Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA NEONATUS DENGAN GANGGUAN


HIPERBILIRUBINEMIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


ADHAN AZHARI RAUF
AYU KARTIKA MEYLANI
HIMATU ULYA
NOVI DWI YANTI
PUNANG ANGGARA
SOPIA FITRIANI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Adapun materi yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah mengenai Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Neonatus dengan
Gangguan Hiperbilirubinemia.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan Medik dan Kelompok Khusus dan untuk
menambah wawasan kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.
Semoga segala upaya kami dalam membuat makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Samarinda, 14 Agustus 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... ii


Daftar isi ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Ontologi ................................................................................................. 3
B. Epistemologi .......................................................................................... 5
C. Aksiologi ................................................................................................ 7
D. Struktur Disiplin Ilmu Keperawatan ...................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 9
Daftar Pustaka

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperlirubin adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin didalam darah
(Wong, 2004). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat
pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24
jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan
yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat
buruk ikterus dapat dihindarkan. Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana
terdapat kadar bilirubin yang tinggi dalam darah. Biasanya terjadi pada bayi
baru lahir.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi
baru lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme
bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan keadaan
hiperbilirubinemia (Ika, 2009)

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini yaitu mengenai

1
2

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengenai
2. Untuk mengetahui mengenai
3. Untuk mengetahui mengenai
4. Untuk mengetahui

2
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Neonatus dengan Gangguan Hiperbilirubinemia


1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu istilah yang mengacu terhadap
kelainan akumulasi bilirubin dalam darah. Karakteristik dari
hiperbilirubinemia adalah jaundice dan ikterus (Wong, 2007).
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma
bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90%. Ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai pewarnaan ikterus pada kulit dan
sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus
akan secara klinis tanpak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin dalam
darah 5-6mg/dl (Soleh, 2010).

2. Jenis Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi
lahir, peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL setiap jam. Ikterus
bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi
kurang bulan dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, alergi,
penurunan berat badan yang berlebihan, dan asupan kurang) (Maharani,
2005).
Hiperbilirubinemia fisiologi merupakan konsentrasi bilirubin plasma
meningkat dari nilai normal kurang dari 1 mg/dl menjadi rata-rata 5mg/dl
selama 3 hari pertama kehidupan. Kemudian secara bertahap turun
kembali ke nilai normal sewaktu hati mulai berfungsi dan keadaan ini
berhubungan dengan ikterik ringan (kekuningan) pada kulit bayi dan
terutama pada sklera mata selama satu atau dua minggu (Guyton & hall,
2008).

3
4

Menurut Ganong (2003) hiperbilirubin merupakan akibat dari


bilirubin bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna kuning,
sklera dan membran mukosa menjadi kuning.Biasanya dapat terdeteksi
apabila bilirubin plasma lebih besar dari pada 2 mg/dl.

3. Etiologi
a. Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus
dan ABO.
b. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
e. Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f. Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin
indirek meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan congenital
h. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
misalnya sulfadiazine.
i. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
j. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
k. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003) dalam Anonim (2008) gejala
hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

4
5

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus


pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
otak (keadaannya disebut kern ikterus). Kern ikterus adalah suatu keadaan
dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi
kerusakan otak. Biasanya terjadi pada bayi yang sangat prematur atau bayi
yang sakit berat. Menurut Medicastore (2009) manifestasi klinik yang
sering jumpai pada anak dengan hiperbilirubin antara lain :
a. Rasa mengantuk
b. Tidak kuat menghisap
c. Muntah
d. Opistotonus (posisi tubuh melengkung, leher mendekati punggung)
e. Mata berputar-putar ke atas
f. Kejang, Bisa diikuti dengan kematian.
Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental,
kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy),
tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

5. Pathway
6. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat

5
6

ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.


Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu (Sartika, 2008).

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, hipoksia, dan hipolikemia (Sartika, 2008).

Sel darah merah yang tua, rusak dan abnormal dibuang dari peredaran
darah, terutama di dalam limpa. Selama proses pembuangan berlangsung,
hemoglobin (protein pengangkut oksigen di dalam sel darah merah)
dipecah menjadi pigmen kuning yang disebut bilirubin. Bilirubin dibawa
ke hati, dimana secara kimiawi diubah dan kemudian dibuang ke usus
sebagai bagian dari empedu. Pada sebagian besar bayi baru lahir, kadar
bilirubin darah secara normal meningkat sementara dalam beberapa hari
pertama setelah lahir, menyebabkan kulit berwarna kuning (jaundice)
(Sartika, 2008).

Pada orang dewasa, bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di


dalam usus akan memecahkan bilirubin. Pada bayi baru lahir, bakteri ini

6
7

sangat sedikit sehingga banyak bilirubin yang dibuang melalui tinja yang
menyebabkan tinjanya berwarna kuning terang. Tetapi bayi baru lahir juga
memiliki suatu enzim di dalam ususnya yang dapat merubah sebagian
bilirubin dan menyerapnya kembali ke dalam darah, sehingga terjadi
jaundice (sakit kuning). Karena kadar bilirubin darah semakin meningkat,
maka jaundice menjadi semakin jelas. Mula-mula wajah bayi tampak
kuning, lalu dada, tungkai dan kakinya juga menjadi kuning. Biasanya
hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah minggu
pertama (Sartika, 2008).

Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh pembentukan


yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin. Kadang pada bayi
cukup umur yang diberi susu ASI, kadar bilirubin meningkat secara
progresif pada minggu pertama; keadaan ini disebut jaundice ASI.
Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya. Jika kadar
bilirubin sangat tinggi mungkin perlu dilakukan terapi cahaya bilirubin
(Muhaj ,2009).

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan


bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar
protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan
asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi
hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita
gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatika (Muhaj ,2009).

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek.

7
8

Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya
bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia,
hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena
trauma atau infeksi (Muhaj ,2009).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Jaundice pada sklera dan mukosa oral, kulit menguning. Jaundice
dengan lokasi yang berbeda-beda dapat diperkirakan level bilirubin
(Pemeriksaan ikterometer dari Kremer).
2) Letargi, bayi tampak malas untuk bergerak dan minum, refleks
sucking dan refleks rooting menurun atau menghilang.
3) Pucat menandakan anemia
4) Bising usus hipoaktif
5) Palpasi abdomen ditemukan pembesaran hepar dan limpa.
6) Reflex moro menghilang
7) Hipertonisitas, opistotonus, kejang
8) Cephalhematom besar mungkin terlihat pada ½ tulang parietal

b. Pemeriksaan Penunjang
1) Urine gelap, feses lunak coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin
3) Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi
inkompatibilitas.

8
9

4) Test Coomb tali pusat bayi yang baru lahir :


a) Hasil test Coomb indirek (+)
b) Menunjukan adanya antibodi Rh (+), anti-A dan anti-B dalam sel
darah ibu.
c) Hasil test Coomb direk (+)
d) Menunjukan adanya sensitivitas (Rh (+), anti-A dan anti-B) sel
darah merah dari neonatus.
5) Bilirubin serum
a) Bilirubin conjugated bermakna bila > 1.0 – 1.5 mg%
b) Bilirubin unconjugated meningkat tidak > 5 mg% dalam 24 jam,
kadarnya tidak > 20 mg %.
6) Protein serum total : Hb menurun

8. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan anemia
b. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
c. Meningkatkan badan serum albumin
d. Menurunkan serum bilirubin
e. Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse
pangganti, infuse albumin dan therapi obat

B. Asuhan Keperawatan Neonatus dengan Gangguan Hiperbilirubinemia

9
10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

10
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, Yuli Ratri. 2012.


http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/3/01-gdl-ratriyulia-103-1-
ratri_yu-i.pdf. Di akses pada tanggal 14 Agustus 2018 pukul 16.30 WITA
Hartina. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan
Ikterus Neonatorum.
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/7239/1/HARTINA..pdf. Di akses pada
tanggal 14 Agustus 2018 Pukul 13.25 WITA
Waluyo, Eko. 2015. Hiperbilirubinemia.
http://repository.ump.ac.id/2739/3/Eko%20Waluyo%20BAB%20II.pdf. Di
akses pada tanggal 14 Agustus 2018 pukul 13.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai