Oleh
Agung Jabbar S
NIM: P1337420918005
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem
retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada
konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning
pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 50% bayi
cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm) (Winkjosastro, 2007).
Di Indonesia, ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering
dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada
neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu, memeriksa ikterus pada bayi harus dilakukan pada
waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi di klinik (Depkes RI, 2006).
Di Jawa Tengah, data ikterus neonatorum dari sebuah studi cross-sectional yang
dilakukan di beberapa rumah sakit pendidikan, yaitu Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, di
mana insidens ikterus pada tahun 2003 sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus
fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar
13,1% (Sastroasmoro, 2004).
Di DIY Yogyakarta data ikterus neonatorum Sebuah studi cross sectional yang
dilakukan di Rumah Sakit Dr.Sardjito melaporkan sebanyak 2 85% bayi cukup bulan sehat
mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan sisanya memiliki kadar bilirubin di atas 13
mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia
ditemukan pada 95% dan 5% bayi (Sastroasmoro, 2004).
Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi
bersifat patologis atau hiperbilirubinemia yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap
atau menyebabkan kematian sehingga, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan
perhatian, terutama pada ikterus patologis atau hiperbilirubinemia apabila ditemukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86μmol/L)
dalam 24 jam (Etika et al, 2005).
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Dalam jaringan
ekstrasel (kulit,
konjungtiva, mukosa,
ikterus otak
dll)
hiperbilirubinemia
kernikterus
Kurang asupan
Foto terapy
makan kejang
Terjadi penguapan
berlebih
Resiko injury
Ketidakseimbang
internal
an nutrisi: kurang Risiko kekurangan
Kerusakan
dari kebutuhan volume cairan
integritas kulit
tubuh
(Betz, 2009)
6. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah
dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini
sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan
albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa
dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan
dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al,
2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif (Hassan et al, 2005).
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus
akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al,
2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap
dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan
serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya
kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et al, 2006).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
I. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
1. Klien
a. Tanggal Pengkajian : 24 September 2018
b. Tanggal masuk : 10 September 2018
c. Ruangan : Perinatologi
d. Identitas
1) Nama : Bayi Ny. L
2) TTL : 10 September 2018
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku : Jawa
6) Diagnosa Medis: hiperbilirubinemia
2. Orang tua/Penanggung jawab
Ibu
a. Nama : Ny. L
b. Umur : 20
c. Hubungan dengan klien : Ibu Klien
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : glagah 22/7 glagah ombo tegalrejo kabupaten
Magelang
Ayah
a. Nama : Tn . M
b. Umur : 32 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ayah Klien
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Swasta
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
i. Alamat : glagah 22/7 glagah ombo tegalrejo kabupaten
Magelang
B. Riwayat Klien
1. Riwayat kehamilan : ANC : Ibu klien mulai memeriksakan kehamilan saat janin
berumur 2 minggu di puskesmas, dan rutin periksa kandungan setiap bulan sejak
kehamilan. Riwayat Kehamilan: G4P2A2
2. Riwayat persalinan : Bayi lahir secara spontan jenis kelamin laki - laki, jumlah bayi
1, bayi menangis. BB: 2270 PB: 45 LK: 33 LD:29 LLA:8 cm APGAR skor: 8-9-
10
3. Faktor risiko ibu : -
4. Riwayat alergi :Tidak ada alergi
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan menurun.
2. Genogram
Keterangan gambar :
= Laki-laki = pasien
= Perempuan
----- = Tinggal serumah
X = Meninggal
Keterangan :
Bayi Ny. L lahir dari seorang Ibu bernama Ny.L dan ayah bernama Tn. M , Bayi lahir
spontan anak ke 1 dari kehamilan ke 4.
GDS 84 g/dl
Bilirubin total H 10.81 Mg/dl < 1.0
Bilirubin direk 0.30 Mg/dl < 0.30
Bilirubin indirek H 10.51 Mg/dl 0.2 – 0.8
H. Terapi :
Aturan Cara
No Terapi
pakai pemberian
1. Infus
Infus D10 % 12,2 cc/jam IV Line
Injeksi
cefotaxime 2x115 mg IV
gentamicine 1x11 mg IV
2. Oral
ASI 20cc/ jam OGT
II. ANALISA DATA
NO Tanggal DATA MASALAH ETIOLOGI
1 24 DS:- Hyperbilirubinemia Bayi berat
September DO: neonatal badan lahir
2018 Bb: 2270gram, sekarang : 2155 gr rendah
1. Suhu 36,7 oC, akral teraba hangat,
temperatur inkubator terjaga 330C.
Warna kulit kekuningan.
Integritas kulit utuh.
2. bilirubin total H 10.81
3. bilirubin indirek H 10.51
2 24 DS: - Nutrisi kurang dari Asupan diiit
September DO : kebutuhan tubuh kurang
2018 A: Berat badan lahir :
2270gram, sekarang : 2155gr
PB : 45 cm
LK : 30 cm
LD : 29 cm
KU : sedang
N : 140 bpm
S : 36,7
RR : 54x/menit
SpO2 : 98%
Pemberian nutrisi parenteral: D10%
7,3 cc/jam
B : Hemoglobin: 17,7 g/dl (H)
Hematokrit: 47,4% (H)
GDS : 82 g/dl
C : Mukosa bibir kering,kulit kering,
turgor kulit baik,CRT 1 detik. Reflek
hisap baik, sedang dilakukan foro
terapy
D : OGT ASI 20 cc/jam
Residu: 2cc
3 24 DS:- Risiko infeksi Prosedur
September DO: invasif
2018 7. terpasang infuse umbilicus D10%
9tpm mulai tanggal 11 September
2018
8. Terpasang OGT
Leukosit :11,5 10^3/ul
4. 24 DS:- Kerusakan Terapy radiasi
September DO: integritas kulit (foto terpi)
2018 Sedang dilaksanakan program
foto terapy
Suhu 36,7 oC, akral teraba
hangat, Warna kulit
Faktor biologi.
NIC II:
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
proses menyusui
3. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
6. Monitor mual dan muntah.
24.09.18 3 Kerusakasn intergitas kulit NOC : NIC
14:00 berhubungan dengan agens Intergitas jaringan: kulit dan membrane Manajemen terapy radiasi
farmasentikal mukosa Monitor perubahan pada integritas kulit
Kriteria Hasil :
1. Itergitas kulit baik Tingkatkan masukan cairan
2. Turgor kulit baik Monitor peeriksaan skrining
3. Kulit tidak kering
Monitor tanda-tanda vital
1. Monitor suhu
2. Monitor nadi
3. Monitor repirsirate
4. Monitor saturasi o2
5. Monitor ku pasien.
24.09.18 4 Resiko Infeksi berhubungan NOC : NIC I: Infection Control (Kontrol infeksi)
14:00 dengan prosedur invasif Immune Status 2. Pertahankan teknik isolasi
Knowledge : Infection control 3. Batasi pengunjung bila perlu
Risk control 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
Kriteria Hasil :
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi berkunjung meninggalkan pasien
2. Menunjukkan kemampuan untuk Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
mencegah timbulnya infeksi tangan
3. Jumlah leukosit dalam batas 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
normal tindakan keperawtan
4. Menunjukkan perilaku hidup 6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
sehat
pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
8. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
9. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
10. Tingktkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu
14:30 1 S: -
3. Observasi tanda- tanda warna kuning
O: Bayi tidur, tampak kuning, membran mukosa
kering, crt 1dtk, akral hangat. Sedang di berika foto
terapy
16:00 2,3 S:
4. memberikan makanan yang terpilih ( sudah
O: residu 2cc lendir, bayi tidak muntah, ASI masuk
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter)
20cc via OGT
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI
16:20 3 S:
Mempersiapkan program pengobatan fototerapy
O: klien dilaksanakan foto terapy
Manajemen terapy radiasi
16:30 1,2,3 S:
5. Memonitor tanda- tanda vital.
,4 O: N: 140 bpm S : 36,7 RR: 54x/menit SpO2:98%
18:00 2,3 6. memberikan makanan yang terpilih ( sudah S:
dikonsultasikan dengan ahli gizi/ anjuran dokter) O: residu tidak ada, bayi tidak muntah, ASI masuk
Membantu memberikan diit enteral 20 cc ASI. 20cc via OGT