Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. (Dorothy R.
Marlon, 2015)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. (Adi
Smith, G, 2012)
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne
C. Smeltzer, 2010)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk
bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut,
maka ia dikategorikan hiperbilirubin.
2. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
b. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
c. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus  Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
4. Manifestasi klinis
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke
3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Tabel 1. Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin


1 Kepala dan leher 5 mg %
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg %
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg %
4 Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut 12 mg%
5 Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16 mg %

5. Fatofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 2010)
PATHWAY

Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan


albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Icterus pada sklera, leher dan badan


peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri Kekurangan volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
 Test Coomb  pada tali pusat BBL
 Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu.
 Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
 Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
 Bilirubin total.
 Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis.
 Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
 Protein serum total
 Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
 Hitung darah lengkap
 Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
 Glukosa
 Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau
test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
 Daya ikat karbon dioksida
 Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
 Meter ikterik transkutan
 Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
 Pemeriksaan bilirubin serum
 Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
 Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis
 Smear darah perifer
 Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
 Test Betke-Kleihauer
 Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain
itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

7. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototerapi Terapi sinar fototerapi dilakukan selama 24 jam atau setidaknya
kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut
dalam air tanpa harus diubah terlebih dahulu oleh organ hati dan dapat
dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar bilirubin menurun (Marmi
dan Rahardjo, 2014 : 285). Di samping itu pada terapi sinar fototerapi
ditemukan peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke
dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar
bersama feses. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak
terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sinar fototerapi, yaitu :
a. Jenis Lampu
Dari beberapa studi menunjukkan lampu flourusen biru lebih efektif
dalam menurunkan bilirubin,tetapi karena lampu flouresen cahaya biru
dapat mengubah warna bayi, yang lebih disukai adalah lampu flouresen
cahaya normal dengan 55 spektrum 420-460 nm agar kulit bayi dapat
diobservasi baik mengenai warnanya (jaundis, palor,sianosis) ataupun
kondisi lainnya. Agar hasil efektif kulit harus terpajang penuh dari sumber
sinar dengan jumlah adekuat. Apabila kadar bilirubin meningkat dengan
cepat maka dianjurkan menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif,
teknik ini menggunakan lampu overhead konfensional sementara bayi
berbaring dalam selimut fiberoptik. Hasil terbaik terjadi pada 24 sampai 48
jam pertama fototerapi. Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan
menggunakan sinar bluegreen spectrum (panjang gelombang 430-490 nm)
dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 di periksa dengan radiometer
atau diperkirakan dengan menempatkan bayi di bawah sumber sinar. Bila
konsentrasi bilirubin tidak menurun pada bayi yang mendapat foterapi
intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
b. Pelaksanaan pemberian terapi sinar
1). Tempatkan bayi di bawah sinar fototerapi.
2). Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada
basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator. 56
3). Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik. Tutupi mata bayi
dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak tertutup. Jangan
tempelkan penutup mata dengan selotip. Balikkan bayi setiap 3 jam.
4). Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI paling tidak setiap 3 jam.
Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup
mata.
5). Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa, tingkatkan
volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih
diterapi sinar.
6). Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan terapi sinar sebentar untuk
mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru). Ukur
suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi setiap 3 jam.
7). Ukur kadar bilirubin serum setiap 12 jam atau sekurangkurangnya sekali
dalam 24 jam.
8). Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
1) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
2) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
3) Tes Coombs Positif.
4) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
5) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
6) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
7) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
8) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

8. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.

9. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai  minggu I, Kejadian
ikterus  :  60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan. Perhatian
utama  :  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24
jam.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Kulit:
2) Kepala:
3) Mata:
4) Hidung:
5) Telingga:
6) Mulut/lidah:
7) Dada: (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
8) Jantung: (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
9) Paru-paru: (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
10) Abdomen: (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
11) Anus:
12) Genetalia:
13) Ekstrimitas:
14) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
15) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
16) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
17) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
18) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
19) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
20) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
21) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
22) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas Rh/ABO, penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin
indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping
fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
3. Intervensi keperawatan
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor warna dan keadaan kulit 1. Warna kulit  kekuningan sampai jingga
kulit berhubungan keperawatan selama ......x24 jam, setiap 4-8 jam yang semakin pekat menandakan
dengan peningkatan diharapkan integritas kulit kembali konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
kadar bilirubin indirek baik/ normal dengan tinggi.
dalam darah, ikterus kriteria hasil : 2. Monitor keadaan bilirubin direk dan 2. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator
pada sclera leher dan  Kadar bilirubin dalam batas normal indirek ( kolaborasi dengan dokter berat ringan joundice yang diderita.
badan. ( 0,2 – 1,0 mg/dl ) dan analis )
 Kulit tidak berwarna kuning/ warna 3. Ubah posisi miring atau tengkurap. 3. Menghindari adanya penekanan pada kulit
kuning mulai berkurang Perubahan posisi setiap 2 jam yang terlalu lama sehingga mencegah
 Tidak timbul lecet akibat penekanan berbarengan dengan perubahan terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit
kulit yang terlalu lama posisi lakukan massage dan monitor bayi.
keadaan kulit
4. Jaga kebersihan kulit dan 4. Kulit yang bersih dan lembab membantu
kelembaban kulit/ Memandikan dan memberi rasa nyaman dan menghindari
pemijatan bayi kulit bayi meengelupas atau bersisik.

Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau masukan dan haluan cairan; 1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
kekurangan volume keperawatan  selama .....x 24 jam, timbang berat badan bayi 2 kali dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
cairan akibat efek cairan tubuh neonatus adekuat dengan sehari.
samping kriteria hasil : 2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi 2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
fototerapi berhubungan  Tugor kulit baik (mis: penurunan haluaran urine, hubungannya dengan fototerapi,
dengan pemaparan sinar  Membran mukosa lembab fontanel tertekan, kulit hangat atau meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
dengan intensitas tinggi.  Intake dan output cairan seimbang kering dengan turgor buruk, dan pemberian makan yang sering tidak di
 Nadi, respirasi dalam batas normal mata cekung). pertahankan.)
(N: 120-160 x/menit, RR : 35 3. Perhatikan warna dan frekuensi 3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta
x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C ) defekasi dan urine. urine kehijauan menandakan keefektifan
fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin. Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Tingkatkan masukan cairan per oral 4. Meningkatkan input cairan sebagai
sedikitnya 25%. Beri air diantara kompensasi pengeluaran feces yang encer
menyusui atau memberi susu botol. sehingga mengurangi risiko bayi
kekurangan cairan.
5. Pantau turgor kulit 5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Berikan cairan per parenteral sesuai 6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
indikasi mencegah dehidrasi berat.
DAFTAR PUSTAKA

Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta : Perpustakaan
Nasional.

Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta : Salemba
Medika.

Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya.

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai