Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

LABIOPALATOSCHIZIS

Makalah Ini Bertujuan Untuk Pemenuhan Mata Kuliah Keperawatan Anak


II

TINGKAT 3A

Anggota Kelompok :

1. Afina Shafa Yulita (18001)


2. Alda Sugita (18002)
3. Puteri Bunga Esta (18050)
4. Rika Rahmawati (18055)
5. Siti Ayu Rizki (18066)
6. Tri Puja Agustina (18073)

AKADEMI KEPERAWATAN HERMINA MANGGALA HUSADA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa, atas limpahan
nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Labiopalatoschizis”. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Suryani Hartati,M.Kep.,Sp.Kep.Mat, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Hermina Manggala Husada.
2. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep, selaku Koordinator mata kuliah
Keperawatan Anak II.
3. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep dan Ns. Metha Kemala Rahayu,
M.Kep.,Sp.Kep.An, selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Anak II.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik yang membangun, khususnya dari koordinator dan dosen
mata kuliah Keperawatan Anak II guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Jakarta, 25 Maret 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................................. ii

BAB I PENDHULUAN

1.1 Latar belakang ............................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2

1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengerian ..................................................................................................................... 3

2.2 Faktor risiko&etiologi .................................................................................................. 4

2.3 Klasifikasi .................................................................................................................... 6

2.4 Patofisiologi .................................................................................................................. 7

2.5 Manifestasi klinis ......................................................................................................... 7

2.6 Pemeriksaan penunjang ................................................................................................ 8

2.7 Penatalaksanaan medis ................................................................................................. 9

2.8 Penatalaksanaan keperawatan ..................................................................................... 10

2.9 Komplikasi .................................................................................................................. 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN\

3.1 Pengkajian keperawatan ............................................................................................... 13

3.2 Diagnosa keperawatan .................................................................................................. 14

3.3 Perencanaan keperawatan ............................................................................................ 14

3.2 Implementasi keperawatan ............................................................................................ 16

ii
3.3 Evaluasi keperawatan .................................................................................................... 18

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 19

4.2 Saran .............................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumbing bibir dan sumbing palatum (cleft lip dan cleft palate)
ataudisebut labiopalatoskisis merupakan salah satu kelainan fisik pada
salurangastrointestinal. Kelainan ini terjadi pada masa perkembangan
embrio.Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah
palatum kira-kira terdapat pada 1:600 kelahiran (Nelson, 2000:1282).
Mitchell & Wood(2000, dikutip Ball, 2003: 586) menyebutkan bahwa
kejadian sumbing bibirterjadi dalam 1 dari setiap 700 kelahiran yang ada.
Dan kejadian sumbing palatum sedikitnya 1: 2000 kelahiran
(Balasubrahmanyam,dkk. 1998,dikutip Ball, 2003: 587). Insidens
kejadian penyakit ini pun lebih sering pada penduduk pribumi Amerika
dan Asia.

Celah bibir dan palatum nyata sekali berhubungan erat


secaraembriologis, fungsionil, dan genetik. Celah bibir muncul akibat
adanyahipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan
prosesusnasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul
akibatterjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau memfusikan
lempeng palatum. (Nelson, 2000: 1282) Cleft lip and cleft palatum dapat
mengarah ke beberapa komplikasiyang akan memperlambat
perkembangan dan pertumbuhan bayi hinggadewasa. Seperti terjadinya
gangguan bicara dan pendengaran, otitis media,distress pernafasan, resiko
infeksi saluran nafas (Suriadi & Yuliani, 2010:154).

Untuk itu sangat diperlukan pemahaman para perawat akan


penyakitini guna mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi yang
akanmempengaruhi proses tumbuh kembang bayi dengan pemberian

1
asuhankeperawatan yang tepat. Penatalaksanaan yang tepat juga
diperlukan gunamemperbaiki kelainan ini. Penanganan dengan
pendekatan multidisipliner dan tindakan pembedahan akan diperlukan
untuk memperbaiki anomali guna menghindari komlikasi lebih lanjut.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari Labiopalatoschizis?
b. Apa faktor resiko dari Labiopalatoschizis?
c. Apa etiologi dari Labiopalatoschizis?
d. Apa saja klasifikasi Labiopalatoschizis?
e. Apa patofisiologi dari Labiopalatoschizis?
f. Apa saja manifestasi klinis dari Labiopalatoschizis?
g. Apa saja pemeriksaan penunjang Labiopalatoschizis?
h. Apa penatalaksanaan medis dan keperawatan dari Labiopalatoschizis?
i. Apa saja komplikasi dari Labiopalatoschizis?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Labiopalatoschizis
2. Mampu memahami pengertian Labiopalatoschizis
3. Mampu memahami apa faktor dari resiko Labiopalatoschizis
4. Mampu menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan
dengan keperawatan anak dengan Labiopalatoschizis

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Labiopalatoskisis berasal dari kata labium yang berarti bibir, palatum yang
berarti langit-langit, dan skisis yang berarti celah. Jadi, Labiopalatoskisis
merupakan deformitas kongenital daerah orofacial, baik labium, palatum, atau
keduanya. Celah pada labium disebut labioskisis sedangkan celah pada
palatum disebut palatoskisis. Kelainan ini dapat merupakan bagian dari suatu
sindrom atau berdiri sendiri. Defek yang ada akan menyebabkan gangguan
produksi suara, gangguan makan, gangguan pertumbuhan maxilofacial, dan
pertumbuhan gigi abnormal. Mengingat banyaknya masalah yang ada, maka
Labiopalatoskisis merupakan salah satu defek yang melibatkan banyak
disiplin ilmu dalam penanganannya.
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampa ipada pemisahan komplit satu atau dua sisi
bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya
gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya
proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan
terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan,
trauma dan factor genetic.. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah
palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa
kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media,
dan kehilangan pendengaran.
Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit
yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh
kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap.
Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi
akibat faktor non-genetik

3
2.2 Faktor Resiko dan Etiologi
1. Faktor Genetik

Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan


dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh
dunia ditemukan hampir 25 - 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi
karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan
manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis.
Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan
manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian
kontak.

2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik
kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).

Zat -zat yang berpengaruh adalah:

- Asam folat

- Vitamin C

- Zn

3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C


dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan
dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu
gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh
kembang organ selama masa embrional.

4. Pengaruh obat teratogenik. Yang termasuk obat teratogenik adalah:

- Jamu.

Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin,


terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang
menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada
penelitian lebih lanjut

- Kontraseps i hormonal.

4
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama
untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan
sirkulasi fotomaternal.

- Obat - obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama


labio palatoschizis. Obat -obatan itu antara lain :

1. Talidomid, diazepam (obat - obat penenang)

2. Aspirin (Obat - obat analgetika)

3.Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream

- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan


Labio

pemutih) palatoschizis, yaitu:

1. Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih
mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan
kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang
dapat Mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.

2. Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit


diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah
yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa

embrional.h

3. Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak


dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut
dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.

- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang


terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat
berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

5
2.3 Klasifikasi Kasus
> Klasifikasi menurut struktur - struktur yang terkena menjadi :

a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum

dibelahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap

foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan

palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

Kadang - kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini

mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

> Klasifikasi menurut organ yang terlibat :

1. Celah bibir (labioskizis)

2. Celah di gusi (gnatoskizis)

3. Celah dilangit (Palatoskizis)

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit -

langit (labiopalatoskizis).

>Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk:

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga

yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan

tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi

bibir dan mem

nanjang hingga ke hidung

6
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

2.4 Patofisiologi

2.5 Manifestasi Klinis


Pada LabioSkisis :

- Distorsi pada hidung


- Tampak sebagian atau keduanya
- Adanya celah pada bibir

7
Pada PalatoSkisis :

- Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau
foramen incisive
- Adanya rongga pada hidung
- Distorsi hidung
- Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
- Kesulitan dalam menghisap atau makan
- Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
- Gangguan komunikasi verbal

Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir
dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang
tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing
yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama
bila disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif
dan saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan
refleks gag atau tersedak ketika bayi bernapas.

Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan
artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole,
fungsi tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui
otitis akut berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.

Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus masalis
dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah
perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya
telinga

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Rontgen
- Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal,
namun tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial.
Diagnosa prenatal untuk celah bibir baik unilateral maupun
bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia janin 18 minggu.

8
Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan
USG prenatal. Ketika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada
ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah.
- Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan
perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah
tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik
juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk
mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen
pada tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus
maxilla dan processus nasalis media.
2.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan utama untuk sumbing atau orofacial cleft, baik pada
bibir (cleft lip atau labioschisis), pada palatum (cleft palate atau
palatoschisis) atau kombinasi keduanya (cleft lip and palate atau
labiopalatoschisis), adalah pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam teknik dan bertujuan untuk memperbaiki anatomi
palatum sehingga tidak menimbulkan gangguan perkembangan pada
anak.

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan tata laksana utama pada kasus sumbing.
Tujuan dari pembedahan adalah memperbaiki penampilan bibir dan
hidung; menyatukan primary palate dan secondary palate;
memperbaiki kemampuan bahasa, berbicara, dan pendengaran;
membuka jalan napas; dan memperbaiki fungsi mastikasi sehingga
perkembangan tidak terganggu. Pembedahan pada kasus bibir
sumbing biasanya dilakukan pada usia 10–12 minggu.
2. Terapi Suportif
Pasien bibir sumbing tetap membutuhkan nutrisi dengan jumlah yang
sama. Beberapa alat bantu mungkin dibutuhkan untuk membantu
proses pemberian makan, seperti obturator palatum untuk menutup

9
jalur oronasal; Haberman feeder untuk membatasi udara yang masuk;
dan cross cut nipples untuk meningkatkan aliran susu yang masuk
sehingga usaha menghisap berkurang.
3. Perawatan Pasca Bedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :
a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk
mencegah bayi menyentuh garis jahitan
b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada
garis jahitan. Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk
mengurangi tegangan, walaupun tegangan sudah dikurangi dengan
mengenakan peralatan seperti busur logam
c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari
ke-5 dan ke-8. Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan
kebersihan dipertahankan dengan mengelap area tersebut dengan
air steril atau salin normal setelah selesai makan.
d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan
refleks menelan positif.

2.8 Penatalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan
bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak,
dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksikosmetik dan fungsional
menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yangada, maka
tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut
telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat
badan yangmemuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau
sistemis. Perbedaanasal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun.
Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda
hingga mencapi usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit
mempunyai ukuran, bentuk dan derajatcerat yang cukup besar, maka

10
pada saat pembedahan, perbaikan harusdisesuaikan bagi masing-masing
penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit
bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda
hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapatdilekatkan pada
bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-ototfaring dan
velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan beesentuhan dengan
balon untuk menghasilkan penutup nasoparing.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:

• Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori.


Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi
pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
• Maloklusi( – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan
tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi
celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
• Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan
adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu
akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.
• Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek
menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
• Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat
ditolong secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan
• Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum
dapat mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke
dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke
dalam saluran pernafasan.
• Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah
pada bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap
dan menelan terganggu.

11
Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
• Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago
” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah
menyebabkan asimetris wajah.
• Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan
celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan
akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat
menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
• Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya
menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps
medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite.
• Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan
palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan
harga diri da citra tubuh.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : an. X
Usia : 2 jam
Jenis kelamin : laki-laki
Agama: -
Diagnosa medis : labiopalatoschizis
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
P : perlu dilakukan pengkajian ulang
Q : perlu dilakukan pengkajian ulang
R : celah di bibir dan langit-langit mulut
S : perlu dilakukan pengkajian ulang
T : sejak lahir selama 2 jam

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : -

d. Riwayat Kesehatan keluarga : -

e. Riwayat Pekerjaan : -

f. Peran sosial : -

g. Pola aktivitas : -

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum :
b. Antropometri
Lingkar perut :
BBL :
c. TTV

13
d. Inspeksi :
e. Palpasi: -
f. Perkusi : -
g. Auskultasi : -

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Leukosit
b. Eritrosit
c. Trombosit
d. Hemoglobin
e. Hematokrit
f. Kalium
g. Natrium

3.2. Diagnosa keperawatan


1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ktidakmampuan menelan
makanan, kegagalan menghisap ASI
2. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan - Bantu ibu dalam
berhubungan tindakan menyusui, posisikan
dengan keperawatan dan posisikan serta
ktidakmampuan diharapkan nutrisi stabilkan putting
menelan pasien dapat susu dengan baik di
makanan, terpenuhi dengan dalam rongga mulut
kegagalan kriteria hasil: bayi
menghisap ASI 1. Bayi - Bentu menstimulasi
menunjukk reflks ejeksi ASI
an secara manual/

14
penambaha dengan pompa ASI
n berat sebelum menyusui
badan - Gunakan alat makan
2. Kulit khusus, bila
lembab, mengunakan alat
perut tidak tanpa putting.
kembng Seperti dot, spuit
asepto)
- Latih ibu untuk
memberikan ASI
yang baik bagi
bayinya
- Kolaborasi dengan
ahli gizi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Monitor tanda dan
ditandai dengan tindakan gejala infeksi
efek prosedur keperawatan - Monitor adanya
invasive diharapkan infeksi perdarahan dan
tidak terjadi edema
dengan kriteria - Pertahankan teknik
hasil: aseptik
1. Tidak - Lakukan perawatan
menunjukk luka pasacoperasi
an tanda dengan aseptic
tanda
infeksi
2. Luka
terjaga
kesterilann
ya
3. Defisit Setelah dilakukan - Jelaskan tanda dan
pengetahuan tindakan infeksi lokal

15
berhubungan keperawatan - Informasikan hasil
dengan kurang diharapkan pemeriksaan
terpapar mampu laboratorium
informasi memahami - Ajarkan perawatan
tentang penyakit luka pascaoperasi
dengan kriteria - Ajarkan cara
hasil: memeriksa kondisi
1. Mampu luka operasi
mengerti
penyakit
yang
dialami
2. Tidak
menunjukk
an gejala
ansietas
3. Mampu
memahami
perawatan
luka
pascabedah

3.4. Implementasi Keperawatan


No Tanggal/Hari/Waktu Tindakan Keperawatan
dx
1. Rabu , 24 maret 2021 / 09.00 - Membantu ibu dalam
WIB menyusui, posisikan dan
posisikan serta stabilkan
putting susu dengan baik
di dalam rongga mulut
bayi

16
- Membantu menstimulasi
reflks ejeksi ASI secara
manual/ dengan pompa
ASI sebelum menyusui
- Menggunakan alat makan
khusus, bila mengunakan
alat tanpa putting. Seperti
dot, spuit asepto)
- Melatih ibu untuk
memberikan ASI yang
baik bagi bayinya
- Berkolaborasi dengan ahli
gizi
2 Rabu , 24 maret 2021 / 10.00 - Memonitor tanda dan
WIB gejala infeksi
- Memonitor adanya
perdarahan dan edema
- Mempertahankan teknik
aseptic
- Melakukan perawatan luka
pasacoperasi dengan
aseptic
3 Rabu, 24 maret 2021 / 11.00 − Menjelaskan tanda dan
WIB infeksi lokal
− Menginformasikan hasil
pemeriksaan laboratorium
− Mengajarkan perawatan
luka pascaoperasi
− Mengajarkan cara
memeriksa kondisi luka
operasi

17
3.5. Evaluasi Keperawatan
No. Tanggal/Hari/Waktu Evaluasi Keperawatan
1. Kamis , 25 maret 2021 / 14:00 S : ibu mengatakan bayinya
WIB
sudah minum ASI
O : perut bayi tidak kembung
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

2. Kamis , 25 maret 2021 / 14:00 S: ibu bayi mengatakan tidak


WIB
ada tanda-tanda infeksi pada
luka pascaoperasi bayinya
O: tidak tampak tanda-tanda
infeksi
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

3. Kamis , 25 maret 2021 / 14.00 S: orang tua bayi mengatakan


WIB
sudah memahami penyakit
yang dialami dan memahami
cara merawat luka pasca
operasi bayinya
O: orang tua pasien tampak
mengerti
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan

18
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampa ipada pemisahan komplit satu atau dua
sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena
adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan
terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress
pada kehamilan, trauma dan factor genetic.. Palatoskisis adalah adanya
celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan
susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial
meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.

4.2. Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik
yang membangun dari para pembaca

19
DAFTAR PUSTAKA

Susanti, Endra. 2016. Dasar-dasar Patofisiologi. Yogyakarta: Penerbit Kyta

Suriadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional


RI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

Tim Poka SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

20

Anda mungkin juga menyukai