Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Erva Elli K, S.Kep., Ns., M.Kep Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat
pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas.
Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase,
sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid,
dan hemoglobinopati. (Mathindas, dkk , 2013)
1.1.3 Klasifikasi
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan
biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu kedua. Ikterus
fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang mengalami
hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR
10 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna bayi
kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam pertama,
dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi matur diatas 10
mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap selama seminggu
kelahiran. Ikterus patologis sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini
disebabkan karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan penyakit sepsis.
Tanda-tandanya ialah :
1. Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi 12mg/dl.
2. Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.
3. Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4. Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm , dan 14 hari
pada bayi BBLR.
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar bilirubinnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
1.1.4 Patofisiologi
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang berlebihan.
Sebagian besar hiperbilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pigmen
kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh
kerja heme oksigenasi, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam
system retikuloendotelial.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah
hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau
terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukoronat – uridin diphosphoglucuronic
acid (UDPGA) glukorinil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang
polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane
kanikular. Kemudian ke system gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorpsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
dalam lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
efektifnya glukorinil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukorinil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2
sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubin akan menurun berangsur-angsur dan dapat
menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan
penggantian ASI dengan formula mengakibatkan penurunan serum dengan cepat,
sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke
kadar yang tinggi seperti sebelumnya (Suriadi, 2001).
1.1.5 Pathway
Hemoglobin
Hema Globin
Feco Biliverdin
Hiperbilirubinemia
Ikterik neonatus
Diskontinuitas
Kerusakan integritas kulit Indikasi fototerapi pemberian ASI
Termoregulasi Tidak
Efektif Hipovolemia Risiko cidera
1.1.6 Manifestasi Klinis
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut(Ridha,
2014):
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi
kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
c. Intervensi Keperawatan
1. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari
SDKI
SLKI
Edukasi
1. Anjurkan tidak membubuhi apapun pada tali pusat
2. Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
3. Anjurkan menyendawakan bayi setelah disusui
4. Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi
SDKI
SIKI
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI
1. BIODATA
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : By. Ny. L No. Reg : 567893
Nama Panggilan : By. Ny. L
Umur : 2 hari
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Batagak, sungai pua, Bukit-Tinggi
Diagnosa Medis : Hiperbilirubin derajat III
Tanggal MRS : 13 Mei 2019
Tanggal Pengkajian : 13 Mei 2019
Golongan Darah :-
B. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Narsial Nama Ibu : Lidia
Umur : 35 tahun Umur : 32 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : IRT
Penghasilan : tidak terkaji Penghasilan : -
Alamat :Batagak, sungai pua, Alamat : Batagak, sungai
Bukit-Tinggi pua, Bukit-Tinggi
1. BCG Belum -
2. DPT Belum -
3. Polio Belum -
4. Campak Belum -
6. DATA PSIKOSOSIAL
A. Yang Mengasuh Anak :
Keluarga mengatakan anak diasuh oleh orang tua keluarga baik ibu maupun
ayahnya.
B. Hubungan Dengan Anggota Keluarga : Hubungan keluarga sangat harmonis
C. Hubungan Dengan Teman Sebaya : Pasien baru lahir dan berumur 2 hari
D. Pembawaan Secara Umum : Tidak terkaji
(Kelompok)
ANALISA DATA
NAMA PASIEN : By.Ny.L
UMUR : 2 hari
NO. REGISTER : 567893
3. SIKI :
a. Dipertahankan/ditingkatkan pada
b. Dipertahankan/ditingkatkan pada
c. Dipertahankan/ditingkatkan pada
d. Dipertahankan/ditingkatkan pada
e. Dipertahankan/ditingkatkan pada
f. Dipertahankan/ditingkatkan pada
g. Dipertahankan/ditingkatkan pada
h. Dipertahankan/ditingkatkan pada
i. Dipertahankan/ditingkatkan pada
j. Dipertahankan/ditingkatkan pada
k. Dipertahankan/ditingkatkan pada
2. SIKI :
a. Dipertahankan/ditingkatkan pada
b. Dipertahankan/ditingkatkan pada
c. Dipertahankan/ditingkatkan pada
d. Dipertahankan/ditingkatkan pada
e. Dipertahankan/ditingkatkan pada
f. Dipertahankan/ditingkatkan pada
g. Dipertahankan/ditingkatkan pada
h. Dipertahankan/ditingkatkan pada
i. Dipertahankan/ditingkatkan pada
j. Dipertahankan/ditingkatkan pada
k. Dipertahankan/ditingkatkan pada
3. SIKI :
a. Dipertahankan/ditingkatkan pada
b. Dipertahankan/ditingkatkan pada
c. Dipertahankan/ditingkatkan pada
d. Dipertahankan/ditingkatkan pada
e. Dipertahankan/ditingkatkan pada
f. Dipertahankan/ditingkatkan pada
g. Dipertahankan/ditingkatkan pada
h. Dipertahankan/ditingkatkan pada
i. Dipertahankan/ditingkatkan pada
j. Dipertahankan/ditingkatkan pada
k. Dipertahankan/ditingkatkan pada
UMUR : 2 hari
TANGAN
09.20 Mahasiswa
09.30 Mahasiswa
TINDAKAN KEPERAWATAN
UMUR : 2 hari
TANGAN
Mahasiswa
3. Memonitor efek samping fototerapi.
Ditemukan hasil:
Tampak kering dan mengelupas
08.45 Mahasiswa
10.00 Mahasiswa
11.00 Mahasiswa
11.10 Mahasiswa
CATATAN PERKEMBANGAN
UMUR : 2 hari
1. I 13.-05-2019 S: Mahasiswa
13.00 -
O:
A:
2. II 14-05-2019 S: Mahasiswa
13.10 -
O:
4. Suhu 38,30C
P : Intervensi dilanjutkan
UMUR : 2 hari
13.00
O:
1. Bayi masih dilakukan
fototerapi
2. Bayi masih kuning namun
sudah berkurang
3. bilirubin total 12,05 mg/dl
4. bilirubin direk 0,37 mg/dL
A:
Masalah ikterik neonatus teratasi
sebagian
O:
13.10 - Palpasi akral By.Ny.L terasa
panas
- suhu 37,9ºC
- nadi 138 x/menit
- respirasi 51 x/menit
A:
Masalah termoregulasi tidak efektif
teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor suhu bayi sampai
stabil (36,50C-37,50C)
2. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan nadi
3. Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
4. Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
LAMPIRAN
Dilakukan
Perawatan Bayi dengan Fototerapi
Ya Tidak
Metode Praktik
Petugas Perawat
Alat dan
Bahan a. Sarung tangan
b. Hand rub
c. Inkubator
d. Blue light
f. Popok bayi
g. Bantal bayi
h. 2 handuk kecil
Cara Tahap Prainteraksi :
Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyiapkan lingkungan
Tahap Orientasi :
Tahap Kerja :
1. Hand hygiene
Terminasi :
2. Merapikan alat-alat
3. Mencuci tangan
Waktu : 30 Menit
A. LATAR BELAKANG
Kelahiran bayi dengan BBLR masih mejadi satu masalah kesehatan yang
penting dinegara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena angka kejadian,
angka kesakitan dan angka kematian yang masih tinggi (Gumilar, 2010). Kuning atau
sering juga disebut dengan istilah ikterus, merupakan kondisi klinis bayi yang
ditandai pewarnaan kuning pada kulit dan sklera mata akibat peningkatan bilirubin.
Ikterus pada bayi usia 2-3 hari pertama kehidupan, merupakan hal yang normal
(fisiologis) tetapi dapat juga ditemukan kondisi yang tidak normal (non fisiologis).
Angka kejadian ikterus fisiologis cukup tinggi. Frekuensi pada bayi cukup bulan 50-
60% dan kurang bulan 80%. Pada usia 1 minggu pertama, lebih dari 85% bayi cukup
bulan kembali dirawat karena kondisi ini (suraiyah, 2014).
Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan faktor
resiko terjadinya kerniterus, misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2,
atau secara klinis diakukan dibawah sinar biasa atau day light (Hindryawati, 2011
dalam Bunyaniah, 2013).
N
KEGIATAN WAKTU RESPON
O
a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat-alat
c. Menyiapkan ibu
2 Proses :
Memperhatikan penjelasan
tujuan dan manfaat kegiatan
5 menit
b. Menjelaskan pada ibu
bayi tentang tujuan dan Mendengarkan dan
20 menit memperhatikan
manfaat
c. Menjelaskan perawatan
fototerapi pada bayi
3 Penutup (1menit) 5 menit Memperhatikan dan menjawab
Menyimpulkan, salam
mengucapkan salam
E. METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
F. ALAT DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Leaflet
2. Alat penutup mata bayi saat di fototerapi
3. Fototerapi
G. PENGORGANISASIAN
1. Penanggung jawab : Febri Tri Hamunangan
2. Penyaji : Oknalita Tri Praptika
3. Moderator : Della Irawanti
4. Notulen : Ony nindya, valentina winarti
5. Fasilitator : Dwi Chrismon, Fani Kogoya
H. MATERI
Terlampir
I. EVALUASI
1. Standar persiapan
a. Pengaturan tempat
b. Kesiapan materi
c. Mempersiapkan materi
2. Standar proses
3. Standar hasil
1. Pengertian
2. Indikasi phototeraphy
b. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
d. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari
biru, cahaya biru khusus.
4. Pemberian Phototherapy
a. Meletakkan bayi di bawah phototherapy
1) Jika berat badan bayi 2 kg atau lebih, posisi bayi telanjang pada pelbet
atau tempat tidur serta melakukan penjagaan pada bayi kecil dalam
inkubator.
2) Menutup mata bayi dengan potongan kain, pastikan bahwa potongan
kain tersebut tidak menutupi hidung bayi. Inspeksi mata setiap 2 jam
untuk pemberian makan.
3) Melakukan pemantauan posisi.
R/ mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar
intensitas tinggi. Pemasangan yang tidak tepat dapat menyebabkan
iritasi, abrasi kornea dan konjungtivitis, dan penurunan pernapasan oleh
obstruksi pasase nasal.
4) Menutup testis dan penis bayi pria
R/ mencegah kemungkinan kerusakan penis dari panas
b. Merubah posisi bayi setiap 2jam
R/ memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar
fluoresen, mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh individu dan
membatasi area tertekan.
c. Memastikan bayi diberi makan:
1) Mendorong ibu menyusui bayi sesuai kebutuhan tetapi minimal setiap 2
jam:
d. Melanjutkan terapi dan uji yang diprogramkan lainnya:
1) Memindahkan bayi dari unit phototherapy hanya selama prosedur yang
tidak dapat dilakukan saat dibawah sinar phototherapy.
e. Memantau kulit bayi dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai
stabil.
R/ fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respons terhadap
pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
f. Memantau masukan dan keluaran cairan, timbang berat badan bayi satu kali
sehari. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (mis, penurunan keluaran urin,
fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk dan mata
cekung). Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya25%.
R/ peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
menyebabkan dehidrasi.
g. Mengukur kadar bilirubin serum:
R/ penurunan kadar bilirubin menandakan keefektifan phototherapy,
peningkatan yang kontinu menandakan hemolisis yang kontinu dan dapat
menandakan kebutuhan terhadap transfusi tukar.
1) Menghentikan phototherapy jika kadar bilirubin serum di bawah kadar
saat phototherapy di mulai atau 15mg/dl (260 umol), mana saja yang
lebih rendah.
h. Setelah phototherapy dihentikan:
1) Mengamati bayi selama 24 jam dan melakukan pengukuran ulang
bilirubin serum, jika memungkinkan atau perkiraan ikterus dengan
menggunakan metode klinis.
2) Jika ikterus kembali ke atau di atas kadar di mulainya phototherapy,
maka dilakukan penyinaran ulang dengan banyak waktu yang sama
seperti awal pemberian. Langkah ini diulangi setiap kali phototherapy
dihentikan sampai pengukuran atau perkiraan bilirubin tetap di bawah
kadar yang membutuhkan phototherapy.
i. Jika phototherapy tidak lagi dibutuhkan, bayi makan dengan baik dan tidak
terjadi masalah lain yang membutuhkan hospitalisasi, bayi diperbolehkan
pulang. Proses selanjutnya memberikan pengetahuan kepada ibu cara
mengkaji ikterus, dan menganjurkan ibu kembali jika bayi menjadi lebih
ikterus
DAFTAR PUSTAKA
Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir
Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar Bilirubin Total.
Suraiyah. 2014. http://www.rspermatacibubur.com/hiperbilirubinemia/.
Oleh : 1. Kotoran
Fototerapi menjadi
Kelompok
encer
digunakan untuk
2. Diare
3. Bercak
kemerahan
Efek Fototerapi
pada kulit
Bayi akan
dibaringkan di dalam
Efek Fototerapi
incubator
bila bayi
menurunkan kadar premature dan bayi bila
bilirubin serum pada matur dalam keadaan
Stikes RS. telanjang. Kemudian
neonatus dengan
Baptis Kediri
Program Studi hiperbilirubinemia diatasnya akan
Profesi Ners dipasang alat yang
jinak hingga moderat.
Program
Profesi Fototerapi dapat memiliki lampu yang
menyebabkan akan memancarkan
Pengertian
terjadinya isomerisasi sinar dengan intensitas
tinggi. Sinar ini akan
bilirubin indirect yang
Fototerapi
mudah larut di dalam menguraikan bilirubin
plasma dan lebih tak langsung menjadi
Phototherapy mudah di ekskresi oleh zat yang dibuang oleh
adalah terapi dengan hati ke dalam saluran tubuh
menggunakan empedu. Meningkatnya
penyinaran sinar foto bilirubin dalam
dengan intensitas tinggi empedu menyebabkan
Manfaat Fototerapi
bertambahnya
yaitu 425-475nm (biasa