Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2014 Angka


Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa.Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa,
Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggra 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di
negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup,
Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran
hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunai Darussalam 60 per
100.000 kelahiran hidup dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup. (WHO,
2014)

Berdasarkan SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2012, rata-


rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang
mencapai 228 per 100 ribu dan Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia menurun
menjadi 32/1000 kelahiran hidup dari 34/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007.
Target tujuan pembangunan sustainable development goals / SDGs) adalah
terdapat 4 goals 19 target dan 31 indokator. Keempat goals tersebut terdapat
pada posisi goals 2,3,5 dan 6.Sedangkan jumlah AKI untuk provinsi NTB adalah
111 kasus dan Angka Kematian Bayi di NTB adalah 1.070 kasus kematian bayi
dari 104.358 kelahiran hidup.(Dikes NTB, 2015).Trend jumlah kematian ibu
tahun 2011-2016 terlihat pada tabel gambar berikut. (SDKI, 2012)
Gambar I

1
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2011-2016
cenderung fluktuatif, namun apabila dicermati lebih lanjut, dalam 3 (tiga)
tahunterakhir jumlah kematian ibu menunjukkan progres positif atau cenderung
menurun.Untuk tahun 2016, kematian ibu terbanyak tetap berada di Kabupaten
Lombok Tengah dengan 26 kasus dan belum ada kabupaten yang ditetapkan
sebagai Kabupaten AKINO (Angka Kematian Ibu Nol). Jumlah kematian ibu di
kabupaten/kota secara rincidapat dilihat pada lampiran profil kesehatan tabel 6.
Kejadian kematian ibu terbanyak pada tahun 2016 sama dengan tahun
2015yakni terjadi pada saat nifas sebesar 56,52%, sedangkan kejadian
kematian ibubersalin sekitar 28,26%, dan kematian ibu pada saat hamil sekitar
15,22%.Berdasarkan kelompok umur, kematian ibu banyak terjadi pada usia 20-
34 tahunsebanyak 63,04%, usia ≥35 tahun sebanyak 28,26% dan usia<20
tahun sebanyak8,70%.
Informasi mengenai tingginya jumlah kematian ibu bermanfaat untuk
pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama
pelayanankehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi
(making pregnancysafer). Salah satu upayanya adalah melalui pembuatan
pedoman Rencana AksiNasional (RAN) program percepatan penurunan AKI,
yang memuat programpeningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga
kesehatan, penyiapan systemrujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan,
bahkan penyiapan keluarga dansuami siaga dalam menyongsong kelahiran.
Kasus Kematian Bayi di Provinsi NTB Tahun 2011-2016.

2
Gambar II

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016


Gambar II menunjukkan bahwa kematian bayi terbanyak terjadi di
LombokTimur. Jumlah penduduk dan luas wilayah terbesar di Provinsi NTB
menjadi salah satufaktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian bayi di
Kabupaten LombokTimur. Mendekatkan dan memudahkan akses ke fasilitas
pelayanan kesehatan bagimasyarakat yang tersebar di wilayah yang tidak
memiliki fasilitas kesehatan,meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan
melalui pelatihan kontinyu terutamatetang kesehatan reproduksi serta
sosialisasi yang lebih intens adalah beberapa upayayang diharapkan dapat
menekan kasus kematian pada bayi.
Kegawatdaruratan merupakan kejadian tidak terduga yang memerlukan
tindakan segera. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan
obstetrik maupun neonatal. Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi
penanganan segera kondisi gawatdarurat, stabilisasi keadaan penderita,
pemberian oksigen, infus, terapi cairan, transfusi darah dan pemberian
medikamentosa maupun upaya rujukan lanjutan (Maryunani dan Puspita,
2013 : 1)
Dari data di Ruang VK Bersalin RSUD Kota Mataram tahun 2016 di
dapatkan 10 kasus terbanyak Maternal. 10 kasus tersebut ialah Abortus 381
kasus, RKA 305 kasus, KPD 232 kasus, Oligohidramnion 253 kasus, kelainan
letak 131 kasus, CPD 127 kasus, Kala 2 lama 98 kasus, Preeklampsi 84 kasus,
Hyperemesis 58 kasus, dan HDK 99 kasus.

3
Berdasarkan latar belakang di atas dan mengingat kembali pentingnya
perhatian dan peran dari petugas kesehatan khususnya bidan mengenai
penanganan dalam persalinan, nifas, BBL dan KB. Maka, mahasiswa tertarik
untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Persalinan Patologi
dengan Oligohidramnion pada Ny”L” di VK Bersalin RSUD KOTA MATARAM”.

Dengan harapan agar mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman untuk


menerapkan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin sehingga nantinya pada saat
bekerja di lapangan dapat dilakukan secara sistematis yang pada akhirnya
meningkatkan mutu pelayanan yang akan memberikan dampak menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi saat terjadi komplikasi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa diharapkan mampu melakukan Asuhan Kebidanan


PersalinanPatologi Pada Ny “L” Dengan Oligohidramnion Di RSUD Kota
Mataramdengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan
pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian data subyektif


pada kasus ‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan
40-41 minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada
tanggal 30 Oktober 2018”.
b. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengumpulan data obyekif
pada kasus ‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan
40-41 minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada
tanggal 30 Oktober 2018”.
c. Mahasiswa diharapkan mampu menganalisa atau assasment yang
sesuai pada kasus‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia

4
Kehamilan 40-41 minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota
Mataram pada tanggal 30 Oktober 2018”.
d. Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan asuhan secara
menyeluruh pada kasus ‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia
Kehamilan 40-41 minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota
Mataram pada tanggal 30 Oktober 2018”.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan
pengajaran terutama yang berkaitan dengan Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
2. Bagi RSUD Kota Mataram
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi RSUD Kota Mataram
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan maternal dan neonatalsesuai standar
pelayanan sehingga dapat mengoptimalkan penurunan angka kematian ibu
dan bayi.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui dan mengerti mengenai penatalaksanan pada
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan maternal dan neonatal, dan
mahasiswa mampu menganalisa keadaan pada Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan serta mengerti tindakan segera yang harus dilakukan
dengan cermat, cepat dan tepat.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Persalinan
a. Pengertian Persalinan
1) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2009).
2) Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri) (Ary Sulistyawati, 2010).
3) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus ke dunia luar (Ayu Febri Wulanda, 2011).
4) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu(Asuhan persalinan normal).
b. Etiologi
Perlu diketahui bahwa selama persalinan, dalam tubuh wanita terdapat dua
hormone yang dominan.Estrogen, berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas
otot rahim serta memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti
rangsangan oksitosin, prostaglandin dan mekanis.Progesterone, berfungsi
untuk menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat rangsang dari luar
seperti rangsang oksitosin, prostaglandin dan mekanis serta menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi.

Estrogen dan progesterone harus dalam posisi yang seimbang, sehingga


kehamilan dapat dipertahankan.Perubahan keseimbangan antara estrogen
dan progesterone memicu oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis posterior, hal
tersebut menyebabkan kontraksi yang disebut dengan Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan yang dominan saat mulainya
proses persalinan sesungguhnya, oleh karena itu makin matang usia
kehamilan maka frekuensi kontraksi ini akan semakin sering.

6
Adapun teori-teori penyebab persalinan adalah sebagai berikut:

1) Teori Penurunan Hormon


Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi penurunan
kadar estrogen dan progesterone. Progesterone bekerja sebagai penenang
otot-otot polos rahim, jika kadar progesterone turun akan menyebabkan
tegangnya pembuluh darah dan menimbulkan his.

2) Teori Plasenta Menjadi Tua


Seiring matangnya usia kehamilan, villi Chorialis dalam plasenta mengalami
beberapa perubahan, hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesterone yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga
akan menimbulkan kontraksi uterus.

3) Teori Distensi Rahim


a) Otot rahim memiliki kemampuan meregang dalam batas tertentu.
b) Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai.
c) Contohnya pada kehamilan gemeli, sering terjadi kontraksi karena uterus
teregang oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli
mengalami persalinan yang lebih dini.
4) Teori Iritasi Mekanis
Di belakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus frankenhauser), bila
ganglion ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin), maka akan
timbul kontraksi uterus.
5) Teori Oksitosin
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi
Braxton Hicks.
c) Menurunnya konsentrasi progesterone karena matangnya usia
kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan aktivitasnya dalam

7
merangsang otot rahim untuk berkontraksi, dan akhirnya persalinan
dimulai.
6) Teori Hipotalamus-pituitari dan Glandula Suprarenalis
a) Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
b) Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus
sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuknya
hipotalamus.
7) Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan di desidua disangka sebagai salah satu
permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin
F2 atau E2 yang diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi
miometrium pada setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan
adanya kadar prostaglandinyang tinggi baik dalam air ketuban maupun
darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan atau selama proses
persalinan.

8) Induksi persalinan

a) Gagang laminaria: Dengan cara laminaria


dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis dengan tujuan
merangsang fleksus
frankenhauser.

b) Amniotomi : Pemecahan ketuban.


c) Oksitosin drip : Pemberian oksitosin menurut
tetesan per infuse.

8
c. Fisiologis persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori yang komplek.
Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak
mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus antara lain penurunan
kadar hormon progesterone dan estrogen. Progesteron merupakan penenang
bagi otot-otot uterus. Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu
sebelum persalinan. Kadar prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi
myometrium.Keadaan uterus yang membesar menjadi tegang mengakibatkan
iskemi otot-otot uterus yang mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga
plasenta berdegenerasi.Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus
frankenhauser di belakang servik menyebabkan uterus
berkontraksi(Prawirohardjo, 2009).

d. Tahap-Tahap Persalinan
Berlangsungnya persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:

1) Kala I
Kala I persalinan di mulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).Inpartu ditandai
dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka
dan mendatar.Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar
kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar
dan membuka.Sebelum onset persalinan, serviks mempersiakan kelahiran
dengan berubah menjadi lembut.Saat persalinan mendekat, serviks mulai
menipis dan membuka. Tanda dan gejala kala I :

a) His sudah teratur, frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit


b) Penipisan dan pembukaan serviks
c) Keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir bercampur darah

9
Gambaran prosesnya adalah sebagai berikut:

a) Penipisan serviks (effacement)


Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan
serviks.Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks
mengalami perubahan bentuk menjadi lebih tipis.Hal ini disebabkan oleh
kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan sehingga seolah-olah
serviks tertarik ke atas dan lama-kelamaan menjadi tipis.Batas antara
segmen atas dan bawah rahim mengikuti arah tarikan ke atas, sehingga
seolah-olah batas ini letaknya bergeser ke atas.

Panjang serviks pada akhir kehamilan normal berubah-ubah.Dengan


dimulainya persalinan, panjang serviks berkurang secara teratur sampai
menjadi sangat pendek.Serviks yang sangat tipis ini disebut dengan
“menipis penuh”.

b) Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah serviks dalam
kondisi menipis penuh, maka tahapan berikutnya adalah
pembukaan.Serviks membuka disebabkan daya tarikan otot uterus ke
atas secara terus-menerus saat uterus berkontraksi.Dilatasi dan
diameter serviks dapat diketahui melalui pemeriksaan intravagina.
Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini terbagi menjadi
dua fase:

(1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai


sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8
jam.
(2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam
dan dibagi dalam 3 subfase.

(a) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 Jam, pembukaan


menjadi 4 cm.

10
(b) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan
berlangsung cepat menjadi 9 cm.

(c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan


jadi 10 cm atau lengkap.
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dengan menggunakan
partograf. Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase
aktif persalinan. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah
untuk :

(a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan


menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
(b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini
setiap kemungkinan terjadinya partus lama.

Halaman depan partograf untuk mencatat atau memantau :

(a) Kesejahteraan janin


Denyut jantung janin (setiap ½ jam), warna air ketuban (setiap
pemeriksaan dalam), penyusupan sutura (setiap pemeriksaan
dalam).
(b) Kemajuan persalinan
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus (setiap ½ jam),
pembukaan serviks (setiap 4 jam), penurunan kepala (setiap 4
jam).
(c) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah (setiap 4 jam) dan temperatur
tubuh, produksi urin , aseton dan protein (setiap 2 sampai 4 jam),
makan dan minum.

2) Kala II (Kala Pengeluaran)


Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.Wanita merasa hendak buang air

11
besar karena tekanan pada rektum. Perineum menonjol dan menjadi besar
karena anus membuka. Labia menjadi membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva pada waktu his.Pada primigravida kala II
berlangsung 1,5-2 jam, pada multigravida 0,5-1 jam.

Tanda dan gejala kala II :

a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya


kontraksi.
b) Perineum terlihat menonjol.
c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau
vaginanya.
d) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau
vaginanya.
e) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

3) Kala III (Kala Uri)


Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Prawirohardjo, 2009). Seluruh
proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Permulaan
proses pemisahan diri dari dinding uterus atau pelepasan plasenta:

a) Menurut Duncan.
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai dengan
adanya tanda darah yang keluar dari vagina apabila plasenta mulai
terlepas.

b) Menurut Schultze
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (central) dengan tanda adanya
pemanjangan tali pusat yang terlihat di vagina.

c) Terjadi serempak atau kombinasi dari keduanya.

12
Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek pada
saat plasenta terlepas. Situs plasenta akan berdarah terus sampai uterus
seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus
akan berkontraksi menekan pembuluh darah yang akhirnya akan
menghentikan perdarahan dari situs plasenta tersebut.

Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan


tanda-tanda sebagai berikut:

a) Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi globular (bulat)

b) Semburan darah.

c) Pemanjangan tali pusat.


Manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala III
dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis, serta mencegah terjadinya retensio
plasenta.Tiga langkah menejemen aktif kala III, yaitu:

a) Berikan oksitosin 10 IU dalam waktu satu menit setelah bayi lahir,


dansetelah dipastikan kehamilan tunggal.
b) Lakukan penegangan tali pusat terkendali.
c) Segera lakukan massage pada fundus uteri setelah plasenta lahir.
4) Kala IV (2 jam post partum)
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo 60
sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh
darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui
kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus terjadi penghentian
pengeluaran darah post partum. Kekuatan his dapat dirasakan ibu saat
menyusui bayinya karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofise
posterior.
Tanda dan gejala kala IV ialah bayi dan plasenta telah lahir, tinggi fundus
uteri 2 jari bawah pusat.

13
Selama 2 jam pertama pascapersalinan pantau tekanan darah, nadi,
tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan yang terjadi setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua kala IV.
Jika ada temuan yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian secara
lebih sering.

Tabel 2.5 Lamanya persalinan pada primigravida dan


multigravida:
Primigravida Multigravida

Kala I 10 – 12 jam 6-8 jam

Kala II 1-1,5 jam 0,5-1 jam

Kala III 10 menit 10 menit

Kala IV 2 jam 2 jam

Jumlah (tanpa 12-14 jam 8-10 jam


memasukkan kala IV
yang bersifat observasi

(Rukiyah, 2009)

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan


1) Power His dan tenaga mengejan.
:
2) Passage Ukuran panggul dan otot-otot
: persalinan.
3) Passenger : Terdiri dari janin, plasenta dan air
ketuban.

4) Personality (kepribadian) : Yang diperhatikan kesiapan ibu


dalam menghadapi persalinan dan

14
sanggup berpartisipasi selama
proses persalinan.

5) Provider (penolong) : Dokter atau bidan yang


merupakan tenaga terlatih dalam
bidang kesehatan.
a. (Prawirohardjo, 2009)
f. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah proses pengeluaran bayi dengan
mengandalkan posisi, bentuk panggul, serta presentasi jalan lahir. Bagian
terendah janin akan menyesuaikan diri terhadap panggul ibu pada saat turun
melalui jalan lahir. Kepala akan melewati rongga panggul dengan ukuran yang
menyesuaikan dengan ukuran panggul(Wulanda, 2011).

Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah sebagai berikut:

1) Engagement (fiksasi) = masuk


Ialah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar (diameter
Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala janin mulai turun
pada umur kehamilan kira-kira 36 minggu, sedangkan pada
multigravida pada kira-kira 38 minggu, kadang-kadang baru pada
permulaan partus. (Prawirohardjo, 2009). Engagement lengkap terjadi
bila kepala sudah mencapai Hodge III. Bila engagement sudah terjadi
maka kepala tidak dapat berubah posisi lagi, sehingga posisinya
seolah-olah terfixer di dalam panggul, oleh karena itu engagement
sering juga disebut fiksasi. Pada kepala masuk PAP, maka kepala
dalam posisi melintang dengan sutura sagitalis melintang sesuai
dengan bentuk yang bulat lonjong..

Seharusnya pada waktu kepala masuk PAP, sutura sagitalis akan


tetap berada di tengah yang disebut Synclitismus. Tetapi
kenyataannya, sutura sagitalis dapat bergeser kedepan atau
kebelakang disebut Asynclitismus. Asynclitismus dibagi 2 jenis :

15
a) Asynclitismus posterior: bila sutura sagitalis mendekati
simfisis danos parietal belakang lebih rendah dari os parietal
depan.
b) Asynclitismus anterior: bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari
os parietal belakang.
2) Descensus = penurunan
Ialah penurunan kepala lebih lanjut kedalam panggul.Faktor-
faktor yng mempengaruhi descensus ialah tekanan air ketuban,
dorongan langsung fundus uteri padabokong janin, kontraksi otot-otot
abdomen, ekstensi badan janin.

Turunnya kepala kedalam panggul disebabkan oleh hal- hal


sebagai berikut:

a) Tekanan air ketuban


b) Tekanan langsung fundus uteri pada bokong
c) Kekuatan mengejan
d) Melurusnya badan fetus.
3) Fleksi Kepala
Pada awal persalinan kepala bayi dalam keadaan fleksi ringan.
Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada
pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat kearah dada janin sehingga
ubun- ubun kecil lebih rendah dari ibun- ubun besar. Dengan adanya
fleksi, diameter suboksipito frontalis (11 cm) digantikan oleh diameter
suboksipito bregmatika (9,5 cm).

4) Putaran paksi dalam(internal rotation)


Ialah berputarnya oksiput ke arah depan, sehingga ubun -ubun
kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor yang
mempengaruhi ialah perubahan arah bidang PAP dan PBP, bentuk
jalan lahir yang melengkung, kepala yang bulatdan lonjong.

16
5) Defleksi
Ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini ialah lengkungan panggul sebelah
depan lebih pendek dari pada yang belakang. Pada waktu defleksi,
maka kepala akan berputar ke atas dengan suboksiput sebagai titik
putar (hypomochlion) dibawah symphisis sehingga berturut-turut lahir
ubun-ubun besar, dahi, muka dan akhirnya dagu.

6) Putaran paksi luar (external rotation)


Ialah berputarnya kepala menyesuaikankembali dengan sumbu
badan (arahnya sesuai dengan punggung bayi).
7) Expulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi
(Cunningham, 2005)

B. Konsep Oligohidramnion
1. Pengertian
Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada
pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong amnion 5 cm atau
kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia
kehamilan 41 minggu. Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc (manuaba, 2007),
atau juga didefinisikan dengan indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari
12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih.
(Dexa Media no.3 tahun 2007). Cairan ketuban atau cairan amnion adalah
cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini ditampung didalam kantung
amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin.
Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan oligohidramnion
bila pada pemeriksaan ultrasonografi diketahui total volume cairan amnion
<300 mL, hilangnya kantong vertikel tunggal yang berukuran 2 cm,
atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil sesuai usia
kehamilan.

17
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc.
Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena
pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan amnion
atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim (Sastrawinata, dkk,
2004:40). Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal
diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ
perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga dapat
menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan kriteria :
1) Jumlah kurang dari 500 cc
2) Kental
3) Bercampur mekonium
(Manuaba, dkk, 2007:500)
a. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal
agenesis (Khumaira, 2012:188).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah
secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usiagestasi tersebut.
Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang
meningkat ketuban pecah dini menyebabkan 50 % kasus
oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan
ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu
keluar kandung kemih atau uretra akan menurunkan keluaran urin
dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232). Sebab
oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang
kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini
(Marmi, ddk, 2011:111)

18
b. Klasifikasi Oligohidramnion

1) Oligohidramnion Awitan dini

Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan


amnion. Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi
saluran kemih janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir
pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu. Kebocoran kronik
suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume cairan dalam
jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan.
Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin (ACEI) dilaporkan
berkaitan dengan oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen
kasus berkaitan kasus berkaitan dengan anomali janin mampu
memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari
wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap
oligohidramnion midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan
kemudian mampu melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan
secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat dari 12 menjadi 13
persen.

2) Oligohidramnion pada tahap lanjut


Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35
minggu. Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm,
Casey dkk, mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari
6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi setelah minggu ke-34 di
Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatan-pengamatan
sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil
perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih karena “resiko
tinggi”, Magann, dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion (
indeks cairan kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit
intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel frekuensi
denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia
neonatus.

19
Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi
lebih dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya
kurang dari 5 cm. Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih
dari 5 cm, wanita dengan oligohidramnion memperhatikan peningkatan
resiko bermakna untuk seksio
c. Patofisiologis
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari
oligohidramnion. Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah
kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah,
kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari
golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan
kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2010:155).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan
hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).

20
Pathway Oligohidramnion

Gambaran klinis : Etiologi :


Oligohidramnion
1. Uterusnya akan 1. Insufisiensi
tampak lebih kecil dari plasenta
usia kehamilan
2. Kehamilan
2. Ibu merasa nyeri postterm
diperut pada setiap
pergerakan janin 3. Kelainan
kongenital
3. Djj sudah terdengar
pada bulan kelima dan
lebih jelas
Umur kehamilan

Belum aterm Aterm

1. Tirah baring

2. Hidrasi dengan Induksi persalinan Operatif dengan


kecukupan SC
cairan

3. Perbaikan
nutrisi Berhasil 1. Kesejahteraan
janin buruk
4. Pemantauan
kesejahteraan 2. Fetal distress
janin Spontan
VE 3. Induksi gagal
Forsep

Sumber. Khumaira,2012:188, Rukyah,2010:232-233 dan


Manuaba, dkk, 2007:500-501

21
d. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
 Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
 Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
2. Komplikasi terhadap janinya
Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadap janinnya:
a) Deformitas janin adalah:
 Leher terlalu menekuk-miring
 Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
 Deformitas ekstermitas
 Talipes kaki terpelintir keluar
b) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal
distress
c) Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus
dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air
ketuban
d) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi
kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia
sampai atelektase paru
e) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan kematian
janin intrauterin
f) Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya
hubungan langsung antara membran dengan janin sehingga
dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intrauterin.
Dapat dijumpai ektermitas terputus oleh karena hubungan atau
ikatan dengan membrannya.

22
e. Diagnosis oligohidramnion
Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion,
dan memastikan diagnosis oligohidramnion. Oligohidramnion dapat
dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau
indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. setelah 38 minggu volume
akan berkurang, tetapi pada postterm oligohidramnion merupakan penanda
serius apalagi bila bercampur mekonium. Amnionic fluid index (AFI) diukur
pertama dengan membagi uterus menjadi empat kuadran dengan
menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri, umbilikus untuk
kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong amnion di
setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas janin
diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI
normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion didefinisikan sebagai
kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm.
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop. Indikasi amnioskopi adalah:
1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
6) Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
1) Kekeruhan air ketuban
2) Pewarnaan dengan mekonium
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
1) Terjadi persalinan prematur
2) Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
3) Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
4) Terjadi infeksi asendens

23
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi
yang dapat menentukan:
1) Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
2) AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
3) AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion
(Manuaba, dkk, 2007:501)
f. Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan
tampak lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada
setiap pergerakan anak, sering berakhir dengan partus prematurus, bunyi
jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas,
persalinan lebih lama biasanya, sewaktu ada his akan sakit sekali, bila
ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
dan dari hasil USG jumlah air ketuban kurang dari 500 ml (Rukiyah dan
Yulianti, 2010:232-233).
g. Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi
kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin,
bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena
tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat
bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain
itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (Sistem otot) (Khumaira,
2012:189). Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin
kurang dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-
paru. Ada tiga kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
1) Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-
paru terhambat
2) Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
3) Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru (Khumaira, 2012:18)

24
h. Diagnosa banding
Menurut Sastrawinata dkk, (2005:41) diagnosa pada ibu yang mengalami
oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya.
i. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan
pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin
yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi
pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea
merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion (Khumaira,
2012:189). Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233) Penatalaksanaan
pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
Tindakan Konservatif :
1) Tirah baring.
2) Hidrasi
3) Perbaikan nutrisi.
4) Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST,
Bpp ).
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6) Amnion infusion.
7) Induksi dan kelahiran
Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan :
1) Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal
agar tetap dalam kondisi optimal.
2) Aterm : persalinan.
3) Post-term : Persalinan

25
2. Cairan Amnion
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar
dicairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion
mengandung banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan
amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung
zat seperti fosfat dan seng (Prawirohardjo, 2010:155).
Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban
dapat terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat
pada janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah
cairan ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti
hipoplasia paru, deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin
terhambat (PJT), prematuritas, kelainan letak dan kematian janin. Oleh
sebab itu, kelainan jumlah amnion yang terjadi oleh sebab apapun akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Wiknosastro, 2009:267).
a. Komposisi air ketuban
Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk oleh
sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk oleh
difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan
plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi pembentukan zat
tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian
besar air ketubannya dibentuk oleh:
 Sel amnionnya
 Air kencing janin
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak
7-14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc
dalam sehari (Manuaba, dkk, 2007:500)

26
Menurut Manuaba, dkk (2007:500) komposisi yang membentuk air ketuban
adalah:
1. Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier tetapi
bervariasi sebagai berikut:

a. Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu


b. Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar
800-1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150
cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion
2. Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air
ketuban yaitu
a. Ginjal janin sehingga dijumpai:
1) Urea
2) Kreatinin
3) Asam urat
b. Deskuamasi kulit janin
1) Rambut lanugo
2) Vernik kaseosa
c. Sekresi dari paru janin
d. Transudat dari permukaan amnion plasenta Komposisinya mirip
plasma maternal, komposisi umum air ketuban yaitu
1) Air sekitar 99%
2) Bahan sekitar organik 1%
3) Berat jenis 1007-1008 gram
e. Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
1) Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth Faktor
dalam bentuk Transforming Growth Faktor alfa. Fungsi kedua

27
hormon ini ikut serta menumbuh-kembangkan paru janin dan
sistem gastrointestinalnya.

2) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan endothelin-1


berfungsi untuk memberikan rangsangan pembentukan surfaktan
yang sangat bermanfaat saat bayi mulai bernapas diluar
kandungan. Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi tentang kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh
kembang janin intrauteri, kematangan paru, kemungkinan terjadi
infeksi intrauteri, asfiksia janin intrauteri-bercampur mekonium,
cairan amnion diambil melalui amniosentesis.

3) Sirkulasi air ketuban janin


Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan
oleh tiga komponen penting sebagai berikut:
 Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
 Jumlah produksi air kencing
 Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan
tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm mencapai 500
cc/hari.
(Manuaba, dkk, 2007:500)

C. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan (SOAP)

1. Definisi Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam

28
rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada
klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh
dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses
manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun
secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang
benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat,
efektif dan efisien.
2. Pendokumentasian menggunakan SOAP
Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah suatu sistem pencatatan dan
pelaporan informasi tentang kondisi dan perkembangan kesehatan pasien
dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan (Dokter, bidan,
perawat, dan petugas kesehatan lainnya).

Dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu hamil merupakan bentuk


catatan dari hasil asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada ibu hamil, yakni
mulai dari trimester I sampai dengan trimester III yang meliputi pengkajian,
pembuatan diagnosis kebidanan, pengidentifikasian masalah terhadap
tindakan segera, dan melakukan kolaborasi dengan dokter atau tenaga
kesehatan lain, serta menyusun asuhan kebidanan dengan tepat dan
rasional berdasarkan keputusan yang dibuat sebelumnya.

SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan


tertulis. Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan asuhan pasien
dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan.

Model SOAP sering digunakan dalam catatan perkembangan pasien.


Seorang bidan hendaknya mengguanakan SOAP setiap kali ia bertemu
dengan pasiennya. Selama antepartum, seorang bidan bisa menulis satu
catatan SOAP untuk setiap kunjungan, sementara dalam masa intrapartum,

29
seorang bidan boleh menulis lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam
satu hari. (Mufdilah, 2009).

Menurut Hellen Varney, alur berpikir saat menghadapi klien meliputi 7


langkah. Agar orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang
bidan melalui prosesberfikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk
SOAP, yaitu:

- S = SUBYEKTIF, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil


pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah1 varney.

- O = OBYEKTIF, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil


pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium.

- A = ANALISA, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa


dan interpretasi data subyektif dan data obyektif dalam suatu
identifikasi.

- P = PENATALAKSANAAN, yaitu menggambarkan pendokumentasian


dari tindakan dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan Assesment
(Varney, 2007)

3. Pentingnya melakukan pendokumentasian SOAP, Yaitu:


a. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan kebidanan yang
diberikan kepada pasien
b. Kemungkinan berbagai informasi diantara para pemberi asuhan
c. Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan
d. Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan
e. Memberikan data untuk catatan nasional, riset, dan statistic mortalitas
morbiditas.
f. Meningkatkan pemberi asuhan yanglebih aman dan bermutu tinggi
kepada klien.

30
4. Alasan SOAP digunakan sebagai pendokumentasian, yaitu:
a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan progresi informasi yang
sistematis yang mengorganisir penemuan dan konklusi bidan menjadi
suatu rencana asuhan
b. Metode ini merupakan penyulingan inti sari dari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan
pendokumentasian asuhan
c. SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu bidan dalam
mengorganisir pikiran bidan dan memberikan asuhan yang
menyeluruh.

31
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “L” G3P2A0H2 UMUR KEHAMILAN 40-


41MINGGU DENGAN OLIGOHIDRAMNION

DI RUANG VK BERSALIN RSUD KOTA MATARAM

PADA TANGGAL 30 OKTOBER 2018

Hari/Tanggal : Selasa, 30 Oktober 2018


Pukul : 09.00
Tempat : Ruang VK Bersalin
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
Biodata Istri Suami
Nama Ny. “L“ Tn. “N“
Umur 28 tahun 33 tahun
Agama Hindu Hindu
Suku / Bangsa Sasak / Indonesia Sasak / Indonesia
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan IRT Wiraswasta
Alamat Banjar Mantri, kec. cakranegara
No. Hp 087865912924
Tanggal Masuk Selasa, 30 Oktober 2018, pukul 09.00 Wita

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Ibu hamil 9 bulan dengan Oligohidramnion

32
b. Riwayat perjalanan penyakit
Ibu hamil 9 bulan mengatakan ia melakukan pemeriksaan USG di
klinik dokter spesialis kandungan pada tanggal 29-10-2018 dari hasil
pemeriksaan didapatkan cairan ketuban berkurang atau sedikit
kemudian ibu disarankan untuk segera dirawat di rumah sakit. Ibu
mengatakan rasa sakit pada perutnya hilang timbul, pengeluaran
lendir bercampur darah (-), pengeluaran cairan ketuban (-).
Kemudian ibu dirujuk ke VK Bersalin pada pukul 09.00 wita (30-10-
2018).
c. Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun

Siklus : 30 hari

Lama : 5 hari

Jumlah : 3 kali ganti pembalut

Flour albous : Tidak ada

Kelainan : Tidak ada

d. Riwayat Kehamilan Sekarang


Hamil ke :3

HPHT : 20-01-2018

Umur kehamilan : 40-41 minggu

Pergerakan fetus dalam 12 jam terakhir : lebih dari 10 kali

Imunisasi TT : TT3x

Jumlah Kunjungan ANC : 9x di Posyandu

Tablet Fe : 3 bungkus

33
e. Riwayat KB yang lalu
Lama menggunakan KB : 8 tahun

Jenis KB yang di gunakan : suntik 3 bulan

Rencana KB : suntik 3 bulan

f. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


Hamil UK Penolong Tempat Jenis Penyulit BBL JK Umur Ket.
Ke (bln) Persalinan Persalinan Persalinan (gr) Anak
H P N
1 9 Bidan BPS Normal - - - 3000 ♀ 5 thn Hidup
bln
2 9 Bidan BPS Normal - - - 3500 ♂ 2 thn Hidup
bln
Ini

g. Riwayat Penyakit Yang Pernah di Derita


1) Penyakit kardiovaskuler : Tidak Ada
2) Penyakit hipertensi : Tidak Ada
3) Penyakit diabetes : Tidak Ada
4) Penyakit hepatitis : Tidak Ada
5) Penyakit Ginjal : Tidak Ada
6) Penyakit kelamin/HIV/AIDS : Tidak ada
7) Penyakit malaria : Tidak Ada
8) Penyakit campak : Tidak Ada
9) Penyakit TBC : Tidak Ada
10) Penyakit anemia berat : Tidak Ada
11) Gangguan mental : Tidak Ada
12) Penyakit asma : Tidak Ada
13) Riwayat kembar : Tidak Ada
14) Lain-lain : Tidak Ada

34
h. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit jantung : Tidak Ada
2) Penyakit hipertensi : Tidak Ada
3) Penyakit diabetes : Tidak Ada
4) Penyakit Ginjal : Tidak Ada
5) Gangguan mental : Tidak Ada
6) Penyakit asma : Tidak Ada
7) Riwayat kembar : Tidak Ada
8) Kelainan congenital : Tidak Ada
9) Lain-lain : Tidak Ada
i. Riwayat kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Makan

Makan terakhir : Tanggal 30-10-2018, pukul 09.30 wita

Komposisi : roti

Porsi :-

Pantangan : Tidak ada

Kesulitan : Tidak Ada

Minum

Minum terakhir : Tanggal 30-10-2018, pukul 09.32 wita.

Jenis : Air gula dan air putih

Banyaknya : 1 gelas ( ±30 cc )

Kesulitan : Tidak Ada

35
b. Eliminasi
BAB terakhir : Tanggal 30-10-2018, pukul 05.30 wita

Konsistensi : Padat Lunak

Warna : Kuning

Masalah : Tidak Ada

BAK terakhir : Tanggal 30-10-2018, pukul 09.15 wita

Konsistensi : Cair

Warna : Kuning Jernih

Masalah : Tidak Ada

c. Istirahat
Istirahat terakhir : Tanggal 30-10-2018, pukul 01.00 wita

Lama : kurang lebih 3 jam

kesulitan : Tidak ada

j. Riwayat psikososial
Status Perkawinan : Nikah sah 1 kali

Lama Perkawinan : 8 Tahun

Pengambil Keputusan : Suami dan ibu

Dukungan keluarga : keluarga sangat mendukung kehamilan ini


bentuk dukungannya berupa dukungan moril
dan fisik (Mengantarkan ibu bersalin ke
rumah sakit)

Respon ibu : Ibu sangat senang dengan kehamilannya.

Kekhawatiran : Tidak ada

36
Beban kerja : Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Pendamping persalinan : Suami dan keluarga

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaraan : Composmentis
c. Emosi : Stabil
2. Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan sebelum hamil : 38 kg
Berat badan terakhir : 47 kg
Kenaikan BB selama hamil : 9 kg
LILA : 22,5 cm
IMT : 12,6 kg/m2
3. Tanda – Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg

N : 89 x/ menit

R : 22 x/ menit

S : 36,7oC ( Aksila )

4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan rambut
kulit kepala bersih, warna rambut hitam, distribusi merata, ketombe
(-), rambut rontok (-), luka / lesi (-), benjolan (-)
b. Wajah
Pucat (-), oedema (-)
c. Mata
Bentuk simetris, Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus
d. Mulut dan gigi
Bibir pucat (-) gusi berdarah (-),caries (-), gigi tidak ada berlubang

37
e. Leher
Bendungan vena jugularis (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
f. Payudara
Bentuk simetris, puting susu menonjol (+/+), ada hiperpigmentasi
g. Abdomen
1) Inspeksi :
Bekas luka operasi (-), linea nigra (+), striae (-),
2) Palpasi
a) Leopod I : TFU 31 cm, teraba bokong pada fundus
b) Leopod II : Teraba panjang dan datar (punggung janin) di
sebelah kiri perut ibu (puki) dan bagian kecil janin
(ekstremitas) disebelah kanan perut ibu.
c) Leopod III : Presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP
d) Leopold IV : teraba kepala 2/5 bagian
e) Kontraksi uterus : Belum ada
f) Auskultasi : DJJ (+), irama teratur 11-11-12, frekuensi
136x/menit
g) TBBJ : 3100 Gram
h. Ekstremitas atas dan bawah
Simetris, kuku jari tangan pucat (-), tangan edema (-/-), ekstremitas
bawah edema (-), varises (-/-), kuku jari kaki pucat (-)

i. Pemeriksaan genetalia eksternal


Vulva dan vagina : Tidak ada oedema

Pengeluaran vagina : air ketuban (-), lendir bercampur darah (-)

Perinium : Tidak ada jaringan parut

Anus : Tidak ada Hemoroid

38
j. Pemeriksaan dalam, tanggal 30-10-2018, pukul 09.10 wita.
VTØ 1 cm, eff 10 %, ketuban (+), presentasi kepala, denominator
belum jelas, penurunan kepala H1, tidak teraba bagian terkecil janin
atau tali pusat.

k. Pemeriksaan penunjang

Tanggal 30-10- 2018, pukul 09.31 wita

Darah :

- Hb : 11,9 gr/dl

C. Analisa

1. Diagnose

G3P2A0H2Uk 40-41 minggu, T/H/IU, presentasi kepala, keadaan umum


ibu dan janin baik dengan inpartu kala 1 fase laten dengan
oligohidramnion

2. Masalah

Tidak ada

3. Kebutuhan

Kolaborasi dengan dokter SpOG

D. Penatalaksanaan

Tanggal/waktu : 30-10-2018/ 09.30 wita

1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan, bahwa keadaan ibu dan janinnya
baik, dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 110 /70 mmHg, denyut
jantung janin baik (+) 136 x/menit dan hasil pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan 1 cm. (pemeriksaan dilakukan pada tanggal 30-10-2018, pukul
09.10 wita)

39
Ibu dan keluarga sudah mengerti dengan hasil pemeriksaannya

2. Melakukan informed consent kepada ibu dan keluarga mengenai tindakan


yang akan dilakukan yakni pemberian obat perangsang melalui cairan infuse
secara bertahap dalam mengatur tetesannya. Tindakan yang dilakukan ini
sesuai dengan advice dokter.

Ibu dan keluarga menyetujui tindakan yang akan dilakukan.

3. Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi ibu untuk memberikan


semangat serta dukungan moril pada ibu agar ibu siap untuk menghadapi
persalinan

Keluarga mengerti dan mau mendampingi ibu

4. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum yang cukup agar ibu memiliki
tenaga untuk mngedan. Ibu dapat mengkomsumsi nasi atau roti dan minum
yang manis-manis untuk menamnah energy seperti air gula, air putih atau
pocari sweat.

Ibu mengerti dan mau melakukan anjuran bidan

5. Menganjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman dengan miring kiri
tujuannya agar bayi ibu tidak sesak atau hipoksia dalam perut ibu dan
mempercepat proses penurunan kepala janin ibu.

Ibu mengerti dan mau melakukan anjuran bidan

6. Mempersiapkan persiapkan lingkungan, alat-alat dan bahan serta


perlengkapan ibu dan bayi :

a. Pesrsipkan lingkungan seperti, ruangan yang bersih dan nyaman,


pencahayaan yang cukup adanya sirkulasi udara dan tetap menjaga privasi
pasien.

40
b. Persipan alat dan bahan serta obat-obatan

- Alat : partus set, 1 buah gunting episiotomi, gunting tali pusat, 2 buah klem
Kelly, ½ kocher

- Hecting set : nalpuder, gunting benang dan jahitan, benang chromic,


pinset anatomis, pinset chirugis

- Bahan dan obat-obatan : kassa dan kapas secukupnya, betadine, klem tali
pusat, jarum jahit, oxycytosin, metergin, lidokain

c. Persiapan perlengkapan ibu dan bayi seperti : baju ibu, kain secukupnya,
sabuk, pakaian dalam,pembalut, pakain bayi, sarung tangan dan kaki, kain
bayi serta topi

Alat dan bahan serta persiapan ibu dan bayi sudah di siapkan

7. Melakukan observasi persalinan dan memantau kemajuan persalinan,


kesejahteraan ibu dan bayi. M.emantau kemajuan persalinan setiap 4 jam,
pemantauan kesejahteraan ibu meliputi tanda-tanda vital, kebutuhan nutrisi,
serta pengeluaran eliminasi ibu setiap 1 jam. Sedangkan pemantauan
kesejahteraan janin meliputi denyut jantung janin, moulase dan air ketuban
yang dilakukan setiap 1 jam pada fase laten sedangkan pada fase aktif
dilakukan setiap 30 menit.

41
TABEL OBSERVASI

TGL/ HIS DJJ TTV Pengeluaran Keluhan KET


JAM Pervaginam

Frek Lama Inten + Frek Irama TD N S R


/-
30/10 - - - + 136 11- 110 8 3 2 Lendir Ibu VTØ 1 cm, eff
/18 11-12 /70 9 6, 2 bercampur mengatak 10 %, selaput
09.00 7 darah an sakit ketuban (+)
pinggang presentasi
menjalar kepala
ke perut denominator
bagian belum jelas,
bawah penurunan
kepala di HI,
tidak teraba
bagian kecil
janin/ tali
pusat
10.00 - - - + 140 12- 8 2 Lendir Ibu
12-11 9 2 bercampur mengatak
darah an sakit
pinggang Observasi
menjalar
ke perut
bagian
bawah
11.00 - - - + 140 12- 8 2 Lendir Ibu
11-12 7 0 bercampur mengatak
darah an sakit Observasi
pinggang

42
menjalar
ke perut
bagian
bawah
12.00 - - - + 140 12- 8 2 Lendir Ibu
11-12 6 0 bercampur mengatak
darah an sakit
pinggang Observasi
menjalar
ke perut
bagian
bawah
13.00 1x 15 Lem + 148 12- 110 8 3 2 Lendir Ibu VTØ 1 cm, eff
ah 11-12 /80 8 6, 2 bercampur mengatak 10 %, selaput
8 darah an sakit ketuban (+)
pinggang presentasi
menjalar kepala
ke perut denominator
bagian belum jelas,
bawah penurunan
kepala di HI,
tidak teraba
bagian kecil
janin/ tali
pusat
14.00 1x 15 Lem + 144 12- 8 2 Lendir Ibu
ah 12-12 8 0 bercampur mengatak
darah an sakit
pinggang Observasi
menjalar
ke perut

43
bagian
bawah
15.00 1x 15 Lem + 144 12- 8 2 Lendir Ibu
ah 12-12 8 0 campur mengatak
darah an sakit
pinggang
menjalar observasi
ke perut
bagian
bawah
16.00 3x 35 Sed + 140 12- 110 8 3 2 Lendir Ibu VTØ 8 cm, eff
ang 11-12 /60 5 6, 0 campur mengatak 75%, selaput
7 darah an sakit ketuban
pinggang (+), teraba
menjalar kepala
ke perut denominator
bagian UUK di kanan
bawah depan
dan sudah penurunan
ingin kepala di HII ,
mengedan tidak teraba
bagian kecil
janin atau tali
pusat

44
16.20 3x 45 Kuat + 140 12- 120 8 3 2 Lendir Ibu VTØ 10 cm,
11-12 /80 2 6, 0 campur mengatak eff 100%,
7 darah dan air an sakit selaput
ketuban pinggang ketuban
menjalar (-), teraba
ke perut kepala
bagian denominator
bawah UUK di depan
dan sudah penurunan
ingin kepala di HIII+
mengedan , tidak teraba
bagian kecil
janin atau tali
pusat

KALA II
Tanggal : 30-10-2018
Pukul : 16.20 wita
Tempat : ruang Vk bersalin

A. Data Subyektif
1. Ibu mengatakan rasa sakit pada perutnya sudah semakin sring dan kuat
2. Ibu mengatakan rasa ingin buang air besar
3. Ibu mengatakan ada dorongan ingin meneran

B. Data Objektif
1. Keadaan umum ibu baik
2. Td 120/80 mmHg, N 82 x/menit, R 20x/menit, S 36,7°C

45
3. Pengeluaran lendi ercampur darah semakin banyak, dorongan intik meneran,
perineum menonjol, dan vulva membuka, serta anus membuka
4. His 3 x dalam 10 menit selama 45 detik intensitas kuat
5. Djj frekuensi 140 x/menit, irama 12-11-12
6. Pemeriksaan dalam
VTØ 10 cm, eff 100 %, ketuban (-), presentasi kepala, denominator ubun-
ubun kecil didepan, penurunan kepala HIII+, tidak teraba bagian terkecil janin
atau tali pusat.

C. Analisa
1. Diagnose : kala II
2. Masalah : tidak ada
3. Kebutuhan : tidak ada

D. Penatalaksanaan
1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan janin baik
dan hasil pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan lengkap atau 10 cm.
Ibu mengetahui hasil pemeriksaannya
2. Menjelaskan cara mengedan yang benar pada ibu yakni posisi setengah duduk
kemudian kedua lengan dimasukkan kedalam lipatan paha tarik hingga ke siku,
dagu menempel didada, pandangan menghadap ke perut, serta gigi dirapatkan
saat mengedan menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
3. Menolong persalinan sesuai APN
a. Memastikan perlengkapan alat dan obat-obatan untuk persalinan dan
penatalaksaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir
b. Memakai APD (apron, sepatu boot, masker, dan handscone)
c. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
d. Menggunakan sarung tngan DTT
e. Memasukkan oksitosin 10 IU ke dalam spuit 10 cc
f. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT

46
g. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
h. mendekontaminasi sarung tangan pada laruran klorin
i. Memeriksa denyut jantung janin
j. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap
k. Meletakkan handuk bersih diatas perut ibu
l. Meletakkan kain bersih 1/3 di bawah bokong ibu
m. Membuka partu set dan memastikan perlengkapan alat
n. Memakai sarung tangan steril
o. Saat kepala janin terlihat divulva 5-6 cm maka lindungi perineum dengan satu
tangan dengan dilindungi kain, tangan yang lain menahan belakang kepala
agar tidak defleksi terlalu cepat, membantu lahirnya kepala, menganjurkan ibu
untuk nafas cepat dan dangkal.
p. Memriksa adanya lilitan tali pusat, tidak terdapat lilitan tali pusat
q. Menunggu kepala bayi melakukan putar paksi luar
r. Setelah kepala melakukan putar paksi luar, memegang kepala bayi secara
biparietal , dengan lembut menggerakkan kepala bayi kearah bawah dan
distal untuk melahirkan bahu depan, dan menggerakkan ke atas dan distal
untuk melahirkan bahu belakang.
s. Setelah bahu lahir tangan kanan menjaga kepala, leher dan bahu bayi bagian
bawah dengan posisi ibu jari di leher dan keempat jari lainnya pada bahu dan
punggung anterior
t. Setelah badan lahir tangan kiri melakukan sanggah susur menelusuri kearah
bokong hingga tungkai bawah
u. Kemudian melakukan penilaian bayi, bayi pada saat lahir segera menangis,
warna kulit kemerahan ekstremitas biru
v. Mengeringkan kepala bayi mulai dari muka kepala dan bagian tubuh lainnya
tanpa membersihkan verniks menggunakan handuk tersebut dan mengganti
handuk dengan yang kering. Meletakkan bayi radiawarmer agar hangat.

47
APGAR SCORE
NO Aspek yang dinilai 1 menit Nilai 5 menit nilai
pertama kedua
1 Appearance Tubuh 1 Tubuh 2
(penampilan) kemerahan kemerahan
ekstrimitas
biru
2 Pulse (denyut Lebih dari 2 Lebih dari 2
jantung) 100x/menit 100x/menit
3 Grimace ( reaksi Menyeringai 1 Menyeringai 2
terhadap
rangsangan)
4 Activity (tonus otot) Lemah 1 Lemah 1
5 Respiration Teratur 2 teratur 2
(pernafasan)
Jumlah 7 9

Kala III
Tanggal : 30-10-2018
Puku :16.25 wita
Tempat : ruang vk bersalin

A. Data Subjektif
1. Ibu mengatakan senang atas kelahiran bayinya dengan selamat
2. Ibu mengatakan masih mules terasa pada perutnya

B. Data Objektif
1. Plasenta belum lahir
2. TFU sepusat
3. Uterus globuler

48
4. Adanya tanda-tanda pelepasan plasenta seperti tali pusat memanjang,
adanya semburan darah, uterus globuler
5. Kandung kemih kosong

C. Analisa
1. Diagnose : kala III
2. Masalah : tidak ada
3. Kebutuhan : tidak ada

D. Penatalaksanaan
Tanggal : 30-10-2018
Waktu : 16.27 WITA
1. Memberitahu ibu bahwa bayinya sudah lahir dengan selamat, plasenta belum
dilahirkan.
2. Melakukan manajemen aktif kala III
a. Memastikan tidak ada bayi ke 2 dengan meraba fundus uteri, tidak terdapat
bayi kedua
b. Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin 10 IU untuk membantu
mengeluarkan plasenta menjadi lebih cepat dan mencegah perdarahan
c. Menyuntikkan oksitosin pada paha kanan bagian luar secara IM
d. Menklem tali pusat 2-3 cm dari umbilukus bayi dan klem 2 cm dari klem
pertama
e. Setelah itu potong tali pusat diantara kedua klem dengan tetap melindungi
perut bayi agar tidak terkena gunting, selanjutnya menjepit tali pusat dengan
klem tali pusat.
f. Meletakkan bayi diatas radiant warmer
g. Menyelimuti bayi dengan kain hangat dan memasang topi bayi
h. Memindahkan klem hingga berjarak 3-10 cm dari vulva
i. Meletakkan satu tangan diatas kain pada tepi atas sympisis, sedangkan
tangan lain meregangkan tali pusat

49
j. Melakukan peregangan tali pusat terkendali, dengan tangan kanan dan
tangan kiri menekan tepi atas sympisis untuk megetahui pelepasan plasenta
k. Setelah ada tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu tali pusat semakin
memanjang, adanya semburan darah, uterus ibu globuler, tangan kiri
menekan uterus secar lembut ke arah dorso cranial kemudian plasenta
ditarik kearah bawah dan selanjutnya keatas sesuai dengan kurve jalan lahir
l. Setelah plasenta lahir keduan tangan meraih plasenta kemudian melakukan
gerakan memutar searah jarum jam hingga selaput ketuban terpilin
m. Massase selama 15 detik dengan cara tangan kiri berada diatas fundus
dengan gerakan memutar, kontraksi uterus baik bentuk membundar, keras
seperti batu
n. Memeriksa kelengkapan plasenta, plasenta lengkap amnion serta korion dan
selaputnya lengkap dan kotiledon berjumlah 20 buah
o. Memeriksa robekan jalan lahir, terdapat robekan jalan lahir derajat II yaitu
pada mukosa vagina,fauchete posterior, kulit perineum dan otot perineum.
Sudah dilakukan penjahitan tanpa menggunakan anestesi, teknik penjahitan
menggunakan teknik jelujur

Kala IV
Tanggal : 30-10-2018
Pukul : 16.30
Tempat : ruang bersalin

A. Data Subjektif
1. Ibu mengatakan perutnya masih mulas
2. Ibu mengatakan masih terasa nyeri pada pinggangnya
3. Ibu senang atas kelahiran bayinya
B. Data Objektif
1. Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis
2. Kontraksi baik
3. Kandung kemih kosong

50
4. Dilakukan penjahitan perinium
5. Jumlah perdarahan kurang lebih 75 cc
C. Analisa
1. Diagnose : kala IV
2. Masalah : tidak ada
3. Kebutuhan : tidak ada
D. Penatalaksanaan
1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan bayinya
baik dan jumlah perdarahan normal serta hasil pemeriksaan 110/80 mmHg,
kontraksi rahim ibu baik
2. Menjelaskan kepada ibu ketidaknyamanan yang dirasakan yakni perutnya
yang mulas adalah sesuatu yang normal karena otot rahim ibu yang
berkontraksi untuk mencegah terjadinya perdarahan dan kembali keukuran
semula seperti sebelum hamil.
3. Membersihkan ibu, melakukan vulva hygiene, membersihkan badan ibu
dengan air DTT, tempat tidur dan bekas darah dengan klorin 0,5%,
memasang underpad dibawah bokong ibu untuk memantau jumlah
perdarahan serta memasangkan kain panjang agar ibu merasa lebih
nyaman
4. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum yang banyak serta istirahat
sebentar agar kondisi ibu terasa lebih baik
5. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini seperti miring kiri dan miring kanan
agar sirkulasi darah menjadi lancar dan mempercepat pemulihan
6. Memberikan terapi pada ibu sesuai kebutuhan yakni amoxcilin 500 mg 3 x 1,
asam mefenamat 500 mg 3 x 1 metergin 3 x 1 dan sf 2 x 1
7. Melakukan pemantauan 2 jam post partum dengan memantau serta jumlah
perdarahan ibu.

51
TABEL PEMANTAUAN 2 JAM POST PARTUM
Jam Waktu TD N S TFU CUT Kandung Perdarahan
ke Kemih
I 16.45 100/80 80 36,5 2 jari baik Kosong ±10 cc
bawah
pusat
17.00 100/80 80 2 jari Baik Kosong ±10 cc
bawah
pusat
17.15 100/80 80 2 jari Baik Kosong ±10 cc
bawah
pusat
17.30 100/80 80 2 jari Baik Kosong ±5 cc
bawah
pusat
II 18.00 100/80 80 36,5 2 jari Baik Kosong ±5 cc
bawah
pusat
13.30 100/80 80 2 jari Baik Kosong ±5 cc
bawah
pusat

52
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Ny.”L”


G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41 minggu tidakditemukan kesenjangan antara tinjauan
teori dan tinjauan kasus sebagai berikut :

A. Data Subyektif (S)

Pada kasus Ny. “L” data subjektif yang dikaji sesuai dengan teori yang
ada dan data subjektif yang telah dikaji menunjang diagnosa. Ny. “L”
didiagnosa G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41 minggu dengan inpartu kala 1 fase
laten dengan Oligohidramnion, yakni ibu mengatakan HPHT pada tanggal 20-
01-2018. Kemudian ibu mengatakan rasa sakit pada perutnya hilang datang,
belum ada pengeluaran lendir bercampur darah, pengeluaran air(-) serta dari
hasil pemeriksaan penunjang yakni USG didapatkan jumlah cairan ketuban
sedikit atau hampir habis. Menurut teori Marks dan Divon (1992) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong
amnion 5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan
pada usia kehamilan 41 minggu. Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana
air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc (manuaba, 2007), atau
juga didefinisikan dengan indeks cairan amnion 5 cm atau kurang dari 12% dari
511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau lebih.

B. Data Obyektif (O)

Berdasarkan data objektif didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital ibu


dalam batas normal dengan TD: 110/70 mmHg, S: 36,7 , RR: 22x/menit, N :
89x/menit. Hasil pemeriksaan Leopod I : TFU 31 cm, teraba bokong pada
fundus, Leopod II : Teraba panjang dan datar (punggung janin) di sebelah kiri
perut ibu (puki) dan bagian kecil janin (ekstremitas) disebelah kanan perut ibu,
Leopod III : Presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP, Leopold IV :teraba

53
kepala 2/5 bagian, Kontraksi uterus : belum ada, Auskultasi : DJJ (+), irama
teratur 11-11-12, frekuensi 136x/menit, TBBJ :3100 Gram.

Pemeriksaan dalam, tanggal 30-10-2018, pukul 09.10 wita.

VTØ 1 cm, eff 10 %, ketuban (+), presentasi kepala, denominator belum jelas,
penurunan kepala H1, tidak teraba bagian terkecil janin atau tali pusat.

C. Analisa (A)

Pengkajian yang ditemukan, penulis menegakkan diagnosa


Ny.”L”G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41 minggu dengan inpartu kala 1 fase laten
dengan Oligohidramnion

Hal ini sesuai dengan pengkajian data yang sudah dilakukan yaitu Pada
data subyektif didapatkan ibu mengatakan ini kehamilannya yang ketiga, HPHT
20-01-2018. Selain itu ibu mengatakan belum ada pengeluaran lendir
bercampur darah, pengeluaran air ketuban (-), rasa sakit pada perut hilang
datang. Serta hasil pemeriksaan USG didapatkan jumlah air ketuban berkurang
atau sedikit.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif tersebut, antara teori dengan


praktek sudah sesuai. Yang dimana menurut teori Marks dan Divon (1992)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa
index kantong amnion 5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari
511 kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu. Oligohidramnion adalah suatu
keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc
(manuaba, 2007), atau juga didefinisikan dengan indeks cairan amnion 5 cm
atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu
atau lebih.

D. Penatalaksanaan (P)

Berdasarkan diagnosa yang ada maka penatalaksanaan mandiri yang


dilakukan Ny.“L” adalah melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis

54
kandungan yaitu advice dokter pemasangan infuse RL 500 ml, pemberian
oxytocsin mulai dari 8 tpm, observasi persalinan. Pemberian oxytocsin
dikarenakan pembukaan hanya 1 cm dan his tidak adekuat.

Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan


pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan
memastikan diagnosis oligohidramnion. Oligohidramnion dapat dicurigai bila
terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4
kuadran kurang dari 5 cm. setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi
pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila
bercampur mekonium. Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan
membagi uterus menjadi empat kuadran dengan menggunakan linea nigra
sebagai divisi kanan dan kiri, umbilikus untuk kuadran atas dan bawah.
Diameter maksimum vertikal kantong amnion di setiap kuadran yang tidak
mengandung tali pusat atau ekstremitas janin diukur dalam sentimeter; jumlah
pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI normal adalah 5,1-25 cm, dengan
oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion
karena lebih dari 25 cm. Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat
dilakukan tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop. Indikasi
amnioskopi adalah:

1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu


2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
6) Kehamilan post date
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi yang
dapat menentukan:
1) Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
2) AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
3) AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion

55
(Manuaba, dkk, 2007:501)
Pada penatalaksanaan kasus Ny “L” pada saat persalinan sudah dilakukan
sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal tetapi pada saat bayi lahir bayi
langsung menangis, warna tubuh kemerahan, A-S: 7-9 bayi tidak segera
dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) bayi diletakkan di Median Warmer.
Pada pengkajian data saat di Ruang VK Bersalin RSUD Kota Mataram
dilakukan pengkajian sesuai dengan pengkajian data di teori dan di lahan, begitu
juga dengan asuhan yang diberikan, sesuai dengan diagnosa, masalah dan
kebutuhan pasien.

56
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan kebidanan Persalinan Patologi pada Ny.”L”
G3P2A0H2Umur Kehamilan 40-41minggu dengan Oligohidramnion di ruang VK
Bersalin RSUD Kota Mataram, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif pada kasus
‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41
minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada tanggal 30
Oktober 2018”.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data obyekif pada kasus
‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41
minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada tanggal 30
Oktober 2018”.
c. Mahasiswa mampu menganalisa atau assasment yang sesuai pada
kasus‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41
minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada tanggal 30
Oktober 2018”.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan secara menyeluruh pada
kasus ‘‘Asuhan kebidanan pada Ny “L” G3P2A0H2Usia Kehamilan 40-41
minggu dengan Oligohidramnion di RSUD Kota Mataram pada tanggal 30
Oktober 2018”.

B. Saran
1. Bagi Institusi Praktik
Mengharapkan Institusi lahan tetap mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kebidanan
khususnya.

57
2. Bagi Instansi Pendidikan
Mengharapkan instansi pendidikan meningkatkan kualitas mahasiswa D-IV
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Mataram sehingga siap mengeluarkan
tenaga – tenaga bidan yang kompeten pada bidangnya nanti.

3. Bagi Mahasiswa
Mengharapkan mahasiswa menambah keterampilan dan pengetahuan
mahasiswa, dan memberi peluang bagi mahasiswa untuk menerapkan teori –
teori yang diperoleh di institusi pendidikan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, 2008. Pedoman penyelenggaraan pelayanan obstetri neonatal


emergensi komperhensif (PONEK) 24 jam Manuaba.I.B.G..2001.

Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta:EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.


Hal 155-156,267-269,277

Khumaira. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Tim ; Yogyakarta


Rukyah.2010. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal.TIM; Yogyakarta
Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin
A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal.677-680.
Syaifuddin.A.B., dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal,2002.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo Bekerjasama dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi – POGI

59

Anda mungkin juga menyukai