Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN KOMPLEKS


PERSALINAN PREMATURURUS IMINENS

Oleh :
Dian Hosiana Pangaribuan
NIM 012023243011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan judul “Asuhan Kebidanan Persalinan Kompleks –


Persalinan Prematururus Iminens” telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas
Praktek Klinik Profesi Pendidikan Bidan Universitas Airlangga pada:
Hari :
Tanggal :

Surabaya, 2021

Mahasiswa

Dian Hosiana Pangaribuan


NIM. 012023243011

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Program Profesi Pendidikan Bidan

Ivon Diah Wittiarika., S.Keb., Bd., M.Sc. _________________________


NIP. 198411112018083201
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Tujuan ........................................................................................................1
1.3 Manfaat ......................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Preklamsia/Eklamsia ..........................................................3
2.2 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada
Preklamsia/Eklamsia .......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Partus Prematurus Imminens (PPI) atau ancaman kelahiran prematur adalah
adanya kontraksi uterus disertai dengan perubahan serviks berupa dilatasi dan
effacement sebelum 37 minggu usia kehamilan yang dapat menyebabkan kelahiran
prematur jika tidak segera ditangani (Widiana dkk, 2019).
Prematuritas merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi. Prematuritas
adalah penyebab kematian kedua pada anak-anak di bawah 5 tahun dan penyebab
langsung terpenting kematian di bulan pertama kehidupan yang kritis (Howson dkk,
2013). Setiap tahunnya diperkirakan 15 juta bayi lahir prematur dan kurang lebih 1
dari 10 bayi mengalami kelahiran prematur (WHO, 2015). Menurut data WHO,
Indonesia menempati urutan kelima jumlah kasus prematur yang paling banyak di
dunia. Kematian bayi baru lahir (neonatal) mempunyai porsi 54,9% dari seluruh
kematian bayi sehingga kelangsungan hidup bayi baru lahir masih menjadi fokus
program Kementerian Kesehatan (Kirana, 2020).
Bayi prematur rentan terhadap penyakit serius atau kematian selama periode
neonatal. Tanpa penanganan yang baik, mereka yang bertahan hidup meningkatka
risiko cacat seumur hidup dan kualitas hidup yang buruk (WHO, 2015). Prematur
penyumbang disabilitas seumur hidup/Disability Adjusted Life Years (DALYs)
dengan angka 3,1% bahkan melebihi Malaria dan HIV (Howson dkk, 2013). Risiko
ini dapat dikurangi melalui intervensi primer yang diberikan kepada ibu sebelum atau
selama kehamilan, dan penanganan untuk bayi prematur setelah lahir (WHO, 2015).
Berdasarkan hal inilah penulis mengambil kasus asuhan kebidanan persalinan
prematur iminens.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan
persalinan prematur iminens

1
2

1.2.2 Tujuan khusus


a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persalinan prematur iminens
b. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan kebidanan pada
persalinan prematur iminens
c. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan
persalinan prematur iminens
d. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi dengan metode SOAP pada ibu
dengan persalinan prematur iminens
e. Mampu melakukan pembahasan mengenai konsep dasar dan kasus yang
didapatkan berkaitan dengan asuhan kebidanan pada persalinan prematur
iminens

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan konsep dasar asuhan kebidanan
persalinan prematur iminens kepada ibu sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan
secara kompreshensif dan berkualitas.
1.3.2 Bagi pelayanan kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kebidanan.
1.3.3 Bagi institusi
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi khususnya
tentang asuhan kebidanan pada ibu dengan persalinan prematur iminen
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Persalinan Prematur Iminens


2.1.1 Pengertian
Partus prematurus imminens (PPI) atau ancaman kelahiran prematur adalah adanya
kontraksi uterus disertai dengan perubahan serviks berupa dilatasi dan effacement
sebelum 37 minggu usia kehamilan serta dapat menyebabkan kelahiran prematur
(Widiana et al., 2019).
Partus prematurus iminens adalah timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia
kehamilan yang belum aterm (20minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang
dari 2500 gram dimana jika tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan
kelahiran prematur.

2.1.2 Klasifikasi Prematur


Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi beberapa, yaitu:
a. Usia kehamilan 32 – 36 minggu disebut persalinan prematur (preterm)
b. Usia kehamilan 28 – 32 minggu disebut persalinan sangat prematur (very preterm)
c. Usia kehamilan 20 – 27 minggu disebut persalinan ekstrim prematur (extremely
preterm) (Wiknjosastro, 2015)

2.1.3 Patofisiologi
Tiga komponen utama berkontribusi pada persalinan adalah perubahan serviks,
kontraksi uterus yang persisten, dan aktivasi desidua membran. Perbedaan antara
persalinan aterm dan prematur adala hpersalinan terjadi melalui proses fisiologis
normal sedangkan prematur bersifat patologis. Beberapa proses dapat bersifat akut,
dan beberapa dapat memakan waktu beberapa minggu menjelang persalinan prematur.
Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada persalinan prematur yang bersifat
patologis adalah sindrom respons inflamasi janin/inflammatory response syndrome
(FIRS) yang melibatkan peradangan sistemik dan peningkatan interleukin-6 plasma
janin, yang biasanya sebagai respons terhadap pemicu seperti korioamnionitis. Sinyal
dikirim oleh hipotalamus janin yang mengarah ke sekresi CRH, merangsang pelepasan
ACTH, sehingga kortisol diproduksi oleh kelenjar adrenal janin yang memicu

3
4

pengaktivan proses kelahiran/parturition pathway. Masuknya sel inflamasi ke dalam


stroma serviks menyebabkan pelepasan sitokin dan prostaglandin yang merangsang
pematangan serviks. Perubahan ini mempengaruhi struktur kolagen dan
glikosaminoglikan yang membentuk jaringan serviks. Estrogen merangsang degradasi
kolagen sedangkan progesteron menghambatnya. Oleh karena itu, progesteron
digunakan untuk mencegah atau menunda pematangan. Kedua hormon tersebut
terlibat dalam pengaturan pembentukan gap-junction dan peningkatan regulasi protein
connexin 43 yang berkontribusi pada proses kelahiran.
Selain itu, kontraksi merupakan kontributor integral untuk persalinan. Perubahan
dari kontraksi miometrium yang tidak terkoordinasi menjadi kontraksi uterus yang
terkoordinasi disebabkan oleh kontrol saraf. Oksitosin memainkan peran penting
dalam ritme sirkadian kontraksi ini. Degradasi matriks ekstraseluler dinilai dengan
deteksi fibronektin janin pada sekresi servikovaginal dan juga merupakan bagian dari
proses nifas. Ketika terdeteksi antara usia kehamilan 22 dan 37 minggu, hal ini
menunjukkan gangguan interface desidual-korionik dan peningkatan risiko persalinan
prematur. Bukti mengimplikasikan apoptosis sebagai faktor kritis yang menyebabkan
hal diatas (Suman & Luther, 2021)

2.1.4 Faktor risiko


a. Faktor iatrogenik
Faktor iatogenik menyumbang 30-35% penyebab persalinan prematur. Bakteri
vaginosis dapat menyebabkan ketuban pecah dini yang akhirnya menyebabkan
persalinan prematur (Halimi Asl, Safari, & Parvareshi Hamrah, 2017). Penyakit
menular seksual seperti klamidia, gonore, dan sifilis juga dapat meningkat
kejadian persalinan prematur.
b. Faktor maternal
1) Umur <20th dan >35th
Pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun rahim, panggul dan organ-organ
reproduksi belum berfungsi dengan sempurna karena pada usia ini masih dalam
proses pertumbuhan. Pada usia lebih dari 35 tahun, kualitas endometrium yang
menurun dapat mempengaruhi perkembangan janin karena asupan nutrisi yang
kurang sehingga berisiko mengalami persalinan prematur (Widiana et al., 2019)
5

2) Paritas
Ibu dengan grandemultipara mengalami kehamilan dan persalinan berulang
kali, sehingga sistem reproduksi terjadi penurunan fungsi yang menyebabkan
kurangnya asupan nutrisi ke janin dan meningkatkan risiko prematur
3) Preeklampsi/Eklampsi
Preeklapmsi/ eklapmsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung
terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang
mengakibatkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
janin dan terjadi nya peningkatan tonus otot rahim (Maita, 2012)
4) Ibu dengan TB < 150cm
Ibu yang pendek lebih cenderung memiliki panggul kecil yang dapat
menyebabkan persalinan terhambat. Pembatasan pertumbuhan intrauterin juga
mungkin terjadi (Rao et al., 2014)
5) Riwayat prematur sebelumnya
Risiko persalinan prematur berulang bagi wanita yang persalinan pertamanya
preterm, dapat meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita yang persalinan
pertamanya mencapai aterm (Oxorn & Forte, 2010)
6) Perdarahan
Perdarahan yang disebabkan oleh solusio plasenta atau plasenta previa
dikaitkan dengan risiko kelahiran prematur yang sangat tinggi (Rao et al., 2014).
7) Oligo dan/ polyhydramnion
Volume cairan ketuban yang ekstrim seperti oligo dan polihidramnion
meningkatkan kejadian prematur (Rao et al., 2014)
8) Trauma
Terjatuh, terpukul pada perut atau riwayat SC merupakan trauma fisik pada ibu
yang dapat mempengaruhi kehamilan. Sedangkan trauma psikis yang dapat
mempengaruhi kehamilan ibu adalah stres atau terlalu banyak pikiran sehingga
kehamilan ibu terganggu (Oxorn & Forte, 2010)
c. Faktor janin
1) Kehamilan multiple
Kehamilan multiple menyumbang 15-20% persalinan preterm, sebanyak 60%
janin dengan kehamilan gameli terjadi persalinan preterm. Mekanisme kehamilan
multiple menyebabkam persalinan prematur mungkin terkait dengan distensi
6

uterus, peningkatan volume intrauterin, atau komplikasi terkait seperti


inkompetensi serviks. Secara khusus, kadar relaxin yang lebih tinggi dalam
sirkulasi yang terkait dengan superovulasi dapat menyebabkan insufisiensi serviks
(Rao et al., 2014).
2) Kelainan kongenital
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan
sebagai BBLR atau bayi kecil. BBLR dengan kelainan kongenital diperkirakan
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya (Oxorn & Forte, 2010)
d. Faktor perilaku
1) Prenatal care
Ibu yang melakukan prenatal care/perawatan pra-kelahiran dengan baik dapat
memantau perkembangan dan peningkatan berat badan janin lebih baik sehingga
dapat dilakukan tatalaksana jika terjadi kelaina dan menurunkan risiko kelahiran
prematur (Halimi Asl dkk, 2017)
2) Merokok
3) Aktivitas seksual
Aktivitas seksual terutama hubungan seksual selama kehamilan telah dikaitkan
dengan persalinan prematur, karena efek langsung dari air mani yang
menyebabkan perubahan pH vagina pada awal persalinan prematur. Namun
terdapat bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas seksual selama kehamilan tidak
terkait dengan kelahiran prematur (Halimi Asl et al., 2017)
4) Alkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah banyak selama kehamilan sangat
mempengaruhi perkembangan janin sehingga dapat menyebabkan persalinan
prematur (Halimi Asl et al., 2017)

2.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala persalinan prematur iminens sama seperti tanda persalinan pada
umumnya, hanya saja kejadianya terjadi di usia kehamilan <37 minggu:
a. Kram perut ringan, dengan atau tanpa diare
b. Perubahan vaginal discharge: berair, berdarah, atau dengan lendir, discharge
bertambah banyak
c. Nyeri panggul atau perut bagian bawah
7

d. Sakit punggung yang konstan, rendah, dan tumpul


e. Kontraksi yang teratur atau sering atau pengencangan rahim, seringkali tidak
menimbulkan rasa sakit
f. Selaput pecah (ketuban pecah dengan semburan atau tetesan cairan) (ACOG,
2021)

2.1.6 Diagnosis (ACOG, 2021; Suman & Luther, 2021)


a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan cara menanyakan HPHT untuk mengetahui
usia kehamilan, serta tanda dan gejala yang ibu rasakan yang telah tertulis diatas
seperti adanya kontraksi yang teratur dan sering hingga pecah selaput ketuban sebelum
usia kehamilan 37 minggu
b. Pemeriksaan fisik
1) Palpasi perut terasa his yang sering dan teratur
2) Pada persalinan prematur iminens, persalinan belum terjadi hanya ancaman
sehingga dapat belum terdapat pembukaan atau sampai 2-3 cm.
3) Pada ibu dengan keluhan pecah ketuban dapat dilakukan pemeriksaan
spekulum untuk melihat genangan cairan ketuban dan jika penumpukan cairan
ketuban dapat terlihat, tes diagnostik tidak perlu dilakukan.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Uji fern dan pH dari sekresi vagina yang dapat mengindikasikan pecahnya
ketuban. PH cairan ketuban adalah 7,1 hingga 7,3, PH vagina 4,5-5,5 sehingga
gabungan keduanya terukur 6-6,2 jika pada lakmus warna merah akan berubah
warna menjadi biru
2) Pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan usia kehamilan atau untuk
memeriksa ukuran janin.
3) Pemeriksaan USG transvaginal untuk mengukur panjang serviks.
4) Usap vagina untuk menguji keberadaan fibronektin janin
Fibronektin adalah protein yang bertindak seperti lem, membantu kantung
ketuban tetap terhubung ke bagian dalam rahim. Jika hasil negatif, sangat
mengindikasikan jika membran utuh. Tetapi jika positif, hal ini tidak selalu
menunjukkan ketuban pecah dini. Diterapkan pada ibu UK <34 mgg, dilatasi
serviks <3cm, panjang serviks 20-30mm pada transvaginal ultrasound.
8

5) Pemeriksaan lab
a) Urin kultur. Bakteriuria berhubungan dengan risiko preterm
b) Tes urin untuk narkotika dapat bermanfaat karena ada hubungan antara
penggunaan kokain dengan solusio plasenta.

2.1.6 Komplikasi
a. Komplikasi Ibu
Persalinan prematur telah dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan
morbiditas kardiovaskular, biasanya bertahun-tahun setelah persalinan karena alasan
yang tidak jelas.
b. Komplikasi Bayi
Persalinan prematur dikaitkan dengan perkembangan saraf yang terganggu yang
meliputi gangguan kemampuan kognitif, defisit motorik,cerebral palsy, dan gangguan
penglihatan dan pendengaran. Risiko ini meningkat seiring dengan rendahnya usia
kehamilan. Masalah perilaku seperti kecemasan, depresi, gangguan spektrum autisme,
dan ADHD juga terkait dengan persalinan prematur.
c. Komplikasi Neonatal
Komplikasi ini termasuk enterokolitis nekrotikans, perdarahan intraventrikular,
displasia bronkopulmonalis, retinopati imaturitas, pertumbuhan yang tidak baik, dan
adanya anomali kongenital (Suman & Luther, 2021)

2.1.8 Pencegahan
a. Pemeriksaan kehamilan secara rutin
Melalui pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan dapat memantau kesehatan ibu
hamil dan janin dalam kandungan, serta mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi
selama kehamilan.
b. Menjalani diet sehat sebelum hamil
Konsumsi makanan sehat yang kaya protein, buah, dan biji-bijian sebelum hamil,
dapat mengurangi risiko kelahiran prematur.
c. Menghindari paparan bahan kimia dan substansi berbahaya, seperti asap rokok,
makanan kaleng, kosmetik, alkohol, dan NAPZA.
d. Konsumsi suplemen kalsium.
Konsumsi suplemen kalsium 1000 mg atau lebih per hari, dapat mengurangi risiko
kelahiran prematur dan preeklamsia.
9

e. Mempertimbangkan jarak kehamilan.


Kehamilan yang hanya berjarak kurang dari 6 bulan dari persalinan terakhir, dapat
meningkatkan kelahiran prematur.
f. Suntikan progesteron
Jika ibu pernah melahirkan prematur dengan janin tunggal, dan ibu hamil lagi
dengan janin tunggal, ibu dapat ditawarkan untuk mendapatkan suntikan progesteron
mulai dari usia kehamilan 16 hingga 24 minggu. Hormon ini dapat membantu
mencegah kelahiran prematur lagi. Suntikan ini biasanya dilanjutkan setiap minggu
hingga 36 minggu, kecuali jika persalinan terjadi lebih cepat.
g. Progesteron vagina
Perawatan ini dapat diberikan jika ibu belum pernah melahirkan sebelum
waktunya, tetapi ibu memiliki serviks yang sangat pendek pada usia kehamilan 24
minggu atau lebih awal. Progesteron vagina adalah gel atau supositoria yang
ditempatkan di vagina setiap hari hingga usia kehamilan 37 minggu, kecuali jika
persalinan terjadi lebih cepat.
h. Menggunakan pesarium (cervical pessary)
Ibu hamil dengan ukuran serviks yang pendek disarankan memakai pesarium guna
menyangga rahim agar tidak turun. Bentuk alat ini menyerupai cincin yang dipasang
di mulut rahim (ACOG, 2021)

2.1.8 Penatalaksanaan
Tiga tujuan utama dalam penatalaksanaan PPI adalah membantu organ-organ
janin lebih cepat matang, mengurangi risiko komplikasi, serta mencoba unutk
menunda persalinan untuk beberapa waktu (ACOG, 2021).
a. Perawatan UK > 34 minggu
Ibu dengan UK >34 minggu jika datang dengan persalinan prematur, ibu dilakukan
rawat inap. Setelah observasi selama 4-6 jam, jika ibu tidak mengalami pelebaran dan
penipisan serviks yang progresif, kesehatan janin baik, dan tidak ada komplikasi dalam
kehamilan, ibu dapat dipulangkan dengan instruksi untuk ditindaklanjuti follow up
dalam 1-2 minggu dan kembali jika ada tanda dan gejala persalinan prematur atau
masalah lainnya (Suman & Luther, 2021). Jika terjadi pelebaran dan penipisan serviks
yang progresif atau dan kesehatan janin memburuk dilakukan persalinan yang akan
dijelaskan dibawah.
10

b. Perawatan UK < 34 minggu


1) Tokolitik
Pemberian tokolitik bertujuan untuk mengurangi kontraksi sehingga dapat
menunda kehamilan hingga beberapa hari, dapat diberikan pada UK 22-34 minggu
(NYU, 2020). Jenis tokolitik yang dapat diberikan adalah nifedipine, terbutaline,
indomethacin. Kontraindikasi tokolitik adalah preeklampsia, intrauterine fetal
demise, anomali janin yang berbahaya, korioamnionetis, perdarahan, dan masalah
kardiovaskuler (Suman & Luther, 2021). Rekomendasi WHO, pemberian tokolitik
juga tidak terlalu dianjurkan untuk diberikan jika hanya digunakan sebagai
peningkatan outcome janin, kecuali tujuan pemberian karena mengurangi
komplikasi pada ibu (dan sesuai kondisi/kasus yang ada) (WHO, 2015).
2) Antibiotik
Antibiotik rutin tidak dianjurkan jika tidak ada tanda-tanda pecah ketubah atau
tanda infeksi (WHO, 2015). Jika ibu UK <32 minggu memiliki infeksi vaginosis
bakterial dapat diberikan klindamisin 2 x 300mg selama 7 hari atau metronidazol
2 x 500mg selama 7 hari (Suman & Luther, 2021). Jika mengalami KPD dapat
diberikan eritromisin sebagai profilaxis, namun kombinasi amoxicillin dan
clavulanic acid (“co-amoxiclav”) tidak dianjurkan (WHO, 2015).
3) Kortikosteroid
Kortikostreroid bertujuan untuk mempercepat pematangan paru janin dan
dapat mencegah komplikasi pada otak (NYU, 2020). Kortikosteroid yang
dianjurkan adalah dexamethasone atau betamethasone secara IM (total pemberian
24 mg dibagi kedalam dua dosis/2x24 jam). Pemberian ulang kortikostreroid 1x
pemberian dianjurkan jika persalinan preterm tidak terjadi selama 7 hari kedapan
dan terdapat risiko preterm (WHO, 2015)
4) Magnesium sulfat
Penggunaan magnesium sulfat direkomendasikan untuk ibu UK< 32 minggu
untuk pencegahan cerebral palsy pada bayi dan anak (WHO, 2015). Ibu perlu
dilakukan evaluasi rutin jika terjadi keracunan magnesium. Jika ditemukan maka
pemberian MgSO4 dihentikan dan diberikan kalsium glukonas.
11

Jika persalinan berhasil dihentikan, ibu dapat dipulangkan dari rumah sakit. Ibu
dianjurkan membatasi aktivitas tertentu untuk mencegah persalinan prematur, seperti
"pelvic rest" atau tidak ada tindakan di vagina, hal ini dapat membantu mencegah
kontraksi yang dapat memicu persalinan seperti tidak melakukan aktivitas seksual. Ibu
juga dianjurkan untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas berat, seperti
olahraga dan angkat berat, terkadang diminta berhenti bekerja. Ibu dianjurkan untuk
minum cukup cairan karena dehidrasi dapat menyebabkan kontraksi.
c. Persalinan
Persalinan dilakukan jika langkah awal tidak dapat mencegah persalinan (dilatasi
serviks progresif), terjadi KPD, dan gawat janin (Suman & Luther, 2021). Persalinan
dengan SC secara rutin tidak dianjurkan jika hanya untuk meningkatkan outcome janin
baik presentasi kepala maupun bokong (WHO, 2015). Asuhan persalinan dicoba untuk
senormal mungkin, namun ada beberapa kondisi yang perlu dilakukan induksi
persalinan seperti infeksi intra-amnion, IUGR, oligohidramnion, solusio plasenta,
peningkatan tekanan darah sekunder akibat preeklamsia/eklamsia, karena itu
pemantauan janin secara rutin perlu dilakukan (Suman & Luther, 2021).
Pada persalinan preterm perlu dilakukan kolaborasi dengan tim neonatal care unit
untuk asuhan bayi baru lahir. Pada bayi pretem tidak dianjurkan untuk dilakukan
penundaan pemotongan tali pusat/delayed cord clamping (DCC) karena berhubungan
dengan hematokrit awal tinggi, tekanan darah diastolik yang tinggi, sirkulasi volume
darah yang tinggi, dan tingkat keberhasilan resusitasi yang lebih rendah (Suman &
Luther, 2021). Saat bayi baru lahir dianjurkan untuk segera dibungkus dengan plastik
untuk mencegah hipotermi. Perawatan metode kanguru direkomendasikan untuk
perawatan rutin bayi baru lahir dengan berat 2000g atau kurang saat lahir dan harus
dimulai di fasilitas perawatan kesehatan segera setelah bayi baru lahir stabil secara
klinis. Jika keadaan bayi tidak stabil, bayi dianjurkan ditempatkan di lingkungan
termo-netral baik di bawah infant warmer atau di inkubator (WHO, 2015)

2.2 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Persalinan Prematurus


Iminens
Tanggal pengkajian :
Waktu pengkajian :
Nama pengkaji :
12

No Register :

2.2.1 Pengkajian
1. Data subjektif
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama. Usia
<20th dan >35th termasuk fakor risiko
b. Alasan kunjungan
Alasan kunjungan bervariasi dapat atas rujukan faskes primer atau keluhan ibu
seperti kontraksi yang teratur dan semakin sering, keluar lendir bercampu darah,
pecah ketuban, dll.
c. Keluhan utama
Kram perut ringan dengan atau tanpa diare, perubahan vaginal discharge: berair,
berdarah, atau dengan lendir, discharge bertambah banyak, nyeri panggul atau perut
bagian bawah, sakit punggung yang konstan, rendah, dan tumpul, kontraksi yang
teratur atau sering atau pengencangan rahim, seringkali tidak menimbulkan rasa
sakit, keluar air-air/merembes
d. Riwayat kehamilan saat ini
Ibu dengan kehamilan multiple, bayi dengan kelainan kongenital,
oligohidramnion, polihidramnion, solusio plasenta, plasenta previa, preeklampsia/
eklampsia berisiko mengalami PPI. Ibu yang melakukan prenatal care dan rajin
mengkonsumsi kalsium dapat menurunkan kejadian prematur.
e. Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi perlu dikaji untuk menghitung usia kehamilan dan tafsiran
persalinan. PPI terjadi jika ada tanda-tanda persalinan di UK <37 minggu. Usia
kehamilan juga dipakai sebagai pertimbangan untuk melakukan tindakan.
f. Riwayat obstetrik
Ibu dengan grandemultipara, riwayat prematur sebelumnya, riwayat SC, dan
jarak dengan persalinan sebelumnya <6 bulan dapat meningkatkan risiko PPI
g. Riwayat penyakit
Ibu yang menderita ISK, infeksi vaginosis bakterial, dan IMS seperti klamidia,
gonore, sifilis dapat meningkatkan kejadian PPI. Ibu yang pernah mengalami
kecelakaan atau trauma terkena didaera perut dapat menyebabkan PPI.
13

h. Riwayat penyakit keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga dilakukan sebagai pengkajian umum
untuk mengetahui penyakit faktor risiko lain.
i. Data psikososial
Trauma psikis seperti depresi, stress, dan ansietas berat dapat mempengaruhi
kehamilan ibu dan dapat menyebabkan persalinan prematur.
j. Gaya hidup
Ibu yang beraktivitas berat, merokok, dan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan
berisiko mengalami PPI
k. Pola fungsional
1) Nutrisi. Ibu harus minum yang cukup karena dehidarasi menyebabkan
kontraksi
2) Personal hygiene. Ibu yang tidak melakukan hygiene pada genetelia
berisiko terkena infeksi saluran kemih yang dapat merupakan risiki PPI
3) Seksual. Ibu hamil TM 3 (<37 minggu) dianjurkan tidak melakukan
hubungan seksual karena dapat menyebabkan persalinan preterm
2. Data objektif
a. Pemeriksaan umum
 Keadaan umum: pada umumnya baik, kecuali pada kasus tertentu seperti
perdarahan berat akibat solusio plasenta
 Kesadaran: pada umumnya compos mentis
 Tinggi badang: Ibu dengan TB <150cm meningkatkan risiko PPI
 Berat badan: sebagai pemeriksaan dasar
 TTV: pada umumnya normal
 Suhu normalnya 36-37, oC jika >37,5oC kemungkinan infeksi maternal
(faktor risiko)
 Nadi normalnya 80-100x/m, jika >100x/m mungkin dapat menandakan
infeksi yang cukup berat
 Respirasi pada umumnya normal 16-24x/m
14

b. Pemeriksaan fisik
 Wajah: penampakan wajah klien dapat baik/lemah
 Mata: konjungtiva anemis/tidak, sklera/tidak sebagai pemeriksaan umum,
 Leher: ada pembengkakan kelenjar tiroid/tidak sebagai pemeriksaan umum
 Payudara: adannya benjolan/tidak, apakah sudah keluar kolostrum sebagai
pemeriksaan umum
 Abdomen: pemeriksaan leopold 1-4, TFU untuk memperkirakan TBJ (bayi
preterm pada umumnya beratnya <2500gr), bayi kembar berisiko PPI.
Pemeriksaan DJJ <120x/m atau >160x/m merupakan tanda gawat janin
(indikasi induksi persalinan prematur)
 Genitalia: apakah ada keputihan abnormal, apakah vulva vagina oedema,
apakah ada varises, apakah ada nyeri pada kelenjar bartholini. VT jika
dilatasi serviks >3cm merupakan kala aktif bukan termasuk ancaman
persalinan prematur namun sudah memasuki persalinan prematur. Mungkin
dapat dilakukan pemeriksaan spekulum untuk melihat genangan air ketuban.
c. Pemeriksaan penunjang
 Uji fern dan pH dari sekresi vagina yang dapat mengindikasikan pecahnya
ketuban. Pada lakmus warna merah akan berubah warna menjadi biru
 Pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan usia kehamilan atau
untuk memeriksa ukuran janin.
 Pemeriksaan USG transvaginal untuk mengukur panjang serviks.
 Usap vagina untuk menguji keberadaan fibronektin janin
 Urin kultur. Bakteriuria berhubungan dengan risiko preterm
 Tes urin untuk narkotika dapat bermanfaat karena ada hubungan antara
penggunaan kokain dengan solusio plasenta

2.2.2 Intrepretasi data


Diagnosa: GPapah usia kehamilan xx minggu janin tunggal/multiple hidup/tidak dengan
persalinan prematurus iminens
Masalah:
15

2.2.3 Diagnosa dan masalah potensial


Diagnosa potensial: persalinan prematur
Masalah potensial: gawat janin, asfiksia pada janin

2.2.4 Kebutuhan segera


Pencegahan terjadinya persalinan sesuai dengan UK dan keadaan ibu

2.2.5 Perencanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R/ Pasien dan keluarga harus diberikan informasi secara singkat namun jelas, cara
penyampaian juga harus caring, agar asuhan dapat berjalan dengan baik dan
komprehensif.
2. Menjelaskan penyebab keluhan ibu dan bagaimana cara mengatasinya
R/ Ibu harus mengetahui alasan keluhannya karena PPI dimana keadaan ini harus
segera dilakukan penanganan, sehingga ibu memahami keadaan dirinya dan dapat
mengambil keputusan yang tepat
3. Memberitahu ibu bawa ibu dianjurkan untuk dilakukan rawat inap
R/ rawat inap untuk dilakukan pemantauan pada ibu dan janin sehingga jika ada
kebutuhan segera dapat dilakukan penanganan
Pada UK >34 minggu
4. Melakukan obeservasi selama 4-6 jam kesehjateraan janin serta pelebaran dan
penipisan serviks
R/ Diharapkan setelah tirah baring tidak terjadi dilatasi serviks yang progresif sehingga
persalinan dapat ditunda
5. Setelah penundaan persalinan berhasil ibu dapat dipulangkan. Ibu dianjurkan
kontrol ulang 1 minggu kemudian/jika muncul tanda gejala persalinan prematur
R/ Jika ibu tidak mengalami pelebaran dan penipisan serviks yang progresif, kesehatan
janin baik, dan tidak ada komplikasi dalam kehamilan ibu dapat dilakukan rawat jalan.
Tujuan PPI adalah menunda persalinan setua mungkin hingga UK 37 minggu
6. Melakukan KIE pada ibu pencegahan persalinan prematur seperti tidak melakukan
aktivitas seksual, mengurangi aktivitas berat, minum cukup cairan
R/ aktivitas seksual, aktivitas berat, dan dehidrasi dapat membuat kontraksi
16

Perawatan UK <34 minggu


7. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian tokolitik
R/ pemberian tokolitik tidak dianjurkan jika hanya sebagai peningkatan outcome janin
kecuali pada kasus tertentu dimana kemungkinan keberhasilan janin hidup diluar
kandungan rendah seperti berat janin <1500gr dan persalinan ekstrim prematur
8. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian antibiotik jika ditemukan tanda
infeksi
R/ Antibiotik hanya diberikan pada ibu yang mengalami infeksi seperti ISK, infeksi
vaginosis bakterial, dan IMS seperti klamidia, gonore, sifilis untuk pengobatan. Pada
KPD juga dapat diberikan sebagai profilaksis
9. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian kortikosteroid dexamethasone
atau betamethasone secara IM toal 24gr dalam 2x24 jam
R/ Kortikostreroid bertujuan untuk mempercepat pematangan paru janin dan dapat
mencegah komplikasi pada otak
10. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian magenesium sulfat pada ibu
UK <32 minggu
R/ semakin muda usia kehamilan semakin tinggi risiko cerebral palsy pada bayi dan
anak dimana MgSO4 dapat diberikan sebagai pencegahan
11. Melakukan pemberian kortikosteroid ulang 1x setelah 7 hari dari pemberian
pertama
R/ Pemberian ulang kortikostreroid 1x pemberian dianjurkan jika persalinan preterm
tidak terjadi selama 7 hari kedapan dan terdapat risiko preterm
Persiapan persalinan – jika penundaan persalinan gagal
12. Memberitahukan pada ibu bahwa penundaan persalinan tidak berhasil sehingga ibu
saat ini memasuki masa persalinan dan akan dilakukan asuhan persalinan.
13. Melakukan pemasangan NST
R/ pemantuan kesejahteraan janin harus rutin dilakukan karena bayi preterm berisiko
gawat janin
14. Menyiapkan partus set dan obat-obatan dalam persiapan asuhan persalinan
R/ Asuhan persalinan dicoba untuk senormal mungkin, persalinan SC tidak dianjurkan
jika hanya bertujuan untuk meningkatkan outcome janin
17

15. Melakukan kolaborasi dengan dokter obgyn dalam melakukan induksi persalinan
R/ Dilakukan induksi persalinan jika terjadi infeksi intra-amnion, IUGR,
oligohidramnion, solusio plasenta, peningkatan tekanan darah akibat preeklamsia/
eklamsi
16. Melakukan kolaborasi dengan tim neontal care
R/ tim neonatal care akan melakukan asuhan bayi baru lahir karena bayi prematur
berisiko asfiksia
17. Memberi dukungan emosional kepada ibu
R/ Pasien dengan PPI mungkin dapat mengalami ketakukan karena memikirkan
dirinya dan janinnya

2.2.6 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan kebidanan yang
telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.

2.2.7 Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai apakah tindakan yang di berikan sudah sesuai dengan
perencanaan serta menilai apakah rencana asuhan yang di berikan cukup efektif. Hasil
evaluasi yang diharapkan pada PPI adalah adalah:
1. Pasien memahami dan menerima kondisi dirinya
2. Penundaan persalinan berhasil
3. Persalinan dapat berlangsung dengan aman
4.
5. Ibu terlihat lebih tenang

2.2.8 Pendokumentasian
Asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien membutuhkan pencatatan dan
pelaporan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menuntut tanggung jawab dan
tanggung gugat dari berbagai permasalahan yang mungkin dialami oleh klien dan
bidan berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Dokumentasi kebidanan juga
dipakai sebagai informasi tentang status kesehatan pasien pada semua kegiatan asuhan
kebidanan yang dilakukan oleh bidan (Handayani & Mulyati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. (2021). Preterm Labor and Birth. Retrieved April 4, 2021, from American
College of Obstetricians and Gynecologists. website:
https://www.acog.org/womens-health/faqs/preterm-labor-and-birth
Halimi Asl, A. A., Safari, S., & Parvareshi Hamrah, M. (2017). Epidemiology and
Related Risk Factors of Preterm Labor as an obstetrics emergency. Emergency
(Tehran, Iran), 5(1), e3. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28286810
Handayani, S. R., & Mulyati, T. S. (2017). Bahan Ajar Dokumentasi Kebidanan (1st
ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Howson, C. P., Kinney, M. V, McDougall, L., & Lawn, J. E. (2013). Born Too Soon:
Preterm birth matters. Reproductive Health, 10(S1), S1.
https://doi.org/10.1186/1742-4755-10-S1-S1
Kirana, P. (2020). G4P3A0 Hamil 30 Minggu Belum Inpartu dengan Partus
Prematurus Imminens dan Ketuban Pecah Dini. Medula, 10, 456–460. Retrieved
from http://journalofmedula.com/index.php/medula/article/view/94
Maita, L. (2012). Faktor Ibu yang Mempengaruhi Persalinan Prematur di RSUD Arifin
Achmad Pekanbar. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(1), 31–34.
https://doi.org/10.25311/keskom.vol2.iss1.39
NYU. (2020). Medical Treatment for Preterm Labor. Retrieved April 4, 2021, from
NYU Langone Health website: https://nyulangone.org/conditions/preterm-
labor/treatments/medical-treatment-for-preterm-labor
Oxorn, H., & Forte, W. R. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Rao, C. R., de Ruiter, L. E. E., Bhat, P., Kamath, V., Kamath, A., & Bhat, V. (2014).
A Case-Control Study on Risk Factors for Preterm Deliveries in a Secondary Care
Hospital, Southern India. ISRN Obstetrics and Gynecology, 2014, 1–5.
https://doi.org/10.1155/2014/935982
Suman, V., & Luther, E. E. (2021). Preterm Labor. In StatPearls. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30725624
WHO. (2015). WHO recommendations on interventions to improve preterm birth
outcomes. Retrieved from www.who.int/reproductivehealth

18
19

Widiana, I. K. O., Putra, I. W. A., Budiana, I. N. G., & Manuaba, I. B. G. F. (2019).


Karakteristik Pasien Partus Prematurus Imminens di RSUP Sanglah Denpasar
Periode 1 April 2016 - 30 September 2017. E-Jurnal Medika, 8(3), 1–7.
Wiknjosastro, H. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai