Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Electro Convulsive Therapy/ ECT merupakan suatu pengobatan untuk penyakit
psikiatri berat dimana pemberian arus listrik singkat pada kepaladigunakan untuk kejang
tonik klonik umum.Pengobatan ECT tetap kontroversial dan beberapa pandangan yang
saling bertentangan tentang hal itu. ECT saat ini sah walaupun efek dari ECT tidak dapat
dibenarkan. Walaupun mekanisme kerjanya belum diketahui, terapi ini efektif tidak nyeri
dan aman (angka kematian lebih sedikit daripada terapi lainatau pada yang tidak diobati :
0,01-0,03 % dari pasien yang diterapi. Electro Convulsive Therapy/ ECT, diperkenalkan
oleh Carletti dan Bini pada tahun 1937 sebagai terapi yang besifat somatic terhadap
pasien dengan gangguan mental. ECT juga dikenal sebagai terapi kejut listrik, digunakan
sebagai perawatan akut rumah sakit pada pasien depresi perilaku yang agitasi atau pasien
yang bunuh diri, psikotik, atau berbahaya bagi orang lain.

Pada 2006, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan 26 juta penduduk


Indonesia mengalami gangguan jiwa. Departemen Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5 juta
orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa (Anonim, 2009). Sumber lain
mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data
Departemen Kesehatan tahun 2007, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa
berat (Anonim, 2010). Perkiraan yang sungguh memprihatinkan sekaligus mengerikan.
Memprihatinkan, karena selain persoalan-persoalan kasatmata, negeri ini juga
dicengkeram problema berdimensi nonfisik. Mengerikan, karena bobot masalah yang
ditanggung anak bangsa ini rupanya semakin lama semakin tidak bias dihitung
jumlahnya.

Terapi ECT pada kalangan masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah terapi
kejang listrik. Terapi kejang listrik atau dikenal dengan electro-convulsive therapie
(ECT), merupakan terapi yang paling banyak digunakan oleh psikiater pada 1930-an,
untuk segala macam penyakit kejiwaan, akan tetapi kemudian pemakaiannya menurun
dan cara pemberiannya berubah setelah 1970-an (Yul Iskandar, 2010). Walaupun sempat
menjadi kontroversi, terpai ECT ini dinyatakan sangat aman dan tidak memiliki efek
samping yang berbahaya. Secara umum, ECT digunakan sebagai pilihan pengobatan
terakhir terutama pada anak dan remaja. Namun, hal ini dilakukan setelah semua metode
dan pengobatan pada pasien dinilai tak berhasil (Prita Daneswari, 2010).

Terapi dinyatakan berhasil, demikian juga dengan sejumlah pasien psikotik


lainnya. Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini melakukan
ECT pertama pada pasien skizofrenia. ECT dilakukan sebanyak 11 kali dan pasien
memberikan respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian menyebar luas di seluruh
dunia. Kini ECT digunakan terutama pada depresi mayor dan skizofrenia.
(www.scribd.com). Hal ini menunjukkan berbagai usaha telah dilakukan untuk
mengembangkan terapi konvulsif ini, dann saat ini terapi konvulsif menjadi salah satu
alternative pengobatan bagi pasien penderita gangguan jiwa.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mapu memahami peran perawat dalam terapi ECT dan dapat
mengaplikasikan Pemberian ECT pada klien gangguan jiwa

1.2.2 Tujuan Khusus


1) Mahasiswa mengetahui defenisi Elektro Convulsig Therapi
2) Mahasiswa mengetahui peran perawat dalam terapi ECT
3) Mahasiswa mampu mengaplikasikan cara melakukan ECT
4) Mahasiswa mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan terpi ECT pada
klien gangguan jiwa
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Electroconvulsif Therapy


A. Defenisi
Elektro convulsif terapi adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada
otak dengan menggunakan 2 elektroda yang ditempatkan dibagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand nal yang berlangsung
25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

B. Indikasi
1) Depresi mayor
Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham somatic, waham bersalah,
tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan
yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
Klien depresi ringan adanya riwayat responsif/memberikan respon membaik
pada ECT
Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau
klien tidak dapat menerina antidepresan
2) Maniak
Klien maniak tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain berbahaya
bagi klien
3) Skizofernia
Terutama yang akut. Gejala positif yang nyata, katatania, atau dengan gejala
efektif.
ECT tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada episode
skizofrenia yang terpisah dan sudah lama tak kambuh
4) Lain-lain
Psikosic episodic
Psikosis apikal
Gangguan obsesif-kompulsif
Delirium
Beberapa gangguan medik seperti neuroleptik malignant syndrome,
kipopituarisme, gangguan epilepsi yang tidak responsif dengan terapi lain.

C. Kontra Indikasi
Walaupun kontra indikasi absolute tidak ada, namun ada keadaan-keadaan dengan
resiko tinggi yaitu
Adanya masa intrakranial termasuk tumor, lematoma dan evolving
stroke
Infark miokardium akut
Hipertensi berat

D. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja Electro Convulsif Therapy (ECT) yang sebenarnya tidak
diketahui, tapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan
biokimia dan faal di dlam otak. Jadi bukan kejang yang ditampilkan secara
motorik melainkan respon bangkitan listrik di otak.

E. Efek samping
Adapun efek samping yang terjadi pada klien yang dilakukan terapi ECT adalah
1) Mortalitas
Angka kematian dengan ECT kira-kira 1/1000 sampai 1/10.000. biasanya akibat
komplikasi kardiovaskuler dan sering terjadi pada klien yang memang
sebelumnya sudah mempunyai kelainan kardiovaskuler.
2) Efek pada susunan saraf pusat
Berupa kebingungan akut dan kehilangan memori, biasanya daya ingat akan
kembali normal dalam waktu 1-6 bulan.
3) Efek sistemik
Kadang terjadi aritmia jantung ringan, biasanya merupakan produk
sampingan dari bradikardia pasca kejang dan karenanya dapat dicegah
dengan menambahkan dosis premedikasi antikoligernik, dapat juga
sekunder terhadap takikardia yang muncul pada saat kejang
Apnea berkepanjangan
Resiko toksis atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan dalam
prosedur ECT

F. Resiko sehubungan dengan pemberian terapi ECT


1) Kematian
Laju mortalitas dari ECT berada dalam rentang 0.01%-0.04% (Abrams, 1998).
Penyebab terbasar adalah komplikasi kardiovaskuler seperti infark miokardium atau
henti jantung
2) Kerusakan otak
Kerusakan otak dianggap menjadi suatu resiko, tetapi faktanya kebanyakan belum
terbukti kebenarannya.
3) Kehilangan memori permanen
Kehilangan memori yang berkepanjangan atau permanen telah dilaporkan oleh
beberapa individu.

G. Pemberian ECT
ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 6-12 kali (kadang-kadang
diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2-3 kali per minggu.
2.2 Aplikasi Peran Perawat daam Pemberian ECT
a) Pengkajian
1) Kaji emosi klien dan tingkat interaksi klien dengan yang lainnya
2) Gali adakah keinginan, rencana, dan tindakan/percobaan bunuh diri
3) Kaji tingkat kecemasan dan perasaan sehubungan dengan pemberian ECT
4) Identifikasi kemampuan klien mengingat saat ini dan yang lalu terhadap suatu
kejadian
5) Identifikasi pengetahuan klien dan keluarga terhadap efek smaping, dan
kemungkinan resiko pemberian ECT
6) Evaluasi terhadap perubahan atau penggunaan obat yang lalu
7) Periksa tanda vital dan riwayat alergi
8) Gali kemampuan klien terhadap kegiatan sehari-harinya (ADL)

b) Diagnosis dan Identifikasi Kriteria Hasil


1) Cemas sedang sampai berat b.d pemberian terapi
2) Kurangnya pengetahuan b.d tidak tahu efek samping atau resiko
3) Resiko terjadinya injuri
4) Resiko tinggi terhadap aspirasi b.d terjadi penuruna kesadaran setelah tindakan
5) Penurunan curah jantung b.d stimulasi vagal yang terjadi selama ECT
6) Perubahan proses pikir b.d. efek smaping dari kehilangan memori dan kekacauan
mental sementara
7) Kurangnya perawatan diri b.d ketidakmampuan selama tahap pemulihan
8) Resiko tinggi terhadap intoleransi aktifitas b.d. kekacauan mental dan kehilangan
memori pasca ECT

c) Intervensi Keperawatan
1) Intervensi keperawatan sebelum pelaksanaan tindakan
Pastikan bahwa dokter telah mendapatkan persetujuan dan format
persetujuan ada di status klien
Pastikan bahwa ada hasil laboratorium terabaru ( darah lengkap, hasil
EKG dan pemeriksaan Rontgen)
Ukur TTV, lepaskan gigi palsu bila klien memakainya, lepaskan kacamata
atau kontak lensa, kenakan pakaian yang longgar
Berikan agen penyekat kolinergik ( atropine sulfat, gliokopirolat), kira-kira
30 menit sebelum tindakan, sesuai anjuran dokter. Adapun fungsinya
adalah untuk menurunkan sekresi dan meningkatkan denyut jantung
Tetap berada di dekat klien untuk membantu menghilangkan kecemasan
dan ketakutannya. Mempertahankan pengetahuan positif terhadap prosedur
dan berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
2) Intervensi keperawatan saat tindakan
Pertahankan jalan nafas agar lancar, siapkan suction jika diperlukan
Kaji anestesi sehubungan dengan oksigen agar tetap baik
Observasi TTv dan denyut jantung
Observasi dan catat tipe dan jumlah pergerakan selama kejang
Pertahankan posisi lengan dan kaki selama kejang
3) Intervensi kepewatan setelah tindakan
Monitor nadi, pernapasan dan tekanan darah setiap 15 menit untuk satu
jam pertama, temani klien sampai benar-benar sadar
Atur posisi klien untuk miring ke salah satu sisi untuk mencegah aspirasi
Orientasikan klien pada waktu dan tempat
Jelaskan tentang apa yang telah terjadi pada klien
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan
kecemasannya sehubungan dengan tindakan ECT
Berikan klien jadwal aktifitas rutin setelah kesadarannya pulih.

d) Evaluasi
Ealuasi yang efektif dari intervensi keperawatan tergantung dari kemampuan dalam
membuat kriteria hasil atau kriteria evaluasi yang telah dibuat sesuai denag diagnosa
keperawatan.
2.3 Menyiapkan Pasien dan Membantu Terapi Electroconvulsif (ECT)
A. Defenisi
Adalah terapi fisik dimana dilakukan pengaliran listrik kearea temporal otak untuk
menghasilkan kejang tipe grand mal untuk memberikan efek teraupetik.

B. Indikasi
1. Depresi mayor
2. Melankolik involusi
3. Skizofrenia
4. Manik
5. Depresi postpartum

C. Kontra Indkasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Infark miokard yang baru terjadi
3. Perdarahan otak
4. Glaukoma
5. Riwayat penyakit kardiovaskular
6. Kehamilan

D. Perangkat Alat
1. Mesin, elektroda ECG
2. Monitor EKG
3. Oksimetri nadi
4. Defibrilator
5. Peralatan pengisap
6. Silinder osigen dan kantong AMBU
7. Set vital sign
8. Penahan mulut dan spatula lidah (biasanya yang berbahan karet)
9. Spuit
10. Tiang infus
11. Obat obat darurat
12. Piala ginjal
13. Gel elektrokonduktif
E. Prosedur

Tindakan keperawatan Rasionalisasi


1. Identifikasi pasien dan jelaskan Mendapatkan kerjasama pasien
mengenai prosedurnya kepada
keluarga dan pasien
2. Periksa apakah pemeriksaan lengkap Hasil hasil laboratorium ini membantu
sudah dilakukan atau belum yang menyingkirkan kontraindikasi atau risiko
meliputi pemeriksan jantung, sistem pasien untuk ECT.
pernapasan, skeletal, dll serta
pemeriksaan laboratorium seperti
darah rutin dan tes urine seperti Hb%,
jumlah leukosit, hitung jenis, glukosa
urine, albumin, dan rongen.
3. Minta izin tertulis dari kerabat Mencegah tuntutan. Penjelasan kepada
terdekat setelah menjelaskan tujuan, kelurga akan membantu mereka mengatasi
metode terapi dan resiko tindakan. rasa takut terhadap terapi.
4. Pasien harus puasa dari tengah malam Mencegah resiko muntah dan aspirasi selama
sebelumnya dan setelah pelaksanaan prosedur.
5. Instruksikan pasien untuk tidak Minyak adalah konduktor listrik yang buruk
mengoles kepala dan minyak pada
hari pelaksanaan ECT dan untuk
mencuci rambutnya dengan shampo.
6. Lepas semua peralatan logam dari Mencegah aliran listrik kearea yang tidak
tubuh pasien, mis :jam tangan, gelang, diinginkan, dan menyebabkan luka bakar
cincin, peniti, dll karena logam adalah konduktor listrik yang
baik
7. Lepas gigi palsu Mencegah tersumbatnya jalan napas
8. Hapus lipstik, kuteks, atau perias Warna warna perias ini dapat menutupi area
lainnya bila ada perubahan yang terjadi, mis :
sianosis
9. Pakaikan pasien dengan gaun yang
longgar
10. Berikan obat sesuai instruksi dokter Meningkatkan efektivitas ECT
11. Anjurkan pasien untuk buang air kecil Mencegah kotornya ranjang akibat efek
sebelum memasuki ruang terapi relaksan dari obat yang diberikan.
12. Berikan suntikan atropin 0,6 mg IM Memblokade saraf vagus sehingga
atau SC setelah sampai satu jam mengurangi sekret orofaring.
sebelum ECT sesuai instruksi dokter
13. Periksa tanda vital Mengevaluasi kondisi pasien
14. Berikan tablet lorazepam atau Meredakan kegelisahan pasien
calmpose bila diinstruksikan
15. Pindahkan pasien keruang tunggu
Membantu pelaksanaan ECT
16. Pindahkan pasien keruang ECT
17. Ranjang yang sudah diberi alas bantal Ranjang yang sudah diberi alas akan
dibawah lengkungan tulang belakang mencengah terjadinya cedera
lumbal. Pasien dapat diposisisikan
telentang.
18. Berikan obat anestesi kerja singkat Obat pelemas otot dan anestesi digunakan
seperti tiopental sesuai intruksi dokter untuk mengurangi serangan konvulsif keras.
19. Tempatkan penahan mulut atau Mencegah tergigitnya lidah, cedera bibir,
spatula lidah yang sudah diberi alas di dan obstruksi jalan napas akibat lidah yang
antara gigi atas dan bawah jatuh kebelakang.
20. Topang sedikit bahu dan lengan dan Menegah fraktur. Penekanan yang terlalu
tahn sendi sendi lutut dengan mantap kuat dapat menyebabkan fraktur femur atau
tetapi lembut. humerus.
21. Hiperekstensikan kepala dengan Mencegah dislokasi atau fraktur rahang dan
menopang dagu. menjaga patenitas jalan napas.
22. Berikan oksigen 100% dengan Membantu pasien mengatasi fase apnue
menggunakan sungkup wajah pasca kejang.
23. Pasang elektroda yang diberi gel. Gel merupakan konduktor listrik yang baik
(elektroda dapat dipasang bilateral, segingga memudahkan aliran listrik untuk
unilateral, atau bifrontal) menghasilkan kejang.
24. /Pantau terjadinya kejang grand mal. Memastikan kesuksesan terapi tanpa adanya
Tahap tonik awal berlangsung 10-15 kejut listrik yang tidak adekuat.
detik. Kemudian terjadi fase relaksasi
otot.
25. Lakukan pengisapan mulut segera Menjaga patenitas jalan napas dan mencegah
terjadinya pneumonia aspirasi.
26. Pulihkan pernapasan dengan Mencegah pasien mengalami komplikasi
memberikan oksigen lewat sungkup pernapsan dan jantung.
bila perlu
27. Periksa dan catat tanda vital Mengevaluasi komplikasi pernapasan atau
jantung apapun.
28. Naikkan jeruji samping ranjang dan Mencegah pasien terjatuh karena gelisah.
posisikan pesien berbaring miring. Berbaring miring menghindari terjadinya
Lap sekret yang keluar dari mulut aspirasi.
29. Pindahkan pasien keruang pemulihan Memastikan pasien sudah sadar
bila ia sudah menjawab pertanyaan
sederhana
30. Periksa tanda vital setiap 15 menit Mengevalusi tanda dan gejala komplikasi,
sampai pasien stabil dan catat hasilnya bila ada.
31. Anjurkan pasien untuk tidur sejenak Membantu pasien beristirahat setelah
mengalami kelelahan.
32. Pindahkan pasien ke bangsal
33. Orientasikkan pasien kembali Orientasi ulang membantu mengatasi tahap
terhadap bangsal, toilet, pos perawat, disorientasi.
dll.
34. Peiksa ada tidaknya nyeri cedera, sakit Mendeteksi ada tidaknya komplikasi,
kepala, dll. khususnya fraktur.
35. Anjurkan pasien untuk minum teh Memenuhi kebutuhan nutrisi pasca puasa
bening yang kemudian diikuti oleh sejak tengah malam sebelumnya.
diet lunak.
36. Catat perrubahan papun yang terjadi Mengevaluasi pola perilaku pasca ECT.
pasca ECT.
F. Komplikasi
1. Gangguan memori
2. Fraktur dan diklokasi
3. Pneumonia aspirasi
4. Sakit kepala, nyeri punggung
5. Nyeri mengunyah
6. Cedera pada mulut dan lidah
7. Kejut listrik yang tidak adekuat
8. Disorientasi

G. Dokumentasi
Dokumentasi penting dalam perawatan kesehatan sekarang ini. Dokumentasi
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Catatan medis harus
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga
layanan yang diberikan untuk perawatan klien. Dokumentasi yang baik
mencerminkan tidak hanya kualitas perawatan tetapi juga membuktikan
pertanggunggugatan setiap anggota tim perawatan dalam memberikan perawatan.

Hal-hal yang perludidokumentasikanpadatahapimplementasi:


a. Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan.
b. Mencatat tindakan apa yang dilakukan, serta respon klien
c. Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk:Contoh : melakukan
therapy ECT
d. Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan yang telah
melakukan intervensi.
Daftar Pustaka

Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan jiwa. Jakarta Timur :
TIM

Videbeck, Sheila L. 2001. Buka ajar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC

Yacob, annamma, dkk. 2014. Buku Ajar Clinical Nursing Procedurs, ed.2. Tangerang Selatan
: Binarupa Aksara Publishing

Anda mungkin juga menyukai