Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. L DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI


RUANG PERINATOLOGI RSUD TIDAR BUDI RAHAYU KOTA MAGELANG

Oleh
Agung Jabbar S
NIM: P1337420918005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem
retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada
konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning
pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi
cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm) (Winkjosastro, 2007).
Di Indonesia, ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering
dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada
neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu, memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada
waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi di klinik (Depkes RI, 2006).
Di Jawa Tengah, data ikterus neonatorum dari sebuah studi cross-sectional yang
dilakukan di beberapa rumah sakit pendidikan, yaitu Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, di
mana insidens ikterus pada tahun 2003 sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus
fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar
13,1% (Sastroasmoro, 2004).
Di DIY Yogyakarta data ikterus neonatorum Sebuah studi cross sectional yang
dilakukan di Rumah Sakit Dr.Sardjito melaporkan sebanyak 2 85% bayi cukup bulan sehat
mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan sisanya memiliki kadar bilirubin di atas 13
mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia
ditemukan pada 95% dan 5% bayi (Sastroasmoro, 2004).
Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi
bersifat patologis atau hiperbilirubinemia yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap
atau menyebabkan kematian sehingga, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan
perhatian, terutama pada ikterus patologis atau hiperbilirubinemia apabila ditemukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86μmol/L)
dalam 24 jam (Etika et al, 2005).

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam


darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kernikterus jika tidak segera ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu
kerusakan otak akibat peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada
corpus striatum, thalamus, nukleus thalamus, hipokampus, nukleus merah dan
nukleus pada dasar ventrikulus ke-4. Kadar bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg
/ dl pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg / dl pada bayi kurang bulan (Ngastiyah,
2005).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer, 2008).
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong
non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan
sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar
serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani (Etika
et al,2006).
2. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2005).
3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk
ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin
diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati
juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar
2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi
kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al,2009).
4. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning
kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et
al, 2005).
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2005).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan
oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4
serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia,
fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak
mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2005).
5. Pathway

Penyakit Obat – obat Gangguan


hemolitik fungsi hepar antagonis

hemolisis Defisiensi Jaundke ASI


albumin

Pembentukan Jumlah bilirubin yang Konjugasi bilirubin


bilirubin akan diangkut ke hati indirek menjadi
berkurang direk rendah

Bilirubin indirek meningkat

Dalam jaringan
ekstrasel (kulit,
konjungtiva, mukosa,
ikterus otak
dll)

hiperbilirubinemia
kernikterus

Kurang asupan
Foto terapy
makan kejang

Terjadi penguapan
berlebih
Resiko injury
Ketidakseimbang
internal
an nutrisi: kurang Risiko kekurangan
Kerusakan
dari kebutuhan volume cairan
integritas kulit
tubuh

(Betz, 2009)
6. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah
dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini
sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan
albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa
dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al,
2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif (Hassan et al, 2005).
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus
akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al,
2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap
dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan
serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya
kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
I. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
1. Klien
a. Tanggal Pengkajian : 24 September 2018
b. Tanggal masuk : 10 September 2018
c. Ruangan : Perinatologi
d. Identitas
1) Nama : Bayi Ny. L
2) TTL : 10 September 2018
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku : Jawa
6) Diagnosa Medis: hiperbilirubinemia
2. Orang tua/Penanggung jawab
Ibu
a. Nama : Ny. L
b. Umur : 20
c. Hubungan dengan klien : Ibu Klien
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : glagah 22/7 glagah ombo tegalrejo kabupaten
Magelang
Ayah
a. Nama : Tn . M
b. Umur : 32 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ayah Klien
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Swasta
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
i. Alamat : glagah 22/7 glagah ombo tegalrejo kabupaten
Magelang
B. Riwayat Klien
1. Riwayat kehamilan : ANC : Ibu klien mulai memeriksakan kehamilan saat janin
berumur 2 minggu di puskesmas, dan rutin periksa kandungan setiap bulan sejak
kehamilan. Riwayat Kehamilan: G4P2A2
2. Riwayat persalinan : Bayi lahir secara spontan jenis kelamin laki - laki, jumlah bayi
1, bayi menangis. BB: 2270 PB: 45 LK: 33 LD:29 LLA:8 cm APGAR skor: 8-9-
10
3. Faktor risiko ibu : -
4. Riwayat alergi :Tidak ada alergi
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan menurun.
2. Genogram

Keterangan gambar :
= Laki-laki = pasien
= Perempuan
----- = Tinggal serumah
X = Meninggal
Keterangan :
Bayi Ny. L lahir dari seorang Ibu bernama Ny.L dan ayah bernama Tn. M , Bayi lahir
spontan anak ke 1 dari kehamilan ke 4.

D. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Penampilan umum
a. Keadaan umum : sedang, gerak aktif
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Pernafasan : 54 x/menit
2) Suhu : 36,7 0 C
3) Nadi : 140 bpm
4) Saturasi Oksigen : 98 %
2. Oksigenasi : Bayi terpasang OGT , tidak terdapat retraksi dinding dada, Irama
napas reguler, kedalaman napas normal
3. Nutrisi dan cairan
Nutrisi :
A:
a. Berat badan lahir : 2270gram, sekarang : 2155 gr
b. Panjang badan/tinggi badan : 45 cm
c. Lingkar kepala : 30 cm
d. Lingkar dada : 29 cm
e. Jenis nutrisi : PASI
f. Terpasang OGT : Terpasang OGT
g. Residu Ogt : 2cc lendir
B : Hemoglobin: 17.7 g/dl (N)
Hematokrit: 47,4% (H)
GDS : 82 g/dl
C : Mukosa bibir kering, kulit kering turgor kulit baik, CRT 1 detik.
D : OGT : ASI 20 cc/jam
4. Cairan :
Diberikan infus D10% 7,3 Tpm
ASI 20 cc/jam
5. Aktifitas`:
Bayi menangis. Gerakan aktif, bayi BAB dan BAK Kedua tangan simetris. Jari
tangan lengkap. Kedua kaki simetris. Jari kaki lengkap.
E. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
1. Integumen
Suhu 36,7 oC, akral teraba hangat, temperatur inkubator terjaga 330C. Warna kulit
kekuningan. Integritas kulit utuh. Timbul kemerahan pada bagian ekstremitas atas dan
bawah
2. Kepala dan leher
a. Tengkorak kepala klien simetris, tidak ada lesi, tidak hidrocepalus, Sutura
menutup, ubun-ubun datar.
b. Distribusi rambut merata warna hitam.
c. Mata simetris tidak ada edema, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera
ikterik
d. Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen
e. Hidung : Bentuk dan ukuran simetris lubang hidung kanan dan kiri sama, tidak
terdapat sekret,
f. Mulut : Mukosa bibir kering, terpasang OGT
g. Leher : Bentuk Normal

3. Dada, paru-paru dan jantung


a. Pengembangan dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada
b. Ictus cordis teraba
c. Suara paru : Vesikuler
d. Suara Jantung : S1 dan S2 reguler
4. Abdomen
a. Bentuk : Cembung
b. Bising usus : 8x/menit
c. Lambung : Tympani
d. Hati : Pekak
e. Usus : Timpani
f. Buang air besar : Iya, warna kehitaman
5. Alat Kelamin
Berjenis kelamin laki-laki, kebersihan terjaga, tidak terdapat iritasi.
6. Ekstermitas
Akral hangat, tidak terdapat udema, tidak terdapat kelainan, timbul kemerahan
7. Perkembangan (Refleks)
Moro :+
Menhisap :+
Menelan :+
Rooting :+
F. Psikososial :
Respon hospitalisasi : Bayi rewel
Pengetahuan orang tua : Ibu mengalami kecemasan mengenai kondisi anaknya
Kunjungan orang tua : Ibu terkadang meneteki anaknya
Interaksi : kontak mata
Suasana hati hati orang tua : Sedih melihat anaknya dirawat
Persepsi orang tua terhadap klien saat ini bahwa anaknya sedang sakit. Harapan orang
tua agar segera bisa melihat anaknya
G. Pemeriksaan penunjang
1. Hematologi : Tanggal 11 September 2017
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 11,5 10^3/ul 10,00-24.00
Hemoglobin 17,7 g/dL 13.5-19.5
Hematokrit H 47,4 % 32.0-42.0

GDS 84 g/dl
Bilirubin total H 10.81 Mg/dl < 1.0
Bilirubin direk 0.30 Mg/dl < 0.30
Bilirubin indirek H 10.51 Mg/dl 0.2 – 0.8
H. Terapi :
Aturan Cara
No Terapi
pakai pemberian
1. Infus
Infus D10 % 12,2 cc/jam IV Line
Injeksi
cefotaxime 2x115 mg IV
gentamicine 1x11 mg IV
2. Oral
ASI 20cc/ jam OGT
II. ANALISA DATA
NO Tanggal DATA MASALAH ETIOLOGI
1 24 DS:- Hyperbilirubinemia Bayi berat
September DO: neonatal badan lahir
2018 Bb: 2270gram, sekarang : 2155 gr rendah
1. Suhu 36,7 oC, akral teraba hangat,
temperatur inkubator terjaga 330C.
Warna kulit kekuningan.
Integritas kulit utuh.
2. bilirubin total H 10.81
3. bilirubin indirek H 10.51
2 24 DS: - Nutrisi kurang dari Asupan diiit
September DO : kebutuhan tubuh kurang
2018 A: Berat badan lahir :
2270gram, sekarang : 2155gr
PB : 45 cm
LK : 30 cm
LD : 29 cm
KU : sedang
N : 140 bpm
S : 36,7
RR : 54x/menit
SpO2 : 98%
Pemberian nutrisi parenteral: D10%
7,3 cc/jam
B : Hemoglobin: 17,7 g/dl (H)
Hematokrit: 47,4% (H)
GDS : 82 g/dl
C : Mukosa bibir kering,kulit kering,
turgor kulit baik,CRT 1 detik. Reflek
hisap baik, sedang dilakukan foro
terapy
D : OGT ASI 20 cc/jam
Residu: 2cc
3 24 DS:- Risiko infeksi Prosedur
September DO: invasif
2018 7. terpasang infuse umbilicus D10%
9tpm mulai tanggal 11 September
2018
8. Terpasang OGT
Leukosit :11,5 10^3/ul
4. 24 DS:- Kerusakan Terapy radiasi
September DO: integritas kulit (foto terpi)
2018  Sedang dilaksanakan program
foto terapy
 Suhu 36,7 oC, akral teraba
hangat, Warna kulit

6. kekuningan. Integritas kulit


utuh. Timbul kemerahan pada
bagian ekstremitas atas dan
bawah
 N: 140 bpm S : 36,7 RR:
54x/menit SpO2:98%

III. Diagnosa keperawatan.

1. Hiperbilirubin neonates berhubungan dengan Bayi berat badan lahir rendah.

2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

Faktor biologi.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terapi radiasi.

4. Risiko infeksi faktor risiko prosedur invasive.


IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tgl/ jam No Diagnosa Keperawatan Intervensi keperawatan
NOC NIC
24.09.18 1 Hyperbilirubinemia neonatal NOC : NIC
14:00 b.d Bayi berat badan lahir Kriteia hasil
Adaptasi bayi baru lahir a. Fototerapi : neonates (6924)
rendah 1. Observasi tanda- tanda warna kuning
1. Nadi (100-600) (2-4)
2. RR ( 30-60 ) (2-4) 2. Monitor kadar serum bilirubin perprotokol
3. Saturasi oksigen >90% (2-4) atau sesuai dengan permintaan dokter
4. Warna kulit (2-4) 3. Tutup kedua mata bayi
5. Berat badan (2-4) 4. Buka penutup mata setiap 4 jam atau
6. Respon terhadap stimulasi (2-4) ketika lampu dimatikan untuk melakukan
7. Glukosa darah (2-4) kontak pada bayi.
8. Kadar bilirubin (2-4) 5. Edukasi keluarga mengenai prosedur dan
Keterangan perawatan fototerapy
Skor 2 (banyak menyimpan ) 6. Timbang berat badan setiap hari
Skor 4 (sedikit menyimpan ) 7. Monitor tanda- tanda vital.
b. Perawatan bayi : baru lahir (6824)
1. Bersihkan mulut dan hidung
2. Lakukan evaluasi apgar
3. Monitor respon bayi.
4. Sediakan lingkungan yang nyaman

24.09.18 2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC:


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
14:00 b.d faktor biologi : reflek hisap Kriteria Hasil : 1. Berikan substansi gula
kurang 1. Adanya peningkatan berat badan 2. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
sesuai dengan tujuan dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran
2. Berat badan ideal sesuai dengan dokter)
tinggi badan 3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 4. Berikan informasi kepada orangtua tentang
4. Tidak terjadi penurunan berat kebutuhan nutrisi
badan yang berarti 5. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

NIC II:
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
proses menyusui
3. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
6. Monitor mual dan muntah.
24.09.18 3 Kerusakasn intergitas kulit NOC : NIC
14:00 berhubungan dengan agens Intergitas jaringan: kulit dan membrane Manajemen terapy radiasi
farmasentikal mukosa  Monitor perubahan pada integritas kulit
Kriteria Hasil :
1. Itergitas kulit baik  Tingkatkan masukan cairan
2. Turgor kulit baik  Monitor peeriksaan skrining
3. Kulit tidak kering
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor suhu
2. Monitor nadi
3. Monitor repirsirate
4. Monitor saturasi o2
5. Monitor ku pasien.
24.09.18 4 Resiko Infeksi berhubungan NOC : NIC I: Infection Control (Kontrol infeksi)
14:00 dengan prosedur invasif Immune Status 2. Pertahankan teknik isolasi
Knowledge : Infection control 3. Batasi pengunjung bila perlu
Risk control 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
Kriteria Hasil :
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi berkunjung meninggalkan pasien
2. Menunjukkan kemampuan untuk Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya infeksi tangan
3. Jumlah leukosit dalam batas 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
normal tindakan keperawtan
4. Menunjukkan perilaku hidup 6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
sehat
pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
8. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
9. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
10. Tingktkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu

NIC II: Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
V. IMPLEMENTASI

NO TGL NO IMPLEMENTASI RESPON TTD


DX
1 24.9.18 4 1. Mencuci tangan sebelum melakukan kontak S: -
14:10 dengan bayi O: perawat mencuci tangan

14:20 1,2 2. Menimbang berat badan bayi S: -


O: BB: 2155 gr

14:30 1 S: -
3. Observasi tanda- tanda warna kuning
O: Bayi tidur, tampak kuning, membran mukosa
kering, crt 1dtk, akral hangat. Sedang di berika foto
terapy

16:00 2,3 S:
4. memberikan makanan yang terpilih ( sudah
O: residu 2cc lendir, bayi tidak muntah, ASI masuk
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter)
20cc via OGT
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI

16:20 3 S:
Mempersiapkan program pengobatan fototerapy
O: klien dilaksanakan foto terapy
Manajemen terapy radiasi
16:30 1,2,3 S:
5. Memonitor tanda- tanda vital.
,4 O: N: 140 bpm S : 36,7 RR: 54x/menit SpO2:98%
18:00 2,3 6. memberikan makanan yang terpilih ( sudah S:
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI. 20cc via OGT

20:00 2,3 7. memberikan makanan yang terpilih ( sudah S:


dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI. 20cc via OGT
2 25.9.18 4 8. Mencuci tangan sebelum melakukan kontak S: -
14:00 dengan bayi O: perawat mencuci tangan

14:30 1,2 9. Menimbang berat badan S:-


O: 2198 g
15:00 1,3 10. Observasi tanda- tanda warna kuning S: -
O: Bayi tidur, tidak tampak kuning, membran
mukosa kering, crt 1dtk, akral hangat. foto terapy
selesai

16:00 2,3 11. memberikan makanan yang terpilih ( sudah S:


dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI 20cc via OGT

16:20 3 12. Mempersiapkan program pengobatan fototerapy S:


Manajemen terapy radiasi O: dilaksanakan foto terapy

16:30 1,2 13. Memonitor tanda- tanda vital.


S:
18:00 2,3 14. memberikan makanan yang terpilih ( sudah O:N:126 bpm S : 36,3 RR: 50x/menit SpO2:96%
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) S:
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI. O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
20cc via OGT
20:00 2,3 15. memberikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) S:
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI. O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
20cc via OGT
VI. CATATAN PERKEMBANGAN
NO TGL/ NO EVALUASI ( SOAP) TTD
JAM DX
1 24.09.18 1 S:-
21.00 O:
o
1. Suhu 36,7 C, akral teraba hangat, temperatur
inkubator terjaga 330C. Warna kulit kekuningan.
Integritas kulit utuh.
2. Bayi tidur, tampak kuning, membran mukosa kering,
crt 1dtk, akral hangat. foto terapy sedang dilakukan.
3. bilirubin total H 10.81
4. bilirubin indirek H 10.51.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Observasi tanda- tanda warna kuning
 Monitor kadar serum bilirubin perprotokol atau
sesuai dengan permintaan dokter
 Tutup kedua mata bayi
2 S: -
O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk 80cc
via OGT.
BB: 2155 gr
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
3 S: -
O: dilaksanakan foto terapy.
Kulit kering
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Monitor perubahan pada integritas kulit
 Tingkatkan masukan cairan
 Monitor peeriksaan skrining
Monitor tanda-tanda vital
S: -
4
O: N: 140 bpm S : 36,7 RR: 54x/menit SpO2:98%
5.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi.
1 25.09.18 1 S:-
21.00 O:
1. Suhu 36,7 oC, akral teraba hangat, temperatur
inkubator terjaga 330C. Warna kulit kekuningan.
Integritas kulit utuh.
2. Bayi tidur, tidak tampak kuning, membran mukosa
kering, crt 1dtk, akral hangat. foto terapy selesai.
3. bilirubin total H 10.81
4. bilirubin indirek H 10.51.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Observasi tanda- tanda warna kuning
 Monitor kadar serum bilirubin perprotokol atau
sesuai dengan permintaan dokter
 Tutup kedua mata bayi
2 S: -
O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk 80cc
via OGT.
BB: 2198 gr
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
3 S: -
O: foto terapy selesai.
Intergitas kulit baik, tidak terlihat kuning
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Monitor perubahan pada integritas kulit
 Tingkatkan masukan cairan
 Monitor peeriksaan skrining
Monitor tanda-tanda vital
S: -
4.
O: N:126 bpm S : 36,3 RR: 50x/menit SpO2:96%
6.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai