Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GGK/A

(GAGAL GINJAL KRONIS/AKUT)


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 2

Dosen Penganmpu : Elmie Muftiana, S.Kep.,Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :
1. Nur Azizah (20631958)

2. Irfani Yahya Ardinata (20631929)

3. Elli Wahyuni (20631921)

4. Redina Indiartanti (20631913)

5. Aulia Agne Elmaghfiroh (20631907)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2022/2023

i
ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan
petunjuk untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya kami
sekelompok tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah diberikan kepada
kelompok kami.
Makalah ini memuat tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS/AKUT”. Tema yang akan dibahas di


makalah ini sengaja dipilih oleh Dosen Pembimbing kami untuk kami pelajari
lebih dalam. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mendalami materi ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
Pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Meski makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku
penyusun mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.

Ponorogo, 27 Oktober 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv

BAB I.................................................................................................................................5

PENDAHULUAN..............................................................................................................5

A. Latar Belakang..........................................................................................................5

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................6

C. Tujuan Penulisan......................................................................................................6

BAB II................................................................................................................................7

PEMBAHASAN................................................................................................................7

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis/Akut...........................................................................7

B. Etiologi.....................................................................................................................8

C. Patofisiologi..............................................................................................................8

D. Manifestasi Klinis...................................................................................................10

E. Penatalaksanaan......................................................................................................12

F. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................14

G. Komplikasi.............................................................................................................17

BAB III............................................................................................................................18

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................18

A. Pengkajian Keperawatan........................................................................................18

B. Masalah Keperawatan............................................................................................20

C. Intervensi Keperawatan..........................................................................................20

iv
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31

v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi
faktor genetik, lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan,
minum, seks, kerja, istirahat, hingga pengelolaan kehidupan emosional.
Status kesehatan tersebut dapat menjadi rusak bila keseimbangan zat gizi
dalam tubuh terganggu (Santoso,2012).
Gagal ginjal adalah ketidakmampuan ginjal untuk
mengekskresikan zat sisa (sampah) tubuh, memekatkan urine, dan
menyimpan elektrolit. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Margareth & Rendy, 2012: 30).
Penyakit yang muncul pada anak bisa disebabkan oleh beberapa
penyebab, baik karena bawaan sejak lahir (konginetal) yang diturunkan
dari orangtua secara genetik yang didapatkan anak karena fungsi
imunnitasnya masih belum tebentuk sempurna. Salah satu dari penyakit
yang dapat diderita malfungsi organ ginjal ; organ ginjal yang tidak
terbentuk dengan sempurna sehingga kehilangan fungsinya, mauoun
fungsi organ ginjal anak. Penyebab penyakit gagal ginjal pada anak
tersebut dapat menyebabkan bertambah buruknya konsidi anak dan bisa
berlanjut pada gagal ginjal kronis, sehingga dibutuhkan penanganan
khusus pada anak yang menderita gagal ginjal kronik tersebut.
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh,
mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur keseimbangan asam
basa darah, ekresi bahan buangan dan kelebihan garam (Dewi,2015).
Apanila terjadi gagal ginjal kronis menyebabkan ginjal tidak bisa
mengeluarkan ureum sehingga terjadilah penumpukan ureum didalam
darah, maka akan terjadi sindrom uremia. Sindrom uremia ini akan
menyebabkan peradangan mukosa saluran cerna, sehingga pada pasien

6
yang mengalami gagal ginjal kronis akan merasakan anoreksia, mual,
muntah (Corwin, 2008).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal
kronik diantaranya dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis merupakan
proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid dalam larutan
berdasarkan perbedaan laju dufusi melalui membrane semipermeabel.
Terdapat 3 Metode dialisis yang kini digunakan yaitu dialisis peritoneal,
hemodialisis dan hemofiltrasi. Sedangkan transplantasi ginjal adalah
pencangkokan ginjal yang dapat diperoleh dari donor kerabat yang masih
hidup yang biasanya berasal dari orangtua atau saudara atau dari donor
cadaver yang diperoleh dari pasien yang sudah meninggal yang
keluarganya telah menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal tersebut
(Wong, dkk, 2009: 1202).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis gagal ginjal kronis/akut pada anak?

2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan gagal ginjal kronis/akut pada


anak?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan


umum penulisan dalam karya tulis ini adalah untuk mengetahui konsep
medis dan asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronis pada
anak.
2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui Konsep Medis gagal ginjal kronis/akut pada


anak
2) Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan etiologi dari gagal
ginjal kronis/akut pada anak

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis/Akut


Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu
kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun),
sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa
minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal (Price & Wilson, 2012: 912)
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba yang biasanya, tidak dapat seluruhnya, revesibel (arief
Mansjoer,1999).
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai
dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam bahkan beberapa hari)
laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai akumulasi nitrogen sisa
metabolisme 9ureum dan kreatinin) (Sarwono,2001).
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) merupakan suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara
cepat (biasanya hitungan dalam beberapa hari) yang menyebabkan
azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerolus(LFG) yang
menurun dengan cepat yang menyebabkan kadar kreatini serum meningkat
sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10
mg/dl/hari dalam beberapa hari (Medicastore,2008).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia atau dikenal

8
dengan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Margareth &
Rendy, 2012: 30).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (end stage
renal disease atau ESRD) terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu
mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal di
bawah kondisi normal. Akumulasi berbagai substansi biokimia dalam
darah yang terjadi karena penurunan fungsi ginjal yang menimbulkan
komplikasi seperti retensi produk sisa, retensi air dan natrium,
hiperkalemia, asidosis metabolik, gangguan kalsium dan fosfor, anemia
dan gangguan pertumbuhan (Wong, dkk 2012: 555).

B. Etiologi
Gagal ginjal pada bayi dan anak sering terjadi akibat anomaly
ginjal atau traktus urinarius congenital seperti : hipoplasia atau dysplasia
ginjal, penyakit ginjal kistik dan kelainan ureter, katup vesikoureter dan
uretra.
Refluks vesikoureter bertekanan tinggi akibat obstruksi dapat
menghancurkan ginjal in utero. Refluks minor akibat inkompetensi katup
vesikoureter pun mampu menambah kerentanan terhadap infeksi ginjal,
dan pielonefritis berulang dengan parut ginjal merupakan penyebab gagal
ginjal kronik yang lazim pada anak semua usia.
Neurogenik bladder, suatu masalah lazim pada anak dengan spina
bifida, kadang-kadang disertai dengan cedera ginjal berat karena refluks
dan infeksi. Penyakit glomerulus tidak lazim ditemukan pada masa bayi
tetapi merupakan penyebab gagal ginjal yang semakin sering sesudah usia
beberapa tahun pertama. Ginjal juga dapat ikut terkena pada penyakit
sistemik, seperti : lupus atau sindrom hemolitik-uremik.
Kadang-kadang penyebab gagal ginjal kronik pada anak adalah :
nekrosis korteks karena anoksia ginjal, obat nefrotoksik, dan racun serta
kesalahan metabolisme bawaan seperti sistinosis dan hipereoksaluria
kongenital (Rudolph, dkk 2014: 1478).

9
C. Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran
darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi,
penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau
traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi
vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki
sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan
tandatanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat
ditangani
Pada awalnya beberapa penyakit ginjal terutama menyerang
glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain menyerang
tubulus ginjal atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim
ginjal (nefrosklerosis) sehingga menyebabkan suplai darah ke ginjal turun
maka laju filtrasi glomerulus menurun sehingga menyebabkan seseorang
menderita gagal ginjal kronis, akibatnya sekresi protein terganggu, retensi
natrium dalam darah, dan sekresi eritropoetin turun. Bila proses penyakit
tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur
dan diganti dengan jaringan parut. Bila nefron terserang penyakit, maka
seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja normal. Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat
berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat
dipertahankan lagi.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah sehingga
terjadi sindrom uremia yang jika tidak dikeluarkan oleh tubuh lewat urin
maka akan mempengaruhi keseimbangan asam basa, tertimbunnya
urokrom dikulit dan prepospatemia.
Gangguan keseimbangan asam basa akan memicu asam lambung
naik memicu terjadinya iritasi pada lambung dan menyebabkan seseorang
mengalami nyeri abdomen, mual, muntah dan perdarahan saluran cerna
sehingga diagnosa keperawatan yang muncul adalah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Salah satu akibat dari sindrom uremia

10
adalah tertimbunnya urokrom di kulit. Urokrom yang tertimbun di kulit
dapat menyebabkan seseorang dengan gagal ginjal kronik mengalami
perubahan pada warna kulit yang terlihat lebih gelap. Perpospatemia
adalah salah satu dampak dari sindrom uremia jika tidak ditangani.
Perpospatemia menyebabkan pruritus maka diagnosa keperawatan yang
muncul gangguan integritas kulit.

D. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal akut (GGA/ARF) biasanya ditandai dengan :

1) Meningkatnya urea darah dan kreatinin serum semasa


pengawasan bersiri
2) Berkurangnya pengeluaran air kencing

3) Ciri-ciri kelebihan cairan, seperti feriferal dan oedema


pulmonari
4) Hiperkalemia, asidosis dan anemia

5) Kadang-kadang mungkin terdapat gejala dan


ciri-ciri perikarditis

Manakala oliguria (isipadu kecing <400mls/24J) adalah biasa, ARF


bukan oliguria pula didapati bertambah dan lebih kerap, terutamanya bagi
klien yang mengalami luka terbakar teruk dan bagi klien yang cedera
ginjal disebabkan oleh agen nefrotoksik (Shaukat, 2009).
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam
peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction),
sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda
dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis menurut Pranata &
Prabowo (2014: 198).
1) Ginjal dan gastrointestinal Sebagai akibat dari hiponatremi
maka timbul hipotensi,mulut kering, penurunan turgor kulit,
kelemahan, dan mual kemudian terjadi penurunan

11
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat.
Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan.
Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas
adalah terjadinya penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi.
2) Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
3) Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi
dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis,
ulserasi, dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga
disertai parotitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti
seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
4) Integumen Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan,
kering dan ada scalp. Selain itu biasanya juga menunjukkan
adanya purpura, ekimosis, petechie, dan timbunan urea
pada kulit.
5) Neurologis Biasanya ditunjukkan dengan adanya
neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki.
Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG
menunjukkan adanya perubahan metabolik encephalophaty.
6) Endokrin Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido,
amenorrhea, dan gangguan siklus menstruasi pada wanita,
penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosteron
dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
7) Hematopoitiec Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel
darah merah, trombositopenia (dampak dari dialysis), dan
kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada

12
system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis dan petechie).
8) Musculoskeletal Nyeri pada sendi dan tulang,
demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan kalsifikasi
(otak, mata, gusi, sendi, miokard).

E. Penatalaksanaan
Menurut Wong, dkk (2009) Pada gagal ginjal yang bersifat
ireversibel, tujuan penatalaksanaan medis antara lain meningkatkan fungsi
ginjal sampai taraf maksimal, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam batas biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi
sistemik dan meningkatkan kualitas kehidupan hingga taraf seaktif dan
senormal mungkin bagi anak tersebut.
1) Pengaturan diet

Tujuan diet pada gagal ginjal adalah memberikan kalori dan protein
yang cukup bagi pertumbuhan anak sekaligus membatasi kebutuhan
ekskresi pada ginjal, meminimalkan penyakit tulang metabolik, dan
meminimalkan gangguan cairan dan elektrolit. Asupan natrium dan air
biasanya tidak dibatasi kecuali bila terdapat gejala edema dan
hipertensi, dan asupan kalium umumnya tidak dibatasi. Asupan fosfor
harus dikendalikan melalui pengurangan asupan protein dan susu
untuk mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan kalsium
atau fosfor. Kadar fosfor dapat dikurangi lebih lanjut dengan
pemberian karbonat per oral yang berikatan dengan fosfor menurunkan
absorpsi gastrointestinal dan menurunkan kadar fosfat serum.
2) Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal

a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal


akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan
caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ;

13
menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu
penyembuhan luka.
b. Transplantasi

Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien untuk


menjalani hidup yang relative normal dan merupakan bentuk terapi
pilihan untuk anak-anak yang menderita gagal ginjak kronik.
Ginjal untuk ditransplan diperoleh dari dua sumber yaitu donor
kerabat yang masih hidup (living related donor/ LDR) yang
biasanya berasal dari orangtua atau saudara kandung, atau donor
kadaver, yaitu yang berasal dari pasien yang sudah meninggal atau
yang sudah mengalami kematian otak yang keluarganya yang
menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang sehat
tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah kelangsungan hidup
jaringan yang dicangkokkan dalam jangka waktu lama dengan
melindungi jaringan yang secara antigen serupa dengan jaringan
yang terdapat pada resipien dan dengan menekan mekanisme imun
resipien.
c. Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama


pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang
paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien
dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ;
SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti
resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau
melalui retensi enema.
d. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat


badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin

14
dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine,
drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.

Menurut Lemone, dkk (2014: 1068) mengatakan bahwa dalam


mempertahankan nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan gizi kalori
protein adalah fokus penatalaksanaan nutrisi selama tahap awal gagal
ginjal kronik. Saat fungsi ginjal menurun, eliminasi air, zat terlarut, dan
sisa metabolik rusak. Akumulasi zat sisa ini dalam tubuh memperlambat
perkembangan kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia, dan
membantu mencegah komplikasi.
Tidak seperti karbohidrat dan lemak, tubuh tidak dapat menyimpan
kelebihan protein. Protein dalam makanan yang tidak dipakai dipecah
menjadi urea dan sisa nitrogen lainnya, yang kemudian dieliminasi oleh
ginjal. Makanan kaya protein juga mengandung ion anorganik seperti ion
hydrogen, fosfat, dan sulfit yang dieliminasi oleh ginjal. Asupan protein 31
harian 0,6 g/kg berat badan tubuh atau sekitar 40 g/hari untuk rata-rata
pasien pria, memberikan asam amino yang dibutuhkan untuk perbaikan
jaringan. Protein harus mempunyai nilai biologis tinggi, kaya asam amino
esensial. Asupan karbohidrat ditingkatkan untuk mempertahankan
kebutuhan energi dan memberikan sekitar 35 kkal/kg per hari.
Asupan air dan natrium diatur untuk mempertahankan volume
cairan ekstraseluler pada kadar normal. Asupan air 1-2 L per hari biasanya
dianjurkan untuk mempertahankan keseimbangan air. Natrium dibatasi
hingga 2 g per hari pada awalnya. Batasan air dan natrium yang lebih ketat
dapat dibutuhkan pada saat gagal ginjal memburuk. Pasien diinstruksikan
untuk memonitor berat badan tiap hari dan melaporkan kenaikan berat
badan lebih dari 2,3 kg selama periode 2 hari.
Pada stadium 4 dan 5, asupan kalium dan fosfor juga dibatasi.
Asupan kalium dibatasi hingga kurang dari 60 hingga 70 mEq/hari (asupan
normal dalam sekitar 100 mEq/ hari). Pasien diperingatkan untuk
menghindari pemakaian pengganti garam. Yang biasanya berisi kadar

15
kalium klorida tinggi. Makanan tinggi fosfor mencakup telur, produk susu,
dan daging.

F. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnoasa gagal ginjal kronis (Pranata & Prabowo, 2014:
201):

1) Biokimiawi.
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum
dan kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk
mengetahui fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine
clearance (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi gnjal
(renal function test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal

2) Urinalisis.

Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi


pada ginjal atau ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi
pada jaringan parenkim ginjal

3) Ultrasonografi.

Ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan


memberikan informasi yang mendukung untuk menegakkan
diagnosa gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.

Menurut Lemone, dkk (2016: 1067) pemeriksaan diagnostik


digunakan baik untuk mengidentifikasi gagal ginjal kronik maupun
memonitor fungsi ginjal. Sejumlah pemeriksaan dapat dilakukan untuk

16
menentukan penyebab gangguan ginjal. Ketika diagnosis ditegakkan,
fungsi ginjal dimonitor terutama lewat kadar sisa metabolik dan elektrolit
dalam darah.

1) Urinalisis.

Dilakukan untuk mengukur berat jenis urine dan mendeteksi


komponen urine yang abnormal. Pada gagal ginjal kronik, berat
jenis dapat tetap pada sekitar 1,010 akibat kerusakan sekresi
tubulus, reabsorpsi dan kemampuan memekatkan urine. Protein
abnormal, sel darah dan bekuan sel dapat juga ditemukan di
urine.
2) Kultur urine.

Diinstruksikan untuk mengidentifikasi infeksi saluran kemih


yang mempercepat perkembangan gagal ginjal kronik.
3) BUN dan kreatinin serum.

Diambil untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan mengkaji


perkembangan gagal ginjal. BUN 20-50 mg/dL
mengindikasikan azotemia ringan; kadar lebih dari 100 mg/dL
mengindikasikan kerusakan ginjal berat. Gejala uremia
ditemukan saat BUN sekitar 200 mg/dL atau lebih tinggi.
Kadar serum kreatinin lebih dari 4 mg/dL mengindikasikan
kerusakan ginjal serius.
4) eGFR.

Digunakan untuk mengevaluasi GFR dan stadium penyakit


ginjal kronik. eGFR adalah perhitungan nilai yang ditentukan

17
menggunakan rumus yang memasukkan kreatinin serum, usia,
jenis kelamin dan ras pasien.
5) Elektrolit serum.

Dimonitor lewat perjalanan gagal ginjal kronik. Natrium serum


dapat berada dalam batasan normal atau rendah karena retensi
air. Kadar kalium naik tetapi biasanya tetap dibawah 6,5
mEq/L. Fosfor serum naik dan kadar kalsium turun. Asidosis
metabolik diidentifikasi dengan pH rendah, CO2 rendah, dan
kadar bikarbonat rendah.

6) CBC.

Menunjukkan anemia sedang ke arah berat dengan hematokrit


20% hingga 30% dan hemoglobin rendah. Jumlah sel darah
merah dan trombosit turun.
7) Ultrasonografi ginjal.

Dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ginjal. Pada gagal ginjal


kronik, ukuran ginjal berkurang karena nefron hancur dan
massa ginjal mengecil.
8) Biopsi ginjal.

Dapat dilakukan untuk mengidentifikasi proses penyakit


penyebab jika ini tidak jelas. Selain itu juga digunakan untuk
membedakan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Biopsi
ginjal dapat dilakukan pada pembedahan atau dilakukan
menggunakan biopsi jarum.

G. Komplikasi
Pasien yang mengkonsumsi agens potensial nefrotoksik
(aminoglikosida, gentamisin), fungsi ginjalnya harus dipantau dengan
mengevaluasi kadar BUN dan kreatinin serum dalam 24 jam sejak terapi
medikasi diberikan dan sekurang-kurangnya pasien menerima terapi.
Hidrasi yang adekuat untuk pasien yang beresiko, pengenalan dan
penanganan syok, hipotensi, infeksi yang tepat, pemanatauan fungsi renal,

18
haluaran urine, tekanan arteri serta vena sentral yang tepat, perhatian
terhadap perawatan kateter, lukaa yang cermat serta protokol transfusi.

Menurut Pranata & Prabowo (2014) Komplikasi yang dapat


ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah:

1. Penyakit tulang Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia)


secara langsung akan mengakibatkan dekalsifikasi matriks
tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
2. Penyakit kardiovaskuler Ginjal sebagai kontrol sirkulasi
sistemik akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi,
kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik
(sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi
dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin
yang mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan
penurunan hemoglobin.

19
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Pranata & Prabowo (2014: 204) Pengkajian pada klien
gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal ginjal akut,
namun disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh. Dengan tidak
optimalnya/ gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya
kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini
berlanjut (kronis) maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yang menandakan gangguan system tersebut.
1. Biodata

Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal,


namun laki-laki sering memiliki risiko lebih tinggi terkait
dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut,
sehingga tidak berdiri sendiri.
2. Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit


sekunder yang menyertai. Keluhan utama yang sering terjadi
pada klien bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi
pada system 33 sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan

20
muntah, napas berbau urea. Kondisi ini dipicu oleh
penumpukan zat sisa metabolisme toksin dalam tubuh karena
ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada klien dengan gagal ginjal kronis kaji onset penurunan


urine output, penurunan kesadaran, kelemahan fisik, perubahan
pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi,
fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut


dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji
riwayat penyakit ISK (Infeksi Saluran Kemih), payah jantung,
penggunaan obat berlebihan khususnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dan lain-lain.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun,


sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada
penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM (Diabetes
Melitus) dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat
herediter.
6. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Kondisi klien dengan gagal ginjal kronis biasanya lemah


(fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas.
Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat,
hipertensi/ hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.
7. Sistem Pernapasan

Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi


asidosis/ alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. 34 Pola napas akan semakin

21
cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh
mempertahankan ventilasi.
8. Sistem Hemtologi

Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat.


Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >
3 detik, palpitasi jantung, nyeri dada, dyspneu, gangguan irama
jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
9. Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi, dan sekresi), maka manifestasi
yang paling menonjol adalah penurunan urine output < 400
ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).
10. Sistem Pencernaan

Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari


penyakit. Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit dan diare.

B. Masalah Keperawatan
Masalah Keperawatan yang dapat di angkat berdasarkan Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah :
1) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
ditandai dengan edema anasarka dan/atau edema perifer

22
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. (D.0022) (L.02009) (I.03121)

Hipervolemia Keseimbangan Asam Pemantuan Cairan Definisi :

Definisi : Basa Mengumpulkan dan

Peningkatan volume cairan Definisi : menganalisis data terkait

intravaskuler, interstisial, Ekubilirubium antara pengaturan kesembangan cairan

dan/atau intraseluler ion hedrogen di ruang Tindakan :


Penyebab : intraseluler dan
Observasi
1) Gangguan ekstrseluler tubuh
1) Monitor frekuensi dan
mekanisme regulasi Ekspetasi :
kekuatan nadi
2) Kelebihan asupan Meningkat
2) Monitor frekuensi napas
cairan Kriteria Hasil :
3) Monitor tekanan darah
3) Kelebihan asupan
1) Tingkat 4) Monitor waktu pengisian
natrium
kesadaran kapiler
4) Gangguan aliran
meningkat 5) Monitor elastisitas
baik vena
2) Frekuensi napas kapiler atau turgor kulit
5) Egek agen
membaik 6) monitor jumlah, warna
farmakologis (mid,
3) Irama napas dan berat jenis urine
kortikosteroid,
membaik 7) Monitor kadar albumin
chlorpropamide,
4) Ph membaik dan protein total
tolbutamide,
5) Kadar CO2 8) Monitor hasil
vincristine,
membaik pemeriksaan
tryptilinescarbamaze
6) Kadar serum (mis, osmolaritas
pine)
serum, hematokrit,

23
Gejala dan Tanda Mayor bikarbonat natrium, kalium, BUN)
Subjektif : membaik 9) Monitor intake dan
1) Ortopnea output cairan
2) Dyspnea 10) Identifikasi tanda-tanda
3) Paroxysmal hypovolemia
nocturnal dyspnea 11) Identifiasi tandatanda
(PND) hypervolemia
Objektif : 12) Identifikasi faktor risiko,
1) Edema anasarka ketidakseimbangancairan
dan/atau edema Terapeutik
perifer
1) Atur interval waktu
2) Berat badan
pemantauan sesuai
meningkat dalam
dengan kondisi pasien
waktu singkat
2) Dokumentasi hasil
3) Jugular Venous
pemantauan
Pressure (JVP)
dan/atau cental Edukasi

Venous Pressure 1) Jelaskan tujuan dan


(CVP) meningkat prosedur pemantauan
4) Refelks 2) Informasikan hasil
hepatojugular positif pemantauan, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
Tidak tersedia
Objektif :
1) Distensi vena
jugularis
2) Terdengar suara
napas tambahan
3) Hepatomegaly
4) Kadar Hb/Ht turun
5) Oliguria

24
6) Intake lebih banyak
dari output (balans
cairan positif)
7) Kongesti paru

Kondisi klinis terkait :


1) Penyakit ginjal :
gagal ginjal
akut/kronis, sindrom
nefrotik
2) Hipoalbuminemia
3) Gagal jantung
kongestif
4) Kelaianan hormone
5) Penyakit hati (mis,
sirosis, asites, kanker
hati)
6) Penyakit vena
perifer (mis, varises
vena, thrombus
vena, phlebitis)

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan fungsi ginjal yang menahan bersifat progresif dan


inreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah)
B. Saran

Diharapkan makalah ini bisa memeberikan masukan bagi


mahasiswa, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai
penyakit gagal ginjal kronis pada anak menjadi bekal dalam
pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami
bahas.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. 2016. Nursing
Intervension Cakssifiastion. Edisi Keenam. Indonesia.

Harrison, 2013, Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Cetakan 2. Jakarta : EGC.

Herdman H, Kamitsuru S. 2016. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.

Edisi 10. Jakarta : EGC.

Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta Selatan.

Lemone P, Burke KM, Bauldoff G. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Penyakit


Dalam. Cetakan 1. Yogyakarta : Nuha Medika

Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2016. Nursing Outcomes

Classification. Edisi Kelima. Indonesia.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jilid 1. Yogyakarta : Media Action.

Pranata AE, Prabowo E. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Cetakan


Pertama. Yogyakarta : Nuha Medika.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.

Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2014. Buku Ajar Pediatri. Edisi 20.

Jakarta : EGC.

Wong LD, Wilson D, Winkelstein ML. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.

Volume 2. Jakarta : EGC.

Wong LD, Kasprisin CA, Hess CS. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.

27
....... 2018. Buku Register Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang.

28

Anda mungkin juga menyukai