Disusun oleh :
KELOMPOK III
1. Nur chasanah, Amd.Kep
2. Linda Riantin, Amd.Kep
3. Aprilia Dwi Susanti, Amd.Kep
4. Vebrianti Soebandi,
5. Yoanna Widya Y, S.Kep.,Ns
6. Hasanatus Sa’diyah
7. Eka Febrianti
8. Resi Winda
1
LEMBAR PENGESAHAN
MENGETAHUI,
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hiperbilirubin merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena
dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang pada bayi. Kelainan ini
menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir. Kelainan ini tidak
termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya
banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Suatu penelitian menunjukkan dari 90 pasien dengan hiperbilirubinemia, 71
pasien (78, 9%) mempunyai kadar bilirubin > 10 mg/dl dan 19 pasien (21, 1%)
mempunyai kadar bilirubin < 10 mg/dL, 18 pasien (20%) pada umur < 27 jam, 72
pasien (80%) pada umur ≥ 72 jam, 53 pasien (58, 9%) BBLR, 50 (55, 6%) preterm
dan 54 (60%) lahir spontan (Kosim, 2007). Penelitian lain menunjukkan pada 68
bayi baru lahir dengan inkompatibilitas abo, 30 bayi (44%) diantaranya mengalami
hiperbilirubinemia (Dharmayani, 2009).
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional
(fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bentuk bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg
Bilirubin). Bila sawar otak terbuka , bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi
Kern Ikterus. Pada Neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek
di dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting
terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang
disebut siklus Intrahepatik (Mendri, 2017).
Untuk mengatasi hiperbilirubinemia dengan mempercepat metabolisme dan
pengeluaran bilirubin, foto terapi dan transfusi tukar. Foto terapi dapat
menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu
kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar feses.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian penyakit hiperbilirubinemia ?
2. Bagaimana etiologi dari hiperbilirubinemia ?
3. Bagaimana Patofisiologi dari hiperbilirubinemia ?
4. Apa manifestasi klinis dari hiperbilirubinemia ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia ?
6. Bagaiman pemeriksaan diagnostik dari hiperbilirubina ?
7. Apa saja komplikasi dari hiperbilirubinemia
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari
badan melalui buang air besar (BAB) dan Buang air kecil (BAK) (Marmi, 2015).
Inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO) dapat disebabkan
oleh dua hal, yang pertama akibat ketidakcocokan atau inkompatibilitas golongan
darah ABO saat melakukan transfusi sehingga terjadi reaksi hemolisis
intravaskular akut dan juga dapat disebabkan oleh reaksi imunitas antara antigen
dan antibodi yang sering terjadi pada ibu dan janin yang akan dilahirkan. Reaksi
hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel
darah merah (inkompatibilitas ABO). Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10 – 50 ml), namun sudah dapat menyebabkan reaksi
berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin
meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak reaksi hemolisis intravaskular akut
adalah inkompatibilitas ABO (Khusna, 2014).
Peyebab kedua yang mengakibatkan inkompatibilitas pada golongan darah
ABO adalah reaksi imunitas antara antigen dan antibodi pada ibu dan janin yang
dikandungnya. Inkompatibilitas pada golongan darah ABO terjadi jika ibu
golongan darah O mengandung janin golongan darah A atau B. Ibu yang golongan
darah O secara alamiah mempunyai antibody anti-A dan anti-B pada sirkulasinya
(Nartono, 2013). Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis
dapat terjadi. Sebagian besar secara alamiah, embentuk anti-A atau anti-B berupa
antibody IgM (Immunoglobulin M) yang tidak melewati plasenta. Beberapa ibu
juga relative mempunyai kadar IgG (Immunoglobulin G) anti-A atau anti-B yang
tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati plasenta. Ibu
golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu
golongan darah B dan mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu
dengan golongan golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu
terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu golongan darah A
dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena sensitisasi ibu
tejadi sejak awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit
tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada
penyakitnya cenderung menajdi lebih ringan (Ozcan, 2017).
6
2.1.2 Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada umunya adalah
hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim Glucose 6 Phosphate Dehydrogenase (G6PD). Hemolisis ini
dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup atau inkompatabilitas
golongan darah Rhesus (Rh). Infeksi juga memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia seperti penderita sepsis dan gastroenteritis.
Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah
hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia
(Campbell, 2013).
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi ikterik neonatus
(PPNI, 2017):
1. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui
ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
3. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
4. Usia kurang dari 7 hari
5. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium) penyebab hiperbilirubin
PENYEBAB HIPERBILIRUBIN
1. Hiperbilirubin karena hemolisis
a. Inkompatibilitas golongan darah dan rhesus : ibu rh -, bayi Rh +, ibu
golongan O, bayi A atau B
b. Defek sel darah merah (defek eritrosit intrinsik) : G6PD, sferositosis
herediter
c. Polisitemia
d. Hematom sefal, bruising
2. Hiperbilirubin karena gangguan sekresi
a. Prematuritas
b. Hipotiroidisme
c. Bayi dari ibu diabetes dan kelainan metabolik
3. Hiperbilirubin karena gangguan sirkulasi enterohepatik
a. Puasa
b. Stenosis pilorus
c. Hisprung diseases
4. Hiperbilirubin karena obstruksi
a. Kolestasis
b. Atresia bilier
7
c. Kusta duktus koledokus
5. Hiperbilirubin karena mixed
a. Sepsis
b. Infeksi TORCH
c. Asfiksia
6. Gangguan transportasi
a. Hipoalbumin
b. Gangguan fungsi hati
c. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruksi, atresia
ani.
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme, sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain.
Seperti myoglobin, sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dan heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
diekskresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirunin tak terkonjugasi
indirek) karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkat dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk) (Sacher, 2004)
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut dengan air
tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan, saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri colon menjadi urobilinogen, urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagai urobilinogen
direabsorbsi dari usus melalui jalur enterohepatik dan darah porta membawa
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini dieksresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin (Sacher, 2004)
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2 mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul icterus bila kadarnya > 7 mg / dl (Cloherty et. Al. 2008)
8
Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk mengekspresikan atau disebabkan oleh kegagalan
hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam
jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga
akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun dalam darah dan jika dikonsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar
2-2,5 mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning, keadaan ini disebut icterus atau jaundice (Murray et al, 2009)
HIPERBILLIRUBINEMIA
hipotalamus
Akumulasi diare
Bilirunin di jaringan Penampilan
kulit Peran Tidak
Efektif
vasokontraksi
Pengeluaran
volume cairan
Jaundice dan intake
Penguapan
menurun
Ikterus Resiko
Neonatus 9 Hipovolemi
Hipertermia
Resiko Gangguan
Integritas Kulit
2.1.5 Tanda dan Gejala
Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi 2 fase yaitu akut dan
kronik (Surasmi, 2003)
Gejala akut meliputi :
Lethargi (lemas)
Reflek hisap kurang
Feses berwarna seperti dempul
Urine pekat
Bayi tampak lemah
Kulit berwarna kuning
Gejala kronik meliputi :
10
Tangisan yang melengkung (high pitch cry)
Kejang
Perut buncit
Pembesaran hati dan lien
Gangguan neurologic
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasari mental
Tampak matanya seperti berputar-putar
11
2.1.7 Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati, Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemologis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin.
Pada bayi normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan enzim glukoronid transferase yang memadai sehingga serum
bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2.1.8 Diagnosis
1. Pemeriksaan Visual
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonates secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969) Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, pada lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekankan tampak
pucat atau kuning : Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat
tersebut disesuaikan dengan tebal yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya
(Mansjoer et al, 2007).
Derajat Ikterus pada neonates menurut Kramer
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar
Ikterus Bilirubin
I Kepala dan leher 5 mg / dl
II Dada sampai umbilikus 8 mg / dl
III Umbilikus sampai lutut 11 mg / dl
IV Lutut sampai pergelangan 14 mg / dl
kaki-bahu sampai
pergelangan tangan
V Kaki dan tangan termasuk > 15 mg / dl
telapak kaki dan tangan
2. Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Skrining enzim G6PD
12
d. Pemeriksaan golongan darah ibu dan bayi
e. Tes combs direk
f. Kadar albumin
g. Hitung Retikulosit
2.1.9 Komplikasi
Pada umumnya peningkatan kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Namun pada beberapa kasus dapat berhubungan dengan
beberapa penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelamin metabolik dan endokrin,
kelainan hati dan infeksi. Pada kadar lebih 20 mg/dl bilirubin dapat menembus
sawar darah otak (blood brain barier) sehingga bersifat toksis terhadap sel otak,
peningkatan bilirubin serum akan menyebabkan bilirubin yang belum dikonjugasi
di hati atau unconjugatedbilirubin masuk ke dalam sel saraf dan merusaknya
disebut kem ieterus. Pada kern icterus fungsi otak terganggu dan mengakibatkan
kecacatan sepanjang hidup atau kematian (sholeh kosim dkk, 2007)
2.1.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Marmi , 2015):
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.
Seperti yang diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat memperlancar
BAB dan BAK
2. Foto terapi
a. Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air,
dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
b. Cara kerja foto terapi, foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin
dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa
dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar dalam feses.
c. Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
fototerapi adalah:
13
1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan
peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan). Pada BBLR
kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.
2) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic usus.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai.
4) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
5) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian lampu
dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu semua
dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum kepada bayi.
3. Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia yang tidak
dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi kadar
bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada ikterus
yang disebabkan hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus ABO,
defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi toksoplasmosis dan
sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-
1 mg% per-jam, anemia berat pada neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi
dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif.
Tujuan transfuse tukar adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi
hemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis, menurunkan
kadar bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
4. Tindakan Umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir
yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
c. Pemberian makan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
d. Imunisasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat
5. Tindakan khusus
a. Foto terapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubinemia patologis
dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin
dengan oksidasi foto.
14
b. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina.
c. Terapi transfusi digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi
d. Menyusui bayi dengan ASI
e. Terapi sinar matahari
6. Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan
evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta
fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
15
- Bunyi jantung : normal / ada kelainan
- Irama jantung : Reguler / irreguler
- CRT : < 3 detik
- Akral : hangat / dingin / syanosis / tidak
- Nadi : normal 120 – 160 x / menit
- Suhu : normal 36,5 – 37,5
3) B3 (Brain)
- Sesadaran : Composmentis / somnolen / Coma / Apatis
- Reflek :
Moro : Positif / negatif
Babinski : Positif / negatif
Sucking : Positif / negatif
Rooting : Positif / negatif
Swallowing : Positif / negatif
- Kejang : Ya / tidak
Reflek cahaya : kanan : reaksi + / -
: kiri = reaksi + / 1
Pergerakan : kaki R/L : Kuat / Lemah
: tangan R/L : Kuat / Lemah
4. B4 (Bladder)
- Frekuensi bak
- Warna urine
- Produksi urine
- Spontan ./ dengan catheter.
5. B5 (Bowel)
- Buang air besar : Konsistensi = cair / lunak / ampas
Warna = kuning, hijau, hitam, pucat
Mekonium = < 24 jam / > 24 jam
- Abdomen : tegang, kembung, distensil, supel
- Pristaltik : ada / tidak
- Pembesaran lien : ya / tidak
- Pembersaran hepar : ya / tidak
16
- Minum : Jenis, jumlah, cara
6. B6 (Bone)
- Kemampuan gerak sendi / otot / tulang
- Kekuatan otot
- Odema
- Tulang belakang ada kelainan atau tidak
- Kulit : Warna, elastisitas, ada luka / lesi
g. Pemeriksaan Penunjang
- Bilirubin serum direct, indirect, total
- Golongan darah ibu : Inkomptabulitas ABO, Rhesus
- Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi
- Uji serologi terhadap TORCH
17
Observasi
Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
Identifikasi kebutuhan cairan sesui dengan usia gestasi dan berat
badan
Monitor tanda vital tiap 4 jam sekali
Monitor efek samping foto therapi( misalnya, hipertermia,diare,
rush pada kulit, penurunan berat badab lebih dari 8- 10%%
Terapeutik
Siapkan lampu fototerapi dan inkubator atau kotak bayi
Lepaskan pakaian bayi kecuali
Berikan penutup mata( eye protector/ billiband) pada bayi
Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi ( 30 cm atau
tergantung spesifikasi lampu fototerapi
Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
Ganti segera alas popok bayi jika BAB/BAK
Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
Kolaborasi pemeriksaan darah vena billirubin direk dan indirek
b. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan meningkat
Kriteria hasil :
Kerusakan jaringan menurun
Perfusi jaringan meningkat
Kemerahan menurun
Abrasi kornea menurun
Kerusakan lapisan kulit menurun
Suhu kulit membaik
Intervensi :
18
1) Perawatan integritas kulit
Observasi
Identifikasi penyebab gangguan inetegritas kulit ( mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan , suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Bersihkan perianal dengan air hangat, terutama selama periode diare
Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
Berikan pelembab kulit ( mis. Lation)
Berikan minum ASI/PASI sesui kebutuhan
Hindari paparan suhu ekstrim ( mis. Setting inkubator sesui NTE)
19
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
d. Resiko Hipovolemi berhubungan dengan evaporasi
Tujuan : status cairan membaik
Kreteria Hasil :
Kekuatan nadi meningkat
Turgor kulit meningkat
Keluhan haus menurun
Oliguria membaik
Intake cairan membaik
Membran mukosa membaik
Suhu tubuh membaik
Intervensi :
1) Menejemen hipovolemi
Observasi
Periksa tanda dan gejala hipovolemia ( mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, turgor kulit menurun,volume urine
menurun )
Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan
Berikan asupan cairan oral
Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perubahan pososo mndadak
Kolaborasi
Kolaboorasi pembrian cairan IV Isotonis ( mis. Nacl,RL)
Kolaboorasi pembrian cairan IV hipotonis(mis. Glukosa 2,5%,
Nacl 0,4%)
Kolaboorasi pembrian cairan koloid (mis. Albumin,plasmanate)
Kolaboorasi pembrian darah
e. Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan perubahan peran orang
tua
Tujuan : penampilan peran membaik
Kreteria hasil :
Verbalisasi harapan terpenuhi menigkat
Verbalisasi kepuasan peran meningkat
Adaptasi peran meningkat
Dukugan sosisal meningkat
Verbalisasi perasaan meningkat
Konflik peran menurun
Verbalisasi perasaan cemas menurun
Perilaku cemas menurun
Intervensi :
20
1) Dukungan penampilan peran
Observasi
Identifikasi berbagai peran dan periode transisi sesuai tingkat
perkembangan
Identifikasi peran yang ada dalam keluarga
Identifikasi adanya peran yang tidak terpenuhi
Terapeutik
Fasilitasi adaptasi peran keluarga terhadap perubahan peran yang
tidak diinginkan
Fasilitasi diskusi tentang peran orang tua, jika perlu
Fasilitasi diskusi harapan dengan keluarga dalam peran timbal balik
Edukasi
Diskusikan perilaku yang di butuhkan untuk pengembangan peran
Diskusikan strategi positif untuk mengelola perubahan peran
Kolaborasi
Rujuk dalam kelompok untuk mempelajari peran baru
21
empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan
keluar dalam feses (Marmi , 2015).
22