Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN

Proposal Ini Bertujuan Untuk Pemenuhan Mata Kuliah Keperawatan Anak II

TINGKAT 3A

Anggota Kelompok :

1. Afina Shafa Yulita (18001)


2. Alda Sugita (18002)
3. Puteri Bunga Esta (18050)
4. Rika Rahmawati (18055)
5. Siti Ayu Rizki (18066)
6. Tri Puja Agustina (18073)

AKADEMI KEPERAWATAN HERMINA MANGGALA HUSADA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa, atas limpahan nikmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Dengan Hiperbilirubin”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Suryani Hartati,M.Kep.,Sp.Kep.Mat, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Hermina Manggala Husada.
2. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep, selaku Koordinator mata kuliah Keperawatan
Anak II.
3. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep dan Ns. Metha Kemala Rahayu,
M.Kep.,Sp.Kep.An, selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Anak II.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik yang membangun, khususnya dari koordinator dan dosen mata
kuliah Keperawatan Anak II guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman kami
untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Jakarta, 11 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang


merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi
oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012). Bilirubin
diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati
kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan yang befungsi
untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Bayi
dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang
berwarna kuning pada sklera dan kulit. Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin
dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini
langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk
penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan
bilirubin dari darah.

B. Faktor Resiko

1. ASI yang kurang


Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah karena
tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses pembuangan
bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi prematur yang ibunya
tidak memroduksi cukup ASI.
2. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk
terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis golongan
darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas
eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat transfusi darah; kesemuanya
berisiko tinggi akan mengalami hyperbilirubinemia.
3. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu ke janin
di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat
meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.

C. Etiologi

Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia,


issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat (hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol),
hemolisis ekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.

2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah


metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.

3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.

4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.

5. Gangguan dalam ekskresi.

6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

D. Klasifikasi

Klasifikasi Hiperbilirubinemia

a. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24
jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia
fisiologis peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per
hari. Pada bayi cukup bulan,hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai
puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan dengan kadar serum
bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal kelahiran kadar bilirubin
akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5
serum bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).Setelah
hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan sampai dengan
normal pada hari ke-11 sampai hari ke 12.
Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan
(premature) bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama dengan
peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan menurun
setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)

b. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi
baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan.
Pada hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan
meningkat lebih dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar
serum bilirubin akan meningkat sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi
kurang bulan (premature)kadar serum bilirubin total akan meningkat
hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih satu minggu
pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang bulan
(Imron, 2015).

E. Patofisiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang


melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan
dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh
obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL
maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi
ke dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus . Warna
kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak,
tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010)

F. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru
lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau
lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek
pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia
direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor
(Ngatisyah, 2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada
sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam
pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga,
dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari
kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin
direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau
ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat
(Suriadi dan Yuliani 2010).

Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami


hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan
bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma
lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) nilai normalnya adalah


<2mg/dL

2. Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan gambaran asupan darah tepi

3. Penentuan golongan darah ibu dan bayi

4. Pemeriksaan akdar enzim G6PD

5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
galaktosemia

6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR)

7. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu

8. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan


hepatitis dan atresia biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009;
Widagdo, 2012)

H. Penatalaksanaan Medis

Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:


a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi
dapat dipercepat.

b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.


Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.

c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah


dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan
cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra
dan pasca transfusi tukar.

I. Penalataksanaan Keperawatan

Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada bayi


baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :

a. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis.Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi.Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.Akan tetapi fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

J. Komplikasi

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan
lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonates dapat menyebabkan kern ikterus,
yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi
mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot
dengan baik, serta tangisan yang melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).

Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi klinis kern


ikterus pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat,
gangguan pendengaran, paralisis upward gaze, dan dysplasia dental enamel.
Kern ikterus merupakan perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi
pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama di ganglia basalis, pons,
dan cerebellum.

Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics (2004)


terdiri dari tiga fase, yaitu :

a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan


bayi, dan reflek hisap yang buruk.

b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan


peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan
tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas
 Identitas Klien
Nama, Umur, Jenis kelamin, suku bangsa, diagnosa medis, dll.

 Identitas Penangung Jawab


Nama, umur , pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, dll.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
- Ibu bayi mengatakan sejak lahir warna kulit bayinya terlihat
kuningp
- Ibu bayi mengatakan warna kuning pada kulit bayi 16 hari tidak
menghilang
- Ibu bayi mengatakaan kulit dan selaput lendir bayi tampak kering
- Ibu mengatakan bahwa bayi tidak mau menetek, malas minum
- Menangis dengan nada tinggi
- Kadang gatal
- Ibu mengataakn anak sering tidur
- Ibu mengataakan bahwa anak pertama juga mengalami hal yang
smaa
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Dikembangkan dari keluhan utama, dijabarkan dengan PQRST
(intensitas jaundice, waktu timmbul jaundice, dampaknya : tidak mau
menetek, hemotoma, fases berwarna gelap,dsb)
 Hb menurun mencapai 10 g/dl (12-24 g/dl)
 Hematokrit turun < 44% ( normal 44-65 %)
 Kultur darah (+)
 Bilirubin lebih dari 15 mg/dl (normal 0,3-1 mg/dl)
d. Riwayat Kesehatan sebelumnya
 Pre Natal
Kaji faktor resiko hiperbilirium seperti obat-obat yang dicerna oleh
ibunya selama hamil (seperti salisilat, sulfonamid), riwayat
inkompatibilitas ABO/Rh, penyakit infeksi seperti rubela atau
toxoplasmosis.

 Intra Natal
Persalinan preterm, kelahira dengan vakum extrasi, induksi oksitosin,
pengkelman tali pusat yang lambat, trauma kelahiran, BB waktu lahir,
usia kehamilan.
 Post Natal
Riwayat asfiksia, infeksi neonatus, obat-obatan, pemberian makan,
defekasi mekonium.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji golongan darah ibu dan ayah riwayat inkompatibilitas ABO/Rh,
riwayat keluarga dengan hiperbilirubinemia pada kelahiran sebelumnya,
dan riwayat keluarga yang menderita anemia atau pembesaran hati dan
limpa.

B. Diagnosa Keperawatan

C. Intervensi

D. Implementasi
E. Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai