Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN HIPEBILIRUBIN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak

Perseptor Klinik : Ns. Galih Putih Adilasari, S.Kep

Pembimbing Akademik: Isrofah,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

SELFIANA (1423003101)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINATOLOGI RSI PEKAJANGAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak

Telah dilakukan laporan pendahuluan

Tanggal 30 Oktober 2023

Oleh

Selfiana

1423003101

Diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Prseptor Klinik

Isrofah S.Kep.,Ns.,M.Kep Ns. Galih Putih Adilasari, S.Kep


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator untuk menentukan
derajat kesehatan masyarakat. AKB merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal
pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1.000
kelahiran hidup. Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah
pada masa neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Kebanyakan bayi baru
lahir mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi
menunjukkan bahwa lebih dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya (Badan Pusat
Statistik, 2021). Menurut WHO (2019) sebanyak 7000 Bayi baru lahir di dunia
meninggal setiap harinya (Indonesia: 185/hari, dg AKN 15/1000 Kelahiran
hidup), tiga perempat kematian neonatal terjadi pada minggu pertama terjadi pada
umur 0-6 hari, dan 40 meninggal dalam 24 jam pertama (Sulendri, 2021).
Hiperbilirubinemia ini menduduki urutan pertama selanjutnya RDS
(respiratory distress syndrome) dan asfiksia, BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah).
Ikterus merupakan kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata
pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan
selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinemia). Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi
pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Hal ini adalah
keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi akan mengalami
ikterus yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan tata laksana yang
benar untuk mencegah kesakitan dan kematian).Hiperbilirubinemia merupakan
peningkatan kadar bilirubin pada ikterus neonatorum setelah adanya hasil
laboratorium mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
ikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan
keterbelakangan mental (Sulendri, 2021).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan dari laporan pendahuluan ini untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada bayi dengan hiperbilirubin
a. Tujuan Khusus
1) Mampu mengetahui definisi dari hiperbilirubin
2) Mampu mengetahui etiologi dari hiperbilirubin
3) Mampu mengetahui patofisiologi dari hiperbilirubin
4) Mengetahui Pathway hiperbilirubin
5) Mampu mengetahui tanda dan gejala dari hiperbilirubin
6) Mampu mengetahui pengkajian dari hiperbilirubin
7) Mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari
hiperbilirubin
8) Mampu mengetahui rencana asuhan keperawatan dari hiperbilirubin
9) Mampu mengeetahui Discharge Planning hiperbilirubin
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Hiperbilirubin merupakan kondisi yang sering ditemui pada bayi baru lahir
pada awal kehidupan. Hiperbilirubin didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin
di dalam darah. Secara klinis, hiperbilirubin ini mudah dideteksi dengan adanya
warna kuning pada sklera mata dan kulit yang disebut jaundice. Kejadian
hiperbilirubin terutama terjadi pada minggu pertama kelahiran (Kusumaningsih,
2023).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubin) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus (Ridho,2021).
2. Etiologi
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
b. Gangguan pengambilan dan transportasi bilirubin dalam hati
c. Gangguan konjugasi bilirubin
d. Penyakit hemolitik, yaitu meningkatkan kecepatan pemecahan sel darah
merah.
e. Gangguan transportasi akibat peurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu,
f. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah. Seperti:
infeksi toxoplasma dan sifilis (Ridho, 2021).
3. Patofisiologi
Bilirubin merupakan hasil pemecahan sel darah merah (erythrocyte). Ketika
sel darah merah pecah, hemoglobin akan terlepas dan beredar secara bebas di
dalam darah. Hemogobin ini akan dipecah menjadi heme dan globin. Selanjutnya
Globin akan digunakan kembali oleh tubuh. Sedangkan heme akan dipecah
menghasilkan biliverdin yang selanjutnya pada proses biokimia akan dipecah lagi
menjadi bilirubin yang belum terkonjugasi (bilirubin indirek). Sifat dari bilirubin
indirek ini adalah larut dalam lemak (lipofilik).
Bilirubin indirek memerlukan proses konjugasi di liver agar berubah menjadi
bilirubin yang larut dalam air. Pala proses tersebut, maka bilirubin indirek ini
harus berikatan dengan albumin untuk dibawa ke liver. Itu sebabnya jika albumin
rendah, maka bisa menghambat proses transport bilirubin ini. Bilirubin indirect
yang sudah berada di liver akan diambil oleh hepatosit (sel liver). Selanjutnya
glucoronyl transferase mengkonjugasi bilirubin dengan enzim uridine
diphosphogluconurate glucuronosyltransferase (UCT) membuatnya menjadi larut
dalam air.
Proses ekskresi bilirubin direct melalui urin dan feses. Pada jalur urin.
bilirubin direct akan dirubah menjadi urobilin dan mengikuti aliran darah menuju
sirkulasi yang selanjutnya mengikuti jalur ekskresi melalui ginjal. Sedangkan pada
saluran pencernaan, bilirubin direk akan dibawa ke kandung empedu. Selanjutnya
dari empedu, bilirubin direk akan diekskresi ke duodenum melalui ductus billiaris
yang menghubungkan kandung empedu dengan duodenum. Selanjutnya di usus,
bilirubin terkonjugasi ini akan dirubah menjadi stercobilin oleh flora normal usus.
Selanjutnya bilirubin yang ada di usus sampai dengan menjadi feses dan dibuang
melalui anus. Hal ini yang menyebabkan feses berwarna kuning.
Pada janin di dalam kandungan, Bilirubin yang melalui feses berupa bilirubin
diglucuronide. Bilirubin ini masuk meconium di saluran pencernaan tetapi tidak
dapat dihilangkan dari tubuh karena janin dalam kandungan biasanya tidak buang
air besar. Enzim beta glukoronidase yang ada di bross boarder luminal usus kecil
janin, dilepaskan ke dalam lumen usus, di mana ia mendekonjugasi bilirubin
glukuronida kembali menjadi bilirubin indirek (bilirubin tak terkonjugasi)
kemudian diserap kembali dari saluran usus dan masuk kembali ke sirkulasi janin
(Kusumaningsih, 2023).
4. Pathway

5. Tanda dan Gejala


a. Kulit berwarna kuning samapi jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap berkurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/ kulit dan membran mukosa (Ridho, 2021)
6. Pengkajian hiperbilirubin
Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi),
reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/
tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan
mengelupas, sklera mata kuning, perubahan warna urine dan feses.
1) Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
2) Peningkatan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat
menyebabkan maturitas pada organ dansalah satunya hepar, neonatus
dengan berat badan lahir rendah, hipoksia danasidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score
rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia sertaasidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Pemeriksaan fisik
a. Kepala-leher : Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b. Dada : Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihatpergerakan dada yang abnormal.
c. Perut : Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
d. Ekstremitas : Kelemahan pada otot.
e. Kulit : Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala
danleher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta
badanbagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada
kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning
terjadi pada daerahkepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai,
tangan dan kaki.
f. Pemeriksaan neurologis : Letargi, pada kondisi bilirubin indirek
yang sudah mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan
kejang-kejangdan penurunan kesadaran.
g. Urogenital : Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang
sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
5) Hasil Laboratorium
Kadar bilirubin 12mg/ dl pada cukup bulan. Pada bayi premature,
kadar bilirubin mencapai 15mg/dl (Ridho, 2021).
7. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) diagnosa keperawatan yang
muncul sebagai berikut :
1) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake
2) Ikterik neonatus berhubungan penurunan berat badan
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek terapi radiasi
8. Intervensi keperawatan
DX Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
1
selama 3x24 jam, hipovelemia dapat  Periksa tanda dan gejala
teratasi dengan kriteria hasil: hipovolemia
1. Kekuatan nadi meningkat  Monitor intake dan cairan
2. Turgor kulit meningkat Nursing :
3. Outpun urine meningkat  Hitung kebutuhan cairan
Edukasi :
 Anjurkan memperbanyak cairan
Colaboration :
 Kolaborasi pembeian cairan IV
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
2
selama 3x24 jam diharapkan fungsiional  Monitor ikterik pada sklera dan
neonatus dapat membaik dengan kulit bayi
menunjukan kriteria Hasil :  Monitor efek samping fototerapi
1. Berat badan meningkat Terapeutik
2. Sklera kuning menurun  Siapkan fototerapi lampu dan
3. Membran mukosa kering menurun inkubator atau kotak bayi
 Lepaskan pakaian bayi kecuali
popok
 Berikan penutup mata pada bayi
 Ukur jarak antara lampu dan
permukaan kulit bayi (30 cm /
tergantung spesifikasi lampu
fototerapi)
 Biarkan tubuh bayi terpapar
sinar
Edukasi
 Anjurkan ibu menyusui sekitar
20- 30 menit
 Anjurkan ibu menyusui sesering
mungkin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemeriksaan darah
vena bilirubin direk dan inderek
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
3
selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan  Identifikasi penyebab gangguan
kulit atau jaraingan membaik dengan kulit integritas
menunjukan kriteria Hasil : Terapeutik
1. Elastisitas membaik  Gunakan produk berbahan
2. Hidrasi membaik ringan/alami pada kulit sensitif
3. Perfusi jaringan membaik Edukasi
 Anjurkan mnum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi (ASI)
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

9. Discharge Planning
1) Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-
gangguan kesadaran seperti: kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2) Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa. selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3) Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4) Menasehatkan pada ibu mempertimbangkan pemberhentian untuk ASI dalam
hal mencegah peningkatan bilirubin.
5) Mengajarkan tentang perawatan kulit
a. Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
b. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah
sekitar kulit yang rusak.
c. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
d. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena
mengakibatkan lecet
e. Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena
bab dan bak.
f. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37-38 celsius)
g. Perawatan tali pusat / umbilikus
h. Mengganti popok dan pakaian bayi
i. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan,
kontak dengan sesuatu yang baru
j. Cara menyusui
k. Imunisasi (Ridho, 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaningsih.dkk. 2023. Asuhan Keperawatan Anak dengan Kelainan Kongenital dan


Bayi Resiko Tinggi. Jambi: Sonpedia Publishing Indonesia.
Ridho. 2021. Perawatan pada Bayi dengan Hiperbilirubin. Gowa: Pustaka Taman Ilmu.
Sulendri, Nyoman. Dkk. 2021. Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian Ikterus Bayi
Hiperbilirubinemia Di Rsia Puri Bunda Denpasar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Bina Usada.
Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SLKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai