Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERUS NEONATORUM

KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh :

SRI ANDINI PUSPITASARI

(202073050)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA SEHAT PPNI KAB.MOJOKERTO

TA.2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini diajukan oleh:

Nama : SRI ANDINI PUSPITASARI

NIM : 202073050

Program Studi : PROFESI NERS

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik Keperawatan
Anak

Mojokerto, 25 feb 2021

Pembimbing Ruangan Pembimbing


Akademik

(…………………….) (…………………………..)

Mengetahui,

Kepala Ruangan

(…………………….)
BAB I

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena
adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
darah     (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H
1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3
setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan
sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
Ikterus adalah gejala kuning pada sclera kulit dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari
9µmol/L (0,5 mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat
diatas 35 µmol/L (2 mg%) (Wim de Jong et al. 2005).

B. ETIOLOGI
Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian  golongan darah ibu dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2. Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran.
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan  metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta),  diol (steroid).
6. Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga  kadar Bilirubin
Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
9. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel
hati  dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
10. Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
11. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika  RBCs rusak maka produknya kan
masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin
(protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi
bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan
bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata  yang
akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal.  Di Intestinal dengan
bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan
starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan
diekskresi lewat faeces  dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam
bentuk urobilinogen.
Pada BBL  bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam
usus karena  terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang
meningkat
2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
3. Gangguan transportasi  ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi
albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang
mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan  ddalam hepar atau  diluar hepar,
karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
PATHWAY

Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Pemecahan bilirubin
Peningkatan destruksi eritrosit
berlebih
(ggn konjungsi bilirubin/ ggn
transport bilirubin/ peningkatan
siklus enteropetik) Hb dan
eritrosit abnormal Suplai bilirubin
melebihi tampungan

Hepar tidak mampu


melakukan konjugasi

Ikterik neonatus Peningkatan bilirubin


unjongned dalam darah ->
Sebagian masuk
pengeluaran mekonium
Ikterus pada kembali ke siklus
terlambat/ obstruksi usus ->
sklera leher dan amerohepatik
tinja berwarna pucat
badan,
peningkatan
bilirubin indirect

Kerusakan Indikasi
integritas kulit

Sinar dengan intensitas

Kekurangan Resiko Gangguan suhu


volume cairan

Ketidakefektifan termoregulasi
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah)
2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan  darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir:  Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus
obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

E. KLASIFIKASI
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6
dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik
biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm  tidak lebih dari 12 mg /dl, pada
BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus
fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim glukoronil
transferase yang cukup jumlahnya
2. Ikterus Patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total
lebih dari 12 mg/dl.
b. Peningkatan bilirubin  5 mg persen   atau lebih dalam 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin  serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature
atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
d. Ikterus yang disertai  proses hemolisis
e. Bilirubin Direk lebih dari  mg/dl, atau kenaikan bilirubin
serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur  10 hari   pada bayi aterm  dan
14 hari pada BBLR.

Keadaan yang menyebabkan ikterus  patologis adalah

a. Penyakit hemolitik
b. Kelainan sel darah  merah
c. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan
lahir.
d. Infeksi
e. Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti : sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
g. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
hirschsprung.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar bilirubin serum (total)
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

G. PENATALAKSANAAN
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in
the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek
4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa  ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir
Rendah.
2. Tranfusi  Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)


terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

H. KOMPLIKASI
Komplikasi  Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak  akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan
darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau
ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan
enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan
kaena pengaruh pregnanediol
b. Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubn.
d. Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ
tubuh (hepar).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas
menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih
( kuning)
c. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
d. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan
tanda peningkatan frekuensi nafas.
e. Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya
ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
f. Perut
1) Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ni   berhubungan dengan indikasi
penatalaksanaan photo terapi.
2) Gangguan  Peristaltik  tidak diindikasikan photo terapi.  Perut
membuncit, muntah , mencret merupakan
akibat  gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
g. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
h. Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat /
acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari
gangguan / atresia saluran empedu
i. Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
j. Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek.
Elastisitas menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan
ptechia, echimosis.
k. Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan
lain – lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern – ikterus
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
intake tidak adekuat dan kemapuan menghisap turun
Tujuan: Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi
bayi
Kriteria hasil :
1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai
dengan umur dan kebutuhan
2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara
makan yang sesuai dengan kemampuan perkembangannya

INTERVENSI RASIONAL
1. Mulai pemberian makan 1. Pemberian makan perselang
sementara dengan menggunakan mungkin perlu untuk
selang sesuai indikasi memberikan nutrisi adekuat
pada bayi yang telah mengalami
koordinasi, menghisap yang
buruk dan reflek menelan atau
yang menjadi lelah selama
pemberian makan
2. Masukkan ASI atau formula 2. Pemasukan makanan ke dalam
dengan perlahan selama 10 lambung yang terlalu cepat
menit pada kecepatan 1 ml/mnt dapat menyebabkan respons
balik cepat dengan regurgitasi
peningkatan resiko aspirasi dan
distensi abdomen, semua ini
menurunkan status pernafasan
3. Pertahankan termonetral 3. Stress dingin hypoxia, dan
lingkungan dan oksigenasi penanganan yang berlebih
jaringan dengan tepat.Gangguan meningkatkan laju metabolisme
pada bayi harus seminimal dan kebutuhan kalori bayi,
mungkin kemungkinan memperlambar
pertumbuhan dan  peningkatan
berat badan
4. Catat pertumbuhan dengan 4. Pertumbuhan dan peningkatan
membuat pengukuran BB setiap BB adalah kriteria untuk
hari dan setiap minggu dari penentuan kebutuhan kalori
panjang badan dan lingkar untuk menyesuaikan formula
kepala dan untuk menentukan frekuensi
pemberian makan. Pertumbuhan
mendorong  peningkatan
kebutuhan kalori dan kebutuhan
energy
5. Bayi kurang dari 1250 gr (2 bl
5. Beri makan sesering mungkin 12 OZ) diberi makan setiap jam,
sesuai indikasi berdasarkan BB bayi antara 1500 dan 1800 (3
bayi dan perkiraan kapasitas bulan OZ sampai 4 bl) diberi
lambung makan setiap 3 jam
b. Resiko infeksi berhubungan dengan  defisiensi immunologi
Tujuan pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan
Kriteria hasil:
1) Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolesa)
2) Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat

INTERVENSI RASIONAL
1. Cuci tangan sebelum dan 1. Meminimalkan introduksi
sesudah merawat bayi bakteri dan penyebaran infeksi
2. Observasi bayi terhadap 2. Abnormaliotas ini mungkin
abnormalitas kulit (misal : merupakan tanda-tanda infeksi
lepuh, pethiciae, pustule, pucat)
3. Pakai sarung tangan saat 3. Membantu mencegah
bersentuhan dengan secret kontaminasi silang terhadap
bayi
4. Jauhkan bayi dari sumber 4. Mencegah terjadi penularan
infeksi infeksi pada bayi
5. Lakukan perawatan tali pusat 5. Menjaga tidak terjadi infeksi
secara aseptik dan
mempertahankan tetap bersih
dan kering

c. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan  dengan  peningkatan


bilirubin
Tujuan: Pertukaran gas kembali adekuat setelah
dilakukan     tindakan  keperawatan.
Kriteria Hasil :
1) bayi tidak sesak napas
2) Leukosit dalam batas normal.
3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi  tanda-tanda vital tiap 1. Untuk mengetahui perubahan
4 jam. tanda-tanda vital
2. Monitor kedalaman dan 2. Untuk evaluasi derajat distress
frekuensi pernapasan
3. Observasi kulit dan membran 3. Untuk mengetahui sianosis
mukosa perifer ( pada kuku) dan sianosis
sentral (  pada  sekitar bibir)
4. Menurunkan tekanan diafragma
4. Atur posisi tidur semi fowler/ dan melancarkan O2
nyaman menurut pasien 5. Memperbaiki / mencegah
5. Kolaborasikan dengan dokter memburuknya hipoksia
dalam pemberian O2 6. Mencegah perkembangbiakan
6. Kolaborasi dengan dokter dalam dan mematikan
pemberian terapi TBC mikrobakterium  tuberkulosis

d. Kekurangan  volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya


intake cairan,
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Mukosa lembab.
3) Mata tidak cekung
4) Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
5) Penurunan BB dalam batas normal.
6) Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian cairan dan elektolit 1. Memenuhi kebutuhan cairan
sesuai protokol. sehingga tubuh akan terpenuhi
untuk menjamin keadekuatan
2. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, 2. Dapat menentukan tanda-tanda
mata, turgor, membran mukosa. dehidrasi dengan tepat
3. Kaji pemasukan dan 3. Mengetahui keseimbangan
pengeluaran cairan antara masukan dan pengeluaran
4. Mengetahui status
4. Monitor TTV perkembangan pasien
5. Perpindahan cairan atau
5. Kaji hasil test elektrolit elektrolit, penurunan fungsi
ginjal dapat
meluas   mempengaruhi
penyembuhan pasien
e. Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia  berhubungan dengan sistem
pengaturan suhu tubuh yang belum matang
Tujuan: Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36  – 37 5 o C
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36  – 37 5 o C
2) Akral hangat
3) Tidak sianosis
4) Badan berwarna merah

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi suhu dengan sering, 1. Hipotermia membuat bayi
ulangi setiap 5 menit selama cenderung pada stress dingin,
penghatan ulang penggunaan simpanan lemak
coklat yang tidak dapat
diperbaiki bila ada dan
penurunan sensitivitas untuk
meningaktkan kadarCO2
(hiperkapnea dan penurunan
kadar O2 (hipoksia)
2. Perhatikan adanya takipnea atau 2. Tanda-tanda ini menandakan
apnea, cyanosis, umum, stress dingin yang
akrosianosi atau kulit belang, meningkatkan O2dan kalori
bradikardia, menangis buruk, serta membuat bayi cenderung
letargi, evaluasi derajat dan pada asidosis berkenaan dengan
lokasi icterik metabolic anaerobic
3. Tempatkan bayi pada 3. Mempertahankan lingkungan
penghangat, isolette, incubator, termometral, membantu
tempat tidur terbuka dengan mencegah stress dingin
penyebar hangat, atau tempat
tidur bayi terbuka dengan
pakaian tepat untuk bayi yang
lebih besar atau lebih tua
4. Gunakan lampu pemanas 4. Menjaga suhu tubuh bayi dalam
selama prosedur. Tutup batas normal
penyebar hangat atau bayi
dengan penutup plastic atau
kersta aluminum bila tepat.
Objek panas berkontak dengan
tubuh bayi seperti stetoskop

5. Ganti pakaian atau linen tempat 5. Menurunkan kehilangan panas


tidur bila basah. Pertahankan melalui evaporasi
kepala bayi tetap tertutup

DAFTAR PUSTAKA
Wong. 1999. Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.

Markum, A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.


Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.

Klaus and Forotaff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4.


Jakarta: EGC.

Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA dan NIC-NOC:
Jilid 2. Yogyakarta : Media Action

Anda mungkin juga menyukai