Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUANDENGAN KASUS HIPERBILIRUBINEMIA

DI RUANG BAYI RSUD Dr. H.MOCH. ANSARI SALEH


BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING :Baidah S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : MISLIYANTI

NIM : 11409719023

TINGKAT : II (DUA)

SEMESTER : IV (EMPAT)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AKADEMIK 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Misliyanti
NIM : 11409719023
Ruangan : BAYI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan pendahuluan
dengan kasus hiperbilirubinemia di Ruang Bayi RSUD Dr. H.Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin

Banjarmasin, Juni 2021

Misliyanti
Nim : 11409719023

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Siti Rosmalina S.Kep.,Ns Baidah S.Kep, NS, M.Kep


NIP 197511042008032001 NIK046637120
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA
I. Konsep Teori
A. Definisi
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnyasklera,
kulit atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuhatau akumulasi
bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam,yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional dari liper, system, atau sistem hematologi
( Atikah & Jaya, 2016 ).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar bilirubin
dalam darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan pada
bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan mata atau biasa
disebut dengan jaundice. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar
bilirubin serum yang disebabkan oleh salah satunya yaitu kelainan bawaan
sehingga menyebabkan ikterus (Imron, 2017).
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012)
Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk
oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan
yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).

B. Klasifikasi
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24
jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia
fisiologis peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari.
Pada bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai
puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan dengan kadar serum
bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal kelahiran kadar bilirubin
akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5
serum bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).
Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan
sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi
dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan (premature)
bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama dengan peningkatan
serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu
(Mansjoer, 2013)
2. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada
bayi baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan.
Pada hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan
meningkat lebih dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum
bilirubin akan meningkat sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi kurang
bulan (premature) kadar serum bilirubin total akan meningkat hingga 15
mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi
cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang bulan (Imron,
2017)..

C. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena
tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami
pemecahan sel yang lebih cepat.Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh
hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan
oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak
dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi
urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam
plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
1. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan neonatus
untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis yang meningkat
pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim
G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan
oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru
lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL
atau lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan
bilirubin indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau
jingga.Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning
kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada
sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa.Jaundice yang muncul pada 24
jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis,
atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua
atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat
dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan
jaundice fisiologis (Suriadi dan Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit
yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi
(bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine
gelap, serta warna tinja pucat (Suriadi dan Yuliani 2010).
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
1. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
2. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
3. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
4. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg/dL pada neonatus kurang bulan.
5. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
6. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
E. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yangtelah
rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa kehepar dengan
cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk(terkonjugasi) kemudian
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.Bayi memiliki usus yang belum
sempurna, karna belum terdapatbakteri pemecah, sehingga pemecahan
bilirubin tidak berhasil danmenjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk
dalam alirandarah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016)
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase,
dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial.Setelah
pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati.Pengambilan tergantung pada aliran darah
hepatik dan adanya ikatan protein.Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah
atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine
disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan
diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).Bilirubin yang
terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal.Dengan
konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran
kanalikular.Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine.Beberapa bilirubin diabsorbsi
kembali menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal.Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin
mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah.
Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek).Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase.Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi empat sampai tujuh hari setelah lahir.
Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30
mg/dL selama minggu kedua sampai ketiga. Jika pemberian ASI dilanjutkan
hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama
tiga sampai sepuluh minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya
mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama satu sampai
dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan Yuliani 2010).
F. Pathway

Peningkatan Gangguan Gangguan Gangguan Peningkatan


produksi fungsi hati transport ekskresi sirkulasi
bilirubin bilirubin indirek bilirubin antero
hepatik

HIPERBILIRUBIN

Gangguan sistem tubuh Kadar bilirubin > 12mg/dl Kadar bilirubin >20 mg/dl

Indikasi Indikasi
Sistem Sistem Sistem
fototerapi tranfusi tukar
pencernaan integumen persyarafan

Reflek hisap Defisiensi Kelebihan


Sinar intensitas
bayi belum protein Y bilirubin
tinggi
efektif

Bayi tidak
Bilirubin Menumpuk Gangguan suhu
mau
indirek terus dan melekat di tubuh
menyusu
bersirkulasi sel otak
ke jaringan
Ketidakefek
Risiko perifer
tifan pola
kekurangan
menyusu Kejang dan
volume
bayi penurunan
cairan Hiperbilirubin Hipertermia
kesadaran
neonatal

Perfusi selebral tidak efektif

Risiko mata
Kematian kering
G. Komplikasi
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
2. Kernicterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
3. Gangguan pendengaran dan penglihatan
4. Asfiksia
5. Hipotermi
6. Hipoglikemi
7. Kematian
Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics
(2004) terdiri dari tiga fase, yaitu :
1. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan bayi,
dan reflek hisap yang buruk.
2. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan
peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
3. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan
tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Visual
a. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
b. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun
pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan, dan kaki
pada hari kedua, maka di golongkan sebagai ikterus sangat berat dan
memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
c. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
dibawah kulit dan jaringan subkutan.
2. Laboratorium (pemeriksaan Darah)
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tergantung pada beray badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia, penurunan
(<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir.Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak
fisiologis.
j. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
3. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses hati atau hepatoma
4. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
5. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.

I. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada
bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
1. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir disebabkan oleh infeksi.
2. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis.Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
3. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi.Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.Akan tetapi fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir.
4. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :
1. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan
sinarultraviolet ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karenabilirubin
fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.
2. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI
yangadekuat. Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larutdalam air,
dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan.(Atikah & Jaya, 2016 ;
Widagdo, 2012)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
1. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, danlebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
2. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,tampak
lemah, dan bab berwarna pucat.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi,Mrefleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yangMsudah .20mg/dl dan
sudah sampai ke jaringan serebralMmaka bayi akan mengalami kejang
dan peningkatantekanan intrakranial yang ditandai dengan
tangisanmelengking.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapatgangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rhatau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguanmetabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibumenderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia
untukgestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intrauterus
(IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) sepertibayi dengan ibu
diabetes.Terjadi lebih sering pada bayipria daripada bayi wanita.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yangdapat
menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunyahepar, neonatus
dengan berat badan lahir rendah, hipoksiadan asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin,neonatus dengan APGAR score rendah
jugamemungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang
akanmenghambat konjugasi bilirubin.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala-leher
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b. Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akanterlihat
pergerakan dada yang abnormal.
c. Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkanoleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
d. Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
e. Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerahkepala dan
leher termasuk ke grade satu, jika kuning padadaerah kepala serta
badan bagian atas digolongkan ke gradedua. Kuning terdapat pada
kepala, badan bagian atas,bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jikakuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawahserta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabilakuning
terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas danbawah, tungkai,
tangan dan kaki.
f. Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudahmencapai jaringan
serebral, maka akan menyebabkankejang-kejang dan penurunan
kesadaran.
g. Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat.Bayi yangsudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira6 mg/dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan.Jika nilainya diatas10 mg/dl yang berarti
tidak fisiologis, sedangkan bilirubinpada bayi prematur mencapai
puncaknya 10-12 mg/dl,antara 5 dan 7 hari kehidupan.Kadar bilirubin
yang lebihdari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis padabayi
cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2sampai 3 hari dan hilang
pada hari ke 4 dan ke 5 dengankadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl,sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin
indirekmunculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15mg/dl/hari. Pada ikterus
patologis meningkatnya bilirubinlebih dari 5 mg/dl perhari.
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantongempedu
c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantumembedakan
hepatitis dan atresia biliary.(Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009;
Widagdo,2012)
6. Data penunjang
a. Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =<2mg/dl).
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusandarah tepi.
c. Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsiMtiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaankultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktifprotein (CPR).
SKALA KRAMER

Rata- rata bilirubin Kadar bilirubin


Zona Luas ikterik
serum(umol/L) (mg)
I Kepala dan leher 100 5
II Pusar 150 9
III Paha 200 11
IV Lengan dan tungkai 250 12
Telapak kaki dan telapak >250 16
V
tangan
APGAR SCORE
KRITERIA NILAI 1 Menit 5 Menit 10 Menit
0 1 2
Warna kulit tubuh
Warna kulit, tubuh,
Seluruh normal merah
A – Appearance tangan dan kaki
badan biru muda, tetapi
(Warna kulit) normal merah muda,
atau Pucat tangan dan kaki
tidak ada sianosis
kebiruan
P – Pulse
Tidak ada <100 kali/ menit >100 kali/ menit
(Denyut Nadi)
Tidak ada Meringis atau Meringis atau bersin

G – Grimace respon menangis lemah atau batuk saat


(Reflek) terhadap ketika di stimulasi/ stimulasi saluran
stimulasi gerakan sedikit napas (menangis)
Lemah atau

A – Activity Lumpuh Sedikit gerakan


Gerakan aktif
(Tonus Otot) atau Tidak atau fleksi lemah
ada
Lemah atau tidak Menangis kuat,
R – Respiration
Tidak ada teratur atau penapasan baik dan
(Usaha Bernafas)
merintih teratur

Jumlah Score

Interpretasi :
7 – 10 : Asfiksia Ringan (Normal)
4 – 6 : Asfiksia Sedang
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang
menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu napas
0 – 3 : Asfiksia Berat
Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

Score Down
KRITERIA SKOR
0 1 2
PERNAFASAN <60 x/menit 60 - 80 x/menit >80 x/menit
RETRAKSI Tidak Ada Retraksi Ringan Retraksi Berat

SIANOSIS Tidak Ada Hilang dengan Menetap


Pemberian O₂ Walaupun Diberi
O₂
AIR ENTRY Udara Masuk Penurunan Ringan Tidak Ada Udara
Bilateral Udara Masuk Masuk
MERINTIH Tidak Merintih Dapat Didengar Dapat Didengar
dengan Stetoskop Tanpa Alat Bantu
Interpretasi :
1 - 3 : Tidak Ada Gawat Napas
2 - 6 : Gawat Napas
>7 : Ancaman Gagal Napas

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hiperbilirubin neunatal b.d Bilirubin indirek terus bersirkulasi ke jaringan
perifer Defisiensi protein Y
2. Hipertermia b.d Suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi
3. Ketidakefektifan pola menyusu bayi b.d reflek hisap belum efektif
4. Risiko mata kering b.d fototerapi

C. Intervensi
Hiperbilirubin NIC NOC
neonatal
Intervensi Aktivitas Outcome Indikator

Fototerapi : Observation : Setelah diberikan 1. Warna kulit


Neonatus 1. Observasi tanda- asuhan (4)
(6924) tanda warna keperawatan 2. Mata bersih
Definisi : kuning. selama 3x24 jam (5)
Action : diharapkan 3. Berat Badan
Penggunaan 2. Tempatkan kriteria hasil : (4)
terapi lampu lampu fototerapi 1. Konjunctiva 4. Refleks men
untuk diatas bayi normal, gisap (4)
mengurangi dengan tinggi sklera putih 5. Kadar
kadar yang sesuai membran bilirubin (4)
bilirubin mukosa
pada bayi 3. Buka penutup normal.
baru lahir mata setiap 4 jam 2. Berat badan
atau ketika lampu naikkondisi
dimatikan untuk tidak lemah
(bisa (aktif).
dilakukannya) 3. Reflek
kontak (bayi menghisap
dan)orang tua (menetek)
dan ASI lancar.
(memungkingkan 4. Kadar
dilakukannya) bilirubin
aktivitas Normal :<20
menyusui. mg/dl.

4. BerikanASI12 kali
per hari.
5. Timbang berat
badan.
Education :

6. Edukasi keluarga
mengenai
prosedur dan
perawatan
fototerapi.
Colaboration :

7. Periksa kadar
serum bilirubin,
sesuai
kebutuhan,sesuai
protokol atau
permintaan
dokter
8. Laporkan hasil
laboratorium
pada dokter

Hipertermia NOC NIC


Definisi : Peningkatan Thermoregulation Fever treatment
suhu tubuh diatas kisaran Kriteria Hasil 1. Monitor suhu sesering mungkin
normal  Suhu tubuh dalam 2. Monitor IWL
rentang normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
 Nadi dan RR dalam 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
rentang normal 5. Monitor penurunan tingkat
 Tidak ada perubahan kesadaran
warna kulit dan tidak 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
ada pusing 7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian cairan
intravena
13. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya mengigil
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
tentang pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang di perlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

Ketidak Tujuan / Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan Aktivitas


efektifan pola (NIC)
menyusu bayi
1. Upaya Menyusui: Infant  Perawatan Kangguru 1. Jelaskan keuntungan dan
a. Posisi tubuh yang tepat implikasi kontak kulit ke
dan menyusui adekuat kulit dengan bayi
b. Upaya melahap areolar 2. Monitor faktor-faktor pada
adekuat ibu yang mempengaruhi
c. Upaya menekan perawatan (mis,
areolar adekuat keinginan, kesehatan,
d. Penempatan lidah yang ketersediaan, dll)
tepat 3. Berikan lingkungan yang
e. Reflek menghisap tenang, tersendiri, dan
adekuat hangat.
f. Suara menelan 4. Latih orangtua untuk
terdengar adekuat memakai pakaian yang
g. Menyusui minimal 5-10 nyaman, baju dengan
menit/ payudara bagian depan terbuka.
h. Menghentikan 5. Ajarkan orangtua cara
menyendawakan bayi memindahkan bayi dari
dalam interval yang warmer, inkubator, atau
sering buaian sambil memenej
i. Minimal 8 kali pearalatan dan selang
menyusui/ hari yang terpasang.
j. BAK/ hari sesuai 6. Posisi bayi telungkup dan
dengan umur tegak lurus di atas dada
k. Warna, konsistensi, orang tua.
kepadatan BAB sesuai 7. Putar kepala bayi ke satu
dengan umur sisi dengan posisi sedikit
l. BB sesuai dengan ekstensi untuk
umur memfasilitasi kontak mata
m.Bayi puas setelah dengan orang tua dan
menyusui menjaga jalan napas tetap
terbuka.
2. Upaya Menyusui: Ibu 8. Hindarkan fleksi
a. Posisi nyaman selama berlebihan dan
menyusui hiperekstensi pada kepala
b. Menyokong payudara bayi.
dengan cara 9. Pinggul dan lengan bayi
menggenggam seperti harus fleksi.
huruf “C” (cupping) 10.Amankan posisi bayi dan
c. Payudara terisi penuh orang tua.
sebelum menyusui 11.Dorong orangtua untuk
d. Reflek ejeksi air susu mengusap bayi dengan
(let-down) lemah lembut pada posisi
e. Mengenali upaya telungkup tegak lurus.
menghisap bayi 12.Dorong orangtua untuk
f. Menghisap terhenti mengayun-ayunkan bayi
sebelum melepaskan dengan lemah lembut
bayi dari payudara pada posisi telungkup
g. Teknik untuk tegak lurus.
menghindari nyeri pada 13.Dorong orangtua untuk
puting susu adekuat duduk, berjalan, berdiri,
h. Menghindari atau melibatkan dalam
penggunaan puting aktivitas yang lain sambil
susu palsu pada bayi melakukan kontak kulit ke
i. Menghindari kulit.
memberikan air pada 14.Dorong ibu postpartum
bayi untuk ambulasi setiap 90
j. Susu tambahan menit sambil melakukan
adekuat kontak kulit ke kulit untuk
k. Respon terhadap menghindari penyakit
temperamen bayi trombolitik.
adekuat 15.Ajarkan orangtua untuk
l. Mengenali tanda awal mengurangi aktivitas
rasa lapar adekuat ketika bayi terlihat terlalu
m. intake cairan ibu terstimulasi, distress atau
adekuat menolak.
n. Pompa payudara 16.Anjurkan orangtua untuk
adekuat membiarkan bayi tertidur
o. Penyimpanan air susu selama perawatan.
yang aman adekuat 17.Anjurkan menyusui
p. Penggunaan dukungan selama perawatan.
keluarga adekuat 18.Anjurkan orangtua untuk
q. Penggunaan dukungan memberikan perawatan
komunitas adekuat sekurang-kurangnya
r. Rasa puas dengan selama 60 menit, jika
proses menyusui memungkinkan, untuk
menghindari keseringan
dan potensi pergantian
yang membuat stress.
19.Latih orangtua secara
bertahap untuk
meningkatkan waktu
kontak kulit dengan kulit.
20.Monitor reaksi emosional
orangtua dan
perhatiannya terhadap
perawatan kangguru.
21.Monitor status fisiologis
bayi (mis, warna, suhu,
denyut nadi, dan apnea)
22.Sokong orangtua untuk
melanjutkan kontak kulit
dengan kulit di rumah.
23.Hentikan perawatan jika
bayi mendadak
mengalami kompromis
 Konseling Menyusui fisiologis atau gelisah.

1. Berikan informasi tentang


keuntungan fisiologis dan
psikologis dari menyusui.
2. Tentukan keinginan dan
motivasi ibu untuk
menyusui begitu juga
dengan persepsi ibu
tentang menyusui.
3. Perbaiki kesalahan
konsep, kesalahan
informasi, dan
ketidakakuratan tentang
menyusui.
4. Dorong significant other,
keluarga atau teman untuk
dapat memberikan
dukungan (mis, pujian,
dorongan, jaminan, dsb)
5. Sediakan materi penkes,
jika dibutuhkan.
6. Dorong untuk dapat
menghadiri kelas
menyusui dan grup
pendukung.
7. Beri ibu kesempatan
menyusui setelah
melahirkan, jika
memungkinkan.
8. Ajarkan tanda-tanda bayi
sedang menyusu (mis,
melahap, menghisap, dan
bayi tenang).
9. Bantu memastikan
pelekatan bayi yang sudah
sesuai pada susu (mis,
monitor posisi badan bayi
yang tepat, melahap dan
menekan areolar, dan
suara menelan yang
terdengar).
10.Ajarkan ibu aneka posisi
menyusui (mis, cross-
cradle, menggenggam
bola, dan tidur miring).
11.Ajarkan ibu tanda bahwa
air susu sudah berpindah
(mis, air susu terasa
mengalir, suara menelan
bayi terdengar, dan
sensasi “jatuh”).
12.Diskusikan cara untuk
memudahkan perpindahan
air susu (mis, teknik
relaksasi, massase
payudara, dan lingkungan
yang tenang)
13.Berikan informasi tentang
perbedaan antara isapan
yang bernutrisi dan yang
tidak bernutrisi.
14.Monitor kemampuan bayi
untuk menghisap.
15.Demontrasikan latihan
menghisap, jika dirasa
penting (mis, gunakan jari
yang bersih untuk
menstimulasi reflek
menghisap dan menyusui)
16.Ajarkan ibu untuk
membiarkan bayi
menyelesaikan
menyusunya yang
pertama sebelum
menawarkan susu yang
kedua.
17.Ajarkan bagaimana cara
mengistirahatkan isapan
pada bayi, jika dirasa
penting.
18.Ajarkan ibu perawatan
puting susu.
19.Monitor nyeri dan
gangguan integritas kulit
pada puting susu.
20.Diskusikan teknik untuk
menghindarkan atau
meminimalkan rasa nyeri
yang disebabkan menelan
atau rasa tidak nyaman
yang masih berhubungan
(mis, menyusui yang
sering, massase
payudara, kompres air
hangat, mengeluarkan air
susu, penerapan pack air
es sehabis menyusui atau
memompa, dan obat-
obatan anti inflamasi).
21.Ajarkan tanda, gejala, dan
manajemen strategi
duktus yang tersumbat,
mastitis, dan infeksi
kandidiasis).
22.Diskusikan kebutuhan
istirahat yang adekuat,
hidrasi, dan diet yang
seimbang lagi baik.
23.Bantu dalam memenuhi
kebutuhan susu
tambahan, dot, dan
pelindung puting susu.
24.Dorong ibu untuk
memakai baju yang
melekat dengan baik,
supportive bra.
25.Ajarakan tentang BAB
dan pola BAK bayi.
26.Dorong untuk melanjutkan
menyusui di tempat kerja
atau di sekolah.
27.Diskusikan metode
kontrasepsi.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil

Resiko mata kering NOC NIC


 Sensory Function Eyes Care
Definisi : Beresiko terhadap : Vision  Monitor tanda-tanda
ketidaknyamanan mata atau kemerahan, cairan,
kerusakan kornea dan Kriteria Hasil : atau ulserasi
konjungtiva karena  Ketajaman pusat   Istruksikan pasien
penurunan kuantitas atau penglihatan tidak menggosok
kualitas air mata untuk kanan dan kiri mata
melembabkan mata  Ketajaman  Monitor reflek kornea
menglihat  Ganti lensa kontak
Faktor Resiko : sekeliling mata jika perlu
 Penuaan kanan dan kiri  Gunakan pelindung
 Penyakit autoimun  Dapat mata (kaca mata) jika
(mis, arthritis menangkap diperlukan
rheumatoid, diabetes penglihatan  Lakukan Perawatan
mellitus, penyakit terpusat kanan mata jika perlu
toroid, gout, dan kiri  Lakukan alternative
osteoporosis, dll)  Menangkap perbaikan mata untuk
 Lensa kontak penglihatan diplopia
 Factor Iingkungan penifer kanan  Gunakan tetes mata
(mis, penyejuk udara, dan kiri untuk melembabkan
angin berlebihan,  Respon stimulus  Gunakan salep mata
pemanjanan sinar penglihatan untuk melembabkan
matahari, polusi adekuat    Medication
udara, kelembaban  Tidak ada Administrasion : Eyes
rendah) penglihatan  Ikuti administrasi lima
 Gender wanita ganda benar dalam
 Riwayat alergi  Tidak ada pemberian obat
 Hormone penglihatan  Catat riwayat
 Gaya hidup (mis, kabur pengobatan pasien
merokok, pengguna  Tidak ada sakit dan riwayat alergi
kafein, membaca kepala  Kaji pengetahuan
dalam waktu lama)  Ketegangan mata pasien tentang
 Terapi ventilasi berkurang pengobatan dan
mekanis  Tidak ada pusing pengetahuan pasien
 Lesi neuologis  Mata lembab tentang metode
dengan kehilangan  Tidak terdapat pengobatan
reflek sensoro atau benda asing  Instrksikan pasien
motorik (lagoftalmos, dimata membuka mata untuk
kurang reflek kedip mempermudah
spontan karena memasukkan obat
penurunan kesadaran  Monitor efek lokal
dan gangguan medis sistemik yang
lain berlawanan dari
 Kerusakan pengobatan
permukaan ocular
 Tempat hidup
 Efek samping terkait
pengobatan (mis
,agens farmaseutikal
seperti inhibitor enzim
pengubah
angiotensin, deuretik,
trasquilizer, analgesik,
sedatif, agens blok
neuromuscular)
 Defisiensi vitamin A

DAFTAR PUSTAKA
Atikah,M,V& Jaya,P. 2016. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, danBalita.
Jakarta. CV.Trans Info Media
Aviv,J.2015.ResearcherssubmitPatentApplication."BilirubinHematofluorometer and
Reagent Kit” .Perpustakaan Nasional RI. DiaksesPada 13 Juni 2021
Imron, R. & Metti, D. 2017. Hiperbilirubin Pada Bayi, (Online),
(https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+penelit
ian+hiperbilirubin+bayi&oq=, diakses 13 juni 2021)
Nurarif dan Kusuma (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Nanda NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Edisi revisi, jilid 1. Yogyakarta:
MediAction
Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019. Buku Ajar Konsep Dan Aplikasi Keperawatan
Anak. Jakarta: Cv Trans Info Media
PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesiaa: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sowwan, M. & Aini, S.N. 2018. Hiperbilirubin bayi, (Online),
(https://scholar.google.co.id/scholar/hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hiperbilirubin&b
tnG=, diakses 13 juni 2021)
Yanti, S. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Hiperbilirubinemia Patologis
Pada Bayi Baru Lahir, (Online), (http://scholar.unand.ac.id/20908/2/2.pdf,
Diakses 13 juni 2021)

Anda mungkin juga menyukai