiko
 Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
 Gunakan perangkat pelindung
 Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
 Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
 Lakukan program skrining bahaya lingkungan
3. Edukasi

 Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok resiko tinggi


bahaya lingkungan
PATHWAYS

Hemoglobin

Hem
globin

Biliverdin Fe co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gg


transport bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik ) Hb dan eritrosit
abnormal

Pemecahan berlebihan / bilirubin yang tidak diberikan dengan


albumin

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus entero


hepatik

Peningkatan bilirubin unconjugasi dalam darah pengeluara


meconium terlambat / obstruksi usus tinja berwarna pucat

Gangguan Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan


intregritas kulit bilirubin indirect > 12 mg dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko Cidera Kurang Volume Hipovolemia


Cairan tubuh
Sebagian masuk kembali ke siklus entero
hepatik
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. DATA BAYI
Nama bayi :By.A
Tanggal dirawat : 21-10-2017

Jenis kelamin :Laki-laki

Alamat :Tunahan 14/4 Keling Jepara

Tanggal lahir/usia :2 hari

Nama orang tua :Tn.A

Pendidikan ayah/ibu :SMA/SD

Pekerjaan ayah/ibu :Wiraswasta / IRT

Usia ayah/ibu :40 tahun / 32 tahun

Diagnosa medis :Hiperbilirubin


B. RIWAYAT BAYI
Apgar Score = 8, 9, dan 10

Berat badan = 4600 gram

Panjang badan = 40 cm

Komplikasi persalnan : ( - ) tidak ada ( √ ) ada

a. Aspirasi mekoneum ( - )
b. Denyut jantung janin abnormal ( - )
c. Masalah lain
d. Prolaps tali pusat/lilitan tali pusat ( - )
e. Ketuban pecah dini ( - ) berapa jam : -
C. RIWAYAT IBU
Usia Gravida Partus Abnormal
32 0 0 0
1. Jenis Persalinan
 Pervaginam ( - )
 Sectio Caesarea ( √ ) alasan : Curiga bayi besar
Komplikasi kehamilan : Tidak ada ( √ ) ada ( - )
 Ruptur plasenta/plasenta previa ( - )
 Preeklamsia ( - )
 Suspect Sepsis ( - )
 Persalinan prematur/postmatus ( - )
 Masalah lain :
Perawatan antenatal ( √ )
2. Perawatan Antenatal : -

PENGKAJIAN FISIK NEONATUS


A. PENGKAJIAN
1. Reflek
Moro ( ) Menghisap ( √ )
Menggenggam ( √ ) Kuat/lemah ( √ )

2. Tonus/aktivitas
a. Aktif ( √ ) tenang ( - ) Letargi ( √ ) kejang
( - )
b. Menangis keras ( √ ) melengking ( - ) Lemah ( - )
sulit menangis ( - )

3. Kepala/leher
a. Fontanel anetrior : Lunak ( √ ) tegas ( - ) datar
( - ) menonjol ( - ) Cekung ( - )
b. Sutura segitalis : Tepat ( √ ) menjauh ( - ) terpisah
( - ) tumpang tindih ( - )
c. Gambaran wajah : Simetris ( √ ) asimetris ( - )
d. Molding ( - ) caput succedanium ( - )
Cephalhematom ( - )

4. Mata Bersih ( √ ) sekresi ( - ) Jarak interkantus Sklera

5. THT
a. Telinga : normal ( √ ) abnormal ( - )
b. Hidung : simetris ( √ ) asimetris ( - ) Sekresi ( - )
napas cupinhg hidung ( - )
6. Wajah
a. Bibir sumbing ( - )
b. Sumbing palatum ( - )
7. Abdomen
a. Lunak ( - ) tegas ( √ ) datar ( - ) kembung ( - )
b. Lingkar perut 30 cm
c. Liver : teraba ( √ ) kurang dari 2 cm ( - ) lebih dari
2cm
( √ ) tidak teraba ( - )
8. Toraks
a. Simetris ( √ )
b. Retraksi derajat 0 ( √ ) derajat 1 ( - ) derajat 2 ( - )
c. Klavikula normal ( √ ) abnormal ( - )
9. Paru-paru
a. Suara napas kanan kiri sama ( √ ) tidak sama ( - )
b. Suara napas bersih ( √ ) ronch ( - ) Sekresi ( - )
whezing ( - ) vesikuler ( - )
c. Respirasi spontan ( √ ) tidak spontasn ( - )
Alat bantu pernafasan
( - ) Oxihood
( - ) nasal kanul
( - ) O2 inkubatur
Konsentrasi O2 - 1t/menit
10. Jantung
a. Bunyi normak synus rhythm (NSR) ( √ )
b. Mur mur ( - )
Lokasi :
c. Waktu pengisian kapiler : Kurang dari 2 detik
d. Denyut nadi : 125x/menit

Nadi perifer Keras Lemah Tidak ada

Brakhial √ - -
kanan

Brakhial kiri √ - -

Femoral √ - -
kanan

Femoral kiri √ - -

11. Ekstremitas
a. Gerakan bebas ( √ ) ROM terbatas ( - ) tidak ada ( -
)
b. Ekstremitas atas : normal ( √ ) abnormal ( - )
Sebutkan :
c. Ekstremitas bawah : normal ( √ ) abnormal ( - )
Sebutkan :
d. Panggul : normal ( √ ) abnormal ( - )
Sebutkan :
12. Umbilikus : normal ( √ ) abnormal ( - )
Inflamasi ( - )drainase ( - )
13. Genital : Perempuan normak ( - ) laki-laki normal ( √ )
Abnormal ( - )
14. Anus : Paten ( √ ) Imperforata ( - )
15. Spinal : Normal ( √ ) Abnormal ( - ) sebutkan :
16. Kulit

a. Warna pink ( - ) pucat ( - ) jaundice ( √ ) Sianosis


pada : Kuku ( √ ) sikumoral ( - ) periorbital ( - )
seluruh tubuh ( - )
b. Kemerahan (rash ) : ( - )
c. Tanda lahir : ( - ) Sebutkan
d. Turgor kulit : elastis ( √ ) tidak elastis ( - ) edema ( -
)
e. Lanugo ( - )
17. Suhu
a. Lingkungan
Penghangatan radian ( - ) pengaturan suhu ( √ )
inkubator ( - ) suhu ruang ( - ) boks terbuka ( √ )
b. Suhu kulit : -
B. RIWAYAT SOSIAL
a. Skruktur keluarga (genogram tiga generasi )
b. Antisipasi vs pengalaman nyata kelahiran
c. Budaya = Jawa/Indonesia
d. Suku = Jawa
e. Agama = Islam
f. Bahasa Utama = Bahasa Jawa
g. Perencanaan makanan bayi = Asi
h. Masalah sosial yang penting = Tidak ada masalah sosial
i. Hubungan orang tua dan bayi = Ibu

IBU TINGKAH AYAH


LAKU
√ Menyentuh

√ Memeluk

√ Berbicara

√ Berkunjung √

√ Memanggil nama

√ Kontak nama

j. Orang terdekat yang dapat dihubungi = Kakek/ nenek


k. Orang tua berespon terhadap penyakit = ya / tidak
l. Berespon = ya/ tidak
m. Orang tua berespon terhadap hospitalisasi: ya (√ ) tidak
n. ( )
o. Berespon = iya, setiap hari ibu mendatangi/berkunjung
keruangan bayi untuk memberikan Asi
C. RIWAYAT ANAK LAIN
Jenis kelamin
Riwayat persalinan Riwayat imunisasi
anak
Belum ada
riwayat anak - -
lain

D. PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM

Prosedur Tgl Indikasi Hasil Nilai Analisa


diagnostik/labor pemeriksaa normal
atorium n
Untuk 16,57 0,7- Tidak
- Bilirubin 23 oktober mengindentif 12,7 normal
Indirect 2017 ikasi adanya karena
kelainan melebihi
fungsi hati. 12,7
Karena organ
ini yang 0,37 Tidak
23 oktober 0-0,30 normal
memproses
- Bilirubin 2017
dan karena
direct
mengeluarka melebihi
n bilirubin 0.37
dari tubuh
melalui feses
dan sebagian
melalui air
seni, ketika
hati
mengalami
kerusakan
maka proses
tidak berjalan
lancar dan
akibatnya
bilirubin
menumpuk
dalam darah

E. ANALISA DATA

NO TANDA & GEJALA PROBLEM ETIOLOGI

1 Ds : Ibu bayi mengatakan bayi Hipotermia Terpapar suhu


BAK dan BAB dan bayi lingkungan
sering menangis ( D.0132 ) rendah

Do : Keadaan umum gerak aktif


- Suhu : 35,9 C
- Nadi : 124x/menit
- RR : 40x/menit
- Ekstremitas akral dingin
2 - Intregitas berwarna kuning
- Crt <2 detik
Gangguan Efek samping
Ds : Ibu bayi mengatakan bayinya Kerusakan foto terapi
berwarna kuning dan kulit kering integritas kulit
( D.0129 )
Do : - Turgor kulit kering
- Mukosa bibir kering
- Intregitas kuning
- Akral dingin

3 - Suhu : 35,9 C
- Nadi : 124x/menit
- RR : 40x/menit Terpapar agen
Resiko cidera
( D.0136 ) nosokomial
Ds : Ibu bayi mengatakan anaknya
bergerak dengan aktif

Do : - Bayi terlihat di boks


terbuka
- Kulit bayi tampak kuning
- Bilirubin : 16
- Mata bayi diberikan kaca
mata dengan kassa
F. MASALAH KEPERAWATAN ( SESUAI DENGAN INTERVENSI)

No Tgl/jam Diagnosa Paraf Tgl/jam Paraf


ditemukan keperawatan

1 23-10-2017 Hipotermia 09.00


09.00

2 23-10-2017 Gangguan 09.25


09.25 kerusakan
integritas kulit
3 23-10-2017 09.35

09.35 Resiko cidera

G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Dx Tujuan, kriteria Intervensi Rasional Paraf


Ke evaluasi keperawatan tindakan
p

1 I Setelah dilakukan Observasi : 1. Untuk


tindakan 1. Memonit mengetahui
keperawatan or suhu Suhu tubuh
selama 3x24 jam tubuh bayi
diharapkan 2. Memonit 2. Monitor
hipotermia dapat or tanda tanda-tanda
membaik dengan dan hipotermia
kriteria hasil : gejala 3. Untuk
- Suhu tubuh hipoterm memperlan
normal ia car sirkulasi
- Nadi, RR Teraupetik :
dalam 4. Untuk
1. Sediakan
rentang lingkung mempercep
an yang
normal at
hangat
- Tidak ada 2. Ganti penyembuh
pakaian
perubahan an
atau
kulit linen
yang
- Suhu kulit basah
normal Edukasi :
1. Anjurkan
( L.14134 ) makan/
minum
yang
hangat
( I.14507 )

Observasi : 1. Untuk

1. Identifikasi mengetah

penyebab ui adanya

gangguan kerusakan

intregitas kulit

kulit 2. Untuk

Teraupetik mencegah

1. Ubah kemeraha

posisi n

setiap 2 3. Untuk

jam jika memperce

tirah pat
2 II
baring penyembu
Setelah dilakukan
2. Bersihka han
tindakan
keperawatan n
selama 3x24 jam parineal
diharapkan dengan
gangguan air
intregitas kulit hangat
pasien dapat Edukasi
teratasi dengan 1. Anjurkan
kriteria hasil : menggun
- Kerusakan akan
jaringan pelemba
kulit b
teratasi 2. Anjurkan
- Suhu meningk
tubuh atkan
normal asupan
- Hidrasi nutrisi
normal ( I.11353 )
- Pigmentas
i normal
( L.14125 )

III
1. Untuk
Setelah dilakukan
mencegah
tindakan
Observasi kemeraha
keperawatan
1. Identifikasi n
selama 3x24 jam
kebutuhan 2. Untuk
diharapkan resiko
keselamata mencegah
cidera pada
n luka/ceder
pasien
Teraupetik a
dapatteratasi
1. Hilangkan 3. Untuk
dengan kriteria
bahaya mencegah
hasil :
keselamata kerusakan
- Tidak ada
tanda- n kulit
tanda lingkkunga 4. Untuk
dehidrasi n memperce
- Tekanan 2. Modifikasi pat
darah lingkungan penyembu
membaik untuk han
- Nadi meminimal
membaik kan bahaya
- Frekuensi dan resiko
nafas 3. Sediakan
membaik alat bantu
- Tidak keamanan
terjadi lingkungan
cedera 4. Gunakan
- Tidak ada perangkat
luka/lecet pelindung
( L.1436 ) 5. Hubungi
pihak
berwenang
sesuai
masalah
komunitas
6. Fasilitas
relokasi ke
lingkungan
yang aman
7. Lakukan
program
skrining
bahaya
Edukasi
1. Ajarkan
individu,
keluarga
dan
kelompok
resiko
tinggi
bahaya
lingkungan
( I.14513 )

H. PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Implementasi keperawatan

No Dx Tgl/jam Implementasi Respon Paraf


Kep

1 I 23 1. Memonitor Ds : Ibu bayi


oktober suhu tiap 2 mengatakan bersedia
2017 jam anaknya di cek suhu
Do : S = 36,4 C

N = 120x/menit
RR=38x/menit

2. Memonitor
tanda-tanda Ds : ibu bayi
hipotermia mengatakan bersedia
di ttv

3. Meningkat Do : S= 36,4C

kan
sirkulasi Ds : Ibu bayi
udara mengatakan bersedia
Do : bayi terlihat
diberikan posisi
4. Mengkolab yang nyaman
orasi
dengan tim Ds : Ibu pasien
medis mengatakan bersedia
II
Do : Bayi diberikan
perawatan
1. Memonitor
adanya Ds : Ibu bayi
kemerahan mengatakan bayi
berwarna kemerahab
Do : Kemerahan
2. Menjaga
ditubuh bayi
kebersihan
kulit agar Ds : ibu bayi
tetap mmengatakan
bersih bersedia menjaga
kebersihan
27
Do : terlihat menjaga
3. Mobilisasi
kebersihan
bayi setiap 2
jam
Ds : ibu pasien
mengatakan bersedia
Do : bayi terlihat
4. Kolaboras
III dimobilisasi setiap 2
i dengan tim
jam
medis lainnya

Ds : Ibu pasien
mengatakan bersedia
1. Memonitor
Do : bayi diberikan
kulit
adanya perawatan
kemerahan
Ds : Ibu bayi
mengatakan kulitnya
2. Mobilisasi bayinya berwarna
pasien setiap kemarahan
2 jam Do : ada kemerahan

3. Menuutup Ds : Ibu bayi


mata dengan mengatakan bersedia
kain yang Do : bayi terlihat
tidak tembus dimobilisasi
cahaya
4. Mengkolabor Ds : ibu bayi
24 asi dengan mengatakan bersedia
II
oktober tim medis Do : bayi diberikan
2017 penutup mata

Ds : ibu bayi
mengatakan bersedia
1. Memonitor Do : bayi diberikan
adanya perawatan
kemerahan 27

2. Menjaga
kebersihan Ds : -
kulit agar Do : Kemerahan
tetap bersih ditubuh bayi

3. Mobilisasi Ds : ibu bayi


bayi setiap 2 mmengatakan
jam bersedia menjaga
III
kebersihan
Do : terlihat menjaga
4. Kolaborasi kebersihan
dengan tim
medis Ds : Pasien
lainnya kooperatif
Do : bayi terlihat
1. Memonitor dimobilisasi setiap 2
kulit adanya jam
kemerahan
Ds : pasien
kooperatif
2. Mobilisasi Do : bayi diberikan
pasien setiap perawatan
2 jam
Ds : Ibu bayi
mengatakan kulitnya
bayinya berwarna
3. Menutup
kemarahan
mata dengan
Do : ada kemerahan
kain yang
tidak tembus Ds : Ibu bayi
cahaya mengatakan bersedia
4. Mengkolabo Do : bayi terlihat
rasi dengan dimobilis
tim medis Ds : ibu bayi
mengatakan bersedia
Do : bayi diberikan
penutup mata

Ds : ibu bayi
mengatakan bersedia
Do : bayi diberikan
perawatan

I. EVALUASI

No Tgl/jam Dx perkembangan Paraf


Keperawatan

1 23 oktober I S:-
2017 O : S =36,4C
N = 120x/menit
RR =38 x/menit
BB =4600 gram
A = masalah teratasi
P = Lanjutkan Intervensi

II
S = Ibu bayi mengatakan
kulit bayi berwarna
kemerahan
O = terlihat kemerahan
pada kulit bayi
III A = masalah belum
teratasi
P = Lanjutkan intervensi

S = ibu bayi mengatakan


anaknya bergerak aktif
II O = bayi terlihat diboks
24 oktober
terbuka
2017
A = masalah belum
teratasi
P = Lanjutkan intervensi
III
S=-
O = kemerahan pada
kulit bayi berkurang
A = masalah teratasi
P = Lanjutkan intervensi

S = ibu bayi mengatakan


anaknya bergerak aktif
O = bayi terlihat diboks
terbuka
A = masalah teratasi
P = Lanjutkan intervensi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin yang terjadi pada
bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg % pada minggu
pertama yang ditandai dengan adanya ikterus yaitu menguningnya pada sklera kulit
atau jaringan lain akibat adanya penimbunan kadar bilirubin berlebih dalam darah.
Indikasi yang dilakukan dalam penatalaksanaan hiperbelirubinemia adalah dengan
cara fototerapi indikasi dari fototerapi dengan sinar intensitas tinggi mengakibatkan
bayi mengalami masalah resiko kekurangan nutrisi ditandai dengan bayi tidak dapat
mempertahankan menyusu, refleks hisapnya lemah, dan pada bayi terapasang OGT
(orogastric tube). Keadaan ini dapat membahayankan apabaila tidak diatasi dengan
cepat, karena itulah perawat dituntut untuk mengawasi.

B. Saran
1. Bagi Pasien/Keluarga Pasien Keluarga Pasien diharapkan dapat mengetahui tujuan
dan manfaat dilakukan fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia serta
mengetahui cara perawatan neonatus dengan hiperbilirubinemia.
2. Bagi Perawat di Ruang Perinatologi Perawat dapat melakukan fototerapi pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia sesuai dengan SOP (Standar Operasional
Prosedur).
3. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengembangkan penerapan fototerapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia pada neonatus dengan melibatkan peran aktif perawat dan
petugas kesehatan lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.

Maryunani Anik. 2013. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Prasitnok, K., Bulacu, M., Shen, Z., Ye, H., Zhou, C., Kröger, M., … Cho, K. 2017.
Title. Journal of Physical Chemistry B, 8(1), 28–48.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

Wawan & Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ngastiah. 2008. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Hidayah, Alimun A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta. Salemba


Medika

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai