LABIOPALATOSCHIZIS
TINGKAT 3A
Anggota Kelompok :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa, atas limpahan
nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Labiopalatoschizis”. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Suryani Hartati,M.Kep.,Sp.Kep.Mat, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Hermina Manggala Husada.
2. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep, selaku Koordinator mata kuliah
Keperawatan Anak II.
3. Ns. Ajeng Dwi Retnani, M.Kep dan Ns. Metha Kemala Rahayu,
M.Kep.,Sp.Kep.An, selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Anak II.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik yang membangun, khususnya dari koordinator dan dosen
mata kuliah Keperawatan Anak II guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Penyusun
i
Daftar Isi
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDHULUAN
ii
3.3 Evaluasi keperawatan .................................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
asuhankeperawatan yang tepat. Penatalaksanaan yang tepat juga
diperlukan gunamemperbaiki kelainan ini. Penanganan dengan
pendekatan multidisipliner dan tindakan pembedahan akan diperlukan
untuk memperbaiki anomali guna menghindari komlikasi lebih lanjut.
1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Labiopalatoschizis
2. Mampu memahami pengertian Labiopalatoschizis
3. Mampu memahami apa faktor dari resiko Labiopalatoschizis
4. Mampu menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan
dengan keperawatan anak dengan Labiopalatoschizis
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Labiopalatoskisis berasal dari kata labium yang berarti bibir, palatum yang
berarti langit-langit, dan skisis yang berarti celah. Jadi, Labiopalatoskisis
merupakan deformitas kongenital daerah orofacial, baik labium, palatum, atau
keduanya. Celah pada labium disebut labioskisis sedangkan celah pada
palatum disebut palatoskisis. Kelainan ini dapat merupakan bagian dari suatu
sindrom atau berdiri sendiri. Defek yang ada akan menyebabkan gangguan
produksi suara, gangguan makan, gangguan pertumbuhan maxilofacial, dan
pertumbuhan gigi abnormal. Mengingat banyaknya masalah yang ada, maka
Labiopalatoskisis merupakan salah satu defek yang melibatkan banyak
disiplin ilmu dalam penanganannya.
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampa ipada pemisahan komplit satu atau dua sisi
bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya
gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya
proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan
terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan,
trauma dan factor genetic.. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah
palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa
kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media,
dan kehilangan pendengaran.
Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit
yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh
kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap.
Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi
akibat faktor non-genetik
3
2.2 Faktor Resiko dan Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik
kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
- Asam folat
- Vitamin C
- Zn
- Jamu.
- Kontraseps i hormonal.
4
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama
untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan
sirkulasi fotomaternal.
1. Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih
mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan
kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang
dapat Mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
embrional.h
5
2.3 Klasifikasi Kasus
> Klasifikasi menurut struktur - struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit -
langit (labiopalatoskizis).
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan
2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi
6
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan
2.4 Patofisiologi
7
Pada PalatoSkisis :
- Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau
foramen incisive
- Adanya rongga pada hidung
- Distorsi hidung
- Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
- Kesulitan dalam menghisap atau makan
- Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
- Gangguan komunikasi verbal
Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir
dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang
tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing
yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama
bila disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif
dan saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan
refleks gag atau tersedak ketika bayi bernapas.
Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan
artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole,
fungsi tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui
otitis akut berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.
Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus masalis
dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah
perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya
telinga
8
Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan
USG prenatal. Ketika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada
ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah.
- Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan
perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah
tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik
juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk
mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen
pada tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus
maxilla dan processus nasalis media.
2.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan utama untuk sumbing atau orofacial cleft, baik pada
bibir (cleft lip atau labioschisis), pada palatum (cleft palate atau
palatoschisis) atau kombinasi keduanya (cleft lip and palate atau
labiopalatoschisis), adalah pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam teknik dan bertujuan untuk memperbaiki anatomi
palatum sehingga tidak menimbulkan gangguan perkembangan pada
anak.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan tata laksana utama pada kasus sumbing.
Tujuan dari pembedahan adalah memperbaiki penampilan bibir dan
hidung; menyatukan primary palate dan secondary palate;
memperbaiki kemampuan bahasa, berbicara, dan pendengaran;
membuka jalan napas; dan memperbaiki fungsi mastikasi sehingga
perkembangan tidak terganggu. Pembedahan pada kasus bibir
sumbing biasanya dilakukan pada usia 10–12 minggu.
2. Terapi Suportif
Pasien bibir sumbing tetap membutuhkan nutrisi dengan jumlah yang
sama. Beberapa alat bantu mungkin dibutuhkan untuk membantu
proses pemberian makan, seperti obturator palatum untuk menutup
9
jalur oronasal; Haberman feeder untuk membatasi udara yang masuk;
dan cross cut nipples untuk meningkatkan aliran susu yang masuk
sehingga usaha menghisap berkurang.
3. Perawatan Pasca Bedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :
a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk
mencegah bayi menyentuh garis jahitan
b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada
garis jahitan. Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk
mengurangi tegangan, walaupun tegangan sudah dikurangi dengan
mengenakan peralatan seperti busur logam
c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari
ke-5 dan ke-8. Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan
kebersihan dipertahankan dengan mengelap area tersebut dengan
air steril atau salin normal setelah selesai makan.
d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan
refleks menelan positif.
10
pada saat pembedahan, perbaikan harusdisesuaikan bagi masing-masing
penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit
bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda
hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapatdilekatkan pada
bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-ototfaring dan
velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan beesentuhan dengan
balon untuk menghasilkan penutup nasoparing.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
11
Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
• Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago
” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah
menyebabkan asimetris wajah.
• Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan
celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan
akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat
menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.
• Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya
menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps
medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite.
• Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan
palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan
harga diri da citra tubuh.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : an. X
Usia : 2 jam
Jenis kelamin : laki-laki
Agama: -
Diagnosa medis : labiopalatoschizis
2. Anamnesa
a. Keluhan utama
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
P : perlu dilakukan pengkajian ulang
Q : perlu dilakukan pengkajian ulang
R : celah di bibir dan langit-langit mulut
S : perlu dilakukan pengkajian ulang
T : sejak lahir selama 2 jam
e. Riwayat Pekerjaan : -
f. Peran sosial : -
g. Pola aktivitas : -
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum :
b. Antropometri
Lingkar perut :
BBL :
c. TTV
13
d. Inspeksi :
e. Palpasi: -
f. Perkusi : -
g. Auskultasi : -
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Leukosit
b. Eritrosit
c. Trombosit
d. Hemoglobin
e. Hematokrit
f. Kalium
g. Natrium
14
penambaha dengan pompa ASI
n berat sebelum menyusui
badan - Gunakan alat makan
2. Kulit khusus, bila
lembab, mengunakan alat
perut tidak tanpa putting.
kembng Seperti dot, spuit
asepto)
- Latih ibu untuk
memberikan ASI
yang baik bagi
bayinya
- Kolaborasi dengan
ahli gizi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan - Monitor tanda dan
ditandai dengan tindakan gejala infeksi
efek prosedur keperawatan - Monitor adanya
invasive diharapkan infeksi perdarahan dan
tidak terjadi edema
dengan kriteria - Pertahankan teknik
hasil: aseptik
1. Tidak - Lakukan perawatan
menunjukk luka pasacoperasi
an tanda dengan aseptic
tanda
infeksi
2. Luka
terjaga
kesterilann
ya
3. Defisit Setelah dilakukan - Jelaskan tanda dan
pengetahuan tindakan infeksi lokal
15
berhubungan keperawatan - Informasikan hasil
dengan kurang diharapkan pemeriksaan
terpapar mampu laboratorium
informasi memahami - Ajarkan perawatan
tentang penyakit luka pascaoperasi
dengan kriteria - Ajarkan cara
hasil: memeriksa kondisi
1. Mampu luka operasi
mengerti
penyakit
yang
dialami
2. Tidak
menunjukk
an gejala
ansietas
3. Mampu
memahami
perawatan
luka
pascabedah
16
- Membantu menstimulasi
reflks ejeksi ASI secara
manual/ dengan pompa
ASI sebelum menyusui
- Menggunakan alat makan
khusus, bila mengunakan
alat tanpa putting. Seperti
dot, spuit asepto)
- Melatih ibu untuk
memberikan ASI yang
baik bagi bayinya
- Berkolaborasi dengan ahli
gizi
2 Rabu , 24 maret 2021 / 10.00 - Memonitor tanda dan
WIB gejala infeksi
- Memonitor adanya
perdarahan dan edema
- Mempertahankan teknik
aseptic
- Melakukan perawatan luka
pasacoperasi dengan
aseptic
3 Rabu, 24 maret 2021 / 11.00 − Menjelaskan tanda dan
WIB infeksi lokal
− Menginformasikan hasil
pemeriksaan laboratorium
− Mengajarkan perawatan
luka pascaoperasi
− Mengajarkan cara
memeriksa kondisi luka
operasi
17
3.5. Evaluasi Keperawatan
No. Tanggal/Hari/Waktu Evaluasi Keperawatan
1. Kamis , 25 maret 2021 / 14:00 S : ibu mengatakan bayinya
WIB
sudah minum ASI
O : perut bayi tidak kembung
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada
bagian bibir yang berwarna sampa ipada pemisahan komplit satu atau dua
sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena
adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan
terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress
pada kehamilan, trauma dan factor genetic.. Palatoskisis adalah adanya
celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan
susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial
meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
4.2. Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik
yang membangun dari para pembaca
19
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Tim Poka SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
20