PENDAHULUAN
Terapi ECT pada kalangan masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah terapi
kejang listrik. Terapi kejang listrik atau dikenal dengan electro-convulsive therapie
(ECT), merupakan terapi yang paling banyak digunakan oleh psikiater pada 1930-an,
untuk segala macam penyakit kejiwaan, akan tetapi kemudian pemakaiannya menurun
dan cara pemberiannya berubah setelah 1970-an (Yul Iskandar, 2010). Walaupun sempat
menjadi kontroversi, terpai ECT ini dinyatakan sangat aman dan tidak memiliki efek
samping yang berbahaya. Secara umum, ECT digunakan sebagai pilihan pengobatan
terakhir terutama pada anak dan remaja. Namun, hal ini dilakukan setelah semua metode
dan pengobatan pada pasien dinilai tak berhasil (Prita Daneswari, 2010).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mapu memahami peran perawat dalam terapi ECT dan dapat
mengaplikasikan Pemberian ECT pada klien gangguan jiwa
B. Indikasi
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham somatic, waham bersalah,
tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan
yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi ringan adanya riwayat responsif/memberikan respon membaik
pada ECT
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerina antidepresan
2) Maniak
Klien maniak tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain berbahaya
bagi klien
3) Skizofernia
Terutama yang akut. Gejala positif yang nyata, katatania, atau dengan gejala
efektif.
ECT tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada episode
skizofrenia yang terpisah dan sudah lama tak kambuh
4) Lain-lain
Psikosic episodic
Psikosis apikal
Gangguan obsesif-kompulsif
Delirium
Beberapa gangguan medik seperti neuroleptik malignant syndrome,
kipopituarisme, gangguan epilepsi yang tidak responsif dengan terapi lain.
C. Kontra Indikasi
Walaupun kontra indikasi absolute tidak ada, namun ada keadaan-keadaan dengan
resiko tinggi yaitu
Adanya masa intrakranial termasuk tumor, lematoma dan evolving
stroke
Infark miokardium akut
Hipertensi berat
D. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja Electro Convulsif Therapy (ECT) yang sebenarnya tidak
diketahui, tapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan
biokimia dan faal di dlam otak. Jadi bukan kejang yang ditampilkan secara
motorik melainkan respon bangkitan listrik di otak.
E. Efek samping
Adapun efek samping yang terjadi pada klien yang dilakukan terapi ECT adalah
1) Mortalitas
Angka kematian dengan ECT kira-kira 1/1000 sampai 1/10.000. biasanya akibat
komplikasi kardiovaskuler dan sering terjadi pada klien yang memang
sebelumnya sudah mempunyai kelainan kardiovaskuler.
2) Efek pada susunan saraf pusat
Berupa kebingungan akut dan kehilangan memori, biasanya daya ingat akan
kembali normal dalam waktu 1-6 bulan.
3) Efek sistemik
Kadang terjadi aritmia jantung ringan, biasanya merupakan produk
sampingan dari bradikardia pasca kejang dan karenanya dapat dicegah
dengan menambahkan dosis premedikasi antikoligernik, dapat juga
sekunder terhadap takikardia yang muncul pada saat kejang
Apnea berkepanjangan
Resiko toksis atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan dalam
prosedur ECT
G. Pemberian ECT
ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 6-12 kali (kadang-kadang
diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2-3 kali per minggu.
2.2 Aplikasi Peran Perawat daam Pemberian ECT
a) Pengkajian
1) Kaji emosi klien dan tingkat interaksi klien dengan yang lainnya
2) Gali adakah keinginan, rencana, dan tindakan/percobaan bunuh diri
3) Kaji tingkat kecemasan dan perasaan sehubungan dengan pemberian ECT
4) Identifikasi kemampuan klien mengingat saat ini dan yang lalu terhadap suatu
kejadian
5) Identifikasi pengetahuan klien dan keluarga terhadap efek smaping, dan
kemungkinan resiko pemberian ECT
6) Evaluasi terhadap perubahan atau penggunaan obat yang lalu
7) Periksa tanda vital dan riwayat alergi
8) Gali kemampuan klien terhadap kegiatan sehari-harinya (ADL)
c) Intervensi Keperawatan
1) Intervensi keperawatan sebelum pelaksanaan tindakan
Pastikan bahwa dokter telah mendapatkan persetujuan dan format
persetujuan ada di status klien
Pastikan bahwa ada hasil laboratorium terabaru ( darah lengkap, hasil
EKG dan pemeriksaan Rontgen)
Ukur TTV, lepaskan gigi palsu bila klien memakainya, lepaskan kacamata
atau kontak lensa, kenakan pakaian yang longgar
Berikan agen penyekat kolinergik ( atropine sulfat, gliokopirolat), kira-kira
30 menit sebelum tindakan, sesuai anjuran dokter. Adapun fungsinya
adalah untuk menurunkan sekresi dan meningkatkan denyut jantung
Tetap berada di dekat klien untuk membantu menghilangkan kecemasan
dan ketakutannya. Mempertahankan pengetahuan positif terhadap prosedur
dan berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Intervensi keperawatan saat tindakan
Pertahankan jalan nafas agar lancar, siapkan suction jika diperlukan
Kaji anestesi sehubungan dengan oksigen agar tetap baik
Observasi TTv dan denyut jantung
Observasi dan catat tipe dan jumlah pergerakan selama kejang
Pertahankan posisi lengan dan kaki selama kejang
3) Intervensi kepewatan setelah tindakan
Monitor nadi, pernapasan dan tekanan darah setiap 15 menit untuk satu
jam pertama, temani klien sampai benar-benar sadar
Atur posisi klien untuk miring ke salah satu sisi untuk mencegah aspirasi
Orientasikan klien pada waktu dan tempat
Jelaskan tentang apa yang telah terjadi pada klien
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan
kecemasannya sehubungan dengan tindakan ECT
Berikan klien jadwal aktifitas rutin setelah kesadarannya pulih.
d) Evaluasi
Ealuasi yang efektif dari intervensi keperawatan tergantung dari kemampuan dalam
membuat kriteria hasil atau kriteria evaluasi yang telah dibuat sesuai denag diagnosa
keperawatan.
2.3 Menyiapkan Pasien dan Membantu Terapi Electroconvulsif (ECT)
A. Defenisi
Adalah terapi fisik dimana dilakukan pengaliran listrik kearea temporal otak untuk
menghasilkan kejang tipe grand mal untuk memberikan efek teraupetik.
B. Indikasi
1. Depresi mayor
2. Melankolik involusi
3. Skizofrenia
4. Manik
5. Depresi postpartum
C. Kontra Indkasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Infark miokard yang baru terjadi
3. Perdarahan otak
4. Glaukoma
5. Riwayat penyakit kardiovaskular
6. Kehamilan
D. Perangkat Alat
1. Mesin, elektroda ECG
2. Monitor EKG
3. Oksimetri nadi
4. Defibrilator
5. Peralatan pengisap
6. Silinder osigen dan kantong AMBU
7. Set vital sign
8. Penahan mulut dan spatula lidah (biasanya yang berbahan karet)
9. Spuit
10. Tiang infus
11. Obat obat darurat
12. Piala ginjal
13. Gel elektrokonduktif
E. Prosedur
G. Dokumentasi
Dokumentasi penting dalam perawatan kesehatan sekarang ini. Dokumentasi
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Catatan medis harus
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga
layanan yang diberikan untuk perawatan klien. Dokumentasi yang baik
mencerminkan tidak hanya kualitas perawatan tetapi juga membuktikan
pertanggunggugatan setiap anggota tim perawatan dalam memberikan perawatan.
Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta Timur :
TIM
Yacob, annamma, dkk. 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedurs, ed.2. Tangerang Selatan
: Binarupa Aksara Publishing