Anda di halaman 1dari 21

KAIDAH/KEYAKINAN AGAMA

TERHADAP MANUSIA

Dr. Muslihun Muslim, M.Ag.


(Dosen IAIN Mataram dan anggota FKUB NTB)
Materi
 Kaidah/Keyakinan Agama terhadap
Manusia
 Pengertian manusia
 Komponen penting dalam diri manusia
 Tugas manusia dengan agama
 Hakikat, martabat, dan tanggung jawab
manusia
PENGERTIAN MANUSIA
 Siapakah manusia itu bagaimanakah kedudukannya
dalam realitas atau jagad raya ini, dalam kesluruhan yang
ada ini, dalam kesuluruhan dunia ini dan terhadap
Tuhannya. Demikian pertanyaan yang meliputi pikiran para
filosuf, termasuk Max Scheler. Pertanyaan ini adalah
pertanyaan abadi karena pada dasarnya terkandung dalam
hati setiap insan sepanjang masa.
 Manusia adalah barang yang tidak terpisah, selalu
berhubungan dengan apa pun juga. Kita tidak dapat
mengerti siapakah manusia itu, kecuali:
 sebagai serba terhubung dengan segala sesuatu,
 dengan mengakui kesatuannya dengan segala sesuatu,
 dengan menunjuk hubungannya dengan semesta alam
Lanjutan
 Meminjam istilah filsafat modern dari total
Eksistensialis Gabriel Marcel, maka caranya
manusia itu berada dapat disebut:
 ‘etre-au-monde’ (ada di dunia)
 ‘etre incarne’ (ada yang mendaging)
 Geist-in-welt’ (ruh di dunia)
 Sementara, Fredrich Hegel: Manusia itu
‘berdialektik’
Lanjutan
 Pengungkapan ilmu pengetahuan dengan
gamblang mengakui bahwa manusia adalah:
 Binatang yang berpikir (animal rationale)
 Makhluk beragama (homo religius)
 Makhluk berekonomi (homo economicus)
 Hewan didik (animal educandum)
 dll
Beda Manusia dan Binatang
 A. Zaki Yamani dalam bukunya “Syariat Islam yang
Abadi Menghadapi Tantangan Zaman”
mengatakan: Ciri khas yang membedakan manusia
dan binatang adalah masalah agama dan bukan
pada akal budi. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa pada makhluk hewan juga ditemukan unsur
akal budi, hanya saja ukurannya jauh lebih kecil dan
jauh dari sempurna.
 Pandangan anti Tuhan telah menurunkan martabat
manusia ke tingkat kebinatangan walaupun akal
budinya dikembnagkan dengan hebat melalui
berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
KOMPONEN PENTING DALAM DIRI MANUSIA
 Komponen penting dalam diri manusia adalah
jasmani dan rohani
 Kodrat dan fitrah manusia itu adalah rohani-jasmani
 Dengan fitrah manusia yang jasmani itu manusia
dapat melaksanakan pemenuhan kebuthannya yang
bersifat fisik.
 Fitrah manusia yang rohaniah menyebabkan
manusia bisa mengadakan abstraksi, dapat mengerti
dan memahami (insight) segala sesuatu yang ada
yang mungkin ada. Bahkan sampai kepada causa
prima daripada segala yang ada di dunia ini, yaitu
Allah.
TUGAS MANUSIA DALAM
PERSPEKTIF AGAMA
 Khalifah atau pemimpin di muka bumi
 Pemelihara alam semesta
 Meyakini dan mengamalkan ajaran
agama
 Mendidik anak-anak dan keturunan
 dll
Agama Sebagai Fenomena Sosial yang
Bersifat Empiris, maka Peran Agama adalah:
 Agama sebagai Perekat Sosial
 Teori yang lahir dari pendekatan fungsionalis empirik
ini menghasilkan kesimpulan definitif bahwa agama
berperan sebagai perekat sosial dalam masyarakat.
Tokohnya adalah Emile Durkheim.
 Agama dan Konflik
 Secara umum masing-masing agama memiliki dua sifat
sekaligus yang saling bertentangan, yaitu (1) ajaran
tentang hidup damai; dan (2) pembagian diri dari
kelompok yang dapat mengakibatkan konflik. Konflik
sosial dalam banyak kasus telah menjadi sisi lain (other
side of the coin) dari kohesi sosial keagamaan.
Lanjutan
 Agama sebagai Motif dan tindakan Sosial
 Dengan pendekatan empiriss interpretatif
(verstehende), Max Weber telah mengambil kesimpulan
bahwa antara agama (doktrin) memiliki korelasi positif
dengan tindakan sosial individu dalam masyarakat.Ini
artinya, agama berfungsi menjadi motif sosial individu
dalam berinteraksi.
Lanjutan
 Agama sebagai Sumber Keterasingan dan legitimasi Sosial
 Dengan pendekatan fungsionalisme yang bersifat
materialistik, Karl Mark mencoba melihat peran agama secara
negatif. Bagi marx, agama merupakan sumber keterasingan
masyarakat dari dunia sosialnya.
 Agama sebagai Konstruksi Sosial
 Dengan pendekatan dialektika internalisasi, eksternalisasi
dan objektivikasi dalam melihat fakta sosial agama, Peter L.
Berger telah mengambil kesimpulan bahwa agama berperan
dalam mngkonstruks dunia sosial (soail construction). Ini
artinya, agama tidak semata-mata berfungsi sebagai
pemelihara dunia, tetapi justru yang lebih penting adalah
sebagai pembangun dunia.
Lanjutan
 Dalam analisis teoritisnya Berger melihat agama yang datang
dari langit suci (wahyu) ketika berada dalam dunia sosial
menjadi sekumpulan makna, nilai-nilai dan pandangan dunia
(worl view) transenden yang berproses (berubah) dan
dimiliki oleh individu ketika berinteraksi sosial dengan
dunianya yang sekuler.
 Agama sebagai Simbol Masyarakat Sipil
 Sebagai simbol perekat masyarakat sipil yang kemudian
melahirkan teori agama sipil (civil religion), Robert N. Bellah
menganalisis pentingnya peran agama menjadi kekuatan
integrasi dalam masyarakat mdern yang kehilanagan nilai-
nilai agama yang menggereja (institusi).
HAKIKAT, MARTABAT, DAN TANGGUNG JAWAB
MANUSIA
 Dalam definisi klasik, manusia disebut “animal
rationale”, yang artinya hewan yang berbudi. Filsafat
modern menyebut manusia: “Geist in Welt” atau “Esprit
Incarne. Dengan kata “hewan berbudi” tidaklah
diartikan bahwa manusia itu benar-benar sama saja
dengan hewan, hanya ditambah dengan budi. Memang
manusia mempunyai aspek-aspek yang mirip (tidak
sama) dengan budi hewan, akan tetapi tidak hanya satu
aspek saja.
 Dalam aksi-reaksi biologis ada persamaan, tetapi aksi-
reaksi psikologis sangat berbeda. Bagi manusia, sudut
biologis itu hanya merupakan suatu momentum saja
dalam totalitas atau keseluruhan hidup manusia.
Lanjutan
 Dalam definisi “Geist in Welt, maka in Welt berarti di
dunia, tetapi tidak seperti uang dalam kantong atau
kucing dalam karung. Bahwa manusia itu dipandang
dari satu sudut betul-betul berada sebagai barang di
dunia.
 In Welt, di dunia dan kenyataannya manusia berada
di dunia tidak seorang malaikat yang hanya melulu
rohaniah, melainkan betul-betul sebagai barang
duniawi. Ia melekat di dunia ini,, bersatu dengan
barang-barang lainnya, seakan-akan merupakan
jaringan hidup dengan barang-barang itu.
Lanjutan
 Aspek ini juga dititikberatkan pada definisi ketiga:
“Esprit Incarne”, roh yang telah menjelama
menjadi daging. Dengan ini dimaksudkan bahwa
manusia itu betul-betul bersifat jasmani.
 Walaupun manusia itu dapat disejajarkan dengan
barang-barang lain, tetapi ada juga jurang
pemisah yang sangat lebar. Barang-barang
material yang bukan manusia biasa disebut
‘sebutir’, ‘seekor’, dan sebagainya, tetapi tak pernah
kita berbicara tentang ‘sebutir bayi’, atau ‘sebuah
wanita’ atau ‘seekor pemudi’ atau ‘sebatang
pemuda’.
Apakah yang Menyebabkan
Manusia Lebih Istimewa dari Alam?
 Jawabannya adalah karena akal budinya,
kesadarannya. Kita sadar bahwa manusia
memiliki, menguasai, dan memasikan diri sendiri.
Kesadaran itu merupakan kesempurnaan yang
tidak dimiliki oleh barang-barang atau makhluk
lainnya di dunia.
 Dasar dari kesempurnaan itu ada dua hal:
 Cipta atau budi manusia
 Karsa atau kemauan manusia.
AKU ini ADA dan AKU ini AKU
 Manusia itu bukan hanya ada, melainkan juga
mengerti bahwa ia ada. Ia sadar tentang dirinya
sendiri, ia memiliki diri sendiri, seolah-olah dirinya
sendiri itu ada di dalam tangannya. Bila ia bergerak
atau berbuat sesuatu hal,maka ia sendirilah yang
menjadi subyek yang bergerak atau berbuat ini dan
itu. Dia mengerti, mengalami dan merasa: akulah yang
berbuat demikian. Memang dalam tiap-tiap perbuatan
manusia mengalami diri sendiri. Jadi, inilah
pengalaman yang menjadi dasar pokok bagi segala
perenungan kita: AKU ini ADA dan AKU ini AKU.
Lanjutan
 Jadi manusia itu adalah “rohani-jasmani”, yangberati
dua aspek dalam satu kesatuan atau kebulatan, suatu
‘dwi-tunggal’ yang tak dapat dipisah-pisahkan. Hal
inilah yang disebut ‘kodrat manusia’ (nature= the
intrinsic principle of activity, the essence).
 Dalam ajaran Islam eksistensialis daripada fitrah
manusia yang rohaniah ini mempunyai unsur
tanggungjawab ibadah kepada Allah, dalam bentuk
zakat fitrah di samping zakat harta dari setiap
manusia dalam tiap tahun.
Beragam Definisi Manusia
 Manusia adalah makhluk yang berbadan. Badannya
bersatu dengan realitas sekitarnya yang menyebabkan
ia bisa berjalan, bertindak dan sebagainya.
 Manusia itu bukanlah hanya kesadaran belaka.
Manusia adalah eksistensi. Eks artinya keluar, sistensia
berarti berdiri. Jadi eksistensi berarti: beridiri sebagai
diri sendiri dengan keluar dari diri sendiri. Dengan
demikian, manusia adalah ia sendiri, ia mengalami
dirinya sebagai pribadi. Di samping itu manusia tidak
hanya sibuk dnegan dirinya, tetapi ia juga sibuk
dengan dunia luar.
Referensi
 Burhanudin Salim, Filsafat Manusia: Antropologi
Metafisika (Jakarta: Bina Aksara, 1988).
 Moh. Soehadha, Metodologi Penelitian Sosiologi
Agama (Kualitatif) (Jogjakarta: Teras, 2008).
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai