Anda di halaman 1dari 9

Evaluasi Skor Trauma Anak (Pediatric Trauma Score, PTS) Skor trauma anak (Pediatric Trauma Score, PTS)

baru-baru ini dikembangkan dan secara cepat diterima kalangan klinis sebagai alat untuk triase. Studi ini menyelidiki penggunaan PTS dibandingkan dengan Revised Trauma Score, yang dapat digunakan untuk semua umur, dengan melakukan kajian pada catatan medis dari 376 anak berusia 0 hingga 14 tahun yang masuk ke pelayanan trauma pada trauma center tingkat 1. Terdapat hubungan yang signifikan, baik untuk PTS maupun Revised Trauma Score dengan ketahanan hidup (survival), skor keparahan cidera (Injury Severity Score), skor APACHE II, tanda vital, skor skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale), hematocrit, kebutuhan untuk operasi, dan jumlah hari di unit perawatan intensif. Secara statistik, PTS tidak memiliki keuntungan dibanding Revised Trauma Score. Akurasi triase adalah 68.3% untuk PTS dan 78.8% untuk Revised Trauma Score. Revised Trauma Score mudah digunakan dan dapat diaplikasikan secara universal. PTS mengharuskan untuk mempelajari sistem pemberian skor yang terpisah dan hal ini tidak menguntungkan. (JAMA. 1990;263:69-72) Konsep pencegahan kematian akibat trauma telah mengarahkan pada evolusi regionalisasi pada perawatan trauma pada di Amerika Serikat. Sistem pelayanan trauma yang teregionalisasi dan tingkat trauma center yang ditunjuk untuk tempat rujukan akan tergantung pada penilaian yang akurat terhadap pasien-pasien yang cidera dan triase ke fasilitas yang sesuai. Dengan meningkatnya tuntutan untuk efektivitas triase, maka diperlukan sistem skoring untuk membantu keputusan triase. Karena kriteria cidera anatomis dan mekanisme cidera cenderung tidak akurat dan seringkali mengarahkan triase ke fasilitas yang lebih tinggi, nilai-nilai fisiologis seringkali digunakan untuk skoring triase. Sistem skoring juga berguna dalam memprediksikan ketahanan hidup (survival) pasien cidera dan untuk evaluasi kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan membutuhkan indeks cidera sebagai metode untuk menentukan derajat cidera antara berbagai populasi pasien.

Berbagai sistem skoring telah diajukan untuk triase pra rumah sakit pasien-pasien cidera, tetapi skor yang ideal masih perlu terus dikembangkan dan divalidasi. Satu keterbatasan potensial dari skor-skor yang ada adalah bahwa skor-skor ini biasanya didasarkan pada data pasien dewasa. Hingga akhir-akhir ini, tidak ada skor yang tersedia untuk triase pada pasien anak-anak yang cidera. Tepas dkk. telah mengembangkan Pdiatrie Trauma Score (PTS) yang secara cepat dapat diterima untuk penggunaan pada triase pra rumah sakit. Perkembangan dan validasi dari semua sistem skoring triase perlu membahas beberapa isu. Ini meliputi akurasi triase juga kemudahan sistem skoring untuk dipelajari dan digunakan. Yang paling penting, sistem yang baru sebaiknya dapat memberikan keuntungan yang nyata dibandingkan dengan sistem-sistem skoring yang telah ada sebelumnya, sehingga dapat diterima dan digunakan. Karena tidak ada parameter yang diterima secara universal untuk evaluasi sistem skoring yang baru, studi ini menyelidiki penggunaan PTS berdasarkan berbagai penggunaan, termasuk di dalamnya, akurasi triase, prediksi ketahanan hidup, dan hubungan dengan prediktor-prediktor standar lain dari keparahan cidera dan kerusakan fisiologis. Untuk menentukan apakah PTS lebih baik dibandingkan skor-skor yang sudah ada, sistem ini dibandingkan dengan Revised Trauma Score (RTS), skor triase yang dapat diterima dan dapat digunakan untuk semua umur. METODE Tiga ratus tujuh puluh enam anak berusia kurang dari 15 tahun, yang masuk ke pusat pelayanan trauma Harborview Medical Center, trauma center tingkat 1 di Seattle, Wash, selama periode selama 30 bulan yaitu dari Januari 1985 hingga Juni 1987, diidentifikasi dari Harborview Trauma Registry. Anak-anak yang mengalami luka bakar dieksklusi, karena anak-anak ini kemudian di-triase ke Harborview tanpa melihat keparahan luka bakarnya. Data dari 276 anak kemudian dikaji untuk demografis pasien, tanda vital pada tempat kejadian cidera dan pada unit gawatdarurat, Glasgow Coma Scale pada tempat kejadian cidera dan pada unit gawat darurat, cidera

yang teridentifikasi, kebutuha untuk operasi (emergent, urgent, atau elective), jumlah hari di unit perawatan intensif, data laboratorium, dan luaran klinis. Skor APACHE II, suatu skor untuk mengukur gangguan fisiologis yang digunakan pada situasi unit pelayanan intensif, dihitung untuk tiap pasien menggunakan data tanda vital pada unit gawat darurat dan data laboratorium. Injury Severity Score (ISS) dihitung saat pulang menggunakan Abbreviated Injury Scale, yang direvisi pada tahun 1985. ISS adalah pengukuran anatomis standar untuk cidera dengan skor dengan rentang dari 0 hingga 75, dengan jumlah paling besar menunjukkan cidera yang paling serius. Evaluasi statistik untuk data meliputi statistik deskriptif dan analisis koefisien korelasi Spearman Rank, kemudian dilakukan analisis regresi linear untuk ISS terhadap PTS dan ISS terhadap RTS. Selain itu, dilakukan juga analisis regresi logistik untuk ketahanan hidup terhadap PTS dan ketahanan hidup terhadap RTS. Pdiatrie Trauma Score dan RTS kemudian dihitung, pertama dengan menggunakan informasi dari tempat kejadian, dan dihitung lagi berdasarkan data dari unit gawat darurat. PTS, suatu kombinasi sistem skoring yang mengkombinasikan penilai terhadap aspek-aspek anatomis dan fisiologis, menilai enam variabel klinis pada anak yang mengalami cidera dan untuk tiap variabel diberikan nilai -1, +1, or +2. Skor yang dihasilkan untuk tiap anak yang cidera dapat memiliki rentang dari -6 hingga +12, dengan cidera paling parah adalah yang memiliki skor paling rendah (tabel 1). RTS, suatu skor fisiologis, dikembangkan oleh analisis statistik dan perbaikan dari dari skor trauma (Trauma Score). Meskipun tiga variabel di RTS yang dipertahankan dari Trauma Score telah dikembangkan untuk memperbaiki nilai prediksinya terhadap ketahanan hidup, pengembangan ini tidak dapat diaplikasikan jika RTS digunakan sebagai skor triase. Ini akan menghasilkan skor dengan rentang 0 hingga 12, dengan skor paling rendah menunjukkan cidera yang paling parah (tabel 2). Yang digunakan pada studi ini adalah skor RTS yang belum direvisi. Data lengkap untuk penilaian di unit gawat darurat untuk PTS dan RTS tersedia untuk keseluruhan subjek sebanyak 376 pasien, tetapi hanya 278 catatan medis yang

memiliki data lengkap untuk penilaian di tempat kejadian. Semua analisis data pada studi ini menggunakan skor pada unit gawat darurat baik untuk RTS dan PTS, kecuali untuk analisis triase, yang didasarkan pada skor pada tempat kejadian. Tingkat overtriage, undertriage, dan triase yang akurat dihitung untuk PTS dan RTS menggunakan data dari tempat kejadian (n = 278). Tingkat triase PTS dan RTS dibandingkan secara statistik menggunakan McNemar's Test. Injury Severity Scores yang lebih tinggi dari 15 digunakan sebagai proxy untuk cidera dengan kekuatan yang cukup untuk membutuhkan pelayanan di trauma center. Anak-anak dengan PTS senilai 8 atau kurang telah terbukti memiliki angkakematian tinggi; sehingga skor sejumlah 8 atau kurang digunakan untuk mengindikasikan triase yang sesuai ke trauma center. Secara serupa, pasien-pasien dengan RTS senilai 11 atau kurang juga diidentifikasi sebagai kelompok yang membutuhkan pelayanan di trauma center. Tingkat overtriage diidentifikasi sebagai proporsi anak yang cidera yang memiliki ISS kurang dari 15 tetapi PTS senilai 8 atau kurang dan RTS 11 atau kurang, sehingga mengindikasikan kebutuhan untuk triase ke trauma center. Sebaliknya, tingkat undertriage didefinisikan sebagai proporsi anak yang memiliki ISS lebih tinggi dari 15 tetapi nilai PTS 9 atau lebih atau RTS 12 atau lebih, sehingga tidak mengindikasikan pelayanan di trauma center. Akurasi triase didefinisikan sebagai total jumlah anak yang di-triase secara benar oleh PTS atau RTS dibagi jumlah total anak yang cidera yang diterapi. Studi ini telah disetujui oleh Komite Etik Institusi di University of Washington. HASIL Data demografis Dari 376 anak yang mengalami cidera, terdapat 254 anak laki-laki dan 122 anak perempuan. Usia arata-rata adalah 7.9 tahun (SD, 4.2 tahun), dengan rentang usia 1 bulan hingga 14 tahun 11 bulan. Profil rasnya adalah 72% kulit putih, 15% kulit hitam, 7% Asia, 2% penduduk asli Amerika, dan 4% lain-lain.

Mekanisme cidera

Lima puluh persen cidera terkait dengan kecelakaan kendaraan bermotor (baik sebagai pengendara, pejalan kaki, atau pengendara sepeda). Delapan persen dari anak tersebut mengalami cidera pada kecelakaan bersepeda yang tidak terkait kendaraan bermotor. Dua puluh empat persen cidera merupakan efek sekunder akibat jatuh, dan 6% dari anak tersebut tertabrak. Trauma tajam terjadi pada 6%. Keparahan cidera Distribusi skor ISS, PTS, dan RTS ditemukan mengkerut ke arah tingkat keparahan cidera yang lebih rendah (gambar 1 hingga 3). Nilai median untuk masing-masing skor ini adalah sebagai berikut (nilai dalam kurung adalah nilai rata-rata): ISS, 10.0 (16.0); PTS, 8.0 (7.4); RTS, 12.0 (10.2). kelompok yang terdiri dari 278 anak dengan data pra rumah sakit yang lengkap memiliki indeks-indeks yang serupa: ISS, 11.5 (18.0); PTS, 8.0 (7.0); RTS, 12.0(10.0). seratus tiga puluh delapan (37%) anak memiliki ISS yang lebih dari 15. Empat puluh persen masuk dengan Glasgow Coma Scale yang kurang dari 15. Dua puluh tujuh anak meninggal, dan ini sama dengan angka kematian sebesar 7,2%. Perbandingan dari PTS dan RTS Ditemukan nilai koefisien korelasi Spearman Rank yang signifikan (P=.003) baik untuk PTS maupun RTS dengan variabel-variabel berikut: APACHE II, skor Glasgow Coma Scale saat masuk, tekanan darah sistolik saat masuk, RR saat masuk, hematocrit yang diperiksa di unit gawat darurat, kebutuhan untuk operasi, dan jumlah hari perawatan di unit perawatan intensif (tabel 3). Secara keseluruhan, korelasi untuk RTS lebih besar dibandingkan korelasi PTS yang bersesuaian, menunjukkan hubungan yang lebih kuat. Korelasi Pdiatrie Trauma Score tidak lebih baik dibandingkan korelasi RTS bahkan ketika anak berusia 0-4 tahun diperiksa sebagai kelompok yang terpisah (data tidak ditunjukkan). Regresi logistik terhadap ketahanan hidup pada PTS dan ketahanan hidup pada RTS menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan masing-masing skor. Nilai P untuk RTS (P<.001) lebih kecil daripada untuk PTS (P=.003), menunjukkan bahwa RTS mungkin lebih baik dalam memprediksikan ketahanan hidup dibandingkan PTS.

Regresi linear dari ISS terhadap PTS menunjukkan hubungan berbanding terbalik yang signifikan (r=-.74, P<.0001). Regresi linear dari ISS terhadap RTS menunjukkan korelasi yang bahkan lebih kuat lagi (r= - .80, P<.0001). Tingkat overtriage, undertriage, dan akurasi skor di tempat kejadian (n = 278) dari PTS dan RTS disajikan pada tabel 4. Dengan mengaplikasikan McNemar's Test, overtriage secara signifikan lebih besar pada menggunakan PTS (P<.001), sementara undertriage lebih besar pada menggunakan RTS (P<.005). Akurasi keseluruhan secara signifikan lebih besar untuk RTS dibandingkan dengan PTS (P<.001). KOMENTAR Pdiatrie trauma score merupakan konsep yang rasional. Trauma adalah penyebab utama kematian pada anak, suatu populasi yang berbeda dengan dewasa. Bagaimanapun, untuk menggantikan atau menambah alat-alat pengukuran yang telah ada sebelumnya, suatu metode yang baru perlu terbukti lebih baik pada beberapa aspek jika dibadingkan dengan yang lama. Tepas dkk., pada evaluasinya mengenai PTS, menghubungkan sistem skoring terebut dengan ISS dan menemukan hubungan linear terbalik yang signfiikan. Meskipun begitu, karena ISS hanya merupakan pengukuran anatomis dari keparahan cidera dan tidak mengukur perubahan-perubahan fisiologi atau urgensi perawatan, skala ini tidak sesuai untuk kriteria utama untuk validasi skor triase yang baru. Karena sejauh ini tidak ada pengukuran komprehensif yang dapat diterima untuk validasi skor triase, kami telah menyertakan perbandingan kemampuan PTS dan RTS untuk memprediksikan ketahanan hidup dan memprediksikan ISS. Kami juga memeriksa hubungannya secara terpisah dengan skor Glasgow Coma Scale, skor APACHE II, tanda-tanda vital, jumlah hari perawatan di ICU, kebutuhan operasi, dan hematocrit yang didapat di unit gawat darurat. PTS ditemukan tidak menawarkan keuntungan dibandingkan RTS. Meskipun PTS dikembangkan terutama untuk anakanak yang cidera dan diharapkan memberikan keuntungan untuk menilai anak yang usianya lebih muda, kami tidak mampu menunjukkan adanya keuntungan statistik bahkan pada anak berusia 0-4 tahun.

Selain untuk perbandingan dengan skor-skor dan prediktor-prediktor yang sudah ada, skor-skor baru perlu dinilai berdasarkan kriteria tambahan. Untuk skor-skor triase, ini meliputi kompleksitas pemberian skor dan akurasi triase. Kompleksitas skor berdampak pada logis atau tidaknya mengimplementasikan sistem skoring yang baru, termasuk dalam pendidikan paramedis atau teknisi medis gawat darurat dan akurasi skor. Akurasi triase, terutama terkait dengan tingkat overtriage, berkaitan secara langsung dengan penggunaan sumber daya dan biaya kesehatan yang tidak perlu. Skor yang baru harus terbukti lebih baik dibandingkan skor yang lama untuk menjustifikasi kebutuhan untuk belajar dan mengelola sistem skor yang terpisah. Penggunaan nilai skor spesifik untuk keputusan triase akan mempengaruhi tingkat overtriage dan undertriage, juga kematian. Overtriage, proporsi pasien yang dibawa ke trauma center padahal sebenarnya tidak membutuhkan tingkat perawatan ini, adalah penting terutama sebagai masalah pemanfaatan sumber daya manusia. Jika terlalu banyak pasien dibawa ke trauma center, beban untuk penggunaan sumber daya akan terlalu berat dan biaya-biaya yang tidak perlu akan meningkat. Undertriage, proporsi pasien yang membutuhkan pelayanan ke trauma center tetapi tidak menerimanya, terutama merupakan masalah pelayanan medis yang tidak memadai untuk masing-masing pasien. Pasien yang terluka sangat parah yang dibawa ke rumah sakit terdekat dan bukannya trauma center atau institusi lain yang sesuai dapat mengalami penundaan perawatan atau perawatan yang tidak sesuai dan mungkin memiliki luaran klinis yang lebih buruk. Ramenofsky dkk., pada studi yang melibatkan 450 anak, menunjuk bahwa rentang triase PTS kritis adalah 8 hingga 9 dan menunjukkan angka kematian 0% untuk PTS yang lebih dari 8 dan angka kematian 24% untuk PTS senilai 8 atau kurang. Studi kami secara serupa menunjukkan tidak ada kematian pada PTS lebih dari 8 dan angka kematian 13% pada anak dengan PTS senilai 8 atau kurang. Distribusi PTS pada populasi kami (Gambar 2) menunjukkan bahwa nilai 8 atau 9 adalah nilai yang paling sering terjadi. Ini berkebetulan dengan rentang keputusan untuk triase PTS. Adalah sesuatu yang mengkhawatirkan jika kesalahan hitung satu dari enam variabel pada PTS dapat menyebabkan peningkatan potensi overtriage atau

undertriage dari sejumlah besar pasien. Ini tampak nyata tidak hanya pada perawatan pasien, tetapi juga untuk penggunaan optimal trauma center dan sumber daya rumah sakit masyarakat. Tingkat overtriage menggunakan PTS (42.6%) secara statistik lebih besar dibandingkan dengan menggunakan RTS (19.5%) dan akan menyebabkan penambahan biaya yang tidak perlu untuk sitem trauma. Meskipun tigkat undertriage untuk PTS (14.7%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan RTS (23.9%), adalah mungkin bagi anak-anak dengan cidera kepala saja untuk memiliki PTS senilai lebih dari 8, sehingga undertriage ini memiliki efek buruk pada luaran klinis. The American College of Surgeons Committee on Trauma merekomendasikan penggunaan RTS dan PTS untuk triase. Dokter-dokter yang mendukung penggunaan RTS menekankan bahwa faktor-faktor selain status fisiologis perlu digunakan dalam menyusun panduan triase. Individu-individu ini menyadari bahwa cidera-cidera tertentu (misalnya trauma tajam thorax, abdomen, kepala, leher, atau inguinal; dua atau lebih fraktur proksimal tulang panjang; atau flail chest) membutuhkan triase ke trauma center. Kecelakaan-kecelakaan dengan bukti adanya trauma kecepatan tinggi (jatuh lebih dari >20 kaki, pasien terlontar keluar dari mobil, atau kematian pada penumpang yang berada pada mobil yang sama, dsb.) juga mengarahkan triase pasien ke trauma center. Bagaimanapun, beberapa yang pro PTS menggunakan ini sebagai kriteria tunggal dari pasien cidera, karena skor ini merupakan kombinasi sistem skoring anatomis/fisiologis. Inklusi variabel-variabel anatomis pada PTS mungkin bertanggungjawab pada angka yang lebih rendah untuk undertriage dibandingkan dengan RTS jika RTS digunakan tanpa cidera tambahan dan kriteria trauma kecepatan tingi sebagaimana disebut di atas. Inklusi kriteria cidera yang spesifik dan bukti adanya trauma kecepatan tinggi dalam memutuskan triase diperkirakan dapat menurunkan tingkat undertriage dari RTS. Pemeriksaan distribusi RTS (gambar 3) mengungkapkan rentang kritis yang perbedaannnya jauh lebih jelas. Sebagaimana direkomendasikan oleh Committee on Trauma, pasien-pasien dengan skor kurang dari 12 perlu dibawa ke trauma center atau fasilitas lain yang ditunjuk. Skor senilai 12 menunjukkan skor optimal di mana ketiga variabel mencapai nilai paling baik (skor Glasgow Coma Scale, 13 hingga 15; tekanan

darah sistolik >89 mm Hg; respirasi 10/menit hingga 29/menit). Jika satu dari variabelvariabel ini tidak optimal, skor akan kurang dari 12 dan pasien perlu dibawa ke trauma center. Semakin sedikit variabel pada suatu sistem skoring, semakin rendah kesempatan untuk kesalahan skoring. RTS memiliki variabel yang lebih sedikit dibandingkan PTS, dan keputusan triase menggunakan RTS seringkali dibuat sebelum kalkulasi skor formal pada adanya cidera spesifik atau kecepatan tinggi. Abnormalitas yang signifikan secara klinis pada satu dari tiga variabel ini akan menyebabkan nilai skor kurang dari 12 dan triase otomatis akan merujuk ke trauma center atau fasilitas sejenis yang ditunjuk. Terdapat kekuatan pada kesederhanaan RTS. Skor ini mudah digunakan dan bersifat universal dalam aplikasinya. Studi ini menunjang penggunaan sistem ini pada anak. PTS bersifat lebih rumit dan melibatkan pembelajaran sistem skoring yang terpisah. Kami tidak mampu menunjukkan kelebihan PTS dibandingkan RTS.

Anda mungkin juga menyukai