Di Susun Oleh:
Utari Ermawati, S. Kep
NIM: 11194692110125
Menyetujui,
C. Klasifikasi
Menururt Vidya dan Jaya (2018), Ikterus terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah,
dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilangsetelah
minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari keduadan ketiga.
Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memilikikadar bilirubin yang
tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10mg/dl, dan dapat hilang pada
hari ke-14. Penyebabnya ialah karnabayi kekurangan protein Y, dan
enzim glukoronil transferase
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timbul segera dalam 24 jam
pertama, dan terus bertambah 5mg/dl setiap harinya, kadar bilirubin
untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur,
kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikteruspatologis
sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal inidisebabkan
karna ikterus patologis sangat berhubungan denganpenyakit sepsis.
D. Etiologi
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) penyebab ikterus pada bayi
baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka
produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi hemo
dan globin. Globin (protein) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan
hemo akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan
albumin (Suriadi & Yuliani, 2016).
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan
bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugativa
yang akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di
Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah
menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada
faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk
stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen. Pada BBL
bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian
masuk kembali ke hati (Suriadi & Yuliani, 2016). Keadaan ikterus di
pengaruhi oleh:
1. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik
yang meningkat
2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
3. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar,
defiiensi albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas
ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi
kernicterus
4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan didalam hepar atau diluar hepar,
karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit
lain
F. Pathway
Hemoglobin
Sebagian masuk
Ikterik neonatus Peningkatan bilirubin
kembali ke siklus
unjongned dalam darah ->
amerohepatik
Ikterus pada sklera pengeluaran mekonium
indirect
Hipertermia
H. Komplikasi
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum
akibat efek toksis bilirubin tak terkonjungasi terhadap susunan saraf
pusat. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian atau apabila bertahan
hidup dapat menimbulkan gejala sisa yang berat. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak (Dewi, 2018).
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Huda (2020) pemeriksaan penunjang untuk Ikterik
neonatus yaitu:
a. Kadar bilirubin serum (total)
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
J. Penatalaksanaan
Menurut Marmi (2019) Penatalaksanaan Ikterik Neonatus adalah:
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit karena sinar tersebut adalah sinar
Ultraviolet. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati. Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Secara umum Fototherapi
harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Efek samping dari
Fototherapi yaitu dehidrasi,diare, dan munculnya ruam pada kulit.
b. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
Menyusui bayi dengan ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine, untuk ini bayi harus mendapatkan
cukup ASI,seperti yang diketahui ASI memiliki zat-zat terbaik yang
memperlancar BAB dan BAK.
c. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor:
a) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d) Tes Coombs Positif
e) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3, 5 mg / dl pada minggu
pertama.
f) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis (Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan
darah). Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan
atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu, ikterus
kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
b. Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubn.
d. Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ
tubuh (hepar).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas
menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan
Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit
bersih (kuning)
c. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
d. Dada: Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan
tanda peningkatan frekuensi nafas.
e. Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya
ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
f. Perut
a) Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi
penatalaksanaan photo terapi.
b) Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut
membuncit, muntah, mencret merupakan akibat
gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
g. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan
Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
h. Urogenital: Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat/
acholis/ seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari
gangguan / atresia saluran empedu
i. Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
j. Kulit: Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang jelek.
Elastisitas menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan
ptechia, echimosis.
k. Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan
lain-lain menunjukkan adanya tanda-tanda kern-ikterus
L. Diagnosa Keperawatan
1. Ikterik Neonatus b.d Usia Kurang dari 7 hari
2. Hipertermi b/d proses penyakit
3. Gangguan integritas kulit b/d perubahan pigmentasi
4. Resiko ketidakseimbangan cairan
5. Resiko cedera
M. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Mediaction
Atikah (2018) Buku ajar kebidanan pada neonates, Bayi dan Balita. Jakarta. CV.
Trans Info Media
Dewi. (2014). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta. EGC
Marmi (2017). Asuhan Neonatus Bayi, Balita dan anak prasekolah. Yogyakarta;
PUSTAKA PELAJAR.
Wong, Donna L. 2019. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Suriadi & Yuliani. (2016). Asuahan keperawatan pada anak. Jakarta: Sagung
Seto.
Wong, Donna L. 2019. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC