Anda di halaman 1dari 140

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN LOW BACK

PAIN PADA KEGIATAN MENGEMUDI TIM EKSPEDISI PT ENSEVAL


PUTERA MEGATRADING JAKARTA TAHUN 2010
SKRIPSI
OLEH:
TRIMUNGGARA KANTANA
(106101003360)
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 November 2010
Trimunggara Kantana
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Desember 2010
Trimunggara Kantana, NIM: 106101003360
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada Kegiatan
Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun
2010
xx + 110 halaman,12 tabel, 10 gambar, 2 bagan, lampiran
ABSTRAK
Low back pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik. Low back pain dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit musculoskeletal, gangguan psikologis dan mobilisasi yang
salah. Tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading lebih banyak melakukan
pekerjaan mengemudi, baik motor ataupun mobil, rata rata mereka mengemudi di
atas 6 jam sehari. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan tesebut ,
pada 10 orang tim ekspedisi yang menggunakan motor dan 10 orang yang
menggunakan mobil didapati seluruhnya pernah mengalami keluhan low back pain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi
keluhan low back pain pada kegiatan mengemudi tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading tahun 2010 yang terdiri dari faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, tinggi badan, obesitas, masa kerja, dan durasi mengemudi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang
dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini menggunakan
sampel jenuh yaitu sebanyak 41 pekerja. Uji statistik menggunakan chi square dan
uji non parametrik Mann Whitney untuk variabel masa kerja dan durasi mengemudi
per hari untuk melihat adanya hubungan antara kedua variabel.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui gambaran keluhan low back pain yang
dirasakan pekerja adalah 28 pekerja (68,3 %) mengeluh low back pain dan 13 pekerja
tidak mengeluh low back pain. Didapatkan faktor usia mempengaruhi terjadinya
keluhan low back pain dengan P value 0,017, yang artinya usia pekerja mempunyai
hubungan yang bermakna dengan keluhan low back pain.
Oleh karena itu, disarankan kepada perusahaan agar mengatur ulang rute
perjalanan yang dilalui oleh pekerja atau melakukan rotasi rute yang dilalui pekerja.
Lalu melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk memberikan pelatihan tata cara
mengemudi yang baik, untuk melakukan pengecekan kesehatan, dan untuk
melakukan pengecekan terhadap kondisi kendaraan. Selain itu bagi para pekerja
hendaknya mulai membiasakan diri untuk tidak merokok karena selain dapat
meyebabkan terjadinya keluhan low back pain, merokok juga dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit. Pekerja juga disarankan agar lebih menyesuaikan posisi
duduknya senyaman mungkin, terutama bagi pekerja yang memiliki tinggi badan
163 cm. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengikutsertakan variabel-
variabel lain yang diduga berhubungan dengan keluhan low back pain yang tidak
diteliti pada penelitian ini seperti variabel lingkungan dan melengkapi keterbatasan
yang terdapat pada penelitian ini.
Daftar Bacaan : 41 (1980 - 2010)
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, December 2010
Trimunggara Kantana, NIM: 106101003360
The Factors Affecting The Low Back Pain Complaints On Expedition Team
Driving Activities PT Enseval Putera Megarading, Jakarta in 2010
xx + 110 pages, 12 tables, 10 drawings, 2 charts, attachments
ABSTRACT
Low back pain is one of musculoskeletal disorders caused by poor body
activity. Low back pain can be caused by a variety of musculoskeletal diseases,
psychological disorders and wrong mobilization. The expedition team of PT Enseval
Putera Megatrading more driving job, either motorcycle or car average they drove
over 6 hours a day. According to preliminary studies conducted at the company, the
expedition team of 10 people who use motorcycles and 10 people using the car found
all had experienced low back pain complaints.
This research aims to identify factors that influence low back pain complaints
in the driving activities of the expedition team which consists of job factors, age,
smoking habits, exercise habits, height, obesity, period of employment, and duration
of driving. This research is a quantitative research with cross sectional design
conducted in August through December 2010. This research used a sample that is
saturated as much as 41 workers. Statistical test using the chi square test and non
parametric Mann Whitney test for variable period of employment and duration of
driving to see a relationship between two variables.
The result of research is 28 workers (68.3%) complained of low back pain and
13 workers did not complain of low back pain. The age factor influencing the
occurrence of low back pain complaints with P value 0.017, which means age
workers have a significant correlation with low back pain complaints.
Therefore, it is suggested to the company to reset the route through which the
workers or do the rotation route. Then do the agreements with third parties to provide
good driving training, to perform health checks, and to check the condition of the
vehicle. In addition, workers should begin to familiarize themselves not to smoke
because in addition to causing the occurrence of low back pain complaints, smoking
can also cause various diseases. Workers are also advised to adjust the position of his
seat as comfortable as possible, especially for workers who have height 163 cm.
For further research is expected to include other variables that allegedly associated
with low back pain complaints are not investigated in this study, such as environment
variables and complement the limitations contained in this research.
Reading List : 41 (1980 - 2010)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN LOW BACK
PAIN PADA KEGIATAN MENGEMUDI TIM EKSPEDISI PT ENSEVAL
PUTERA MEGATRADING JAKARTA TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 7 Februari 2011
Mengetahui
Dr. H Arif Sumantri, SKM, MKes Iting Shofwati, ST, MKKK
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II .
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 16 Desember 2010
Penguji I
Dr. H Arif Sumantri, SKM, MKes
Penguji II
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji III
Selamat Riyadi, MKKK
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Di dalam daftar riwayat hidup ini menerangkan bahwa :
Nama : Trimunggara Kantana
NIM : 106101003360
Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 16 Oktober 1988
Umur : 22 Tahun
Agama : Islam
Status Pernikahan : Lajang
Status Kewarganegaraan : WNI
Alamat : Permata Hijau Permai F1 no 1, Kaliabang
Tengah, Bekasi Utara, Bekasi
No.Telp : 08567353149
Email/blog : try_it88@yahoo.com
Menerangkan dengan sesungguhnya :
PENDIDIKAN FORMAL
No Lembaga Jurusan Tahun
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
K3 (Keselamatan
dan Kesehatan
Kerja) Kesehatan
Masyarakat
2006 - Sekarang
2 SMA Negeri 4 Bekasi IPA Lulus tahun 2006
3 SLTP Negeri 1 Bekasi - Lulus tahun 2003
4 SD Mutiara 17 Agustus - Lulus tahun 2000
PENDIDIKAN NON FORMAL
No Lembaga Tahun
1 Training Sistem Manajemen K3 OSHA 18001 ; 2007 2008
2 Training Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001;2004 2008
PENGALAMAN ORGANISASI
No Lembaga Tahun
01
Ketua Panitia Seminar Profesi K3 UIN How To Be
Healthy And Fashionable With Your Notebook
2009
02
Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Kelapa Dua
Kabupaten Tangerang
2009
02 Pramuka SMAN 4 Bekasi 2003-2006
03 Study Club SLTPN 1 Bekasi 2003
Lembar Persembahan
Tidak ada kebaikan ibadah
yang tidak ada ilmunya dan
tidak ada kebaikan ilmu yang
tidak difahami dan tidak ada
kebaikan bacaan kalau tidak
ada perhatian untuknya
--Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah--
Skripsi ini
Ku persembahkan untuk kedua
orang tuaku, keluargaku, dan
semua orang yang kusayangi
KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Mencintai, dengan pancaran cinta yang abadi. Yang selalu melimpahkan nikmat dan
karunia kepada hamba-Nya dengan adil dan sempurna. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Saw, beserta keluarga dan para
sahabatnya. Untaian rasa syukur penulis panjatkan karena dengan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim
Ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun 2010 tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak, sehingga penyusunan skripsi dapat terlaksana sesuai dengan yang telah
direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa
terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku ketua program studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr H Arif Sumantri, SKM, MKes selaku pembimbing skripsi dan dosen
penguji dalam ujian skripsi, yang selalu sabar membimbing saya, memberikan
waktu, arahan, dan pengembangan pemikiran kepada saya selama pelaksanaan
skripsi.
4. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku pembimbing skripsi dan dosen penguji
dalam ujian skripsi, terima kasih atas bimbingan ibu, saran-saran, arahan,
motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.
5. Bapak Selamat Riyadi, MKKK selaku dosen penguji dalam ujian skripsi, terima
kasih atas kesediaannya untuk menjadi penguji dalam ujian skripsi, dan saran-
saran yang sangat berarti bagi perbaikan penulisan kedepannya.
6. Seluruh dosen dan staf PSKM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Irman, Bapak H Muhadi, yang telah banyak membantu, mengmberikan
izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Enseval Putera
Megatrading. Para pekerja di tim ekspedisi atas kesediaannya mengisi kuesioner
penelitian.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan
Special Thanks To :
1. Kedua orang tua tercinta, sebagai penyemangat dalam hidupku yang tiada
hentinya memberikan motivasi, doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak dapat
terlukiskan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga
Allah SWT senantiasa melindungi kedua orang tuaku, dan memberikan yang
terbaik dalam setiap langkah yang dijalani.
2. Sahabat dan teman seperjuangan 3G Public Health 06 especially untuk anak
anak kosan yang telah bersama sama berjuang selama kurang lebih empat tahun.
Banyak suka duka yang kita lewati bersama, thank you for everything, semua ini
adalah awal dari kehidupan yang sebenarnya, semoga semua yang kita cita
citakan akan terwujud dikemudian hari.
3. Emi, thanks for already present in my life, you are very meaningful to me, so
thank you for everything, hope we will be better in the future.
4. Teman-teman serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
serta segenap pihak yang telah berperan membantu pelaksanaan penelitian skripsi
dan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
demi perbaikan penulisan kedepannya.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Dengan
memanjatkan doa kepada Allah SWT, saya berharap semua kebaikan yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amien.

Jakarta, 16 Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................................... i
ABSTRAK................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ viii
LEMBAR PERSEMBAHAN..................................................................................... x
KATA PENGANTAR................................................................................................ xi
DAFTAR ISI............................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. xviii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xix
DAFTAR ISTILAH.................................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 9
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................... 11
1.5.1 Perusahaan.............................................................................................. 11
1.5.2 Institusi Pendidikan................................................................................ 11
1.5.3 Peneliti ................................................................................................... 11
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Low back pain .................................................................................................. 13
2.1.1 Definisi Low back pain ......................................................................... 13
2.1.2 Insiden ................................................................................................... 15
2.1.3 Etiologi .................................................................................................. 16
2.1.4 Penatalaksanaan dan Pencegahan low back pain................................... 17
2.2 Anatomi Tubuh Manusia ................................................................................. 24
2.2.1 Sistem Muskuloskeletal ....................................................................... 25
2.2.2 Anatomi Tulang Belakang .................................................................... 26
2.3 Faktor Resiko Low back pain........................................................................... 28
2.3.1 Faktor Pekerjaan..................................................................................... 28
2.3.2 Faktor Individu....................................................................................... 31
2.3.3 Faktor Lingkungan ................................................................................. 40
2.4 Metode Penilaian Resiko Ergonomi ................................................................ 41
2.4.1 Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) .................. 41
2.4.2 Quick Exposure Checklist ...................................................................... 42
2.4.3 Ovako Working Posture Analysing System............................................ 44
2.4.4 Rapid Entire Body Assessment ............................................................... 45
2.4.5 Rapid Upper Limb Assessment............................................................... 46
2.6 Kerangka Teori ................................................................................................ 58
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................ 60
3.2 Definisi Operasional......................................................................................... 62
3.3 Hipotesis .......................................................................................................... 65
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 66
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 66
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 66
4.4 Instrumen Penelitian dan Sumber Data ........................................................... 67
4.5 Pengolahan Data .............................................................................................. 69
4.6 Analisis Data .................................................................................................. 72
4.6.1 Analisis Univariat .................................................................................. 72
4.6.2 Analisis Biivariat ................................................................................... 73
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................................... 74
5.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ................................................................... 74
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ...................................................................... 76
5.2 Analisis Univariat............................................................................................. 76
5.2.1 Gambaran Keluhan Low Back Pain Pekerja.......................................... 76
5.2.2 Gambaran Faktor Resiko Pekerjaan....................................................... 77
5.2.3 Gambaran Faktor Resiko Individu......................................................... 83
5.3 Analisis Bivariat ............................................................................................... 85
5.3.1 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan Low Back Pain .............. 85
5.3.2 Hubungan Faktor Individu dengan Keluhan Low Back Pain ................ 86
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 90
6.2 Keluhan Low Back Pain................................................................................... 91
6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjan dengan Keluhan Low Back Pain .............. 94
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu dengan Keluhan Low Back Pain............... 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .................................................................................................... 107
7.2 Saran............................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skor Grup A RULA.................................................................................. 52
Tabel 2.2 Grand Total Score Table .......................................................................... 53
Tabel 2.3 Skor Grup B RULA.................................................................................. 56
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................. 62
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Low Back Pain di PT
Enseval Jakarta Tahun 2010 ..................................................................... 76
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Resiko Faktor Pekerjaan di
PT Enseval Jakarta Tahun 2010................................................................ 77
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Resiko Faktor Individu di
PT Enseval Jakarta Tahun 2010................................................................ 83
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja dan Durasi Mengemudi
per Hari di PT Enseval Jakarta Tahun 2010 ........................................... 84
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Faktor Pekerjaan dengan Keluhan Low
Back Pain di PT Enseval Jakarta Tahun 2010 .......................................... 85
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Faktor Individu dengan Keluhan Low
Back Pain di PT Enseval Jakarta Tahun 2010 .......................................... 86
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Berdasarkan Keluhan Low
Back Pain di PT Enseval Jakarta Tahun 2010 .......................................... 88
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Durasi Mengemudi per Hari
Berdasarkan Keluhan Low Back Pain di PT Enseval Jakarta Tahun
2010........................................................................................................... 89
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang ..................................................................... 26
Gambar 2.2 Postur Bagian Lengan Atas................................................................... 49
Gambar 2.3 Postur Bagian Lengan Bawah ............................................................... 50
Gambar 2.4 Postur Pergelangan Tangan................................................................... 51
Gambar 2.5 Postur Putaran Pergelangan Tangan ..................................................... 51
Gambar 2.6 Postur Leher .......................................................................................... 54
Gambar 2.7 Postur Punggung ................................................................................... 55
Gambar 2.8 Postur Kaki............................................................................................ 55
Gambar 5.1 Posisi Mengemudi Pada Mobil ............................................................. 78
Gambar 5.2 Posisi Mengemudi Pada Motor ............................................................. 80
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................ 59
Bagan 3.1 Kerangka Konsep..................................................................................... 61
DAFTAR ISTILAH
Berikut ini adalah istilah istilah yang digunakan dalam laporan ini :
1. Low back pain
Gangguan muskuloskeletal yang pada daerah punggung bawah yang disebabkan
oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.
2. Tim ekspedisi
Pekerja yang bertugas mengantarkan pesanan produk ke konsumen.
3. Ergonomi
Ilmu yang mempelajari tentang keserasian antara pekerja, pekerjaan dan
lingkungan
4. Tendon
Urat keras yang menghubungkan otot dengan sendi atau yang menghubungkan
otot dengan tulang
5. Ligamen
Jaringan ikat yang kuat yang mengikat tulang pada persendian
6. Fascia
Jaringan ikat yang mengelilingi otot, kelompok otot, pembuluh darah dan saraf
7. Kartilago
Tulang yang sifatnya bingkas, merupakan sebagian dari kerangka dan menutupi
ujung tulang yang panjang untuk melancarkan persendian atau tulang rawan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan keluhan yang
sering kita dengar dari orang usia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan dialami
oleh orang usia muda (Paliyama, 2003). Low back pain atau nyeri punggung bawah
merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas
tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002). Low back pain dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit musculoskeletal, gangguan psikologis dan
mobilisasi yang salah.
Menurut Rakel (2002), low back pain adalah nyeri punggung bawah yang
berasal dari tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut.
Dengan demikian low back pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah
punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang
kurang baik.
Sekitar tiga kwartal dari kasus kasus sakit akibat kerja berdasarkan The
Labour Force Survey (LFS) U.K adalah musculoskeletal disorders misalnya (anggota
tubuh bagian atas atau permasalahan punggung), stress, depresi atau gelisah.
Prevalensi kasus musculoskeletal disorders sebesar 1.144.000 dengan menyerang
punggung sebesar 493.000 kasus, anggota tubuh bagian atas atau leher 426.000
kasus, dan anggota tubuh bagian bawah 224.000 kasus (HSC, 2006/2007)
Masalah nyeri punggung bawah yang timbul akibat duduk lama menjadi
fenomena yang sering terjadi saat ini. 60 % orang dewasa mengalami nyeri punggung
bawah karena masalah duduk yang terjadi pada mereka yang bekerja atau yang
aktivitasnya lebih banyak dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan posisi yang
salah dapat menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat merusak
jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan penekanan
pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus
(Chang, 2006 dalam Zamna, 2007).
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada
periode tahun 1996 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan, 64 % diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor
resiko ergonomi. OSHA (2000) menyatakan sekitar 34 % dari total hari kerja yang
hilang karena cedera dan sakit yang diakibatkan oleh Musculoskeletal Disorders
(MSDs) sehingga memerlukan biaya kompensasi sebesar 15 sampai 20 miliar dolar
US.
Menurut journal medicine di Inggris, 180 juta waktu kerja terbuang akibat
sakit pinggang, yang disebabkan karena duduk di kursi dengan standar kelayakan
yang tidak cukup baik. Aryawan dan Darmadi (2000) mengatakan bahwa LBP
merupakan keluhan kesehatan nomor dua pada manusia setelah influenza.
Keluhan dan gangguan kesehatan terkait muskuloskeletal yang umumnya
dijumpai akibat mengemudi antara lain adalah nyeri pada leher, punggung, dan bahu;
kejang; tekanan dan sirkulasi darah yang buruk di daerah kaki dan bokong; segera
setelah mengemudi resiko cedera punggung bawah akibat mengangkat meningkat dan
terjadi degenerasi pada diskus spinal dan herniasi diskus. (Ergonomic Today, 2002).
Hasil studi Depkes tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005
menunjukkan bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja berhubungan
dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, menurut studi yang
dilakukan tehadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa
penyakit musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8 %), gangguan syaraf (6 %),
gangguan pernapasan (3 %), dan gangguan THT (1,5 %).
Porter dan Gyi (2002) telah melakukan penelitian pada pengemudi mobil
tentang prevalensi MSDs. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
mengemudi mobil berhubungan dengan angka absensi kesakitan akibat keluhan LBP
dan mereka yang mengemudi sebagai bagian dari pekerjaannya lebih beresiko
mengalami gangguan punggung bawah dibandingkan dengan mereka yang bekerja
duduk (bukan mengemudi) dan berdiri (Occupational Journal, 2002). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Magnusson et al. (1996) ditemukan 81 % pengemudi bus di
Amerika dan 49 % di Swedia mengalami LBP.
Penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh Hu-tech (2005) menjelaskan
bahwa setidaknya setengah dari para pengemudi kendaraan jarak jauh menderita sakit
pada tubuh bagian belakang. Penelitian ini juga menyatakan orang yang mengendarai
mobil selama lebih dari 4 jam sehari, 6 kali lebih beresiko absen dari pekerjaannya
karena sakit punggung daripada orang yang mengemudi kurang dari 2 jam.
Fenomena diatas sekarang juga terjadi pada pengendara sepeda motor,
terutama para sales perusahaan-perusahaan yang memasok barang-barang ke toko-
toko, pekerjaan yang dijalani setiap hari diatas kendaraan memungkinkan terjadinya
low back pain. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti pada PT. Sampoerna
3 Telekomunikasi Indonesia (Ceria) di Solo, dilihat dari jam kerja yang dimulai dari
pukul 09.00 17.00 wib, para sales bisa berkendara sampai 6 jam setiap harinya
dengan diselingi istirahat. Kegiatan diatas kendaraan yang dilakukan para sales dalam
setiap hari hampir lebih dari 80% dari waktu berkerja para sales tersebut.
Sukarto (2007) mengatakan, Saat manusia duduk, beban maksimal lebih
berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami beban
terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang belakang yakni vertebra lumbal
2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung bawah. Jika salah
terus, berulang-ulang apalagi ditambah getaran kontinu, akan timbul radang (artrosis
lumbalis) lalu pengapuran tulang belakang dan terjepitnya syaraf tulang belakang.
Jika sudah parah bisa terjadi fraktur atau patah. Putra (2007) mengatakan bahwa
pabrikan harus merancang posisi pengendara dan penumpang yang baik aman dan
nyaman karena hal ini juga mempengaruhi ergonomi motor. Kaitannya terhadap si
pengendara yang didalamnya mempelajari antropometri (human dimension), Bio-
Mechanic (ilmu tentang gerak tubuh), fisiologi (faal, psikologi dan penginderaan).
Berkendara pun harus memperhatikan ketahanan tubuh, jangan berkendara lebih dari
2,5 jam karena inilah waktu maksimal yang masih bisa dijalani tubuh. Namun
variabel waktu ini dapat berkurang bila pengendara tidak memiliki daya tahan tubuh
yang baik akan posisi berkendara yang salah.
Keluhan nyeri punggung bawah akan mulai dirasakan setelah 6 bulan, apabila
pengendara sepeda motor secara rutin berkendara setiap hari minimal 2,5 jam
(Sukarto, 2007). Menurut Samara (2004) , setelah duduk selama 15-20 menit, otot-
otot punggung biasanya mulai letih, mulai dirasakan nyeri punggung bawah.
Apabila kejadian duduk dalam waktu lama saat berkendara tersebut terus
terjadi, sangat berpotensi sekali terjadinya keluhan nyeri punggung bawah pada
pengendara sepeda motor, khususnya para sales perusahaan yang menghabiskan
paling tidak 80% waktu berkerja mereka diatas motor. Apabila terjadi nyeri
punggung bawah pada para sales tersebut, secara tidak langsung akan menurunkan
tingkat produktifitas. Dan bagi perusahaan tempat mereka berkerja, akan mengalami
kerugian. Oleh karena itu peneliti berpendapat sangat perlu untuk diketahui, apakah
ada hubungan antara lama berkendara dengan timbulnya keluhan nyeri punggung
bawah. Dimana bila kondisi ini memiliki hubungan, diharapkan timbulnya keluhan
nyeri punggung bawah dapat diminimalisir atau dicegah sehingga gangguan-
gangguan yang disebabkan oleh nyeri punggung bawah, seperti penurunan tingkat
produktifitas dapat dicegah.
MSDs terjadi akibat dari faktor pekerjaan, pekerja, psikososial, dan
lingkungan kerja (Pheasant, 1991; Bridger, 1995; DiNardi, 1997; Cohen, et al, 1997;
Riihimaki, 1998). Faktor pekerjaan adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu
sendiri, termasuk gerakan repetitif, beban, postur statis, dan penggunaan tenaga
(Cohen et al, 1997). Faktor pekerja berupa umur, lama kerja, sedangkan faktor
lingkungan kerja yaitu vibrasi, suhu (Bridger, 1995). Semakin banyak faktor resiko
yang memapar seseorang maka semakin tinggi seseorang beresiko untuk menderita
MSDs.
PT. Enseval didirikan pada Oktober 1973, sebagai akibat dari pemisahan
fungsi distribusi dari pemasaran dan produksi PT. Kalbe Farma bersama anak
perusahaan. Dalam perkembangannya PT. Enseval juga berkembang menjadi
distributor umum, tidak saja menjadi distributor produk produk farmasi saja tapi juga
mencakup produk keperluan konsumen, alat-alat kedokteran bahkan agen dan
distributor bahan-bahan dasar kimia untuk industri farmasi, kosmetik dan industri
makanan. Sejalan dengan perkembangan ekonomi Indonesia, PT. Enseval juga
melakukan diversifikasi ke berbagai usaha diluar bidang perdagangan dan distribusi.
Tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading lebih banyak melakukan
pekerjaan mengemudi, baik motor ataupun mobil, rata rata mereka mengemudi di
atas 6 jam sehari. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan tesebut ,
pada 10 orang (62,5 %) dari tim ekspedisi yang menggunakan motor dan 10 orang
(40 %) dari tim ekspedisi yang menggunakan mobil didapati seluruhnya pernah
mengalami keluhan low back pain. Gejala yang dirasakan pekerja antara lain nyeri,
pegal, dan bahkan kram di sekitar punggung bawah..
Diperkirakan kejadian low back pain pada pekerja dapat mempengaruhi
produktivitas dan efisiensi kerja, meningkatkan resiko kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja, serta target yang telah ditetapkan perusahaan akan terganggu. Dengan
demikian perlu adanya penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan
dengan keluhan low back pain pada pekerja sehingga upaya preventif yaitu mencegah
terjadinya low back pain pada pekerja akan lebih mudah dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Sukarto (2007) mengatakan, Saat manusia duduk, beban maksimal lebih
berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami beban
terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang belakang yakni vertebra lumbal
2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung bawah.
Penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh Hu-tech (2005) menjelaskan
bahwa setidaknya setengah dari para pengemudi kendaraan jarak jauh menderita sakit
pada tubuh bagian belakang. Penelitian ini juga menyatakan orang yang mengendarai
kendaraan selama lebih dari 4 jam sehari, 6 kali lebih beresiko absen dari
pekerjaannya karena sakit punggung daripada orang yang mengemudi kurang dari 2
jam.
Tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading lebih banyak melakukan
pekerjaan mengemudi, baik motor ataupun mobil, rata rata mereka mengemudi di
atas 6 jam sehari. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan tesebut ,
pada 10 orang (62,5 %) dari tim ekspedisi yang menggunakan motor dan 10 orang
(40 %) dari tim ekspedisi yang menggunakan mobil didapati seluruhnya pernah
mengalami keluhan low back pain. Kebanyakan dari mereka merasakan nyeri atau
pegal pegal di daerah sekitar punggung bawah.
Dengan demikian perlu adanya penelitian untuk mengetahui faktor faktor
yang berhubungan dengan keluhan low back pain pada pekerja sehingga upaya
preventif yaitu mencegah terjadinya low back pain pada pekerja akan lebih mudah
dilakukan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan low back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT
Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading tahun 2010 ?
3. Bagaimana gambaran faktor usia, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,
tinggi badan, obesitas, masa kerja, dan durasi mengemudi pada tim ekspedisi
PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan low back pain
yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
5. Apakah ada hubungan antara faktor usia dengan keluhan low back pain yang
dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
6. Apakah ada hubungan antara faktor kebiasaan merokok dengan keluhan low
back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading
tahun 2010 ?
7. Apakah ada hubungan antara faktor kebiasaan olahraga dengan keluhan low
back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading
tahun 2010 ?
8. Apakah ada hubungan antara faktor tinggi badan dengan keluhan low back
pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun
2010 ?
9. Apakah ada hubungan antara faktor obesitas dengan keluhan low back pain
yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
10. Apakah ada hubungan antara faktor masa kerja dengan keluhan low back pain
yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010 ?
11. Apakah ada hubungan antara faktor durasi mengemudi dengan keluhan low
back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading
tahun 2010 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi keluhan low back pain pada
kegiatan mengemudi tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan low back pain yang dirasakan tim
ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada tim ekspedisi PT Enseval
Putera Megatrading tahun 2010
3. Diketahuinya gambaran faktor usia, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, tinggi badan, obesitas, masa kerja, dan durasi mengemudi pada
tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan low back
pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun
2010.
5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan low back pain
yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun 2010
6. Diketahuinya hubungan antara faktor kebiasaan merokok dengan keluhan
low back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading tahun 2010
7. Diketahuinya hubungan antara faktor kebiasaan olahraga dengan keluhan
low back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading tahun 2010
8. Diketahuinya hubungan antara faktor tinggi badan dengan keluhan low
back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading
tahun 2010
9. Diketahuinya hubungan antara faktor obesitas dengan keluhan low back
pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun
2010
10. Diketahuinya hubungan antara faktor masa kerja dengan keluhan low back
pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading tahun
2010
11. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi mengemudi dengan keluhan
low back pain yang dirasakan tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading tahun 2010
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Perusahaan
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perusahaan mengenai keluhan low back pain yang dirasakan
pengemudi sehingga kesehatan dan keselamatan kerja pengemudi
dapat menjadi lebih baik.
b. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman pengemudi mengenai low back pain yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman. Sehingga pekerja secara
mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap
kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
c. Dapat memberikan solusi alternatif mengenai tindakan pencegahan
terhadap risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja guna
meningkatkan kesehatan dan kinerja pekerja.
1.5.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko low
back pain pada pekerja dalam bidang keilmuan K3 dan mahasiswa peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti
Melatih pola piker sistematis dalam menghadapi masalah masalah
khususnya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta dapat mengetahui
dan menganalisis faktor faktor yang berhubungan dengan low back pain.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Enseval Putera Megatrading Pulogadung,
Jakarta tahun 2010. Penelitian ini meneliti tentang faktor faktor yang
mempengaruhi keluhan low back pain pada pekerja, karena pekerja lebih banyak
melakukan pekerjaan mengemudi, baik motor ataupun mobil, rata rata mereka
mengemudi di atas 6 jam sehari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai Desember 2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain studi cross sectional yang terdiri dari beberapa variabel yaitu
faktor pekerjaan dan iindividu (usia, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tinggi
badan, obesitas, durasi mengemudi).
Populasi dan sampel pada penelitian ini yaitu seluruh tim ekspedisi yang
berjumlah 41 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner,
observasi, serta melakukan penilaian skor terhadap faktor pekerjaan dengan
menggunakan metode pengukuran ergonomi yaitu metode RULA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Low Back Pain
LBP (low back pain/nyeri punggung bawah) adalah suatu gejala dan bukan
suatu diagnosis, dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis
patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian besar kasus, diagnosis
tidak pasti dan berlangsung lama. Dengan demikian maka LBP yang timbulnya
sementara dan hilang timbul adalah sesuatu yang dianggap biasa. Namun bila LBP
terjadi mendadak dan berat maka akan membutuhkan pengobatan, walaupun pada
sebagian besar kasus akan sembuh dengan sendirinya. LBP yang rekuren
membutuhkan lebih banyak perhatian, karena harus merubah pula cara hidup
penderita dan bahkan juga perubahan pekerjaan.
2.1.1 Definisi Low Back Pain
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau
lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.
LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik. (Sadeli & Tjahjono, 2001)
Nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
1. Nyeri punggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan
radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di
bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan
ligamen.
2. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada
dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang
dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat
disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam
kanalis vertebralis.
3. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada
dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat
dirasakan di bagian lebih superfisial.
4. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam
ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
5. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang
dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat
disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka
komunis.
6. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan
dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan. (Rumawas, 1996)
Nyeri punggung bawah berdasarkan sumber :
1. Nyeri punggung bawah Spondilogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan vertebrata, sndi, dan jaringan
lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri punggung
miofasial
2. Nyeri punggung bawah Viserogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan
ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal
3. Nyeri punggung bawah Vaskulogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah, misalnya anerisma,
dan gangguan peredaran darah.
4. Nyeri punggung bawah Psikogenik
Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti neurosis, ansietas, dan
depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang jelas, juga tidak
menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau saraf tepi. Nyeri ini
superficial tetapi dapat juga dirasakan pada bagian dalam secara nyata atau
tidak nyata, radikuler maupun non radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan
tidak mempunyai pola yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun
tahun. (PERDOSSI)
2.1.2 Insiden
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara
industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini
selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point
prevalencerata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling
sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke 2
untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di
rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.
(Anderson, 1999)
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%.
Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17%(Sadeli & Tjahjono, 2001)
2.1.3. Etiologi
Penyebab LBP dapat dibagi menjadi:
Diskogenik (sindroma spinal radikuler).
Non-diskogenik
1. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa
dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan
keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling
sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.
Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air
sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga, gel dari nukleus
pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai
dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian
dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi
tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah
dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-
serat anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular
dapat menyebabkan pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya
nutrisi dan hidrasi nukleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan radial
menyebabkan massa nukleus berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang
epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.(Wheeler,
2004)
2. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut
sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh
neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n.
iskiadikus dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik,
sendi sakro-iliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya n. iskiadikus
(neuritis n. iskiadikus).(Sidharta, 1980)
2.1.4 Penatalaksanaan dan Pencegahan Low Back Pain
Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi
karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami
kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin
tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan
penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita low back pain
selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42 % - 75 %), agak bertentangan
dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan hilang dalam 1 bulan.
(Manek, 2005)
Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan
penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk
menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan
kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis.
Secara kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya.
Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin
tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan
untuk mengurangi konsumsinya.
Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat untuk
menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus LBP
karena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untuk
mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis
lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti
inflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain. (Deyo, 2001)
Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan
fisioterapi dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan tulang
belakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan dengan
fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pada pengapuran yang
berat. (Murtagh, 2003)
Jadi, penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Di samping berobat
pada spesialis penyakit saraf (neurolog), mungkin juga diperlukan berobat ke
spesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan mungkin
perlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyak
kasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus low back pain,
padahal penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan
mengurangi gejala low back pain. (Zanni, 2003)
Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi pula.
Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:
a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa dan
fisioterapi.
b. Terapi Operatif
Kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi.
Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain penyebab,
lain pula pengobatannya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dari
yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik
atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih, seperti mengganti
bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh, maka harus
ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic resonance
imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan suntikan, muscle
exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatan lain, misalnya melalui
pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang pen, sampai
penggantian bantalan tulang. (Murtagh, 2003)
Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal
itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harus
menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bisa
melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri.
Latihan itu menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot utama
yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung. (Sunarto,
2005)
Semua penyakit apapun jenisnya pada dasarnya dapat dicegah walaupun
terkadang timbulnya suatu penyakit adalah disebabkan lebih dari satu faktor dan ada
faktor penyebab yang tidak dapat kita kendalikan.
Sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam surat An Nabiya (21) ayat 83 :
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang".
Dan dalam surat Asy Syuaraa (26) ayat 80 :
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
Dalam tafsir Al Mishbah dijelaskan bahwa berbicara tentang nikmat, secara
tegas nabi Ibrahim as menyatakan bahwa sumbernya adalah Allah SWT, berbeda
dengan ketika berbicara tentang penyakit. Ini karena penganugerahan nikmat adalah
sesuatu yang terpuji, sehingga wajar disandarkan pada Allah SWT, penyakit adalah
sesuatu yang dapat dikatakan buruk sehingga tidak wajar dinyatakan bersumber dari
Allah SWT. Demikian nabi Ibrahim as mengaajarkan bahwa segala yang terpuji dan
indah bersumber dari Nya. Adapun yang tercela dan negative, maka hendaklah
terlebih dahulu dicari penyebabnya pada diri sendiri.
Perlu dicatat juga bahwa penyembuhan sebagaimana ditegaskan oleh nabi
Ibrahim as ini bukan berarti upaya manusia untuk meraih kesembuhan tidak
diperlukan lagi. Sekian banyak hadist nabi Muhammad SAW yang memerintahkan
untuk berobat. Ucapan nabi Ibrahim as itu hanya bermaksud menyatakan bahwa
sebab dari segala sebab adalah Allah SWT. (Shihab, 2002).
Berikut akan diuraikan cara pencegahan terjadinya low back pain dan cara
mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi menurut Kaufmann (2000) dan Nettina
(2000).
Latihan Punggung Setiap Hari
1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut
dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian lakukan
lagi pada kaki yang lain. Lakukanlah beberapa kali.
2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke lantai.
Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahanlah
beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di
lantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan
mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.
Berhati-Hatilah Saat Mengangkat
1. Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum
mengangkatnya.
2. Tekukan lutut , bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih rendah
3. Peganglah benda dekat perut dan dada
4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda
5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda
Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri
1. Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama
2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan bahwa
lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu (seperti ganjalan/bantalan kaki)
jika memang diperlukan.
3. Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada
bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah posisi
secara periodic.
4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut daapt tertekuk dengan baik tidak
teregang.
5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat duduk
dikursi
Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat
1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan
sepatu berhak rendah
2. Makanlah makanan seimbang, diit rendah lemak dan banyak mengkonsumi
sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
3. Tidurlah di kasur yang nyaman.
4. Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.
Coping Dengan Nyeri Leher
Kekakuan leher, nyeri leher dan bahu bisa disebabkan oleh akut injury,
regangan kronik, arthritis dan masalah otot dan tulang lainnya. Nyeri yang muncul
dapat berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dan cara tidur. Untuk mengurangi
nyeri diperlukan peningkatan mobilitas leher dan bahu. Tetapi perlu diperhatikan
latihan peregangan leher dilakukan bila tidak menimbulkan nyeri. Bila terasa semakin
tegang, kaku atau tertarik maka latihan leher harus dihentikan untuk mencegah injury.
Berikut ini adalah cara melakukan latihan untuk mencegah dan mengurangi
nyeri pada leher :
a. Latihan leher dan bahu setiap hari
1. Pada saat duduk atau berdiri, putarkanlah kepala kekanan ,tahan dan
hitunglah sampai 5, kebali ke posisi netral laku lakukan ke kiri. Lakukan
beberapa kali.
2. Pada saat duduk atau berdiri, fleksikan leher ke depan sampai dagu
menyentuh dada. Tahan sampai hitungan ke 5 lalu kembali ke posisi
netral. Lalau tengadahlah sampai mata melihat atas, tahan sampai
hitungan ke 5. Lakukan beberapa kali
3. Pada saat duduk atau berdiri, gerakkan kepala ke kanan dan usahakanlah
telinga menyentuh bahu. Tahan samapi hitungan ke 5 lalu kembali ke
posisi semula. Lakukan beberapa kali.
4. Pada saat duduk atau berdiri, naikkanlah bahu sampai menyentuh telinga.
Lalu putarlah bahu.Kembali ke posisi netral. Lakukan beberapa kali
b. Lindungi leher dari regangan saat beraktifitas
1. Duduk tegak dengan punggung mendapatkan penyangga yang cukup
2. Posisi kepala sejajar dengan layar TV atau monitor computer
3. Istirahatlah sejenak saat duduk atau berdiri saat bekerja dan ubahlah
posisi.
4. Tidur dengan bantal cukup menjaga leher dan kepala, gunakan bantal
yang tidak terlalu empuk ataupun keras.
c. Gunakan terapy hangat untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
fleksibilitas
1. Ketika mandi, biarkanlah air hangat memijat punggung, leher dan bahu
selama 15 menit
2. Gunakan kompres hangat dengan menggunakan handuk bila nyeri terasa
selama 15 menit, bisa dilakukan 3-4 x/hari.
d. Hubungi petugas kesehatan bila nyeri terus berlanjut
2.2 Anatomi Tubuh Manusia
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah system
rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, system syaraf,
sistem penginderaan, sistem otot, dll. Sistem-sistem tersebut saling terkait antara satu
dengan yang lainnya dan berperan dalam menyokong kehidupan manusia. Akan
tetapi dalam ergonomi, sistem yang paling berpengaruh adalah sistem otot, sistem
rangka dan sistem syaraf. Ketiga sistem ini sangat berpengaruh dalam ergonomi
karena manusia yang memegang peran sebagai pusat dalam ilmu ergonomi (person-
centered ergonomics).
2.2.1 Sistem Muskuloskeletal
Kerangka merupakan dasar bentuk tubuh sebagai tempat melekatnya otot -
otot, pelindung organ tubuh yang lunak, penentuan tinggi, pengganti sel-sel yang
rusak, memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali dan untuk menyerap
reaksi dari gaya serta beban kejut. Rangka manusia terdiri dari tulang-tulang yang
menyokong tubuh manusia yang terdiri atas tulang tengkorak, tulang badan dan
tulang anggota gerak (Nurmianto, 2004). Fungsi utama dari sistem muskuloskeletal
adalah untuk mendukung dan melindungi tubuh dan organ - organnya serta untuk
melakukan gerak. Agar seluruh tubuh dapat berfungsi dengan normal, masing-masing
substruktur harus berfungsi dengan normal. Enam substruktur utama pembentuk
sistem muskuloskeletal antara lain: tendon, ligamen, fascia (pembungkus), kartilago,
tulang sendi dan otot. Tendon, ligamen, fascia dan otot sering disebut sebagai
jaringan lunak, sedangkan tulang sendi diperlukan untuk pergerakan antara segmen
tubuh. Peran mereka dalam system muskuloskeletal keseluruhan sangatlah penting
sehingga tulang sendi sering disebut sebagai unit fungsional sistem muskuloskeletal.
Dalam kaitannya dengan ergonomi, Sistem otot dan rangka merupakan alat
gerak pada manusia dan berperan dalam membentuk postur dalam bekerja. Sistem ini
berguna dalam mendesain/ merancang tempat kerja, peralatan kerja dan produk baru
yang harus disesuaikan dengan karakteristik manusia (fitting job to the man). Sistem
otot dan rangka berpengaruh dalam kemampuan dan keterbatasan manusia dalam
melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan sistem syaraf merupakan pengendali dari
semua kegiatan dan aktivitas termasuk gerakan system otot dan rangka.
2.2.2 Anatomi Tulang Belakang
Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena
rangka ini merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan
panggul untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat
pada pangkal paha. Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu:
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang
Tulang belakang cervical; terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk tulang
yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada
belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini
merupakan tulang yang mendukung bagian leher.
Tulang belakang thorax; terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal sebagai
tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung dengan tulang
rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada tulang
ini.
Tulang belakang lumbal; terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian paling
tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang yang
lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan
beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
Tulang sacrum; terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung dan
tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya. Tulang ini
menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian panggul.
Tulang belakang coccyx; terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung tanpa
celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum tergabung
menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.
Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang terdapat
di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang dan berfungsi
melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari bantalan ini terdiri dari annulus
fibrosus yang terbuat dari tulang rawan dan nucleus pulposus yang berbentuk seperti
jeli dan mengandung banyak air. Dengan adanya bantalan ini memungkinkan
terjadinya gerakan pada tulang belakang dan sebagai penahan jika terjadi tekanan
pada tulang belakang seperti dalam keadaan melompat. Jika terjadi kerusakan pada
bagian ini maka tulang dapat menekan syaraf pada tulang belakang sehingga
menimbulkan kesakitan pada punggung bagian bawah dan kaki. Struktur tulang
belakang ini harus dipertahankan dalam kondisi yang baik agar tidak terjadi
kerusakan yang dapat menyebabkan injuri/ cidera.
2.3 Faktor Resiko Low Back Pain
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan
epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan
terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja (Armstrong & Chaffin, 1979) yang
dikutip oleh Chaffin (1999), yaitu:
2.3.1 Faktor Pekerjaan (Work factors)
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam
interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa
tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan
berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Armstrong, 1979;
Wisseman & Badger, 1970; Werner, 1997) dikutip Chaffin (1999).
Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera
pada otot atau jaringan tubuh :
a. Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari
posisi normal ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko
terjadinya LBP. Keyserling (1986) mengembangkan criteria sikap tubuh
membungkuk, berputar dan menekuk yang dilakukan pada waktu bekerja
berdasarkan pengukuran sikap tubuh tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh (Keyserling, 1986) :
Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk 0
0
- 20
0
dari garis
vertikal
Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 20
0
45
0
dari garis
vertikal
Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk > 45
0
dari garis vertikal
Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping
kanan atau kiri atau berputar > 15
0
dari garis vertikal
Keyserling dkk (1986) menggunakan system ini pada penelitian kasus
kontrol pada pekerja, kasus berjumlah 95 orang dengan keluhan pada
pinggang, 79 orang dengan keluhan pada bahu dan 124 kontrol. Hasil
penelitian yaitu LBP pada pekerja dengan sikap tubuh fleksi sedang pada
kasus lima kali lebih banyak dari kontrol dan pada pekerja dengan sikap tubuh
fleksi berlebih, fleksi ke samping dan berputar enam kali lebih banyak dari
kontrol.
b. Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat
pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga
pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan
sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan ligamen
serta tekanan pada tulang dan sendi sendi sehingga terjadi kerusakan
mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang
vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba tiba atau kelelahan
akibat mengangkat beban berat yang dilakakn secara berulang ulang.
Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung
daerah lumbal. (Riihiimaki, 1988)
c. Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahan
posisi dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan dengan
postur yang dinamis, memiliki risiko musculoskeletal disolder (MSDs) lebih
rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Hal
ini disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risiko
yang berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi pada
jaringan otot.
Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada diskus,
sehingga pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itu
pekerjaan statis menyebabkan peregangan otot dan ligament daerah
punggung, hal ini merupakan faktor resiko timbulnya LBP. (Riihiimaki, 1988)
d. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yang
menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar
terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi. Beban yang berat akan
menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan
jaringan lainnya.
2.3.2. Faktor Individu (Personal factors)
Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadi musculoskeletal
disorder. Berikut adalah beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap
kejadian MSDs:
a. Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang
bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan
penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi semakin lana waktu bekerja atau semakin lama seseorang
terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk
mengalami MSDs (Guo, 2004).
Merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama
bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja
dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat
mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya
musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan
kekuatan kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ikrimah tahun 2009 didapatkan hasil bahwa masa kerja tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan P
value
sebesar 0,313.
Demikian juga dengan penelitian Soleha tahun 2009 yang menunjukkan
bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan
MSDs dengan P
value
sebesar 0,439.
b. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang
dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun (Bridger,
2003). Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,
penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut
menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek kata,
semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut
mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya
gejala MSDs. Chaffin (1979) dan Gue et al (1995) menyatakan bahwa pada
umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65
tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka
kembali sakit [Guo et al. 1995; Chaffin 1979].
Menurut Riihimaki et al (1989) menjelaskan umur mempunyai
hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher
dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan
penyebab utama terjadinya keluhan otot. Grandjean (1993), menyebutkan
bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan
sensoris motoris menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik
seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang
yang berumur 25 tahun.
Menurut Corg, insiden tertinggi LBP terjadi pada usia antara 15 55
tahun, tetapi serangan ulang dan kecacatan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Horzjl dan Rowe menemukan bahwa serangan ulang
terjadi pada usia 20 40 tahun. Bigos dkk mendapatkan bahwa usia 31 40
tahun adalah usia yang sangat rentan untuk teradinya LBP.(Erdil, 1994)
Selain itu, beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa usia tidak
berhubungan dengan keluhan MSDs (Herberts et al., 1981; Punnet at al., 1985
dalam Soleha 2009). Karena umur merupakan faktor konfounding dalam masa
kerja maka faktor ini harus disesuaikan untuk menentukan hubungan dengan
pekerjaan tersebut.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot
rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih
rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan
prevalensi beberapa kasus musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria. (NIOSH, 1997). Hasil penelitian Bettie et al. (1989)
menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60%
dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal
ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994),
hales et al. (1994), dan Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa
perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, et al.
2004).
d. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok
positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau
intervertebral disc hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984;
Frymoyer et al. 1983; Svensson dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984].
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang
rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki
risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang
tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga,
maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.
Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antar kebiasaan
merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula
menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga
menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang
(Bernard et al, 1997; De Beeck &Herman, 2000)
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak
per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
a. Perokok Ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
b. Perokok Sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10 20 batang per hari.
c. Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari (Bustan,
1997).
Dalam sebuah penelitian Finlandia usia 30-64, [Makela et al. 1991],
nyeri leher ditemukan secara signifikan berhubungan dengan merokok saat ini
(OR 1.3, CI 95% 1-1,61) ketika model logistik telah disesuaikan untuk usia
dan jenis kelamin. Beberapa penjelasan untuk hubungan yang telah
dirumuskan. Satu hipotesis adalah bahwa nyeri punggung disebabkan oleh
batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan tekanan
intradiscal dan meletakkan beban pada tulang belakang. Beberapa studi telah
mengamati hubungan tersebut [Deyo dan Bass 1989; Frymoyer et al. 1980;
Troup et al. 1987]. Mekanisme lainnya yang diusulkan meliputi nikotin yang
masuk melalui aliran darah ke jaringan dan berkurang kekuatannya [Frymoyer
et al. 1983] dan merokok menyebabkan kandungan mineral tulang berkurang
sehingga menyebabkan microfracture.
Allah SWT berfirman dalan surat Al Araaf (7) ayat 157 :
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-
orang yang beruntung.
Menurut tafsir Ibnu Katsir, Allah Taala berfirman, yang
menghalalkan perkara yang baik baik dan mengharamkan bagi mereka
perkara yang buruk buruk. Sebagian ulama berkata bahwa setiap perkara
yang dihalalkan oleh Allah SWT adalah yang baik dan bermanfaat bagi tubuh
dan agama. Dan setiap perkara yang diharamkannya adalah buruk dan
membahayakan bagi tubuh dan agama. (Peringkas berkata bahwa termasuk ke
dalam yang buruk adalah rokok yang mencakup tanaman tembakau, tanbak,
qat, dan mudghah (jenis jenis tanaman perdu yang biasa digunakan untuk
merokok). Merokok sangat membahayakan tubuh. Para dokter menetapkan
bahwa lebih dari 60 % penderita kanker paru, mulut, dan laring berasal dari
perokok. Apakah seseorang masih menunggu pengharamannya ? Keterangan
ini menunjukan bahwa ia membahayakan dan mengandung racun. Bahkan
ada binatang tertentu yang mati seketika oleh sedikit tembakau) (Ar RifaI,
1999)
e. Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan
puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena
buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang
lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara
maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran
jasmani. Berdasarkan laporan dari NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian
Cady et al (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang
rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1 % tingkat kesegaran
jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2 % dan
tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka risiko untuk terjadinya keluhan
otot rangka 0,8%.
Penelitian yang dilakukan Rahmat (2007) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian low back pain dengan
kebiasaan olahraga dengan p value 0,029.
f. Tinggi badan
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian
Heliovaara (1987), yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi
seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis
kelamin wanita dan pria. Schierhout (1995), menemukan bahwa pendeknya
seseorang berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu.
Pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit
punggung, tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan
pada leher, bahu, dan pergelangan tangan. Apabila diperhatikan, keluhan otot
skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi
keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh
maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka et al, 2004).
Pheasant (1986) dikutip dalam Nurmianto (1993), menyatakan bahwa
data antropometri masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut: 5%ile = 153
cm, 95%ile = 163 cm dan mean = 163 cm.
g. Obesitas
Obesitas atau kegemukan menurut dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang menunjukkan terjadinya penimbunan lemak berlebihan di
jaringan lemak tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori dengan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu
berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan. Kelebihan tersebut disimpan
dalam jaringan lemak. Seseorang dikatakan obesitas apabila mempunyai berat
badan lebih dari 20% berat badan ideal.
Berat badan yang berlebihan (overweight / obesitas) menyebabkan
tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong
ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah yang kemudian
menimbulkan kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini merupakan resiko
terjadinya LBP. (Van Dieen, 1997)
Sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Quran surat Al
Anaam (6) ayat 141 :
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-
macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin);
dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dielaskan bahwa, Allah Taala berfirman
dan janganlah kamu berlebih lebihan, sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang orang yang berlebih - lebihan. Banyak sekali tafsiran atas ayat ini.
Kemudian Ibnu Jarir memilih tasiran Atha yang mengatakan : sesungguhnya
Allah melarang berlebih lebihan dalam segala perkara. Tidak diragukan lagi
bahwa penafsiran demikian benar. Namun kalau dilihat dari susunan ayat
yang berbunyi bila ia berbuah, maka makanlah buahnya dan berika haknya
pada saat memanennya, dan janganlah kamu berlebih - lebihan. Maka
penafsiran itu mesti merujuk ke soal makan. Yakni janganlah berlebih
lebihan dalam memakannya karena dapat membahayakan akal dan fisik,
seperti dijelaskan firman Allah SWT, makanlah, minumlah, dan janganlah
berlebih - lebihan. Sekaitan dengan hal itu, di dalam Shahih Bukhari
dikatakan makanlah, minumlah, dan berpakaianlah tanpa berlebihan dan
kesombongan. Jadi berlebihan disini ialah berlebihan dalam hal makan.
Wallahualam. (Ar RifaI, 1999)
Pada penelitian kasus kontrol (kasus 44 orang, control 106 orang) oleh
Laurence J Fuortes dkk (1994), didapatkan bahwa berat badan lebih (OR =
2,1) dan obesitas (OR = 3,2) merupakan faktor resiko LBP (Fuortes, 1994)
WHO (2003) mengklasifikasikan IMT sebagai berikut: <18,5
dikatakan underweight, 18,5-24,9 dikategorikan normal, overweight
(kelebihan berat badan) jika IMT 25 dan dikatakan obesitas jika IMT 30.
h. Durasi / lama mengemudi dalam satu hari
Sukarto (2007) mengatakan, Saat manusia duduk, beban maksimal
lebih berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak
mengalami beban terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang
belakang yakni vertebra lumbal 2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang
nyeri punggung bawah.
Penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh Hu-tech (2005)
menjelaskan bahwa setidaknya setengah dari para pengemudi kendaraan jarak
jauh menderita sakit pada tubuh bagian belakang. Penelitian ini juga
menyatakan orang yang mengemudi selama lebih dari 4 jam sehari, 6 kali
lebih beresiko absen dari pekerjaannya karena sakit punggung daripada orang
yang mengemudi kurang dari 2 jam.
2.3.3 Faktor Lingkungan
a. Getaran (vibrasi)
Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus
mekanis bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan,
merupakan sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau
darifrekuensi dan intensitas. Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak
balik per detik dan diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan
berbagai cara, seperti puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan.
Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan
intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran
yang terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama
melalui bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk
yang bergetar. Tetapi getaran seluruh tubuh juga dapa terjadi saat getaran
memasuki tubuh melalui lengan dan tungkai.
Getaran seluruh tubuh beraibat pada seluruh tubuh dapat bersumber
dari berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk, bis,
kereta api, pesawat terbang, dan mesin mesin untuk konstruksi bangunan.
Pajanan getaran setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam
yang bergetar. (Mustafa, 1992)
b. Temperatur ekstrim
Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensor
tubuh, aliran darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur
bekerja yang tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.
2.4 Metode Penilaian Resiko Ergonomi
2.4.1 Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey
Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey merupakan
metode yang digunakan untuk menilai faktor risiko ergonomic di tempat kerja yang
dapat menyebabkan terjadinya Cummulative Trauma Disordes (CTD/ nama lain dari
MSDs). Metode BRIEF survey menggunakan tiga langkah yang dilakukan dalam
penilaiannya yaitu penilaian faktor risiko ergonomi di lingkungan kerja, survey gejala
terhadap pekerja dan hasil pemeriksaan kesehatan secara medis (Bramson et al.,
1998).
Faktor risiko yang dinilai dalam BRIEF meliputi postur pergelangan tangan
dan tangan (kanan dan kiri), bahu (kanan dan kiri), siku (kanan dan kiri), leher,
punggung, dan kaki. Metode ini juga menilai beban, durasi dan frekuensi yang
dialami masing-masing postur yang diukur. BRIEF memberikan penilaian risiko CTD
pada masing-masing postur diatas. BRIEF survey dapat menilai faktor risiko MSDs
yang tergolong tinggi yang ada di lingkungan kerja. Selain itu BRIEF juga
melakukan evaluasi terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja untuk ditinjau lebih
lanjut seperti getaran, tekanan mekanik dan temperatur yang rendah.
Metode BRIEF menghitung semua postur tubuh dengan jelas termasuk durasi,
frekuensi dan beban yang diterima masing-masing postur yang diukur. Selain itu
metode ini juga menggunakan survey gejala dan hasil dari pemeriksaan kesehatan,
sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Metode ini membutuhkan data lebih
banyak sehingga tidak mudah untuk digunakan pada semua sektor industri seperti
sektor usaha informal.
2.4.2 Quick Exposure Checklist (QEC)
Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode yang dapat dipakai
untuk menilai secara cepat risiko pajanan terhadap Work-Related Musculoskeletal
Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang berhubungan dengan pekerjaan
(Li and Buckle, 1999a). Metode ini dikembangkan dan dievaluasi oleh Dr. Guangyan
Li dan Profesor Peter Buckle yang didukung oleh penelitian dari Roben Center for
Health Ergonomic, University of Surrey dan 150 praktisi Kesehatan dan Keselamatan
Kerja United Kingdom (HSE UK, 2005).
QEC fokus pada penilaian pajanan dan perubahannya yang bermanfaat untuk
intervensi di tempat kerja yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini
menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu/lengan,
pergelangan tangan, dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi,
repetisi, pekerjaan statis atau dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan kebutuhan visual.
Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaruh getaran dan tekanan
psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian metode ini adalah melihat
skor pajanan ergonomi untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian
tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko ergonomi yang hadir
secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam penilaian QEC melibatkan observasi
langsung oleh peneliti dan kuisioner untuk pekerja, dimana hasil penilaiannya akan
dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan QEC. Skoring untuk QEC berdasarkan
persentase hasil penilaian QEC sendiri yaitu 40% (dapat diterima), 41-50% (perlu
adanya investigasi lanjutan), 51-70% (investigasi lebih lanjut dan perubahan segera),
> 70% (investigasi dan perubahan segera) (Stanton et al, 2005).
Metode ini menilai beberapa faktor risiko fisik utama terhadap MSDs dan
mempertimbangkan kombinasi/ interaksi dari berbagai faktor risiko di tempat kerja.
selain itu metode ini juga mempertimbangkan kebutuhan pengguna, mudah
dimengerti, cepat dan dapat dilakukan oleh peneliti yang belum berpengalaman. Akan
tetapi metode ini hanya berfokus pada factor fisik di tempat kerja saja, kurang
mendetail dalam menilai postur kerja dan butuh pelatihan bagi orang baru yang
menggunakan metode ini untuk meningkatkan reliabilitas penilaian.
2.4.3 Ovako Working Posture Analysing System (OWAS)
Ovako Working Posture Analysing System (OWAS) merupakan metode yang
digunakan untuk menganalisis postur kerja selama bekerja. Metode OWAS
dikembangkan oleh Ovako Oy Steel Co. Di Finlandia sekitar pertengahan tahun
1970an. Metode ini mengukur beban pada system muskuloskeletal karena adanya
postur kerja yang tidak sesuai. Postur yang diukur adalah postur pada punggung,
tangan dan kaki. Pengukuran dengan metode ini didasarkan pada sampling pekerjaan
(mengukur variabel postur pada waktu yang dijadikan sampling) dengan mengukur
frekuensi dan durasi pada masing-masing postur yang terjadi dalam suatu pekerjaan.
Selain itu juga diukur mengenai force/ beban yang ditangani ketika bekerja. Akan
tetapi metode ini tidak mempertimbangkan faktor risiko lainnya dalam ergonomi
seperti getaran, suhu, dll (Kant, Notermans & Borm, 1990).
Mekanisme pertama dalam pelaksanaan OWAS adalah memilih pekerjaan dan
pekerja yang akan dinilai. Kemudian dilakukan analisis pekerjaan dengan membagi
fase-fase yang terjadi dalam pekerjaan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengambilan
data menggunakan sampel (waktu yang dapat mewakilkan, semua hal yang
mempengaruhi, fase pekerjaan dan ketentuan minimumnya). Hal terakhir yang
dilakukan adalah menganalisis data tersebut dan menetapkan kategori tindakan untuk
pekerjaan tersebut. kategori itu meliputi; action categories 1 (tidak membutuhkan
tindakan perbaikan), action categories 2 (membutuhkan tindakan perbaikan dalam
waktu dekat), action categories 3 (membutuhkan tindakan perbaikan sesegera
mungkin), action categories 4 (membutuhkan tindakan perbaikan secepatnya/ saat
ini) (ILO, 1998).
Metode ini cocok digunakan untuk pekerjaan manual handling dan pekerjaan
yang bersifat dinamis karena metode ini menilai suatu pekerjaan berdasarkan tahapan
dari masing-masing task pada pekerjaan tersebut.
2.4.4 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang digunakan
untuk menilai faktor risiko ergonomi pada seluruh tubuh ketika bekerja. REBA
dikembangkan oleh Hignett dan McAtamney pada tahun 2000. REBA menghitung
postur kerja yang dilakukan ketika bekerja dengan mengumpulkan data mengenai
postur, beban/ tenaga yang digunakan, pergerakan dan pengulangannya. Penilaian
REBA meliputi semua bagian tubuh yaitu leher, punggung, kaki, bahu/ lengan atas,
siku/ lengan bagian bawah dan pergelangan tangan. Selain itu REBA juga
memberikan penilaian secara umum mengenai beban yang diterima dan apakah ada
pengulangan atau tidak dalam pekerjaan. Penilaian terhadap beban tersebut juga
mempertimbangkan bagaimana genggaman/ cengkeraman tangan terhadap beban
yang ditangani.
REBA merupakan suatu metode penilaian ergonomi yang dikembangkan
berdasarkan range posisi postur dalam konsep RULA, OWAS dan NIOSH Equation.
Metode REBA digunakan dalam mengidentifikasi risiko ergonomi pada pekerjaan
yang melibatkan seluruh anggota tubuh, postur yang statis, dinamis, berubah dengan
cepat atau tidak stabil, pekerjaan yang menangani beban atau tanpa beban secara
terus menerus ataupun tidak, dan ketika melakukan pekerjaan. Hasil penilaian REBA
merupakan level tindakan yang perlu dilakukan, yaitu 1 (risiko dapat diabaikan, tidak
diperlukan tindakan), 2-3 (risiko rendah, mungkin diperlukan tindakan), 4-7 (risiko
sedang, perlu tindakan), 8-10 (risiko tinggi, tindakan secepatnya), 11-15 (risiko
sangat tinggi, tindakan sesegera mungkin) (Stanton et al., 2005).
Metode REBA merupakan metode yang mengukur semua postur tubuh yang
mudah dipahami dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam penilaiannya. Akan
tetapi metode ini hanya menitikberatkan pada penilaian faktor fisik saja tidak menilai
faktor risiko ergonomi lainnya seperti getaran, suhu, faktor psikososial, dll.
2.4.5 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn Mc
Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergononom dari universitas di
Nottingham (Universitys NottinghamInstitute of Occupational ergonomics). Pertama
kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder,
1996).
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode yang digunakan
untuk mengukur faktor risiko musculoskeletal disorders pada leher dan tubuh bagian
atas. RULA dikembangkan oleh McAtamney dan Corlett dari University of
Nottingham Institute of Occupational Ergonomics, United Kingdom pada tahun 1993
(Stanton et al., 2005).
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam
bidang ergonomi yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang dialakukan
oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus dalam
memberikan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas sejalan
dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan
menggunakan metode RULA membutuhkkan waktu sedikit untuk melengkapi dan
melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya
pengurangan resiko yang diakibatkan pengangkatan fisik yang dilakukan operator.
RULA diperuntukkan dan dipakai pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan
yang luas (McAtamney, 1993).
RULA menghitung faktor risiko ergonomi pada pekerjaan dimana pekerjanya
banyak melakukan pekerjaan dalam posisi duduk atau berdiri tanpa adanya
perpindahan. RULA menghitung faktor risiko berupa postur, tenaga/ beban,
pekerjaan statis dan repetisi yang dilakukan dalam pekerjaan. Fokus utama penilaian
RULA yang diukur secara detail yaitu postur dari bahu/ lengan atas, siku/ lengan
bawah, pergelangan tangan, leher dan pinggang. Selain itu RULA juga
mempertimbangkan adanya beban dan perpindahan yang dilakukan dalam
penilaiannya. RULA juga menilai posisi kaki apakah stabil atau tidak.
Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi pastur atau sikap, kekuatan dan
aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive starain
injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa
skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level
yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja.
Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti
bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan untuk
mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin
(Lueder, 1996) .
RULA bertujuan untuk mengukur risiko muskuloskeletal, membandingkan
beban yang diterima muskuloskeletal sebelum dan sesudah adanya modifikasi tempat
kerja, mengevaluasi hasilnya dan memberitahukan pada pekerja mengenai risiko yang
berhubungan dengan musculoskeletal karena postur kerja.
Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh
Mc Atamney dan Corlett (1993). Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah
sebagai berikut :
Untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi
menjadi dua bagian, yaitu grup Adan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan
bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan dan kaki.
Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan
dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat
masuk dalam pemeriksaan.
Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-bagian
menurut kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan. Bagian-bagian
ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan atau postur kerja
dimana resiko faktor merupakan terkecil atau minimal. Sementara angka-angka yang
lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian kisaran gerakan dengan postur yang lebih
ekstrim yang menunjukkan adanya faktor resiko yang meningkat yang menghasilkan
beban pada struktur bagian tubuh. Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur
bagian tubuh ini menghasilkan urutan angka yang logis dan mudah untuk diingat.
Agar memudahakan identifikasi kisaran postur dari gambar setiap bagian tubuh
disajikan dalam bidang sagital.
Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama
beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan
mungkin dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimana beban terbesar
terjadi. Karena RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat
dilakukan pada setiap postur pada siklus kerja. Kelompok A memperlihatkan postur
tubuh bagian lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan. Kisaran lengan atas
diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang dilakukan oleh Tichauer,
Caffin, Herbert et al, Hagbeg, Schuld dan Harms-Ringdahl dan Shuldt. Skor-skor
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Langkah 1
+1 Untuk 20 extension hingga 20 flexion
+2 Untuk extension lebih dari 20 atau 20 - 45 flexion
+3 Untuk 45 - 90 flexion
+4 Untuk 90 flexion atau lebih
Keterangan:
+ 1 jika pundak/bahu ditinggikan
+ 1 jika lengan atas abducted
-1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang
Gambar 2.2 Postur Bagian Lengan Atas
2. Langkah 2
Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitin Granjean dan
Tichauer. Skor tersebut adalah:
+ 1 untuk 60 - 100 flexion
+2 untuk kurang dari 60 atau lebih dari 100 flexion
Keterangan:
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi
Gambar 2.3 Postur Bagian Lengan Bawah
3. Langkah 3
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:
+ 1 untuk berada pada posisi netral
+ 2 untuk 0 - 15 flexion maupun extension
+ 3 untuk > 15 atau lebih flexion maupun extension
Keterangan:
+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar
Gambar 2.4 Postur Pergelangan Tangan
4. Langkah 4
Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh
Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut
adalah:
+1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
+2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang
putaran
Gambar 2.5 Postur Putaran Pergelangan Tangan
5. Langkah 5
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan
diamati dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut
dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.
Tabel 2.1 Skor Grup A
6. Langkah 6
Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :
Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.
7. Langkah 7
Skor untuk penggunaan tenaga atau beban
0
Beban < 2 kg,
intermiten
1
Beban 2-10 kg,
Intermiten
2
Beban 2-10 kg,
statis atau repetitif
3
Beban > 10 kg,
Refetitif atau dengan
kejutan
8. Langkah 8
Tetapkan lajur pada table C
Table 2.2 Grand Total Score Table
9. Langkah 9
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang
dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:
+1 untuk 0 - 10 flexion
+2 untuk 10 - 20 flexion
+3 untuk 20 atau lebih flexion
+4 jika dalam in extention
Apabila leher diputar atau dibengkokkan
Keterangan :
+1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.
Gambar 2.6 Postur Leher
10. Langkah 10
Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean
et al:
+1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90atau
lebih
+2 untuk 0 - 20 flexion
+3 untuk 20 - 60 flexion
+4 untuk 60 atau lebih flexion
Punggung diputar atau dibengkokkan
Keterangan:
+1 jika tubuh diputar
+1 jika tubuh miring kesamping
Gambar 2.7 Postur Punggung
11. Langkah 11
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat
ruang untuk berubah posisi.
+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 2.8 Postur Kaki
12. Langkah 12
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher,
punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Tabel 2.3 Skor Grup B
13. Langkah 13
Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :
Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.
14. Langkah 14
Skor untuk penggunan tenaga atau beban.
15. Langkah 15
Tetapkan lajur pada table C
0
Beban < 2 kg,
intermiten
1
Beban 2-10 kg,
Intermiten
2
Beban 2-10 kg,
statis atau repetitif
3
Beban > 10 kg,
Refetitif atau dengan kejutan
Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm
and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur
kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C.
Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level
tindakan (action level) sebagai berikut:
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini biasa diterima jika tidak
dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.
Action level 2
Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga
diperlukan perubahan-perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaaan dan perubahan perlu segera
dilakukan.
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan
perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan
epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan
terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja (Armstrong & Chaffin, 1979) yang
dikutip oleh Chaffin (1999), yaitu:
1. Faktor Pekerjaan (Work factors)
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam
interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa
tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan
berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Armstrong, 1979;
Wisseman & Badger, 1970; Werner, 1997) dikutip Chaffin (1999). Faktor-faktor
pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh
yaitu postur tubuh, repetisi, pekerjaan statis dan pekerjaan yang membutuhkan
tenaga.
2. Faktor Individu (Personal factors)
Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadi musculoskeletal
disorder. Beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap kejadian MSDs
yaitu masa kerja (Guo, 2004), usia (Guo et al. 1995; Chaffin 1979), jenis kelamin
(Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), hales et al. (1994), dan
Johansonb(1994)), kebiasaan merokok (Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984;
Frymoyer et al. 1983; Svensson dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984), kebiasaan
olahraga (Cady et al (1979)), tinggi badan, obesitas (Van Dieen, 1997), dan durasi
pekerjaan per hari
3. Faktor Lingkungan
Kondisi dari lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal
disorder. Diantaranya yaitu getaran dan temperatur ekstrim. (Mustafa, 1992)
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam kerangka teori berikut :
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor pekerjaan
1. Postur tubuh
2. Repetisi
3. Pekerjaan statis
4. Pekerjaan yang
memaksakan tenaga
(beban)
Keluhan Low Back
Pain
Faktor individu
1. Masa kerja
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Kebiasaan merokok
5. Kebiasaan olahraga
6. Tinggi badan
7. Obesitas
8. Durasi mengemudi
Faktor lingkungan
1 Getaran
2 Temperatur Ekstrim
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keluhan low back pain pada pekerja di tim ekspedisi PT Enseval
Putera Megatrading, Jakarta. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel dependen dan
variabel independen yang mengacu pada kerangka teori yang telah disebutkan
sebelumnya. Variabel independen terdiri dari faktor pekerjaan dan faktor individu
dan variabel dependen dari penelitian ini adalah keluhan low back pain.
Kerangka konsep ini mengacu pada faktor kondisi lingkungan yang diteliti,
fakta fakta kejadian dan penelitian penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya
yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara postur tubuh, repetisi,
pekerjaan statis, pekerjaan yang mebutuhkan tenaga, durasi, masa kerja, usia,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tinggi badan, dan obesitas dengan keluhan
low back pain pada pekerja.
Adapun variabel getaran tidak dilakukan penelitian karena tidak adanya alat
untuk mengukur dalam penelitian ini, sehingga hal ini menjadi salah satu kekurangan
dalam penelitian ini. Variabel temperatur ekstrim tidak diteliti karena dalam
melakukan pekerjaannya selalu melalui rute perjalanan yang sudah biasa dilewati,
sehingga menurut para pekerja temperatur di lingkungan kerja tidak terlalu
mempengaruhi kondisi kerja. Karena pekerja selalu berpindah tempat dalam
melakukan pekerjaannya, yang dimaksud dengan lingkungan kerja dalam penelitian
ini adalah seluruh tempat yang biasa dilewati pekerja karena pekerjaannya bersifat
mobile atau berpindah tempat. Variabel jenis kelamin tidak diteliti karena
populasinya adalah laki laki atau bersifat homogen.
Berikut ini adalah bagan kerangka konsep.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Pekerjaan
(Berdasarkan Postur RULA)
Faktor Individu
1. Usia
2. Kebiasaan merokok
3. Kebiasaan olahraga
4. Tinggi badan
5. Obesitas
6. Masa kerja
7. Durasi mengemudi
Keluhan Low back pain
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Keluhan Low back
pain
Nyeri yang dirasakan dan di
keluhkan oleh pekerja di
daerah punggung bawah,
beserta gejala yang dirasakan.
Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah sampai lipat
bokong bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-sakral dan
sering disertai dengan
penjalaran nyeri ke arah
tungkai dan kaki.
Kuesioner Wawancara 0. Tidak ada
keluhan
1. Ada keluhan
Ordinal
2 Faktor pekerjaan
(RULA)
Skor akhir dari hasil
mengidentifikasi postur
pengemudi dengan
mengunakan metode RULA
Kamera
Busur
Stopwatch
Timbangan
Merekam dan
menilai postur
pengemudi
dengan
menggunakan
metode RULA
serta
mengukurnya
dengan
0. Skor < 7 (skor 5
dan 6)
1. Skor = 7
Ordinal
menggunakan
busur
3 Usia Jumlah tahun yang dihitung
mulai dari responden lahir
sampai saat pengumpulan data
dilakukan
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
0. < 35 tahun
1. 35 tahun
(Guo et al, 1995;
Chaffin, 1979)
Ordinal
4 Kebiasaan
Merokok
Kegiatan menghisap rokok
yang dilakukan berulang kali
dan teratur dan sulit dilepaskan
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
0. Tidak merokok
1. Merokok
Ordinal
5 Kebiasaan olahraga Latihan fisik yang dilakukan
responden meliputi frekuensi
latihan, lama latihan, dan jenis
latihan
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
0. Olahraga
1. Tidak olahraga
Ordinal
6 Tinggi badan Postur pekerja saat berdiri
tegak, dihitung dari puncak
kepala sampai telapak kaki
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
0. < 163 cm
1. 163 cm
(Pheasant, 1986)
Ordinal
7 Obesitas Berat badan pekerja pada saat
penelitian dilakukan, termasuk
dengan pakaian yang
dikenakan, lalu dihitung indeks
masa tubuhnya
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
0. Underweight
(IMT < 18,5)
1. Normal (IMT
Ordinal
18,5-24,9)
2. Overweight
(IMT 25)
3. Obesitas (IMT
30)
(WHO, 2003)
8 Masa kerja Panjangnya waktu terhitung
mulai pertama kali pekerja
masuk kerja hingga saat
penelitian berlangsung
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
Tahun Rasio
9 Durasi mengemudi Waktu yang dihabiskan pekerja
selama mengemudi per harinya
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner
Jam Rasio
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor pekerjan dengan keluhan low back pain
2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan low back pain
3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan low back pain
4. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan low back pain
5. Ada hubungan antara tinggi badan dengan keluhan low back pain
6. Ada hubungan antara obesitas dengan keluhan low back pain
7. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan low back pain
8. Ada hubungan antara durasi mengemudi dengan keluhan low back pain.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional karena pada penelitian ini variabel independen dan variabel dependen
diukur pada waktu yang sama untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keluhan low back pain pada kegiatan mengemudi tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrding Jakarta.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Enseval Putera Megatrading Jakarta. Waktu
pelaksanaan penelitian ini pada minggu kedua bulan Agustus sampai minggu
keempat Desember tahun 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tim ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading Jakarta yang berjumlah 41 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian
ini adalah pekerja yang dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan
secara acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi seperti di bawah ini:
Z
2
1-/2
2 P (1-P) + Z
1-
P
1
(1-P
1
) + P
2
(1-P
2
) ]
2
n =
(P
1 -
P
2
)
2
(Sumber : Ariawan, 1998)
Keterangan :
n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z
1-
: Derajat kepercayaan (confident interval CI)
: Derajat kemaknaan (5 %)
Z
1-
: Kekuatan uji (80%)
P : Rata-rata proporsi pada populasi
P1 : Proporsi yang mengeluh LBP akibat riwayat LBP sebelumnya
P2 : Proporsi yang tidak mengeluh LBP akibat riwayat LBP sebelumnya
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar :
[1.96 2 x 0,578(1-0,578) + 1,28 0,771 (1-0,771) + 0,385 (1-0,385) ]
2
n =
(0,771 0,385)
2
n = 25 orang
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi
diatas, diperoleh besar sampel sebesar 25 sampel. Kemudian sampel tersebut dikali
dua sehingga sampel yang dibutuhkan adalah 50 sampel. Oleh karena jumlah
populasi kurang dari jumlah sampel yang dibutuhkan, maka dilakukan pengambilan
sampel jenuh atau mengambil keseluruhan populasi yang ada yaitu sebesar 41 orang.
4.4 Instrumen Penelitian dan Sumber Data
Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden mengenai keluhan low back pain, usia,
kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tinggi badan, obesitas, masa kerja, durasi
mengemudi dan pekerjaan dengan menggunakan form RULA yang dikumpulkan
sendiri oleh peneliti. Selain kuisioner, pada penelitian juga memakai beberapa
peralatan lain seperti kamera, busur, stopwatch, dan timbangan.
a. Keluhan Low back pain
Variabel keluhan low back pain didapatkan dari jawaban kuesioner yang
diwawancarakan oleh peneliti.
b. Pekerjaan
Variabel pekerjaan didapatkan dari pengukuran dengan menggunakan
metode RULA dan peralatan yang terdiri dari kamera, busur, stopwatch,
dan timbangan. Dimulai dengan observasi pada pekerjaan, memberi nilai
pada postur, memproses nilai, menetapkan nilai RULA dan menentukan
nilai action level.
c. Variabel usia, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, masa kerja, dan
durasi mengemudi didapatkan dari jawaban kuesioner yang diisi oleh
responden.
d. Tinggi badan
Variabel tinggi badan didapatkan dari pengukuran responden
menggunakan alat ukur tinggi badan.
e. Obesitas
Variabel obesitas didapatkan pengukuran responden menggunakan
timbangan berat badan. Lalu dihitung IMTnya berdasarkan penghitungan:
IMT = BB(kg)/[TB]2(m2)
4.5 Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah dengan
menggunakan program komputer meliputi:
A. Editing
Sebelum diolah data diteliti apabila ada kesalahan diteliti lagi dan
dibetulkan apabila masih ada kesalahan serta memerikasa kelengkapannya.
B. Coding
Data yang sudah dikumpulkan diberi kode pada setiap variabel untuk
memudahkan pemasukan, mengelompokan dan pengolahan data.
Pengkodean pada masing-masing variabel yaitu sebagai berikut:
a. Keluhan low back pain : tidak ada keluhan = 0 ; ada keluhan = 1
b. Faktor pekerjaan :
Untuk faktor pekerjaan pengkodeannya dilakukan setelah penilaian
metode RULA. Setelah postur mengemudi direkam dan diambil gambar
dengan menggunakan kamera, kemudian diukur menggunakan busur
derajat untuk mengetahui sudut untuk menentukan besar posisi janggal
dan melakukan pengisisan skor pada form RULA. Langkahnya sebagai
berikut :
1. Memberi skor pada grup A yang terdiri dari lengan atas dan lengan
bawah serta pergelangan tangan. Setelah didapatkan skor postur
lengan atas, lengan bawah, serta pergelangan tangan, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel penilaian skor A untuk mendapat skor
A.
2. Menambahkan skor penggunaan otot dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban.
3. Member skor pada grup B yang terdiri dari leher, punggung
(badan), dan kaki. Setelah didapatkan skor postur leher, punggung
(badan), dan kaki, kemudian dimasukkan ke dalam tabel penilaian
skor B untuk mendapatkan skor B.
4. Menambahkan skor penggunaan otot dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban.
5. Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur
kelompok A (arm and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel
C, lalu memasukkan nilai postur kelompok B (neck, trunk, and leg
analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C.
Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level
tindakan (action level) sebagai berikut :
Action level 1
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini biasa diterima jika tidak
dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.
Action level 2
Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga
diperlukan perubahan-perubahan.
Action level 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaaan dan perubahan perlu segera
dilakukan.
Action level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan
perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).
Karena pekerja tidak ada yang memiliki action level dalam kategori action
level 1 dan 2, maka pengkodean untuk faktor pekerjaan yaitu : skor < 7 (skor 5 dan 6)
= 0 ; skor = 7 = 1
c. Usia : < 35 tahun = 0 ; 35 tahun = 1
d. Kebiasaan merokok : tidak merokok = 0 ; merokok = 1
e. Kebiasaan olahraga : olahraga = 0 ; tidak olahraga = 1
f. Tinggi badan : < 163 cm = 0, 163 cm = 1
g. Obesitas : underweight (IMT < 18,5) = 0 ; normal (IMT 18,5 24,9) = 1
; overweight (IMT 25) = 2 ; obesitas (IMT 30) = 3
h. Masa kerja : tahun
i. Durasi mengemudi : jam
C. Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk diolah.
D. Cleaning
Proses pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada
kesalahan atau tidak, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
4.6. Analisis Data
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini
untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase yaitu meliputi keluhan low back
pain, faktor pekerjaan, faktor individu (usia, kebiasaan merokok, kebiasan olahraga,
tinggi badan, obesitas, masa kerja, dan durasi mengemudi).
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini dengan
menggunakan uji chi-square dimana variabel independen dan dependen dalam
penelitian ini berupa data kategorik.
Persamaan Chi Square :
X = ( 0 E )
E
Keterangan :
X = Chi Square
0 = nilai yang diamati
E = nilai yang diharapkan
Jika P
value
> 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik
antara variabel pekerjaan, dan individu dengan keluhan low back pain. Sebaliknya
jika P
value
0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pekerjaan,
dan individu dengan keluhan low back pain.
Untuk variabel masa kerja dan durasi mengemudi yang menggunakan skala
rasio terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan. Setelah diuji didapatkan data
berdistribusi tidak normal, dan untuk uji bivariatnya dilakukan uji statistik non
parametrik Mann Whitney.
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Enseval didirikan pada Oktober 1973, sebagai akibat dari pemisahan
fungsi distribusi dari pemasaran dan produksi PT. Kalbe Farma bersama anak
perusahaan. Dalam perkembangannya PT. Enseval juga berkembang menjadi
distributor umum, tidak saja menjadi distributor produk produk farmasi saja tapi juga
mencakup produk keperluan konsumen, alat-alat kedokteran bahkan agen dan
distributor bahan-bahan dasar kimia untuk industri farmasi, kosmetik dan industri
makanan. Sejalan dengan perkembangan ekonomi Indonesia, PT. Enseval juga
melakukan diversifikasi ke berbagai usaha diluar bidang perdagangan dan distribusi.
Ketika manajemen mengambil kebijaksanaan untuk kembali ke bidang usaha
inti pada tahun 1993, maka semua kegiatan usaha perdagangan dan distribusi
dipindahkan ke PT Arya Gupta Cempaka suatu Perseroan yang didirikan pada tahun
1988 yang selanjutnya pada 6 Agustus 1993 berganti nama menjadi PT Enseval
Putera Megatrading.Pada 1 Agustus 1994 Perseroan tercatat di Bursa Efek Jakarta
sebagai PT.Enseval Putera Megatrading Tbk.
Kegiatan Perseroan difokuskan pada jasa distribusi dan perdagangan, yang
terdiri atas 4 divisi, yaitu :
Divisi penjualan dan distribusi produk farmasi
Divisi penjualan dan distribusi produk barang konsumsi, obat bebas dan
nutrisi
Divisi pemasaran dan distribusi produk peralatan & perlengkapan kesehatan
Divisi pemasaran dan penjualan produk kimia bahan baku industri farmasi,
kosmetik, makanan dan kesehatan hewan
Hingga kini, Perseroan memiliki 42 cabang di seluruh Indonesia yang tersebar
dari Banda Aceh sampai ke Jayapura. Perseroan juga memiliki infrastruktur yang
memadai guna menunjang kelancaran operasional logistik yaitu 2 Regional
Distribution Centre berupa fasilitas gudang besar yang berada di Jakarta dan
Surabaya. Masing-masing cabang memiliki gudang dan armada pengiriman serta
personil lengkap guna menunjang kegiatan operasional dan keperluan pihak pemasok
(Prinsipal) dan Pelanggan (Outlet).Pada saat ini perseroan mempunyai lebih dari 100
pemasok (Prinsipal) dan melayani secara langsung lebih dari 200,000 outlet di
seluruh Indonesia.
Tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta 1 memiliki 49 anggota
terdiri dari 41 orang tim ekspedisi (anggota) dan sisanya pengurus tim dan bagian
administrasi. Untuk menjalankan tugasnya, tim ini memiliki kendaraan operasional
berupa motor dan mobil, yang jumlahnya 17 unit untuk motor dan 24 unit untuk
mobil.
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi
Menjadi Perusahaan jasa distribusi dan logistik yang terintegrasi di bidang
kesehatan melalui penyediaan layanan yang prima, penggunaan teknologi dan
kepemimpinan yang kuat.
b. Misi
Meningkatkan kesehatan melalui penyediaan produk kesehatan.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Keluhan Low Back Pain Pekerja
Distribusi responden berdasarkan keluhan low back pain pada pekerja dapat
dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Low Back Pain di PT Enseval
Jakarta Tahun 2010
Keluhan Jumlah (n) Persentasi (%)
Tidak ada
keluhan
13 31,7
Ada keluhan 28 68,3
Jumlah 41 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang mengalami keluhan
low back pain yaitu sebanyak 28 responden (68,3 %). Sedangkan responden yang
tidak mengalami keluhan low back pain sebanyak 13 responden (31,7 %).
Adapun dari 17 pekerja yang menggunakan motor , yang mengalami keluhan
low back pain sebanyak 7 orang (41,18 %). Sedangkan dari 24 pekerja yang
menggunakan mobil yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 6 orang (25
%).
5.2.2. Faktor Resiko Pekerjaan
Untuk mengetahui tingkat resiko pekerjaan dilakukan dengan pengukuran
RULA (Rapid Upper Limb Assessment). Gambaran resiko faktor pekerjaan dapat
dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Resiko Faktor Pekerjaan di PT
Enseval Jakarta Tahun 2010
Resiko Jumlah (n) Persentasi (%)
Skor < 7 (skor 5
dan 6)
20 48,8
Skor = 7 21 51,2
Jumlah 41 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui responden yang memiliki skor akhir RULA <
7 (skor 5 dan 6) sebanyak 20 orang (48,8%) dan responden yang memiliki skor akhir
RULA = 7 sebanyak 21 orang (51,2 %).
Berikut adalah salah satu contoh penilaian postur saat megemudi pada mobil
dan motor dijelaskan sebagai berikut :
a) Penilaian postur mengemudi pada mobil
Gambar 5.1 Posisi Mengemudi Pada Mobil
Untuk penilaian RULA pada saat posisi mengemudi mobil normal adalah
sebagai berikut :
Penilaian postur untuk bagian lengan atas.
Bagian lengan atas saat posisi mengemudi normal mendapat skor +3,
artinya lengan atas berada diantara sudut 45
0
90
0
fleksi.
Penilaian postur untuk bagian lengan bawah
Bagian lengan bawah saat posisi mengemudi normal mendapat skor
+2, artinya lengan bawah berada diantara sudut kurang dari 60
0
atau
lebih dari 100
0
fleksi.
Penilaian postur untuk bagian pergelangan tangan
Bagian pergelangan tangan saat posisi mengemudi normal mendapat
skor +3, artinya pergelangan tangan berada pada sudut yang lebih
besar dari 15
0
baik fleksi maupun ekstensi. Untuk pergelangan tangan
mendapat skor tambahan +1 karena kadang berada pada deviasi radial
maupun ulnar (bent).
Penilaian postur untuk putaran pergerakan tangan
Untuk postur saat melakukan putaran pergerakan tangan mendapat
skor +1 karena berada pada rentang menengah putaran.
Penilaian postur menggunakan skor grup A
Setelah skor diatas dimasukkan pada tabel skor grup A, maka
didapatkan skor grup A yaitu 4.
Untuk skor penggunaan otot,karena posisi tersebut berlangsung 10
menit atau lebih, maka ditambah +1. Dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban mendapat skor 0 karena beban < 2 kg dan
intermitten.
Penilaian postur untuk leher
Bagian leher saat posisi mengemudi normal mendapat skor +4,
artinya leher berada pada posisi in extension, dan mendapat skor
tambahan +1 karena kadang leher diputar atau dalam posisi miring.
Penilaian postur untuk punggung
Bagian punggung saat posisi mengemudi normal mendapat skor +3,
artinya punggung berada pada posisi diantara sudut 20
0
- 60
0
fleksi
Untuk skor postur kaki mendapat skor +1 karena kaki tertopang ketika
duduk dengan bobot seimbang rata
Penilaian postur menggunakan skor grup B
Setelah skor diatas dimasukkan pada tabel skor grup B, maka
didapatkan skor grup B yaitu 7.
Untuk skor penggunaan otot,karena posisi tersebut berlangsung 10
menit atau lebih, maka ditambah +1. Dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban mendapat skor 0 karena beban < 2 kg dan
intermitten.
Penilaian skor akhir RULA menggunakan tabel C
Untuk skor akhir RULA pada posisi mengemudi pada pekerja yang
menggunakan mobil didapatkan skor 7, yang artinya menunjukkan
bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan
diperlukan dengan segera (saat itu juga).
b) Penilaian postur mengemudi pada motor
Gambar 5.2 Posisi Mengemudi Pada Motor
Untuk penilaian RULA pada saat posisi mengemudi motor normal adalah
sebagai berikut :
Penilaian postur untuk bagian lengan atas.
Bagian lengan atas saat posisi mengemudi normal mendapat skor +3,
artinya lengan atas berada diantara sudut 45
0
90
0
fleksi.
Penilaian postur untuk bagian lengan bawah
Bagian lengan bawah saat posisi mengemudi normal mendapat skor
+2, artinya lengan bawah berada diantara sudut kurang dari 60
0
atau
lebih dari 100
0
fleksi.
Penilaian postur untuk bagian pergelangan tangan
Bagian pergelangan tangan saat posisi mengemudi normal mendapat
skor +3, artinya pergelangan tangan berada pada sudut yang lebih
besar dari 15
0
baik fleksi maupun ekstensi.
Penilaian postur untuk putaran pergerakan tangan
Untuk postur saat melakukan putaran pergerakan tangan mendapat
skor +1 karena berada pada rentang menengah putaran.
Penilaian postur menggunakan skor grup A
Setelah skor diatas dimasukkan pada tabel skor grup A, maka
didapatkan skor grup A yaitu 4.
Untuk skor penggunaan otot,karena posisi tersebut berlangsung 10
menit atau lebih, maka ditambah +1. Dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban mendapat skor 0 karena beban < 2 kg dan
intermitten.
Penilaian postur untuk leher
Bagian leher saat posisi mengemudi normal mendapat skor +2,
artinya leher berada pada posisi diantara sudut 10
0
- 20
0
fleksi, dan
mendapat skor tambahan +1 karena kadang leher diputar atau dalam
posisi miring.
Penilaian postur untuk punggung
Bagian punggung saat posisi mengemudi normal mendapat skor +2,
artinya punggung berada pada posisi diantara sudut 0
0
- 20
0
fleksi
Untuk skor postur kaki mendapat skor +1 karena kaki tertopang ketika
duduk dengan bobot seimbang rata
Penilaian postur menggunakan skor grup B
Setelah skor diatas dimasukkan pada tabel skor grup B, maka
didapatkan skor grup B yaitu 3.
Untuk skor penggunaan otot,karena posisi tersebut berlangsung 10
menit atau lebih, maka ditambah +1. Dan skor untuk penggunaan
tenaga atau beban mendapat skor 0 karena beban < 2 kg dan
intermitten.
Penilaian skor akhir RULA menggunakan tabel C
Untuk skor akhir RULA pada posisi mengemudi pada pekerja yang
menggunakan mobil didapatkan skor 5, yang artinya menunjukkan
bahwa pemeriksaaan dan perubahan perlu segeradilakukan.
5.2.3 Faktor Resiko Individu (Usia, Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Olahraga,
Tinggi Badan, Obesitas, Masa Kerja, dan Durasi Pekerjaan per hari)
Gambaran distribusi faktor resiko individu (usia, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, tinggi badan, obesitas, masa kerja, dan durasi pekerjaan per hari)
pada pekerja dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Resiko Faktor Individu di PT
Enseval Jakarta Tahun 2010
No Variabel
Kategori Jumlah (41)
Persentase
(%)
1 Usia < 35 tahun 14 34,1
35 tahun 27 65,9
2 Kebiasaan merokok Tidak merokok 15 36,6
Merokok 26 63,4
3 Kebiasaan olahraga Olahraga 31 75,6
Tidak olahraga 10 24,4
4 Tinggi badan < 163 cm
8 19,5
163 cm
33 80,5
5 Obesitas Underweight
6 14,6
Normal
23 56,1
Overweight
8 19,5
Obesitas
4 9,8
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui sebagai berikut :
1. Responden yang berusia < 35 tahun sebanyak 14 orang (34,1 %), sedangkan
yang berusia 35 tahun sebanyak 27 orang (65,9 %).
2. Responden yang tidak merokok sebanyak 15 orang (36,6 %), sedangkan yang
merokok sebanyak 26 orang (63,4 %).
3. Responden yang memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 31 orang (75,6 %),
sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 10 orang (24,4
%).
4. Responden yang memiliki tinggi badan < 163 cm sebanyak 8 orang (19,5 %),
sedangkan yang memiliki tinggi badan 163 cm sebanyak 33 orang (80,5 %).
5. Responden yang underweight sebanyak 6 orang (14,6 %), yang memiliki berat
badan normal sebanyak 23 orang (56,1 %), yang overweight sebanyak 8 orang
(19,5 %), dan yang obesitas sebanyak 4 orang (9,8 %).
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja dan Durasi Mengemudi
per Hari di PT Enseval Jakarta Tahun 2010
Variabel Mean SD Min Max
Masa kerja
responden
10,90 6,284 1 - 25
Durasi
mengemudi per
hari
8,28 1,401 6 - 12
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa rata rata masa kerja responden 10,90
tahun dengan standar deviasi 6,284. Masa kerja responden terendah 1 tahun dan masa
kerja responden tertinggi 25 tahun.
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa rata rata durasi mengemudi per hari
8,28 jam dengan standar deviasi 1,401. Durasi mengemudi per hari terendah 6 jam
dan durasi mengemudi per hari tertinggi 12 jam.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Low Back Pain Pada
Pengemudi
Distribusi faktor pekerjaan dengan keluhan low back pain pada pekerja dapat
dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Low
Back Pain di PT Enseval Jakarta Tahun 2010
Variabel Kategori
Keluhan Low Back Pain
P
value
OR 95% CI Tidak ada
keluhan
Ada
keluhan
Total
n % N % n %
Faktor
Pekerjaan
Skor < 7
(skor 5
dan 6)
7 35 13 65 20 100
0,915
1,346
0,360-5,036
Skor = 7
6 28,6 15 71,4 21 100
Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki skor RULA < 7
(skor 5 dan 6) dan mengalami keluhan low back pain sebanyak 13 orang (65 %) dan
responden yang memiliki skor RULA = 7 dan mengalami keluhan low back pain
sebanyak 15 orang (71,4 %). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan Pvalue sebesar
0,915 yang artinya pada = 5 % dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara variabel faktor pekerjaan dengan keluhan low back pain.
5.3.2 Hubungan Faktor Individu Dengan Keluhan Low Back Pain Pada Pekerja
Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Faktor Individu Dengan Keluhan Low
Back Pain di PT Enseval Jakarta tahun 2010
Variabel
Kategori
Keluhan Low Back Pain
P
value
OR 95% CI
Tidak
ada
keluhan
Ada
keluhan
Total
n % N % n %
Usia
< 35 tahun 8 57,1 6 42,9 14 100
0,017
5,867
1,395-24,673
35 tahun
5 18,5 22 81,5 27 100
Kebiasaan
merokok
Tidak
merokok
4 26,7 11 73,3 15 100
0,734
0,687
0,169-2,788
Merokok 9 34,6 17 65,4 26 100
Kebiasaan
olahraga
Olahraga 11 35,5 20 64,5 31 100
0,458
2,200
0,396-12,228
Tidak
olahraga
2 20 8 80 10 100
Tinggi
badan
< 163 cm 2 25 6 75 8 100
1,000
0,667
0,115-3,861 163 cm 11 33,3 22 66,7 33 100
Obesitas Underweight 2 33,3 4 66,7 6 100
0,972 -
Normal 7 30,4 16 69,6 23 100
Overweight 3 37,5 5 62,5 8 100
Obesitas 1 25 3 75 4 100
a. Hubungan antara usia dengan keluhan low back pain
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang berusia
35 tahun yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 22 orang (81,5
%), sedangkan responden yang berusia < 35 tahun yang mengalami keluhan
low back pain sebanyak 6 orang (42,9 %). Berdasarkan hasil uji statistik
diketahui usia responden memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan
low back pain dengan Pvalue = 0,017.
b. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan low back pain
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang
merokok yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 17 orang (65,4
%), sedangkan responden yang tidak merokok yang mengalami keluhan low
back pain sebanyak 11 orang (73,3 %). Berdasarkan hasil uji statistik
diketahui kebiasaan merokok tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan keluhan low back pain dengan Pvalue = 0,734.
c. Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan low back pain
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki kebiasaan olahraga yang mengalami keluhan low back pain
sebanyak 20 orang (64,5 %), sedangkan responden yang tidak memiliki
kebiasan olahraga yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 8 orang
(80 %). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui kebiasaan olahraga tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan low back pain dengan
Pvalue = 0,458.
d. Hubungan antara tinggi badan dengan keluhan low back pain
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki tinggi badan < 163 cm yang mengalami keluhan low back pain
sebanyak 6 orang (75 %), sedangkan responden yang memiliki tinggi badan
163 cm yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 22 orang (66,7 %).
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui tinggi badan tidak memiliki hubungan
yang bermakna dengan keluhan low back pain dengan Pvalue = 1,000.
e. Hubungan antara obesitas dengan keluhan low back pain
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang
underweight yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 4 orang (66,7
%), responden yang memiliki berat badan dalam kategori normal yang
mengalami keluhan low back pain sebanyak 16 orang (69,6 %), responden
yang overweight yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 5 orang
(62,5 %), dan responden yang obesitas yang mengalami keluhan low back
pain sebanyak 3orang (75 %). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui berat
badan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan low back
pain dengan Pvalue = 0.972.
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Berdasarkan Keluhan
Low Back Pain di PT Enseval Jakarta tahun 2010
Keluhan LBP N P value
Tidak ada keluhan 13 0,103
Ada keluhan 28
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa hasil uji statistik menunjukkan P
value sebesar 0,103 yang berarti bahwa masa kerja pada pekerja yang tidak
mengalami keluhan low back pain dan pekerja yang mengalami low back pain tidak
memiliki hubungan yang bermakna.
Tabel 5.8
Distribusi Responden Menurut Durasi Mengemudi per Hari
Berdasarkan Keluhan Low Back Pain di PT Enseval Jakarta tahun 2010
Keluhan LBP N P value
Tidak ada keluhan 13 0,092
Ada keluhan 28
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dikethui bahwa hasil uji statistik menunjukkan P
value sebesar 0,092 yang berarti bahwa durasi mengemudi per hari pada pekerja yang
tidak mengalami keluhan low back pain dan pekerja yang mengalami low back pain
tidak memiliki hubungan yang bermakna.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang hanya
menggambarkan variabel yang diteliti, baik independent maupun dependen
pada waktu yang sama terkadang ditemukan bias berupa lemah dalam melihat
hubungan sebab akibat.
2. Pengambilan video atau gambar hanya pada arah yang memungkinkan saja.
3. Keterbatasan jumlah sampel, karena jumlah sampel lebih sedikit dari hasil
perhitungan statistik, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampel jenuh.
4. Penyebaran kuesioner pada pekerja dilakukan pada saat sebelum melakukan
pekerjaan yaitu pada saat briefing, hal ini dapat memungkinkan terjadinya
bias terhadap keluhan low back pain.
5. Untuk pengukuran posisi kerja dengan menggunakan RULA hanya
menggunakan postur yang paling sering atau postur mengemudi normal, tidak
semua posisi mengemudi dan dilakukan pada saat pekerja diam atau posisi
kendaraan berhenti.
6. Pengukuran faktor pekerjaan dan berat badan kemungkinan kurang akurat
dikarenakan keterbatasan pada alat yang digunakan dan alat yang tidak
dikalibrasi terlebih dahulu.
7. Untuk variabel keluhan low back pain hanya menanyakan keluhan subyektif
pekerja, tidak melalui diagnosa khusus, hal ini memungkinkan terjadinya bias
terhadap keluhan low back pain.
8. Variabel kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga hanya dikategorikan dua
kategori yaitu berdasarkan melakukan kebiasaan dan tidak melakukan
kebiasaan, tidak berdasarkan frekuensi, hal ini tidak bisa melihat kelompok
mana yang paling berpengaruh terhadap keluhan.
6.2 Keluhan Low Back Pain
Tulang belakang diciptakan sedemikian rupa sehingga mampu bergerak sesuai
kehendak sembari melindungi serat saraf yang ada di dalamnya. Dibagian belakang
setiap tulang, terbentuk tonjolan khusus yang disebut prosesus spinosus yang salah
satu fungsinya adalah melindungi serat saraf yang lewat di depannya. Diskus atau
piringan sendi adalah bagian atas dan bawah dari tulang belakang yang
menghubungkan antara satu tulang dengan tulang yang lain. Selain memudahkan
pergerakan, diskus ini juga berfungsi untuk meminimalisasi tekanan yang terjadi pada
rongga serat saraf. Ligamentum adalah jaringan ikat yang sangat kuat guna
memegang tulang belakang agar tidak terlepas satu dengan yang lainnya. Serat saraf
yang lewat melalui tulang belakang berfungsi untuk menghantarkan rasangan
sensoris maupun motoris ke organ yang ada di bawahnya. (Wirawan, 2008)
Low back pain (LBP) merupakan permasalahan yang sering muncul dalam
suatu asuhan keperawatan dengan gejala umum yang terasa pada bagian lumbo-
sacral, otot gluteal, paha dan sering kali pada ekstremitas bawah. Ketika karakteristik
gejala low back pain muncul maka diperlukan pengangkatan suatu diagnosa dan
bagaimana penanganannya yang tepat. Hampir dari 90 % penduduk pernah
mengalami LBP dalam siklus kehidupannya dan LBP merupakan keluhan nomor dua
yang sering muncul setelah keluhan pada gangguan system pernafasan ( Borenstein,
1997)
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau
lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.
LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik. Diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa
Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi pada
laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke
beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17% (Sadeli & Tjahjono, 2001).
Sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam Al Quran Q.S. Al Baqarah : 286
yang artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
Dijelaskan dalam tafsir Fi Zhilalil Quran bahwa demikianlah seorang muslim
menggambarkan rahmat tuhannya dan keadilan Nya dalam tugas yang diwajibkan
atasnya dalam mengemban kekhalifahannyadi muka bumi, dalam mengujinya di
tengah tengah pengemban khilafah itu, dan dalam memberikan balasan atas
amalnya setelah tugasnya selesai. Ia merasa tenang dan tentram terhadap rahmat
Allah dan keadilannya dalam semua ini. Karenanya, ia tidak merasa bosan dengan
tugasnya, tidak sempit dadanya untuk megembannya dan tidak merasa keberatan
dalam melaksanakannya. Ia percaya bahwa Allah SWT yang telah menugaskan
kewajiban atasnya itu lebih mengetahui hakikat kemampuannya. Seandainya tugas itu
diluar kemampuannya niscaya Dia tidak akan memfardukan atas dirinya. Dengan
gambaran seperti ini disamping dapat menghibur dan menenangkan hati, akan dapat
menghimpun semangat orang yang beriman itu untuk melaksanakan tugasnya.
Apabila sekali tempo ia merasa lemah, lelah, atau merasakannya bebannya berat,
maka ia menyadari bahwa itu adalah kelemahan dirinya, bukan karena bebannya yang
terlalu berat. (Quthb, 2000)
Hasil penelitian mengenai gambaran keluhan low back pain pada pengemudi
PT Enseval Putera Megatrading Jakarta 1 tahun 2010 cukup bervariasi. Pekerja yang
tidak mengalami keluhan low back pain sebanyak 13 orang (31,7%) , pekerja yang
mengalami keluhan low back pain sebanyak 28 orang (68,3%), Adapun dari 17
pekerja yang menggunakan motor, yang mengalami keluhan low back pain sebanyak
7 orang (41,18 %). Sedangkan dari 24 pekerja yang menggunakan mobil yang
mengalami keluhan low back pain sebanyak 6 orang (25 %).
Menurut Sumamur (1992), penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan
kondisi pekerja sedikit banyak akan berpengaruh bagi kinerja karyawan. Dalam
melaksanakan tugasnya posisi dan sikap tenaga kerja ditentukan oleh sarana kerja
baik primer maupun sekunder. Kontraksi yang cenderung bersifat statis, berlangsung
lama dan terus-menerus, serta sikap paksa waktu bekerja mudah sekali menimbulkan
kelelahan sampai rasa nyeri pada otot yang bersangkutan. Berdasarkan teori tersebut,
maka untuk mengurangi resiko low back pain pada pengemudi dapat dilakukan
dengan menyesuaikan tempat duduk dengan posisi mengemudi dan melakukan
peregangan otot.
Untuk faktor pekerjaan, pekerja yang memiliki skor = 7 sebanyak 21 orang
(51,2 %). Sedangkan untuk faktor individu, pekerja yang memiliki usia 35 tahun
sebanyak 27 orang (65,9 %), pekerja yang memiliki kebiasaan merokok ada 26 orang
(63,4 %), pekerja yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 10 orang (24,4
%), pekerja yang memiliki tinggi badan 163 cm sebanyak 33 orang (80,5 %),
pekerja yang memiliki berat badan yang tergolong obesitas sebanyak 4 orang (9,8 %),
rata rata pekerja memiliki masa kerja 10,90 tahun, dan rata rata pekerja memiliki
durasi pekerjaan per hari 8,28 jam.
6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Low Back Pain
Faktor pekerjaan pada pengemudi di PT Enseval berhubungan dengan posisi
kerja yang mereka lakukan. Para pengemudi melakukan pekerjaannya dengan cara
duduk untuk mengemudi dan berdiri untuk memindahkan barang. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, sebagian besar pekerja mengalami keluhan low back pain.
Berdasarkan hasil perhitungan RULA, kegiatan para pekerja terdiri dari dua
kategori, yaitu skor < 7 (skor 5 dan 6) yang artinya pemeriksaan dan perubahan perlu
segera dilakukan dan skor = 7 yang artinya pemeriksaan dan perubahan diperlukan
dengan segera (saat itu juga). Hal ini disebabkan karena posisi kerja yang dilakukan.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh pakar-pakar fisiologi kerja ditemukan
bahwa postur kerja yang tidak alamiah (sikap statis dalam waktu lama, gerakan
memutar dan menunduk yang berulang) dapat mengakibatkan gangguan pada sistem
otot rangka atau MSDs (Hales et al, 1996). Santoso (2004) mengungkapkan posisi
duduk dapat menyebabkan gangguan pada otot rangka dan tulang belakang sehingga
dapat menimbulkan rasa nyeri. Selain itu, pekerjaan ini juga dilakukan dengan postur
statis dan postur janggal seperti menunduk dalam waktu lama, gerakan repetitif dan
membutuhkan ketelitian.
Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami keluhan dan
memiliki nilai skor < 7 (skor 5 dan 6) sebanyak 13 orang (65 %), dan pekerja yang
mengalami keluhan dan memiliki nilai skor = 7 sebanyak 15 orang (71,4 %). Dari
hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
faktor pekerjaan dengan keluhan low back pain (Pv = 0,915). Penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang
mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor pekerjaan dengan
keluhan muskuloskelatal. Hal ini kemungkinan disebabkan karena berdasarkan
kuesioner, pekerja yang memiliki skor RULA = 7 lebih banyak yang memiliki
kebiasaan olahraga dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan
olahraga sehingga kemungkinan untuk terjadinya keluhan low back pain dapat
diminimalisir. Selain itu, proses pengambilan gambar yang hanya pada arah yang
memungkinkan saja, mengambil gambar postur mengemudi normal saja, dan
menanyakan keluhan pada saat briefing sebelum bekerja kemungkinan juga menjadi
sebab faktor pekerjaan tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Oleh karena itu, bagi penelitian selanjutnya peneliti diharapkan untuk
mengukur posisi kerja dan mengambil gambar posisi kerja pada berbagai posisi, tidak
hanya pada saat mengemudi normal saja, agar terlihat posisi yang paling beresiko
dalam bekerja, selain iti juga diharapkan untuk menyebarkan kuesioner atau
wawancara saat pekerjaan berlangsung untuk meminimalkan bias yang terjadi.
Menurut Soeripto (1989), perencanaan dan penyesuaian alat yang tepat bagi
tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas, menciptakan keselamatan dan
kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan kerja, dan juga memperbaiki kualitas
produk dari suatu proses produksi. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko low
back pain, sebaiknya peralatan kerja dan posisi bekerja disesuaikan dengan kondisi
pekerja. Selain itu, sebaiknya disiapkan petugas dan peralatan khusus untuk
mengangkut barang ke dalam mobil atau motor, serta perusahaan sebaiknya
mengadakan pengecekan kesehatan pekerja dan pengecekan kondisi kendaraan secara
berkala. Pengecekan kendaraan dilakukan untuk memastikan kendaraan selalu dalam
kondisi yang bagus, terutama untuk bagian mesin dan suspensi, agar tidak terjadi
getaran yang berlebihan yang dapat meningkatkan resiko low back pain. Adapun
cara yang dapat diterapkan pada pengemudi yaitu dengan memberikan pendidikan
atau pelatihan tentang tata cara mengemudi yang baik dan benar untuk meminimalisir
resiko pengemudi terserang keluhan low back pain.
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu (Usia, Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
Olahraga, Tinggi Badan, Obesitas, dan Masa Kerja)
6.4.1 Hubungan Usia Dengan Keluhan Low Back Pain
Usia berkaitan dengan perubahan degeneratif fungsi fisiologi tubuh.
Pertambahan usia berarti terjadi perubahan pada jaringan tubuh dan tubuh menjadi
semakin rentan (Riihimaki, 1998). Selain itu usia juga berhubungan dengan
penurunan kapasitas fisik. Bertambahnya usia diikuti dengan penurunan VO
2
max
sehingga akan menurunkan kapasitas kerja (Bridger, 1995). Pada penelitian ini usia
para operator dikategorikan menjadi 2 yaitu 35 tahun dan < 35 tahun karena pada
usia 35 tahun sebagian besar pekerja mengalami peristiwa sakit punggung atau
keluhan MSDs (Guo et al., 1995; Chaffin, 1979 dalam Tarwaka, 2004).
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang berusia 35
tahun yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 22 orang (81,5 %),
sedangkan responden yang berusia < 35 tahun yang mengalami keluhan low back
pain sebanyak 6 orang (42,9 %). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui usia
responden memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan low back pain dengan
Pvalue = 0,017.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Chaffin (1979), Gue
et al (1995), dan Bridger, 2003 yang menyebutkan bahwa sejalan dengan
meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi
disaat seseorang berusia 30 tahun, pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan.
Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek
kata, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami
penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs.
Bigos dkk juga mendapatkan bahwa usia 31 40 tahun adalah usia yang sangat
rentan untuk teradinya LBP.(Erdil, 1994)
Berdasarkan data yang didapat melalui kuesioner dan wawancara dengan
sebagian pekerja, maka untuk mengurangi resiko low back pain, dapat disarankan :
a. Pekerja yang berusia 35 tahun lebih banyak yang memiliki resiko
pekerjaan yang tinggi (skor = 7), dan memiliki tinggi badan 163 cm,
oleh karena itu pekerja disarankan agar lebih menyesuaikan posisi
duduknya senyaman mungkin, terutama bagi pekerja yang memiliki tinggi
badan 163 cm, selain itu diperbanyak lagi untuk melakukan peregangan
otot dengan beristirahat sejenak disela sela pekerjaan.
b. Pekerja yang berusia 35 tahun lebih banyak yang merokok, oleh karena
itu disarankan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan
merokoknya, karena selain dapat meningkatkan resiko low back pain juga
dapat mengganggu orang lain.
c. Disarankan bagi perusahaan untuk mengatur ulang rute perjalanan yang
dilalui oleh pekerja, yaitu untuk pekerja yang memiliki usia 35 tahun
memiliki rute perjalanan yang tidak terlalu jauh atau untuk rute dekat saja,
untuk rute jauh lebih diutamakan untuk pekerja yang memiliki usia < 35
tahun.
6.4.2 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Keluhan Low Back Pain
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif
dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc
hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984; Frymoyer et al. 1983; Svensson
dan Anderson 1983; Kelsey et al.1984]. Meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan.
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang merokok yang
mengalami keluhan low back pain sebanyak 17 orang (65,4 %), sedangkan responden
yang tidak merokok yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 11 orang (73,3
%). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui kebiasaan merokok tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan keluhan low back pain dengan Pvalue = 0,734. Hal
ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Soleha (2009) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
MSDs. Hal ini kemungkinan disebabkan sebaran data kebiasaan merokok dengan
keluhan low back pain yang tidak merata. Selain itu, faktor kebiasaan olahraga juga
berpengaruh, pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok sebagian besar juga
memiliki kebiasaan olahraga, sehingga kemungkinan terserang keluhan low back pain
dapat diminimalisir.
Dalam penelitian ini, kebiasaan merokok hanya dikategorikan berdasarkan
mempunyai kebiasaan merokok dan tidak mempunyai kebiasaan merokok, tidak
dikategorikan berdasarkan frekuensinya, sehingga tidak dapat diketahui kelompok
pekerja mana yang paling mempengaruhi keluhan low back pain, oleh karena itu
diharapkan untuk penelitian selanjutnya peneliti dapat mengkategorikan kebiasaan
merokok berdasarkan frekuensi merokok, sehinggadapat terlihat kelompok pekerja
mana yang paling berpengaruh terhadap keluhan low back pain.
6.4.3 Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan Low Back Pain
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh
persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat
kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada
daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan
otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. Berdasarkan laporan dari
NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al (1979) menyatakan bahwa untuk
tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1 %
tingkat kesegaran jasmani yang sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah
3,2 % dan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi maka risiko untuk terjadinya
keluhan otot rangka 0,8%.
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki
kebiasaan olahraga yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 20 orang (64,5
%), sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasan olahraga yang mengalami
keluhan low back pain sebanyak 8 orang (80 %). Berdasarkan hasil uji statistik
diketahui kebiasaan olahraga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
keluhan low back pain dengan Pvalue = 0,458.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmat
(2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian
low back pain dengan kebiasaan olahraga dengan P value 0,029. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena sebaran data yang tidak merata antara kebiasan
olahraga dengan keluhan low back pain. Pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga
lebih banyak yang mengalami keluhan low back pain, hal ini dimungkinkan karena
posisi mengemudi yang kurang baik, sehingga lebih besar peluang untuk mengalami
keluhan. Demikian juga dari kebiasaan merokok, pekerja yang sering berolahraga
juga lebih banyak yang mempunyai kebiasaan merokok.
Dalam penelitian ini, kebiasaan olahraga hanya dikategorikan berdasarkan
mempunyai kebiasaan olahraga dan tidak mempunyai kebiasaan olahraga, tidak
dikategorikan berdasarkan frekuensinya, sehingga tidak dapat diketahui kelompok
pekerja mana yang paling mempengaruhi keluhan low back pain, oleh karena itu
diharapkan untuk penelitian selanjutnya peneliti dapat mengkategorikan kebiasaan
olahraga berdasarkan frekuensi melakukan olahraga, sehinggadapat terlihat kelompok
pekerja mana yang paling berpengaruh terhadap keluhan low back pain.
6.4.4 Hubungan Tinggi Badan Dengan Keluhan Low Back Pain
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian Heliovaara (1987),
yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh
terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria.
Schierhout (1995), menemukan bahwa pendeknya seseorang berasosiasi dengan
keluhan pada leher dan bahu.
Pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung,
tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan
pergelangan tangan. Apabila diperhatikan, keluhan otot skeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam
menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka
et al, 2004).
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki tinggi
badan < 163 cm yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 6 orang (75 %),
sedangkan responden yang memiliki tinggi badan 163 cm yang mengalami keluhan
low back pain sebanyak 22 orang (66,7 %). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui
tinggi badan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan low back pain
dengan Pvalue = 1,000. Belum ada penelitian yang meneliti secara langsung antara
tinggi badan dengan keluhan low back pain. Tidak adanya hubungan antara tinggi
badan dengan keluhan low back pain kemungkinan disebabkan karena jumlah
sampel yang sedikit dan tidak meratanya sebaran data antara keluhan low back pain
dengan tinggi badan . Selain itu, kemungkinan lainnya adalah pekerja yang memiliki
tinggi badan 163 cm banyak yang memiliki kebiasaan olahraga, sehingga dapat
meminimalisir resiko terjadinya keluhan low back pain, oleh karena itu, diharapkan
pada penelitian selanjutnya peneliti dapat mengumpulkan lebih banyak teori dan
literatur yang berhubungan dengan tinggi badan sehingga dapat melengkapi
penelitian sebelumnya.
6.4.5 Hubungan Obesitas Dengan Keluhan Low Back Pain
Penelitian klinis sejak lama telah membuktikan bahwa kegemukan
berpengaruh buruk terhadap kesehatan tubuh. Selain memicu penyakit metabolis,
obesitas meningkatkan risiko kelainan musculoskeletal utamanya nyeri punggung.
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada
bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan
bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara
waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa mengantuk.
Dalam keadaan mengantuk inilah biasanya tubuh menjadi lemah dan ketika hendak
mengangkat beban biasanya tekanan pada pinggang sangat berat.
Berat badan yang berlebihan (overweight / obesitas) menyebabkan tonus otot
abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan
menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah yang kemudian menimbulkan
kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini merupakan resiko terjadinya LBP. (Van
Dieen, 1997)
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki berat
badan dalam kategori underweight yang mengalami keluhan low back pain sebanyak
4 orang (66,7 %), responden yang memiliki berat badan dalam kategori normal yang
mengalami keluhan low back pain sebanyak 16 orang (69,6 %), responden yang
memiliki berat badan dalam kategori overweight yang mengalami keluhan low back
pain sebanyak 5 orang (62,5 %), dan responden yang memiliki berat badan dalam
kategori obesitas yang mengalami keluhan low back pain sebanyak 3 orang (75 %).
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui berat badan tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan keluhan low back pain dengan Pvalue = 0,972.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hestbaek (2006) yang
menyebutkan tidak ada ubungan yang signifikan antara overweight dengan keluhan
low back pain. Rahmat (2009) juga menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara obesitas dengan kejadian low back pain. Tidak adanya
hubungan antara obesitas dengan keluhan low back pain kemungkinan disebabkan
karena sebaran data yang tidak merata antara keluhan low back pain dengan obesitas .
Jelas terlihat bahwa jumlah responden yang overweight / obesitas dan mengeluh low
back pain lebih sedikit daripada responden yang tidak overweight dan mengeluh low
back pain. Selain itu alat ukur yang tidak dikalibrasi dahulu juga menjadi sebab
karena kemungkinan terdapat bias dalam pengukuran, oleh karena itu, diharapkan
bagi penelitian selanjutnya peneliti dapat melakukan kalibrasi instrument penelitian
seperti timbangan terlebih dahulu agar hasil ukur lebih akurat dan meminimalkan bias
yang terjadi.
6.4.6 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Keluhan Low Back Pain
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin
lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini
maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Guo, 2004).
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dikethui bahwa hasil uji statistik menunjukkan P
value sebesar 0,103 yang berarti bahwa masa kerja pada pekerja yang tidak
mengalami keluhan low back pain dan pekerja yang mengalami low back pain tidak
memiliki hubungan yang bermakna.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Ikrimah (2009) bahwa masa kerja tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan Pvalue sebesar
0,313. Demikian juga dengan penelitian Soleha tahun 2009 yang menunjukkan bahwa
masa kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan MSDs dengan
Pvalue sebesar 0,439. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pekerja yang masa
kerjanya masih tergolong baru banyak yang melakukan pekerjaan dengan posisi yang
beresiko, sehingga walaupun masa kerja belum terlalu lama, pekerja juga mengalami
resiko yang tinggi untuk mengalami keluhan low back pain.
6.4.7 Hubungan Antara Durasi Mengemudi Per Hari Dengan Keluhan Low
Back Pain
Sukarto (2007) mengatakan, Saat manusia duduk, beban maksimal lebih
berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami beban
terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang belakang yakni vertebra lumbal
2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung bawah.
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dikethui bahwa hasil uji statistik menunjukkan P
value sebesar 0,092 yang berarti bahwa durasi mengemudi per hari pada pekerja yang
tidak mengalami keluhan low back pain dan pekerja yang mengalami low back pain
tidak memiliki hubungan yang bermakna.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh
Hu-tech (2005) yang menjelaskan bahwa setidaknya setengah dari para pengemudi
kendaraan jarak jauh menderita sakit pada tubuh bagian belakang. Penelitian ini juga
menyatakan orang yang mengemudi selama lebih dari 4 jam sehari, 6 kali lebih
beresiko absen dari pekerjaannya karena sakit punggung daripada orang yang
mengemudi kurang dari 2 jam. Hal ini kemungkinan dikarenakan sebaran datanya
tidak merata, lebih banyak pekerja yang memiliki durasi pekerjaan 7 jam sehari.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pekerja yang mengalami keluhan low back pain lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja yang tidak mengalami keluhan low back pain.
2. Dari hasil pengukuran RULA, didapatkan resiko pekerjaan pada pengemudi
PT Enseval, Jakarta tahun 2010 dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu
skor < 7 (skor 5 dan 6) dan skor = 7. Sebagian besar pekerja memiliki skor <
7 (48,8 %) dan skor = 7 (51,2 %).
3. Gambaran faktor individu antara lain :
a. Pekerja yang berusia 35 tahun lebih banyak dari pekerja yang berusia <
35 tahun.
b. Pekerja yang merokok lebih banyak dari pekerja yang tidak merokok.
c. Pekerja yang tidak memiliki kebiasaan olahraga lebih sedikit dari pekerja
yang memiliki kebiasaan olahraga.
d. Pekerja yang memiliki tinggi badan 163 cm lebih banyak dari pekerja
yang memiliki tinggi badan < 163 cm.
e. Pekerja yang memiliki berat badan dalam kategori obesitas lebih sedikit
dari pekerja yang tidak obesitas.
f. Rata rata masa kerja responden 10,90 tahun
g. Rata rata durasi pekerjaan per hari 8,28 jam
4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor pekerjaan dengan keluhan
low back pain (Pvalue = 0,915) pada pengemudi tim ekspedisi PT Enseval,
Jakarta tahun 2010.
5. Hubungan antara faktor individu dengan keluhan low back pain sebagai
berikut :
a. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan low back pain
(Pvalue = 0,017) pada pengemudi tim ekspedisi PT Enseval, Jakarta tahun
2010.
b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan
keluhan low back pain (Pvalue = 0,734), kebiasaan olahraga dengan
keluhan low back pain (Pvalue = 0,458), tinggi badan dengan keluhan
low back pain (Pvalue = 1,000), obesitas dengan keluhan low back pain
(Pvalue = 0,972), masa kerja dengan keluhan low back pain (Pvalue =
0,103), durasi mengemudi per hari dengan keluhan low back pain (Pvalue
0,092) pada pengemudi tim ekspedisi PT Enseval, Jakarta tahun 2010.
7.2 Saran
1. Bagi Perusahaan
a. Menyesuaikan peralatan kerja dengan kondisi tubuh pekerja.
b. Menyiapkan petugas dan peralatan khusus untuk mengangkut barang ke
dalam mobil atau motor untuk meminimalisir resiko pengemudi terserang
low back pain.
c. Mengadakan kegiatan olahraga secara rutin kepada seluruh pengemudi.
d. Mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga untuk memberikan
pendidikan atau pelatihan tentang tata cara mengemudi yang baik dan
benar.
e. Mengadakan kerjasama dengan instansi kesehatan untuk melakukan
pengecekan kesehatan pekerja secara berkala
f. Mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan pengecekan
terhadap kendaraan agar kondisi kendaraan selalu terjaga
g. Mengatur ulang rute perjalanan yang dilalui oleh pekerja, disesuaikan
dengan kondisi pekerja atau melakukan rotasi rute yang dilalui pekerja
h. Melakukan evaluasi atau mengadakan gathering dengan semua pekerja
secara berkala untuk membahas kebaikan dan kelemahan dari kebijakan
yang ditetapkan
2. Bagi Pekerja
a. Sebaiknya pekerja mulai membiasakan untuk tidak merokok karena selain
dapat meyebabkan terjadinya keluhan low back pain, merokok juga dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit.
b. Memperbanyak kegiatan olahraga untuk pencegahan terhadap keluhan low
back pain.
c. Menyesuaikan posisi mengemudi terhadap kendaraan, sehingga posisi
bekerja menjadi nyaman dan meminimalisir resiko terjadinya low back
pain.
d. Memperbanyak istirahat atau melakukan peregangan otot.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain
yang diduga berhubungan dengan keluhan low back pain yang tidak
diteliti pada penelitian ini, dan melengkapi keterbatasan yang terdapat
pada penelitian ini.
b. Melakukan penelitian terhadap variabel lingkungan dan melakukan
berbagai pengukuran.
c. Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan kalibrasi untuk instrument
penelitian seperti timbagan agar keakuratan hasil ukur lebih terjamin.
d. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan
desain studi lain yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan, agar
diperoleh hasil yang akurat, karena berbagai macam desain studi memiliki
kelebihan dan kekurangan masing masing.
e. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menyebarkan kuesioner atau
wawancara saat pekerjaan berlangsung untuk meminimalkan bias yang
terjadi.
f. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengukur posisi kerja dan
mengambil gambar posisi kerja pada berbagai posisi, tidak hanya pada
saat mengemudi normal saja, agar terlihat posisi yang paling beresiko
dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson GBJ. Epidemiological Features of Chronic Low Back Pain. Lancet 1999;
354:581-5.
Ar RifaI, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah :Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.
Jakarta : Gema Insani Press, 1999
B. Juul Kristenssen, N. Falletin, C Ekdahl. Criteria for Classification of Posture in
Repetitive Work by Observation Methods; A Riview. International Journal of
Industrial Ergonomics. 19(1997), p. 397-411
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore : McGraww Hill, Inc
Cohen,Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A primer Based
on Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. Amerika : U.S
Departement of health and human services. NIOSH
Deyo, Richard and James, Weinstein. Low Back Pain. New England Journal Med.
Vol 344 No. 5. 2001
DiNardi , Salvatore R. 1997. The Occupational Environment -its evaluation and
control. Virginia : American Industrial Hygiene Association
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th ed, Taylor & Francis
Inc,London.
Hestbaek, Lise, Leboeuf-Yde, Charlotte, Ohm Kyvic, Kirsten, Are lifestyle-factors in
adolescence predictors for adult low back pain? A cross-sectional and
prospective study of young twins (2006). Available from : URL
http://www.biomedcentral.com/1471-2474/7/27
Hiikka Riihiimaki and Eira Viikari Juntura. Musculoskeletal System in International
Labour Office. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Edited by
Jeanne Mager Stellman. Fourth edition, vol I, Geneva, 1998.
HSC. Health and Safety Statistic 2006/2007. [cited 2008 juni 2007].
http://www.hse.gov.uk/statistics
Ikrimah, Nur. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Konveksi Sektor Usaha
Informal di Wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang Tahun 2009. Skripsi;
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
J.H. Van Dieen, SMA. Jansen and AF. Housher. Differences in Law Back Load
Between Kneeing and Seated Working at Ground Level. Applied
Ergonomics 1997
Judith A. Kaufmann, Low Back Pain : Diagnosis and Management in Primary care.
Dalam Lippncotts Primary Care Practice, Vol 3. Number 4. July
2000,Philadelphia : Lippincott William & William Inc.
Karuniasih. Tinjauan Faktor Resiko dan Keluhan Subjektif Terhadap Timbulnya
Musculoskeletal Disordes Pada Pengemudi Travel X-Trans Trayek Jakarta
Bandung Tahun 2009. Skripsi : Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2009
Kelompok Studi Nyeri, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PEDOSSI).
Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. KRT Lucas
Laurence J Fuortes, Yan Shi, Mingdon Zhang, Craig Zwerling, and Mario
Schootman. Epidemiology of Back Injury in University Hospital Nurses from
review of workers compensation records and a case control survey. JOM.
1994
Lueder, R. 1996. A Proposed RULA for Computer Users, Procceding of the
Ergonomic Summer Workshop, San Francisco.
Manek, Nisha dan Mac Gregor. Epydemiology of Back Disorder : Prevalence, Risk
Factors and Prognosis. Curr Opin Rheumatol. 2005 ; 17(2) : 134-140.
2005 Lippincot Williams & Wilkins.
McAtamney, L. and Corlett, E.N., 1993. RULA : A Survey Based Method for the
Investigation of Work Related Upper Limb Disorders, Applied Ergonomics,
24(2).91-99.
Michael Erdil. O Bruce Dickerson and Don B Chaffin. Biomechanics or Manual
Material Handling and Low Back Pain. In Carl Zenz. Occupational
medicine. Third edition, Sl Louis Mosby. 1994
Murtagh, John. Low Back Pain in : General Pratice. Third Edition. The McGraw-Hill
Companies. Australia. 2003
Mustafa Pulat B, Fundamentals of Industrial Ergonomics, New Jersey, 1992,
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Maryland, Gaithersburg :
Aspen Publishers, Inc
Quthb, Syahid Sayyid. Tafsir FI Zhilalil Quran. Jakarta : Gema Insani Press, 2000
Rahmat, Kristiawan Basuki. 2009. Analisis Faktor Resiko Kejadian Low Back Pain
pada Operator Tambang Sebuah Perusahaan Tambang Nikel di Sulawesi
Selatan Tahun 2007 2008. Tesis. Semarang : Program Studi Magister
Promosi Kesehatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Rachel, Sulvana. Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Perawatan Lapangan Golf di
Perusahan X dan Faktor faktor yang Berhubungan. Tesis. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
Rumawas RT. Nyeri Pinggang Bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah
lengkap Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia
(PERDOSSI). Palembang, 8-12 Desember 1996.
Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik,
Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A,
Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
Sandra M. Nettina, 2000, Taking Care Of Your Lower Back and Neck Pain, Dalam
Lippncotts Primary Care Practice, Vol 3. Number 4. July 2000,Philadelphia
: Lippincott William & William Inc.
Shihab, M Quraish. Tafsir Al Mishbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Quran.
Jakarta : Lentera Hati, 2002
Sidharta P. Anamnesa Kasus Nyeri di Ekstermitas dan Pinggang. Sakit pinggang. In:
Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta : Pustaka universitas,
1980: 64-75.
Soleha, Siti. 2009. Hubungan Faktor Risiko Ergonomi Dengan Keluhan
Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada Operator Can Plant PT. X, Plant
Ciracas Jakarta Timur Tahun 2009. Skripsi; Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
Stanton, dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Method. USA :
CRC Press
Sumarni, Herni. Analisis Faktor Resiko Ergonomi dan Keluhan Subyektif Terhadap
Resiko Terjadinya Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada Karyawan
Bagian Produksi Seksi Welding 2A di Plant PT.X Tahun 2008. Skripsi.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2008.
Sunarto. Latihan pada Penderita Nyeri Punggung Bawah. Medika Jelita Jakarta Edisi
III/406.054. 2005
Suryanto, Dhany. Pengaruh Pajanan Getaran SeluruhTubuh Terhadap Kejadian
Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Bajaj dan Ojek disekitar
Kelurahan Kayu Putih. Tesis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan 2004)
Available from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm .
http://www.rula.co.uk/survey.html 29 juli 2010. 2.00 pm
http://ergo.human.cornell.edu/Pub/AHquest/CURULA.pdf 29 juli 2010 2.00 pm
Zanni, Guido dan Jeannette, Wick. Low Back Pain : Eliminating Myths and
Elucidating Realities. J. Am Pharm Assoc 43(3):357-352. 2003 American
Pharmaceutical Association.
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian tentang Faktor faktor
yang berhubungan dengan keluhan subjektif low back pain pada kegiatan
mengemudi tim ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta tahun 2010.
Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap.
Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan
Bapak/Ibu/Saudara. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan. Atas
kerja sama dan perhatian Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan
saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Wassallamualaikum Wr. Wb,
Jakarta, September 2010
Peneliti Responden
( Trimunggara Kantana ) ( )
Data Responden (diisi oleh pekerja)
Nama Lengkap :
Tanggal Lahir : tanggalbulantahun.
Berat Badan : Kg
Tinggi Badan : cm
Lingkari salah satu jawaban
1. Jenis kendaraan apa yang anda gunakan dalam tim ekspedisi ?
Keluhan low back pain
2. Apakah selama bekerja, anda pernah merasakan nyeri di punggung bagian bawah
(sekitar pinggang) ?
a. Ya b. Tidak
Jika ya,
1. Bagaimana tingkat keseringan nyeri
yang anda rasakan ?
a) 1 - 2 kali / tahun
b) 1 2 kali / bulan
c) 1 2 kali / minggu
d) Setiap hari
2. Keluhan apa yang anda rasakan ?
a) Sakit / nyeri
b) Panas
c) Kejang / kram
d) Mati rasa
e) Bengkak
f) Kaku
g) Pegal
(jawaban boleh lebih dari 1)
a. Motor
b. Mobil
3. Apakah yang anda lakukan untuk
menghilangkan keluhan tersebut ?
a) Istirahat
b) Dipijat
c) Olahraga
d) Minum suplemen/obat/jamu
e) Ke dokter
(jawaban boleh lebih dari 1)
Faktor individu pekerja
3. Sejak kapan anda menjadi pengemudi tim ekspedisi PT Enseval ?
4. Berapa lama anda mengemudi dalam satu hari ? (termasuk perjalanan menuju
perusahaan)
5. Sebelum bekerja di PT Enseval, pernahkan anda bekerja sebagai pengemudi di
perusahaan lain ?
a. Pernah b. Tidak pernah
Jika ya,
1. Berapa lama anda bekerja sebagai
pengemudi di perusahaan lain ?
2. Sewaktu di perusahaan lain,
berapa lama anda mengemudi
dalam sehari ?

jam
..
..
6. Apakah saat ini anda merokok ?
a. Ya b. Tidak
Jika ya,
1. Berapa batang rokok yang anda
hisap setiap hari ?
2. Sejak kapan anda mulai merokok ?
Jika tidak,
1. Apakah anda pernah memiliki
riwayat merokok sebelumnya ?
a) Tidak pernah
b) Pernah
2. Jika anda pernah merokok
sebelumnya, sudah berapa lama
anda berhenti merokok atau sejak
kapan anda berhenti merokok ?
3. Sewaktu anda merokok dahulu,
berapa batang yang anda hisap
setiap hari ?
7. Apakah anda memiliki kebiasaan olahraga ?
a. Ya b. Tidak
Jika ya,
1. Bagaimana kebiasaan olahraga anda
?
a) Sering(3 kali seminggu)
b) Kadang (1-2 kali seminggu)
c) Jarang (1-3 kali sebulan)
2. Jenis olahraga apa yang sering anda
lakukan ?
a) Jogging / lari pagi
b) Futsal / sepakbola
c) Badminton
d) Lainnya. Sebutkan :..
..batang

..batang
.
Faktor pekerjaan (diisi oleh peneliti)
Lembar checklist penggunaan beban (Diisi oleh peneliti)
Skor penggunaan otot :
Postur statis ( 10 menit)
Gerakan berulang ( 4 kali / menit)
Skor penggunaan tenaga atau beban :
Beban < 2 kg, intermiten
Beban 2 10 kg, intermiten
Beban 2 10 kg, statis / repetitif
Beban > 10 kg, repetitif atau dengan kejutan

Anda mungkin juga menyukai