Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan limpahannya saya dapat menyelesaikan tugas makalah Asuhan Keperawatan
hiperbilirubin ini berjalan dengan baik.
Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Asuhan Keperawatan
Hiperbilirubin dengan benar.
Ucapan terima kasih kepada kepala ruangan dan tim ruangan Perinatologi yang
telah memeberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar makalah Asuhan
Keperawatan Hiperbilirubin Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam
penyusunan makalah ini. Smoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati saran dan kritik saya harapkan dari pembaca guna
untuk meningkatkan pembuatan tugas makalah dan tugas mendatang.

Penulis
Ns.Greis Paputungan.,S.kep

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
A. PENGERTIAN/DEFINISI.................................................................................2
B. ETIOLOGI...........................................................................................................2
C. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................4
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS.............................................................5
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................................9
F. PENATALAKSANAAN MEDIS.....................................................................11
G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN...................................................13
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................15
I. PERENCANAAN..............................................................................................16
J. EVALUASI........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN

A. PENGERTIAN/DEFINISI
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. Hiperbilirubinemia ialah
terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik
maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. (Mathindas, Wilar
and Wahani, 2013). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi & Yuliani, 2015). Ikterus fisiologis
adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah
lahir yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya
pada hari ke-10. (Susilaningrum dkk, 2016). Icterus, jaundice, atau “sakit kuning”
adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan
kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid). (Widagdo, 2012).

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah


yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi
yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka
ia dikategorikan hiperbilirubin.

B. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;

1. Polychetemia
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

2
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid,
kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi
empedu (atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia,
hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya
ikatan albumin; lahir premature, asidosis.
1. Peningkatan produksi:
a. Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuain golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.
d. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f. Kurangnya enzim Glukoronil Transferase, sehingga kadar
Bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat lahir
rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel
hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplamosis, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus
obstruktif.
C. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir
tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih.
Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga
menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat
menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012).

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera,
kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan
mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari
kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2010). Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada kulit
yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi
(bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang
berat. Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja
pucat (Suriadi dan Yuliani 2016). Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan
mengalami hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :

a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.

b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.

d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan


12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.

e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.

f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
PATOFISIOLOGI

Bilirubin diproduksi dalam system retikuluendotelial sebagai produksi akhir


dari katabolisme heme terbentuk melalui oksidasi reduksi.karena sifat
hidrofibiknya, bilirubin tidak terkonjugasi diangkat dalam plasma, terikat erat
pada albulin. Ketika mencapai hati bilirubin diangkat kedalam
hepatosit,terikat dalam ligandin. Setelah dieksresikan kedalam usus melalui
empedu,bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak bewarna oleh mikroba usus
besar. Bilirubin tak terkonjuga ini dapat diserap kembali kedalam
sirkulasi,sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mthindas,dkk,2013)

Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan, kondisi yang sering


disering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebihan pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat temukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umue eritrosit pada janin atau
bayi atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain dan atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik (Manggisasih& jaya, 2016).

Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bikirubin indirek tak (terkonjugasi) kemudian di ekskresikan
melalui taktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna,
karena belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak
tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam
aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi(Manggiasih & jaya,2016).

Icterus neonaterum pada bayi premature disebabkan oleh penghancuran sel


darah merah yang berlebihan, hati dan gastrointestinal yang belum matang.
Peningkatan bilirubin yang di alami bayi premature disebabkan karena belum
matangnya fungsi hati bayi dalam memproses eritrosit disebut
bilirubin,bilirubin ini menyebabkan kuning pada bayi. Pada bayi premature
kadar bilirubin meningkat lebih awal, kemudian mencapai puncak (5-7 hari)
dan tetap tetap meningkat lebih lama.selain itu keterlambatan dalam
memberikan makanan enteral dalam pengelolahan klinis bayi baru lahir
premature yang dapat membatasi motalitas usus dan kolonisasi bakteri yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik lebih lanjut
(Ratuain et.el,2015)
Kekhawatiran keluarga tentang terjadinya peningkatan bilirubin
takterkonjugasi pada neonates premature adalah terjadinya kren icterus. Kren
icterus adalah kerusakan atau kelaianan otak akibat perlengketan dan
penumpukan bilirubin indirek pada otak, terutama pada korpus
striatum,thalamus,nucleus,subtalamus hipokempus, nucleus merah didasar
ventrikel IV, dan dapat menyebabkan kematian pada neonatus (Rhida,2017)

1) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan


hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh
enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid
(UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida
yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
2) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
3) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
difisiensi atau tidak aktifmya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan
dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan
penurunan aliran darah hepatic.
4) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana
terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama
minggu ke 2-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10
minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian
ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula memgakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti
sebelumnya.
5) Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul
antara 3-5 hari sesudah lahir.
PATHWAY

PATHWAY
HIPERBILIRUBIN

Bayi baru lahir

pembentukan bilirubin bertambah


jumlah bilirubin yang diangkat ke hati berkurang
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk menjadi rendah

bilirubin indirek meningkat

Hiperbilirubinemia

Dalam jaringan ekstravaskuler otak


(kulit,konjungtivita,mukosa dan alat
tubuh lain) kren icterus
icterus nenonatus
resiko injuri intrnal

Fototerapi kurang informasi ke orang tua


Ansietas
orang tua/keluarga persepsi yang salah
Resiko gangguan
integritas kulit Defisit pengetahuan orang tua/
keluarga
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Visual
a. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di
siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa
terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang
kurang.
b. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk
mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.
c. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan
bagian tubuh yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada
bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan, dan kaki pada hari kedua, maka di
golongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan
terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi
sinar.
2. Laboratorium (pemeriksaan Darah)
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya
antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi
incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung
pada beray badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia,
penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6
mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10 mg/dl tidak fisiologis.
j. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.
k. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
3. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses
hati atau hepatoma
4. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
5. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan
kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat
mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada
bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
5) Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek,Gloria M,Howard K. Butcher. dkk. 2016.Nursing Interventions Classification


(NIC) (6th ed).Amerika:Mosby Elseiver.
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R, Sarosa, G.I., & Usman, A. (2014), Buku ajar
neonatologi. IDAI: Jakarta
Mathindas, S., Wilar, R. and Wahani, A. (2013) ‘Hiperbilirubinemia Pada Neonatus’, Jurnal
Biomedik (Jbm), 5(1). doi: 10.35790/jbm.5.1.2013.2599.

Marcdante, K.J., Kliegman, R,M., Jenson, H.B & Behrman, R.E, (2014). Ilmu Kesehatan
Anak Esensial, Philadelphia:Sauders Company.

Muslihatum, Wafi Nur. 2016. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.

Moorshead,Sue.dkk.2016.Nursing Outcomes Classification Pengukuran Outcomes Kesehatan


Edisi 5 (NOC).Singapore : Elsevier Global Right.
NandaInternational.2018.Diagnosa Keperawatan:definisi dan klasifikasi 2018-2020(11 th
ed.).Jakarta:EGC
Ngastiyah. (2014). Buku Perawatan Anak Sakit/Ngastiyah;Editor, Monica Ester. Ed.2,
Jakarta: EGC

Potts, N.L., & Mandleco, B.L., (2012). Pediatric nursing care for children and their families,
Amerika : Delmar.
16

Anda mungkin juga menyukai