Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN IKTERIK NEONATUS


( HIPERBILIRUBINEMIA )
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I Dosen
Pengampu: Elmie Muftiana, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

1. M. Fahim Halwani S (2063139)


2. Redina Indiartanti (20631913)
3. Erma Puspa Mardalina (20631925)
4. Unika Audya Hapsari (20631956)
5. Eneng Setiawan (20631937)
6. Cindi Ameilia (20631924)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS A
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2022

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hiperbilirubin merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik akibat tingginya kadar bilirun dalam darah.
Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak.
Hiperbilirubin dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Secara fisiologis bayi mengalami
kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada derajat satu dan dua (<12mg/dl), dapat diatasi
dengan pemberian intake ASI yang adekuat dan sinar matahari pagi kisaran jam 7.00-9.00
selama 15menit. Secara patologis bayi akan mengalami kining diseluruh tubuh atau derajat
tiga sampai lima (>12mg/dl), di indikasikan untuk pemberian fototerapi, jika kadar bilirubin
>20mg/dl maka bayi akan di indikasikan untuk transfusi tukar. Pemberian fototerapi akan
berdampak pada bayi, karena fototerapi memancarkan sinar intensitas tinggi yang dapat
berisiko cedera bagi bayi yaitu pada mata dan genitalia, juga bayi dapat berisiko mengalami
kerusakan intensitas kulit, dan Activate hipertermi. Perawat berperan penting dalam
pemberian fototerapi untuk mencegah terjadinya dampak fototerapi pada bayi, yaitu monitor
intake ASI yang adekuat, memasangkan penutup mata dan genitalia bayi. komplikasi dari
hiperbilirrubinemia yaitu kern ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom neurologi
yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak sehingga otak
mengalami kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang kejang dan penurunan kesadaran
serta bisa berakhir dengan kematian. (Prasitnok et al., 2017)
Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak disebabkan oleh
kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir, kelainan kongenital
hyperbilirubin. Bayi baru lahir di sebut juga neonatus merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan
penyesuaian diri dari kehidupan intraurine ke kehidupan ekstrauterine (Dewi, 2011).
Sekitar 60% neonatus yang sehat mengalami ikterus. Pada umumnya, peningkatan kadar
bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Namun beberapa kasus
berhubungan dengan dengan beberapa penyakit, seperti penyakit hemolitik, kelainan
metabolisme dan endokrin, kelainan hati dan infeksi. Pada kadar lebih dari 20 mg/dL,
bilirubin dapat menembus sawar otak sehingga bersifat toksik terhadap sel otak. Kondisi
hiperbilirubinemia yang tak terkontrol dan kurang penanganan yang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang berat seperti kern ikterus akibat efek toksik bilirubin pada sistem saraf pusat
(Kosim. 2012)
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia, harus dapat perhatian yang tepat. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan hiperbilirubinema, dapat dilakukan dengan Monitor ikterik
pada sclera dan kulit bayi, identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gentasi dan berat
badan, monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali, monitor efek samping fototerapi
(mis. hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%), siapkan
lampu fototerapi dan ikubator atau kotak bayi, lepaskan pakian bayi kecuali popok, berian
penutup mata (eye protector/biliband), ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi
(30cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi), biaran tubuh bayi terpapar sinar
fototerapi secara berkelanjutan, ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK, gunakan
linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin, anjurkan ibu menyusui
sekitar 20-30 menit, anjurkan ibu menyusui sesering mungkin, kolaborasi pemeriksaan darah
bilirubin direk dan indirek (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir (neonatus) dengan ikterik neonatus atau
dikenal dengan hierbilirubinemia?

1.3. Tujuan
- Mampu melakukan pengkajian data secara akurat dari berbagai sumber yang
berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir
- Mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin terjadi
- Mampu melaksanakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan

1.4. Manfaat
- Mampu mengetahui tentang perawatan atau asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir

BAB II
KAJIAN TEORI

A Definisi
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran,
berusia 0-28 hari. Neonatus memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi yaitu
pematangan pada setiap organ agar neonatus dapat menyesuaikan diri dari kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstrauterin (Marmi , 2015). Menurut Departeman Kesehatan Republik
Indonesia (2016) Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari, pada masa
tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem.
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus menguning setelah 24 jam
kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk kedalam sirkulasi (PPNI, 2017). Ikterik
neonatus atau penyakit kuning adaalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada
warna kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya bilirubin dalam darah
(Mendri, 2017). Ikterik neonatus adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat
daripada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan
mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera,
selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan hasil
penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses
yang dilakukan oleh tubuh manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil
penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan
Buang air kecil (BAK) (Marmi, 2015).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana ditandai
dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia menjadikan
kadar bilirubin mengalami peningkatan dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-
fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus ( Mathindas, dkk , 2013 ).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ikterik neonatus adalah warna
kuning yang terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat
kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan, dan terjadi
karena bilirubin tidak terkonjugasi oleh hepar, sehingga tidak dapat dieksresikan dari tubuh
dan menumpuk pada darah, bila tidak 8 ditangani dengan tepat dapat menimbulkan
terjadinya kern ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin indirek
pada otak.

B Etiologi
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa
factor. Secara garis besar etiologi ikterik neonatus(PPNI, 2017) :
a Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, >15%
pada bayi cukup bulan)
b Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d Usia kurang dari 7 hari
e Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)

Nelson, (2011), secara garis besar etiologi dari Ikterus Neonatus dapat disebabkan oleh faktor
berikut :
a Produksi yang berlebihan
Hal ini merupakan hal yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b Gangguan dalam proses "uptake" dan konjugasi hepar
Gangguan ini disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar).
Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam "uptake" bilirubin ke sel hepar
c Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat sulfafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Selain itu, peningkatan produksi kadar bilirubin dalam darah dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut :
1) Polychetemia (peningkatan jumlah sel darah merah)
2) Isoimmun Hemolytic Disease
3) Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4) Keracunan obat (hemolisis kimia, salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5) Hemolisisekstravaskuler
6) Cephalhematoma
7) Gangguan fungsi hati : defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaudience ASI
8) Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin;
lahir prematur, asidosis. (Sumber: IDAI, 2011)

C Manifestasi Klinis
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut (Ridha, 2014):
a Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin
b Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam. 11
d Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan 12,5 mg% pada
neonatus kurang bulan.
e Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi kurang 36 mg,
defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala,
hipoglikemia, hiperkarbia.

D Klasifikasi
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Ikterik
Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a. Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau ketiga dan tampak
jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik
fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern icterus. Bayi tampak biasa,
minum baik, berat badan naik biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak
lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas,
kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b. Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama kehidupan:
serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih
dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang
bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan, ikterik yang 10 disertai dengan
proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Beberapa
keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan darah ibu dan anak
seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6 Phostat
Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit,karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti
solfonamida, salisilat, sodium benzoate, gentamisin, dan sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit hiscprung,
stenosis, pilorik, meconium ileus dan sebagainya.

E Patofisiologis
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional (fisiologis) atau
manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima persen dari bilirubin yang ada
pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin sitokorm, katalase
dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang hancur akan menghasilkan 35 mg
bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam
bentuk bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan
mengikat 16 mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka ,
bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus. Yang memudahkan terjadinya
hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/ hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 9 2000 g),
Infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin.
Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada neonates, bilirubin
direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus karena belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecah bilirubin berhasil dan menjadi ilirubin indirek yang kemudian
masuk kedalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi.
BAB II
KONSEP ASKEP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, nomer registrasi, tanggal masuk
RS, dan diagnose medis.
b) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, hubungan, alamat, agama, dan pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak lemah, urine
berwarna pekat, dan BAB berwarna pucat.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada
kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang
ditandai dengan tangisan melengking.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan darah Rh atau A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan
metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM
d) Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir
rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus
dengan APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala-leher
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
b) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan dada
yang abnormal.
c) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik.
d) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
e) Kulit
Menurut rumus Kramer apabila a) Kuning terjadi di daerah kepala dan leher termasuk
ke grade satu, b) Kuning pada daerah kepala serta badan bagian atas digolongkan ke
grade dua, c) Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai
termasuk ke grade tiga, d) Grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian
atas dan bawah, serta kaki dibawah tungkai, sedangkan e) Grade 5 apabila kuning
terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.
f) Neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan serebral, maka
akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang menjadi gold standard adalah pemeriksaan bilirubin. Kadar bilirubin
indirek (larut dalam lemak/tak terkonjugasi) tidak melewati 12 mg/dl pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan, dan kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari.
5. Penatalaksanaan
Beberapa cara yang akan dilakukan untuk menurunkan kadar bilirubin bayi antara lain:
 Terapi cahaya (fototerapi)
Bayi akan ditempatkan di bawah lampu khusus yang memancarkan sinar dalam
spectrum hijau-biru. Sinar ini akan mempercepat konjugasi bilirubin sehingga
dapat larut dan dikeluarkan melalui urin dan feses. Saat terapi sinar, bayi hanya
akan menggunakan popok dan patch pelindung mata. Semakin banyak sinar
terpapar dengan kulit, semakin cepat proses konjugasi berlangsung.
 Perbanyak minum air
Bayi yang kekurangan cairan akan cenderung menjadi kuning (breast feeding
jaundice). Bayi dengan terapi sinar juga akan mengalami penguapan yang lebih
tinggi, sehingga kecukupan minum harus dipenuhi.
 Transfusi tukar
Terapi ini sudah jarang dilakukan. Terapi ini akan dibutuhkan bila kadar bilirubin
meningkat sangat tinggi dan umumnya dibutuhkan pada kuning yang disebabkan
oleh ketidak-cocokan golongan darah si kecil dan ibu.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterik neonatus b.d penurunan abnormal d.d kulit kuning, sclera kuning, membrane
mukosa kuning
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan pigmentasi d.d kerusakan
jaringan/lapisan kulit
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi d.d penurunan BB
4. Hipertermia b.d penggunaan incubator d.d suhu tubuh diatas nilai normal

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosis Keperawatan Luaran dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. D.0024 L.10098 I.03091


Ikterik Neonatus Adaptasi Neonatus Fototerapi Neonatus

Definisi: Ekspektasi: Definisi:


Kulit dan membran mukosa Membaik Memberikan terapi sinar
neonatus menguning setelah 24 fluorescent yang ditujukan
jam kelahiran akibat bilirubin Kriteria Hasil: kepada kulit neonatus untuk
tidak terkonjugasi masuk 1. Berat badan menurunkan kadar bilirubin.
kedalam sirkulasi. 2. Membran mukosa kuning
3. Kulit kuning Tindakan:
Faktor Risiko: 4. Sklera kuning Observasi
1) Penurunan berat badan 5. Prematuritas - Monitor ikterik pada
abnormal (>7-8% pada 6. Keterlambatan sklera dan kulit bayi
bayi baru lahir yang pengeluaran feses - Identifikasi kebutuhan
menyusu ASI, >15% pada 7. Aktivitas ekstremitas cairan sesuai dengan
bayi cukup bulan) 8. Respons terhadap stimulus usia gestasi dan berat
2) Pola makan tidak sensorik badan
ditetapkan dengan baik - Monitor suhu dan tanda
3) Kesulitan transisi ke vital setiap 4 jam sekali
kehidupan ekstra uterin - Monitor efek samping
4) Usia kurang dari 7 hari fototerapi (mis.
5) Keterlambatan hipertermi, diare, rush
pengeluaran feses pada kulit, penurunan
(mekonium) berat badan lebih dari
8-10%)
Terapeutik
- Siapkan lampu
Gejala dan Tanda Mayor:
fototerapi dan
Subjektif
inkubator/kotak bayi
(tidak tersedia) - Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
Objektif
- Berikan penutup mata
1. Profil darah abnormal
(eye protector/biliband)
(hemolisis, bilirubin serum
pada bayi
total >2mg/dL, bilirubin
- Ukur jarak antara
serum total pada rentang
lampu dan permukaan
risiko tinggi menurut usia
kulit bayi (30
pada mormogram spesifik
cm/tergantung
waktu)
spesifikasi lampu
2. Membran mukosa kuning
fototerapi)
3. Kulit kuning
- Biarkan tubuh bayi
4. Sklera kuning
terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
- Ganti segera alas dan
popok bayi jika
BAB/BAK
- Gunakan linen
berwarna putih agar
memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
- Anjurkan ibu menyusui
sekitar 20-30 menit
- Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk dan
indirek
2. D.0192 L.14125 I.11353
Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan
Ekspektasi: Definisi:
Definisi: Meningkat Mengidentifikasi dan
Kerusakan kulit (dermis merawat kulit untuk
dan/atau epidermis) atau Kriteria Hasil: menjaga keutuhan,
jaringan (membran mukosa, 1. Elastisitas kelembaban, dan mencegah
kornea, fasia, otot, tendon, 2. Hidrasi perkembangan
tulang, kartilago, kapsul sendi 3. Perfusi jaringan mikroorganisme.
dan/atau ligamen). 4. Kerusakan jaringan
5. Kerusakan lapisan kulit Tindakan:
Penyebab: 6. Kemerahan Observasi
1. Perubahan sirkulasi 7. Hematoma - Identifikasi penyebab
2. Perubahan status nutrisi 8. Pigmentasi abnormal gangguan integritas
(kelebihan/kekurangan) 9. Suhu kulit kulit (mis. perubahan
3. Kekurangan/kelebihan 10. Sensasi sirkulasi, perubahan
volume cairan 11. Tekstur status nutrisi,
4. Suhu lingkungan yang penurunan kelembaban,
ekstrem suhu lingkungan
5. Efek samping terapi radiasi ekstrem, penurunan
6. Perubahan pigmentasi mobilitas)
7. Perubahan hormonal Terapeutik
8. Kurang terpapar informasi - Ubah posisi tiap 2 jam
tentang upaya jika tirah baring
mempertahankan/melindun - Bersihkan perineal
gi integritas jaringan dengan air hangat,
terutama selama
Gejala dan Tanda Mayor: periode diare
Subjektif - Hindari produk
(tidak tersedia) berbahan dasar alkohol
Objektif pada kulit kering
1. Kerusakan jaringan Edukasi
dan/atau lapisan kulit - Anjurkan
meningkatkan asupan
Gejala dan Tanda Minor: nutrisi
Subjektif - Anjurkan menghindari
(tidak tersedia) terpapar suhu ekstrem
Objektif - Anjurkan mandi dan
1. Nyeri menggunakan sabun
2. Perdarahan secukupnya
3. Kemerahan
4. Hematoma

3. D.0019 L.03030 I.03119


Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi

Definisi: Ekspetasi: Definisi:


Asupan nutrisi tidak cukup Membaik Mengidentifikasi dan
untuk memenuhi kebutuhan mengelola asupan nutrisi
metabolisme. Kriteria Hasil: yang seimbang
1. Kekuatan otot menelan
Penyebab: 2. Serum albumin Tindakan:
1. Ketidakmampuan menelan 3. Verbalisasi keinginan Observasi
makanan untuk meningkatkan nutrisi - Identifikasi status nutrisi
2. Ketidakmampuan 4. Pengetahuan tentang - Identifikasi alergi dan
mencerna makanan pilihan makanan/minuman
3. Ketidakmampuan yang sehat intoleransi makanan
mengabsorbsi nutrien 5. Pengetahuan tentang - Identifikasi kebutuhan
4. Peningkatan kebutuhan standar asupan nutrisi yang kalori dan jenis nutrisi
metabolisme tepat - Identifikasi perlunya
5. Faktor ekonomi (mis. 6. Penyiapan dan penggunaan selang
finansial tidak mencukupi) penyimpanan nasogastric
6. Faktor psikologis (mis. makanan/minuman yang - Monitor berat badan
stres, keengganan untuk aman - Monitor hasil
makan) 7. Diare pemeriksaan
8. Berat badan laboratorium
Gejala dan Tanda Mayor: 9. Tebal lipatan kulit trisep Terapeutik
Subjektif 10. Membran mukosa - Berikan makanan tinggi
(tidak tersedia) serat untuk mencegah
Objektif konstipasi
1. Berat badan menurun - Berikan makanan tinggi
minimal 10% dibawah kalori dan tinggi protein
rentang ideal - Hentikan pemberian
makanan melalui selang
Gejala dan Tanda Minor: nasogastric jika asupan
Subjektif oral dapat ditoleransi
1. Cepat kenyang setelah Edukasi
makan - Anjurkan diet yang
2. Kram/nyeri abdomen diprogramkan
3. Nafsu makan menurun Kolaborasi
Objektif - Kolaborasi dengan ahli
1. Bising usus hiperaktif gizi untuk menentukan
2. Otot pengunyah lemah jumlah kalori dan jenis
3. Otot menelan lemah nutrien yang dibutuhkan
4. Membran mukosa pucat jika perlu
5. Sariawan
6. Diare

4. D.0130 L.14134 I.15506


Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia

Definisi: Ekspetasi: Definisi:


Suhu tubuh meningkat diatas Membaik Mengidentifikasi dan
rentang normal tubuh. mengelola peningkatan suhu
Kriteria Hasil: tubuh akibat disfungsi
Penyebab: 1. Menggigil termoregulasi
1. Dehidrasi 2. Kulit merah
2. Terpapar lingkungan panas 3. Kejang Tindakan:
3. Proses penyakit (mis. 4. Akrosianosis Observasi
infeksi, kanker) 5. Konsumsi oksigen - Identifikasi penyebab
4. Peningkatan laju 6. Pucat hipertermia (mis.
metabolisme 7. Dasar kuku sianotik dehidrasi, terpapar
5. Respon trauma 8. Hipoksia lingkungan panas,
6. Aktivitas berlebihan 9. Suhu tubuh penggunaan inkubator)
7. Penggunaan inkubator 10. Suhu kulit - Monitor suhu tubuh
- Monitor keluaran urine
Gejala dan Tanda Mayor: - Monitor komplikasi
Subjektif akibat hipertermia
(tidak tersedia) Terapeutik
Objektif - Sediakan lingkungan
1. Suhu tubuh diatas nilai yang dingin
normal - Longgarkan/lepaskan
pakaian
Gejala dan Tanda Minor: - Berikan cairan oral
Subjektif - Ganti linen setiap hari
(tidak tersedia) atau lebih sering jika
mengalami
Objektif hyperhidrosis (keringat
1. Kulit merah berlebih)
2. Kejang - Lakukan pendinginan
3. Takikardi eksternal (mis. selimut
4. Takipnea hipotermia/kompres
5. Kulit terasa hangat dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu

Anda mungkin juga menyukai