Anda di halaman 1dari 20

Laporan pendahuluan letak lintang

Defenisi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada
sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu
depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada
bayi besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan
distosia bahu. (Sarwono, 2002)

Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu merupakan bagian
terendah janin.(Sarwono, 2002)

Pada letak lintang, bisaanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak di
salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut sebagai
presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu menentukan
jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada kedua posisi
tersebut punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau ke inferior,
bisaanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan lagi menjadi letak lintang dorsoanterior dan
dorsoposterior. (Cunningham, 1995)

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada
sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih
tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin
dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), di
bawah (dorsoinferior). (Sarwono, 2005)

Pada latak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hamper tegak lurus pada sumbu panjang
ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah, maka juga disebut presentasi bahu atau
presentasi akromion. (Fakultas Kedokteran UNPAD,1984)

Letak lintang (transverse lie) adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang
ibu secara tegak lurus atau mendekati 900. jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini tajam
disebut oblique lie, yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak) dan
deviated breech presentation (letak bokong mengolak). Karena bisaanya yang paling rendah
adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder presentation.(Mochtar, 1998)

Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu
memanjang tubuh ibu.(Mansjoer, 1999).

Jenis-jenis letak Lintang

Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;


Menurut letak kepala terbagi atas;
1. LLi I, Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
2. LLi II, Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
Menurut posisi punggung terbagi atas;
1. Dorso anterior Apabila posisi punggung janin berada di depan.
2. Dorso posterior Apabila posisi punggung janin berada di belakang. 
3. Dorso superior Apabila posis punggung janin berada di atas.
4. Dorso inferior Apabila posisi punggung janin berada di bawah.

Etiologi

Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas
yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau sudah mati,
plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal
scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga
panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak
lintang tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam
panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas empat atau
lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara.

Patofisiologi

Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke dalam
panggul yang disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui
jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala
II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke depan,
sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang
menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring kadang-
kadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang semula, dengan berpindahnya
kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.

Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu bayi
akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah
penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.

Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus kemudian
berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut.
Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin
nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan
ditangani secara benar, uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin dapat
meninggal.

Pathway
Untuk mendownload pathway letak lintang doc, DISINI

Mekanisme Persalinan

Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar sendiri dan
menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea. Tanda-tanda pada
persalinan letak lintang bisaanya ketuban cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus
menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat menumbung 10%.

Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi
persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian
janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya
terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.

Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk
mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen
bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin
tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,
sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura
uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke
dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi,
dan sering kali meninggal pula.

Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung
spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir dengan evolusio
spontanea menurut cara Denman atau Douglas.

Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian
disusul badan bagian atas dan kepala.

Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan
kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara
tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi
lateral yang maksimal dari tubuh janin.

Prognosis

Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu dan
bayi.
 Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi.
Pada partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat mengakibatkan terjadinya infeksi.
 Bagi bayi
Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus funikuli, trauma
partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus. Prognosa bayi sangat tergantung pada
saat pecahnya ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban selama mungkin tetap utuh
misalnya;
 Melarang pasien mengejan
 Pasien dengan bayi yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan
 Tidak diberi obat his
 Toucher harus hati-hati jangan sampai memecahkan ketuban. Atau lebih baik apabila
tidak dilakukan toucher
Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena;
 Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap
 Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta berkurang
 Tali pusat dapat menumbung
 Bahaya infeksi bertambah

Komplikasi

Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan
lengan menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptura uteri.

Penatalaksanaan medis

Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan mengubah 
menjadi presentasi kepala dengan versi luar pada primigravida usia kehamilan 34 minggu, pada
multigravida usia kehamilan 36 minggu. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan
pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa,
sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar
kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan
dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah
sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak, segera dapat
ditentukan diagnosis dan penanganannya.

Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi
presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada
seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea.
Sikap ini berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut;
 Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang
primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
 Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his,
maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli 
 Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor. Apabila
riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk
kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap
utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran.

Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prilapsus funikuli, maka
bergantung kepad tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan sectio caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer
atau tidak.

Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama lahir,
ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan
mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan sectio
caesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vagina dengan
dekapitasi.

Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Data Subyektif

1. Biodata
 Nama  ; untuk lebih mengenal pasien
 Umur ;  untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan dengan dengan
umur ibu
 Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
 Agama  ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap
kehamilan
 Pendidikan ;  untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang
 Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan dan untuk menilai social ekonomi
 Alamat; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain bila ada
keperluan yang mendesak
2. Keluhan pasien

Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang mengandung pada
trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya keletihan, sukar
tidur, sakit pinggang bagiang bawah.

3. Riwayat penyakit keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang mungkin menurun
pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap kehamila seperti hipertensi dan
DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang menderita penyakit kanker, jantung, asma,
keturunan kembar, dan penyakit lain yang mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.

4. Riwayat kesehatan pasien

Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang merupakan
risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung, ginjal, hepatitis, paru-paru.
Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita panyakit berat, lama, dan terapinya agar
dapat diberikan asuhan keperawatan secara tepat dan berkesinambungan.

5. Riwayat obstretrik

Riwayat menstruasi

a. Menorche

Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh sebab tertentu yang
dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi awal. Menarche
sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan wanita. Perubahan tersebut adalah tumbuh
rambut kemaluan, rambut ketiak, payudara membesar, putting menghitam.

b. Dismenorhoe

Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid
sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.

c. Siklus haid

Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata 29 hari. Tetapi pada
wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi kemelesetan beberapa hari baik maju maupun
mundur. Siklus haid dihitung sejak hari pertama haid hingga hari terakhir sebelum haid
berikutnya

d. HPHT

Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus menurut naegle adalah hari
+7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama haid terakhir tidak diingat lagi maka sebagai
pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan janin, umurnya pada primigravida, gerakan janin
dirasakan ibunya pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada kehamilan 16 minggu.

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan misalnya vakum atau SC
serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.

6. Riwayat keluarga berencana


Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi berikutnya.

7. Riwayat perkawinan

Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat timbulnya
faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur berapa menikah, berapa
kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan keadaan kehamilannya dan faktor resiko.

8. Pola kehidupan sehari-hari

a. Pola nutrisi

Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah terpenuhi atau
belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya terpenuhi akan mendapat kenaikan
berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.

b. Pola eliminasi

Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien sering kencing karena
penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi sebaliknya pasien sering mengeluh sukar BAB.
Hal ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot traktus digestifus sehingga motilitas seluruh
traktus digestifus juga berkurang.

c. Personal hygiene

Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk menjaga kebersihan
diri.

d. Pola kativitas

Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak terpenuhi bisa
menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre eklamsi atau eklamsi,
solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan bisa terjadi pada trimester III.

e. Pola istirahat dan tidur

Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat yang normal kira-
kira 6-8 jam setiap harinya.

f. Pola peran dengan orang lain

Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap tetangganya atau
orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan
membutuhkan bantuan.
g. Pola hubungan sexual

Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya dihentikan
pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul karena dapat menimbulkan
perasaan sakit dan perdarahan.

h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan


Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan pasien.

i. Pola pengetahuan ibu

Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses kehamilan.

j. Koping dan toleransi stress

Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah yang
dihadapinya.

k. Data spiritual

Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.

9. Keadaan psikologis

Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya, penerimaan
suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan keluarga terhadap upaya-
upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.

Data Obyektif

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum

Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan  pasien apakah lemah, pucat, atau baik.

b. Pemeriksaan TTV
 Tekanan darah;  tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai 140/90 mmHg
dan tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
 Nadi  ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
 Suhu  ; suhu normal 360C-370C
 Respiratori  ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus tertekan oleh
uterus yang membesar kea rah diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu setelah
kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh lebih dari 1 kg setiap
minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan seluruhnya pada wanita hamil
normalnya 6,5-16 kg.

Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan panggul sempit
perlu diperhatikan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepala
 Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah
dicabut kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan B.
 Kulit kepala  ; kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya tumor.
 Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila pucat maka
kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau tidak.
 Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
 Mulut  ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor atau tidak. 
 Leher  ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar yang terdistensi
dan penonjolan terutama pada daerah kelenjar.
b. Dada
 Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan.
 Payudara  ; ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit, dapat
menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang dievaluasi. Putting susu menonjol,
areola menghitam, adakah kolostrum.\
 Aksila  ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa.
c. Abdomen
 Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui adanya
striae pada dinding abdomen.
 Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah nyeri tekan
dan kemungkinan masa.
 Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan.
 Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan DJJ.
d. Ekstremitas

Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu pula kaki ada tidak varises dan
oedema.

e. Anus

Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.

f. Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek patella
negative maka kekurangan vitamin B1.

3. Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
 Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya oedema.
 Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
 Abdomen  ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang membesar
ke samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
 Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus.
Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri kosong.
 Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas. Kadang-kadang di samping
terdapat kepala atau bokong pada letak lintang.
 Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP atau
belum.
 Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa masuknya bagian bawah ke
dalam PAP.

c. Auskultasi

Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak. Normalnya 120-160
kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq atau dopler.

d. Reflek patella

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek patella
negative maka kekurangan vitamin B1.

e. Panjang uterus

Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran berat janin. Cara menghitungTBJ menurut
Johnson Tausak;
 TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I)
 TFU (dalam cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)
4. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)


Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan kelainan bentuk
panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.

b. Pemeriksaan dalam (VT)

Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;


 Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan. 
 Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
 Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula. 
 Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan ketuban intak,
namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED
 Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.
 Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
 Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
 Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin.
 Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
 Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap gerakan atau
stress dari pola kontraksi uterus.
 Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas uterus.

Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis situasi.
2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses
persalinan yang lama.
3. Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses
persalinan yang lama.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
5. Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan. 1.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis situasi. 

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu mengatasi ansietas, yang
dibuktikan dengan kriteria hasil sebagai berikut; 
 Klien mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas. 
 Klien mampu mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas. 
 Klien mengungkapkan ansietas berkurang. 
 Menggunakan mekanisme koping yang tepat. 
 Menunjukkan TTV normal. : TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100 x/menit, RR 16-24
x/menit, Suhu 360-370C 
Intervensi :

Mandiri
 Dorong keberadaan/partisipasi dari pasangan.Kaji tingkat ansietas dan diskusikan
penyebabnya bila mungkin. Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah.
Berikan informasi sehubungan dengan normalnya perasaan. 
 Berikan waktu untuk mendengarkan pasien mengenai masalah dan dorong ekspresi
perasaan yang bebas, mis: rasa marah, ragu takut dan sendiri. 
 Akui realita situasi dan perasaan klien, terima ekspresi marah sambil membatasi tingkah
laku agresif dan berlebihan. 
 Kembangkan hubungan pasien/perawat. 
 Anjurkan penggunaan tehnik pernafasan dan relaksasi. Bernafas dengan klien atau
pasangan bila perlu. 
Kolaborasi 
 Berikan kombinasi narkotik dan tranquilizer (missal; meperidin hidroklorida, hidroksizin
pamoat) 
Rasional
 Memberikan dukungan emosional, dapat mendorong pengungkapan masalah. 
 Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk
menghadapinya dengan lebih realistis. 
 Proses kelahiran yang tidak normal mungkin dipandang sebagai kegagalan dalam hidup
oleh klien . 
 Selalu berada dengan cara ini akan membuat pasien merasa diterima . 
 Memungkinkan ekspresi perasaan membantu dimulainya resolusi.
 Hubungan yang saling mempercayai diantara pasien,orang terdekat,staf akan
meningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal. 
 Membantu dalam menurunkan ansietas dan persepsi ketakutan persalinan, meningkatkan
kontrol perasaan. 
 Tranquilizer mempunyai kerja narkotik, menurunkan ansietas, dan membantu klien
memfokuskan pada tehnik pernafasan atau relaksasi. 
Diagnosa Keperawatan. 2.

Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan yang
lama. 

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu berpartisipasi dalam intervensi
untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor risiko yang teridentifikasi, yang
dibuktikan dengan kriteria hasil sebagai berikut; 
 DJJ menunjukan dalam batas normal 144x/menit. 
 Variabilitas baik. 
 Tidak ada deselerasi lambat.
Intervensi

Mandiri 
 Kaji DJJ secara manual atau elektronik. Perhatikan variabilitas, perubahan periodic, dan
frekuensi dasar. Bila pada pusat kelahiran alternative (PKA), periksa irama jantung janin
diantara kontraksi dengan menggunakan doptone. Jumlahkan selama 10 menit, istirahat
selama 5 menit, dan jumlahkan lagi selama 10 menit. Lanjutkan pola ini sepanjang
kontraksi sampai pertengahan diantaranya dan setelah kontraksi.
 Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan
intrauterus bila tersedia.
 Identifikasi faktor-faktor maternal seperti dehidrasi, asidosis, ansietas, atau sindrom vena
kava.
 Observasi terhadap prolaps tali pusat samara atau dapat dilihat bila pecah ketuban. Untuk
deselerasi variable pada strip pemantauan, khususnya bila janin pada presentasi bokong. 
 Perhatikan bau dan perubahan warna cairan amnion pada pecah ketuban lama. Dapatkan
kultur bila temuan abnormal. 
Kolaborasai 
 Perhatikan frekuensi kontraksi uterus, beri tahu dokter bila frekuensi 2 menit atau
kurang. 
 Kaji malposisi menggunakan maneuver Leopod dan temuan pemeriksaan internal. Tinjau
ulang hasil ultrasonografi. 
 Pantau penurunan kepala janin pada jalan lahir secara teratur dan teliti dalam
hubungannya dengan kolumna vertebralis iskial. 
 Siapkan untuk metode melahirkan secara caesarea bila malpresentasi janin, janin gagal
turun, kemajuan persalinan berhenti, atau teridentifikasi CPD. 
 Berikan antibiotic pada klien sesuai indikasi. 
Rasional
 Mendeteksi respon abnormal, seperti variabilitas yang dilebih-lebihkan, bradikardia dan
takikardia, yang mungkin disebabkan oleh stress, hipoksia, asidosis, atau sepsis. 
 Tekanan istirahat lebih besar dari 30 mmHg atau tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg
dapat menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam ruang intravilos. 
 Kadang-kadang prosedur sederhana seperti membalikan klien ke posisi rekumben lateral
dapat meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke uterus dan plasenta serta dapat
mencegah atau memperbaiki hipoksia janin. 
 Prolaps tali pusat lebih mungkin terjadi pada presentasi bokong, karena bagian presentasi
tidak menonjol kuat, juga tidak secara total memblok tulang, seperti pada presentasi
verteks. 
 Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan takikardia dapat tejadi pada pecah ketuban
lama. 
 Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidak memungkinkan oksigenasi
adekuat dari ruang intravilos. 
 Menentukan pembaringan janin, posisi, dan presentasi dapat mengidentifikasi factor-
faktor yang dapat memperberat disfungsional persalinan. 
 Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam pada primipara atau kurang dari 2 cm/jam pada
multipara dapat menandakan CPD atau malposisi. 
 Melahirkan per vagina janin dengan malpresentasi dihubungkan dengan cedera pada
kolumna vertebralis janin, pleksus brakialis, klavikula, dan sutura otak, meningkatkan
mortalitas dan morbiditas neonatal. Risiko hipoksia karena stimulasi vagal lama dengan
kompresi kepala, dan trauma kepala seperti hemoragi intracranial, dapat dihilangkan atau
dicegah bila CPD teidentifikasi dan intervensi bedah segera dilakukan. 
 Mencegah atau mengatasi infeksi asenden dan akan melindungi janin juga. 
Diagnosa Keperawatan. 3

Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan
yang lama. 

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu berpartisipasi dalam intervensi
untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor risiko yang teridentifikasi, yang
dibuktikan dengan kriteria hasil sebagai berikut; 
 Mencapai dilatasi serviks sedikitnya 1,2 cm/am untuk primipara dan 1,5 cm/jam untuk
multipara pada fase aktif. 
 Penurunan janin sedikitnya 1 cm/jam untuk primipara dan 2 cm/jam untuk multipara. 3.
Menyelesaikan kelahiran tanpa komplikasi.
Intervensi

Mandiri 
 Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi. 
 Catat waktu atau jenis obat. Hindari pemberian narkotik atau anastesik blok epidural
sampai serviks dilatasi 4 cm. 
 Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai, serta aktivitas dan istirahat, sebelum awitan
persalinan. 
 Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.
 Catat penonjolan, posisi janin, dan presentasi janin. 
 Palpasi abdomen pada klien kurus terhadap adanya cincin retraksi patologis diantara
segmen uterus. 
 Tempatkan klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring atau ambulasi
sesuai toleransi. 
 Kaji derajat hidrasi, catat jumlah dan jenis masukan. 
 Sediakan kotak peralatan kedaruratan. 
Kolaborasi 
 Gunakan rangsangan puting untuk oksitosin endogen, atau melalui infus oksitosin
eksogen atau prostaglandin. 
 Berikan narkotik atau sedative, seperti; morfin, fenobarbital, atau sekobarbital untuk tidur
sesuai indikasi. 
 Bantu dengan persiapan untuk SC sesuai indikasi untuk malposisi, CPD, atau cincin
Bandl. 
Rasional
 Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan pemeriksaan
diagnostic, dan intervensi yang tepat. 
 Pola kontraksi hipertonik dapat terjadi pada respon tehadap rangsangan oksitosin.
Sedative yang diberikan terlalu dini atau melebihi kebutuhan dapat menghambat atau
menghentikan persalinan. 
 Keletihan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder, atau mungkin akibat
dari persalinan lama atau persalinan palsu. 
 Disfungsi kontraksi memperlama persalinan, meningkatkan risiko komplikasi maternal
atau janin. 
 Indicator kemajuan persalinan ini dapat mengidentifikasi timbulnya penyebab persalinan
lama.
 Pada persalinan terhambat, depresi cincin patologis dapat terjadi pada hubungan segmen
atas dan bawah, menandakan ancaman rupture uterus. 
 Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus dapat memperbaiki pola hipertonik. Ambulasi
dapat membaqntu kekuatan gravitasi dalam merangsang pola persalinan normal dan
dilatasi serviks. 
 Persalinan yang lama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta
kekurangan cadangan glukosa, mengakibatkan kelelahan dan persalinan lamam dengan
peningkatan risiko infeksi uterus, hemoragi pasca partum, atau pencetus kelahiran pada
adanya persalinan hipertonik. 
 Mungkin diperlukan pada kejadian pencetus persalinan dan kelahiran, yang dihubungkan
pada persalinan hipertonik. 
 Oksitosin perlu untuk menambah atau memulai aktivitas miometrik untuk pola uterus
hipotonik. 
 Dapat membantu membedakan antara persalinan sejati dan persalinan palsu. Pada
persalinan palsu kontraksi berhenti, pada persalinan sejati pola lebih efektif dapat terjadi
mengikuti istirahat. Morfin membantu meningkatkan sedasi berat dan menghilangkan
pola kontraksi hipertonik. Periode istirahat mengubah energi dan menurunkan
penggunaan glukosa untuk menghilangkan kelelahan. 
 Melahirkan caesarea segera diindikasikan untuk cincin Bandl dan untuk distress janin
karena CPD. 
Diagnosa Keperawatan. 4

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan. 

Setelah dilakukan asuhan keprawatan diharapkan klien mampu mempertahankan stabilisasi atau
perbaikan dalam keseimbangan cairan, yang dibuktikan dengan kriteria hasil sebagai berikut; 
 Menunjukkan TTV dalam batas normal, TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100 x/menit, RR 16-
24 x/menit, Suhu 360-370C 2. Pengisian kapiler cepat 
 Turgor kulit baik 
 Bibir lembab/tidak kering. 
 Bebas dari komplikasi 
Intervensi

Mandiri 
 Pertahankan masukan dan haluaran akurat, tes urin terhadap keton, dan kaji pernafasan
terhadap bau buah. 
 Pantau tanda-tanda vital. 
 Pantau suhu kulit. 
 Kaji bibir dan membran mukosa oral dan derajad salivasi.
 Perhatikan respon DJJ abnormal. 
Kolaborasi 
 Tinjau ulang data labolatorium; Hb, Ht, elektrolit serum, dan glukosa serum. 
 Berikan cairan IV 
 Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan. 
Rasional
 Penurunan haluaran urin dan peningkatan berat jenis urin menunjukan dehidrasi.
Ketidakadekuatan masukan glukossa mengakibatkan pemecahan lemak dan adanya
keton. 
 Hipotensi, takikardi dapat mengindikasikan kekurangan cairan. 
 Kulit yang dingin atau lembab mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan
dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan. 
 Membran mukossa atau bibir yang kering dan penurunan salivasi adalah indikator lanjut
dari dehidrasi. 
 Dapat menunjukan efek dehidrasi maternal dan penurunan perfusi.
 Peningkatan kadar Ht menunjukan dehidrasi. Kadar elektrolit serum mendeteksi
terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa serum mendeteksi hipoglikemia. 
 Larutan parenteral mengandung elektrolit dan glukosa dapat memperbaiki atau mencegah
ketidakseimbangan maternal dan janin serta dapat menurunkan keletihan maternal. Untuk
mencegah terjadinya kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. 
Diagnosa Keperawatan. 5

Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin. 

Setelah dilakukan asuhan keprawatan diharapkan klien mampu menghadapi proses berduka
dengan baik, yang dibuktikan dengan kriteria hasil sebagai berikut; 
 Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami. 
 Mengekspresikan perasaan dengan tepat. 
 Mengidentifikasi masalah proses berduka. 
 Mencari bantuan dengan tepat. 
Intervensi 

Mandiri 
 Beri kode pada grafik klien, pintu ruangan, dan tempat tidur sesuai indikasi.
 Berikan ruangan pribadi bila klien menginginkannya, dengan kontak yang sering oleh
perawat. Anjurkan kunjungan tidak terbatas oleh keluarga dan teman. 
 Libatkan pasangan dalam perencanaan perawatan. Berikan kesempatan untuk pasangan
terlibat bersama. Anjurkan diskusi tentang kekhawatiran.
 Kaji pengetahuan klien dan pasangan serta intrepretasi terhadap kejadian sekitar kematian
janin atau bayi. Berikan informasi dan perbaiki kesalahan konsep berdasarkan kesiapan
pasangan dan kemampuan untuk memdengarkan secara efektif. 
 Tentukan makna kehilangan terhadap kedua pasangan. Perhatikan bagaimana pasangan
menginginkan kehamilan dan kelahiran ini.
 Anjurkan keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan mendengar secara efektif. Catat
bahasa tubuh. Tingkatkan situasi rileks.
 Tinjau ulang perubahan peran dan rencana untuk mengatasi kehilangan. Perhatikan
kehadiran sibling. 
Kolaborasi 
 Rujuk atau hubungi rohaniawan sesuai keinginan keluarga.
 Bantu membuat permintaan dan mendapatkan tanda tangan untuk pelaksanaan autopsy
bila dibutuhkan. Tinjau ulang keuntungan dan keterbatasan autopsy.
 Berikan informasi tentang penguburan bayi. Hubungi perusahaan pemakaman pilihan
keluarga bila bantuan diperlukan.
 Rujuk pada terapi konseling atau psikiatri bila perlu.
Rasional
 Mewaspadakan staff rumah sakit dan sukarelawan apabila kehilangan klien.
 Tempat dimana keluarga dan teman dapat bicara dan menangis tanpa pembatasan
meningkatkan ventilasi perasaan dan rasa kekeluargaan.
 Partisipasi dalam perencanaan dan pembuatan keputusan menunjukan pasangan juga
kehilangan anak dan memerlukan waktu untuk mengekspresikan perasaan kehilangan dan
menerima dukungan tanpa harus menjadi pendukung klien dan pasangan. 
 Setelah kematian anak, orangtua berespon syok, menyangkal, atau tidak percaya. Reaksi
emosi ini dapat menyembunyikan kemampuan pasangan untuk memproses informasi dan
mengintrepretasi kejadian bermakna. Pola berfikir konkret mungkin merupakan cara
mekanisme koping satu-satunya yang ada terhadap informasi saat ini. 
 Luas dan durasi respon berduka dapat tergantung pada makna kehilangan. Selain itu,
orangtua dapat merasa kehilangan sepanjang hidup mereka berduka untuk anak yang
tidak pernah lagi mereka tahu atau lihat bertumbuh.
 Isyarat verbal dan noverbal memberikan informasi tentang derajad kesedihan, rasa
bersalah, dan rasa takut keluarga. Keluarga yang berduka memerlukan kesempatan ulang
untuk mengungkapkan pengalaman mereka. 
 Kebanyakan keluarga mengantisipasi kehamilan sehat dan hasil positif dan tidak
disiapkan untuk berfokus pada pengaturan penguburan, apa yang dilakukan terhadap
ruang perawatan, bagaimana melanjutkan kehidupan mereka, dan bagaimana rencana
untuk perawatan anak mereka.
 Keluarga mungkin ingin bicara pada pendeta atau penasehat agama untuk memberikan
pembaptisan, upacara agama, dan koseling.
 Keluarga mungkin menginginkan atau memerlukan penjelasan penyebab kematian, yang
mungkin tidak mungkin. 
 Mayat bayi, seperti orang dewasa, harus dipindahkan dari rumah sakit ke fasilitas kamar
mayat atau yang lain, biasanya 24 jam setelah kematian.
 Konseling atau teapi mungkin perlu pada kasus berduka pada kasus berduka patologis
untuk membantu individu mengidentifikasi kemungkinan penyebab reaksi abnormal dan
mencapai resolusi proses berduka.

Daftar Pustaka
 Bagian Obstetri & Ginekologi. 1984. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD
 Cunningham, Gary. 1995. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC
 Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
 -----. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC
 Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC
 Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC
 Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media
Aesculapius
 Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC
 Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta;
Tridasa Printer
 -----. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3.  Jakarta; Tridasa Printer

Anda mungkin juga menyukai