Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

Untuk Memenuhi Laporan Profesi Keperawatan Maternitas


Di Ruang Peristi Rumah Sakit Awal Bros Batam

Oleh :
Prasetyo
003.19.043

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

( Ns. Siti Nur Syabandiyah, S. Kep ) (Ns. Utari CH Wardhani, S.Kep, M.Kep)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN

A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice pada
neonatus. Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sklera
dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan Kern Ikterus. (Nabiel
Ridha, 2014).

Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2
mg/dl(>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl(86µmol/L) (Nabiel Ridha,2014). Ikterus adalah gejala kuning pada sclera kulit
dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya
bilirubin serum kurang dari 0,5 mg%. Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin
meningkat diatas 2mg%. (Nurarif dan Kusuma, 2015).
B. KLASIFIKASI
(Vidya dan Jaya, 2016), membagi ikterus menjadi 2 :
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan biasanya
akan timbul pada hari kedua lalu menghilangsetelah minggu kedua. Ikterus
fisiologis muncul pada hari keduadan ketiga. Bayi aterm yang mengalami
hiperbilirubin memilikikadar bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR
10mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karnabayi
kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timbul segera dalam 24 jam pertama, dan
terus bertambah 5mg/dl setiap harinya, kadar bilirubin untuk bayi matur diatas 10
mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayiprematur, kemudian menetap selama seminggu
kelahiran. Ikteruspatologis sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal
inidisebabkan karna ikterus patologis sangat berhubungan denganpenyakit sepsis.
Tanda-tandanya ialah :
a. Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadar melebihi 12mg/dl.
b. Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.
c. Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
d. Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayiaterm dan 14 hari
pada bayi BBLR.
Derajat Ikterus pada neonates menurut Kramer :
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat – leher 150
3 Pusat – paha 200
4 Lengan – tungkai 250
5 Tangan – kaki >250

(Nurarif dan Kusuma, 2015).

C. ETIOLOGI ATAU PENYEBAB


Menurut Nabiel Ridha,2014. Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut
dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1. Peningkatan produksi bilirubin:
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, dan ABO.
b) Hematoma, polisitemia, pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-6-PD ( Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase ), dan talasemia .
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

D. MANIFESTASI KLINIK
Pengamatan dan penelitian RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap
hiperbillirubinemia jika :
1. Ikterus terjadi 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan dan
12,5 mg% pada neonates cukup bulan
4. Icterus yang disertai proses hemolysis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G-6-PD dan sepsis)
5. Icterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
a. Berat lahir < 2000 gram
b. Masa gestasi < 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemia, hiperkarbia
g. Hiperosmolalitas darah
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

E. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan
berikatan dengan albumin. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau
terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-
Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis
neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika. Pada derajat tertentu,
bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama
ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan
kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. Peningkatan kadar
Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat
tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut kernikterus.

Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)

G. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
1. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada
bilirubin dari biliverdin.
2. Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat
bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
3. Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadarbilirubin indirek
lebih dari 20 mg%.
Pelaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :
1. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet ringan
yaitu dari jam 7.00 – 9.00 pagi. Karena bilirubin fisiologis jenis ini tidak larut
dalam air.
2. Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat. Hal ini
disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan dikeluarkan
melalui sistem pencernaan.
(Vidya dan Jaya, 2016)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG, radiologi, Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
2. Kadar bilirubin serum (total)
Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 10
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12,5 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
3. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
4. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
5. Pada icterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio
dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP)
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

Adapun pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan waktu timbulnya ikterus,


yaitu :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. Kadar bilirubin serum berkala.
b. Darah tepi lengkap.
c. Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.
d. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi hepar
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir:
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak
cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa kadar bilirubin berkala,
pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Pemeriksaan yang dilakukan :
a. pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
b. pemeriksaan darah tepi
c. pemeriksaan penyaring G-6-PD
biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

I. PENGKAJIAN
Pengkajian Fokus (Sumber: NANDA NOC NIC, 2012)
1. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar obstruksi saluran pencernaan ibu menderita DM.
2. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang meningkatkan
ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses kon
jungasi sebelum ibu partus.
3. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
4. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi tampak
kuning.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna
dan hati (hepatitis)
6. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
7. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi yang ikterus
8. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan
dada yang abnormal.
c) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkanoleh gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik.
d) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.

e) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerahkepala dan leher termasuk
ke grade satu, dst.
f) Neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan serebral,
maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
9. Pola Fungsi Kesehatan
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
a. Mungkin pucat, menandakan anemia
b. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
b. Pasase mekonium mungkin lambat
c. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
d. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada
menyusu botol
b. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
5. Neurosensori
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)
7. Keamanan
a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranial
c. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian
distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek
samping fototerapi.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif volume cairan
(evavorasi), diare.
2. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi)
3. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sirkulasi
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pigmentasi (jaundice),
perubahan tugor kulit, efek fototerapi.

DAFTAR PUSTAKA
Ridha,Nabiel.2014.Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nurarif, A. H dan Kusuma, Hardi. 2015. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Atikah, Vidya dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media
Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
NANDA Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta
Suriadi, dan Rita Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto
A.H, Markum. 2011. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
IDAI, 2013. Buku Bedah ASI. Diakses melalui http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-
susu-ibu-dan-ikterus pada 10 Juli 2018

Anda mungkin juga menyukai