PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak
menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat,
baiksecara global, regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis
penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita
setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan
serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjad peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk,
2007).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-
2 di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data
International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan
diperkirakan pada tahun 2035 mengalami peningkatan menjadi
55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun
(International Diabetes Federation, 2013). Tinggi nya angka
tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien
DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China
(Suyono, 2006).
World Health Organization(WHO) memprediksi adanya
peningkatan jumlah diabetisi (penderita diabetes) yang cukup
besardari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadisekitar 21,3 juta
jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan sebesar 152% (WHO,
2006). Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%.
1
Riskesdas juga melaporkan bahwa penderita diabetes mellitus di
provinsi Riau berada di urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia
(Balitbangkes, 2008).
Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan
prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sekitar 1,7%
melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita
diabetes di Indonesia, sekitar 4,1%kategori diabetes mellitus tidak
terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus. Jumlah kasus DM yang
ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebanyak 209.319
kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung insulin
sebanyak 183.172 jiwa dan pasien yang tergantung insulin
sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012).
Menurut Profil Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah
penderita diabetes mellitus sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk.
Meningkat signifikan pada tahun 2015 menjadi 8.684 per 100.000
penduduk(Dinkes Surakarta, 2014 dan 2015).
Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa
yang melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka
pendek langsung (dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram,
rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan pembuluh darah mikro
dan makro (Mikail, 2012).
Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir
dengan berat badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat faktor yang
meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus yakni berat badan
lebih, kurang nya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola makan,
hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.
Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan
proses terjadinya lebih dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya
2
hidup dan pola makan. Karena, sel-sel sasaran (otot dan lemak
tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin,
tidak memberikan respon normal terhadap insulin. Jenis diabetes
ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika ada gejalanya lebih ringan
dari pada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II pada usia dewasa
seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga
(Soegondo, dkk, 2005).
Depresi semakin banyak terjadi pada kondisi pasien yang
mengalami kondisi kronik menahun seperti stroke, diabetes, kanker
serta gangguan nyeri yang kronis (Andri, 2011). Banyak orang yang
memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja. Diabetes dan
depresi dapat saling memicu sehingga penderita diabetes memiliki
risiko tinggi mengalami depresi. Depresi dapat mempengaruhi
kadar gula dalam darah. Efek depresi dapat menyebabkan produksi
epinefrin naik, memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam
nukleat. Naiknya gula darah disebabkan meningkatnya
glikogenolisis dihati oleh peningkatan glukagon terhambat
pengambilan glukosa oleh otot dan berkurangnya pembentukan
insulin pankreas (Kadri, 2012).
Dampak lain yaitu insomnia, pergerakan usus (konstipasi
dan diare), selain itu juga dapat melepaskan hormon adrenalin
secara berlebihan, yang membuat jantung berdetak cepat sehingga
meningkatkan tekanan darah yang dapat menyebabkan penyakit
jantung, stroke sehingga memperberat penyakit DM tesebut (Azmi,
2013).
Depresi disebabkan oleh kombinasi faktor biologis,
psikologis dan sosial. Menurut teoristress-vulnerability model,
terdapat beberapa faktor risiko depresi diantaranya genetika
(riwayat penyakit depresi pada keluarga), kerentanan psikologis
(pola pikir negatif, kesepian, pengalaman hidup yang menekan),
lingkungan yang menekan dan kejadian dalam hidup (trauma pada
3
masa kanak-kanan, perceraian, masalah ekonomi, pekerjaan,
kurangnya dukungan sosial, menderita penyakit berat yang lama
dan hidup menderita dalam jangka waktu yang lama), faktor
biologis (depresi pasca melahirkan atau terkena infeksi virus) (Tirto
Jiwo, 2012).
NIMH (National Institute of Mental Health)tahun2011
menyatakan bahwa dari beberapa penelitian, pasien DM dengan
depresi mempunyai gejala DM yang lebih parah dibanding dengan
pasien yang hanya menderita DM tanpa depresi. Penderita yang
sakit kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat
negatif berkenaan dengan kondisi sakitnya. Pasien DM yang
mengalami depresi secara perilaku kebanyakan tidak mampu
melakukan hal-hal positi funtuk menjaga agar penyakitnya tidak
bertambah parah. Sehingga, penderita membutuhkan dukungan
sosial (Brannon danFeist, 2007).
Seperti dibuktikan oleh Anastasia (2010) pada penelitiannya
tentang hubungan tingkat depresi dengan kecenderungan
berperilaku sehat pada penderita DM yang sudah menderita DM
selama sedikitnya 3 tahun, mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan negatif yang kuat diantara keduanya. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi tingkat depresi akan semakin rendah
kecenderungan berperilaku sehat.
Penelitian tentang apakah lama menderita DM berhubungan
dengan tingkat depresi belum banyak berkontribusi memberikan
hasil yang konsisten. Namun demikian beberapa penelitian
menemukan adanya hubungan lama menderita DM dengan
kejadian depresi (Shahrakivahed et al, 2012). Studi melaporkan
pasien DM dua kali lebih besar mengalami gejala depresi
dibandingkan dengan populasi umum(Anderson, dkk. 2001; Egede,
dkk, 2002).
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pemulisan
1. TujuanUmum
` 2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
5
pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 dan juga sebagai
informasi dan referens iuntuk penulisan ilmiah selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia)
akibat kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin (Smeltzeret
al, 2013; Kowalak, 2011).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
Kadar glukosa darah setiap hari bervariasi, kadar gula darah akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar glukosa darah normal pada pagi hari sebelum makan atau
berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah normal
biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan
atau minumcairan yang mengandung gula maupun mengandung
karbohidrat (Irianto, 2015).
B. Etiologi
Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011); Wilkins, (2011);
dan Andra, (2013) mempunyai beberapa penyebab, yaitu:
a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan
perkembangan antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-
sel beta.
b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi
pancreas. Infeksi virus coxsakie pada seseorang yang peka
secara genetic. Stress fisiologis dan emosional meningkatkan
7
kadar hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan hormon
pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentanter kena DM karena
perubahan gaya hidup, menjadikan seseorang kurang aktif
sehingga menimbulkan kegemukan dan beresiko tinggi terkena
diabetes melitus.
d. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormonplasental yang
berkaitan dengan kehamilan, yang mengantagoniskan insulin.
e. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes
melitusf.
f. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam
tubuh. Insulin yang tersedia tidak efektif dalam meningkatkan
efek metabolic.
g. Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa
medikasi, antara lain diuretic thiazide, kortikosteroid adrenal,
dan kontraseptif hormonal.
C. Patofisiologi
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut
Price, (2012) dan Kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi
insulin, kemudian menyebabkan glikogen meningkat, sehingga
terjadi proses pemecahan gulabaru (glukoneugenesis) dan
menyebabkan metabolismelemak meningkat. Kemudian akan
terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan
keton didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton dalam
urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH serum menurun
dan terjadi asidosis.Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan
8
glukosamenurun, sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam
plasma tinggi (hiperglikemia).
Jika hiperglikemia parah dan lebih dari ambang ginjal maka
akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik yang meningkatkan peningkatan air kencing
(polyuria) dan akan timbul rasa haus (polidipsi) yang menyebabkan
seseorang dehidrasi(Kowalak, 2011).
Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif
sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagia).
Penggunaan glukosa menurun akan mengakibatkan produksi
metabolisme energi menurun sehingga tubuh akan menjadi lemah
(Price et al, 2012).
Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah
kecil, sehingga menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer
berkurang. Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak kunjung
sembuh karena terjadi infeksi dan gangguan pembuluh darah
akibat kurangnya suplai nutrisi dan oksigen (Price et al, 2012).
Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke
retina menurun, sehingga terjadi penurunan suplai nutrisi dan
oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur. Akibat
utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktur dan fungsi ginjalyang menyebabkan terjadinya nefropati
yang berpengaruh pada saraf perifer, sistem saraf otonom serta
sistemsaraf pusat (Price et al, 2012).
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzeret al,
(2013)dan Kowalak (2011), yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa
haus yang berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas
9
serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang
meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang
terjadi karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan
kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang
disebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan
rasa gatal pada kulit.
e. Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas
disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
f. Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
g. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang
disebabkan karena pembengkakan akibatglukosa.
h. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang
disebabkan kerusakan jaringan saraf.
i. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang
disebabkan karena neuropati otonom yang menimbulkan
konstipasi.
j. Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkankarena
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati
otonom.
E. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzeret al,
(2013)dan Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi
akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi karena
intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek
yang mencakup:
a. HipoglikemiaHipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa
dalam darah mengalami penurunan dibawah 50 sampai 60
10
mg/dL disertai dengan gejala pusing,gemetar,
lemas,pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan
kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD) KAD adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan asidosis metabolic akibat
pembentukan keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik
(SNHH)Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan
metabolisme yang menyebabkan kadar glukosa dalam darah
sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa
disertai ketosis serum.
11
a. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan
pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi
farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu:
1) Obat antihiperglikemia oralMenurut Perkeni, (2015)
berdasarkan carakerjanya obat ini dibedakan menjadi
beberapa golongan, antara lain,
a. Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid Efek
utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin
oleh sel beta pancreas. cara kerja obat glinid sama
dengan cara kerja obat sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
b. Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin
dan Tiazolidindion (TZD)Efek utama metformin yaitu
mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis)
dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek
dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan
resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di perifer.
c. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat
glukosidase alfaFungsi obat ini bekerja dengan
memperlambat absopsi glukosa dalam usus halus,
sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah
dalam tubunh sesudah makan.ra lain:
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat
golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk
menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1
(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
12
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose
dependent).
2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin Kombinasi
obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat
antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang), yang
diberikanpada malam hari menjelang tidur. Terapi
tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar
glukosa darah dengan baik jika dosis insulin kecil atau
cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-
10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal,
maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal
dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia
oral dihentikan(Perkeni, 2015).
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan
Kowalak, (2011) yaitu:1)Edukasi Edukasi bertujuan untuk
promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat. Hal ini perlu
dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan
sebagai pengelolaan DM secara holistic.2) Terapi nutrisi
medis (TNM) Pasien DM perlu diberikan pengetahuan
tentang jadwal makan yang teratur, jenis makanan yang baik
beserta jumlah kalorinya, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah maupun
insulin.3) Latihan jasmani atau olahraga Pasien DM harus
13
berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari dalam
seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150
menit perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih
dari 2 hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan
bersifat aerobic dengan intensitas sedang yaitu 50 sampai
70% denyut jantung maksimal seperti: jalan cepat, sepeda
santai, berenang,dan jogging. Denyut jantung
maksimaldihitung dengan cara: 220 –usia pasien.
1. Pengkajian
a. Identitas
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada seorang yang
anggota keluarganya memiliki riwayat diabetes. Diabetes tipe
1 ini biasa mulai terdeteksi pada usia kurang dari 30 tahun.
Diabetes tipe 2 adalah tipe DM paling umum yang biasanya
terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara
dewasa tua dan biasanya disertai obesitas. Diabetes
gestasional merupakan yang menerapkan untuk perempuan
dengan intoleransi glukosa atau ditemukan pertama kali
selama kehamilan (Black, 2014).
Keluhan Utama
14
Alasan Masuk Rumah Sakit
Riwayat Pengobatan
15
dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea,
biguanid, meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll (Black,
2014).
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Kesadaran
Body System
3. Sistem pernapasan
a. Inspeksi : lihat apakah pasien mengalami sesak
napas
b. Palpasi : mengetahui vocal premitus dan
mengetahui adanya.
c. Auskultasi : mendengarkan suara napas normal
dan napas tambahan (abnormal : weheezing,
ronchi, pleural friction rub ) (Bararah, 2013).
4. Sistem kardiovaskuler
a. Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak
16
b. Palpasi: takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi,
nadi perifer melemah atau berkurang.
c. Perkusi: Mengetahui ukuran dan bentuk jantung
secara kasar, kardiomegali.
d. Auskultasi: Mendengar detak jantung, bunyi
jantung dapat didiskripsikan dengan S1, S2
tunggal (Bararah, 2013).
5. Sistem Persyarafan
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia,
anastesia, letargi, mengantuk, reflex lambat, kacau
mental, disorientasi. (Bararah, 2013). Pasien dengan
kadar glukosa darah tinggi sering mengalami nyeri
saraf. Nyeri saraf sering dirasakan seperti mati rasa,
menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar yang
membuat pasien terjaga waktu malam atau berhenti
melakukan tugas harian (Black, 2014).
6. Sitem Perkemihan
Poliuri, retensi urine, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat proses miksi (Bararah, 2013).
7. Sistem Pencernaan
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen. (Bararah, 2013).
Neuropati aoutonomi sering mempengaruhi Gl.
Pasien mungkin dysphagia, nyeri perut, mual,
muntah, penyerapan terganggu, hipoglikemi setelah
makan, diare, konstipasi dan inkontinensia alvi (Black,
2014).
17
8. Sistem integumen
a. Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat warna,
bentuk, memperhatikan jumlah rambut, distribusi
dan teksturnya.
b. Parpasi: Meraba suhu kulit, tekstur (kasar atau
halus), mobilitas, meraba tekstur rambut (Bararah,
2013).
9. Sistem muskuluskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran massa otot,
perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri
(Bararah, 2013).
18
13. Sistem imun
Klien dengan DM rentan terhadap infeksi. Sejak
terjadi infeksi, infeksi sangat sulit untuk pengobatan. Area
terinfeksi sembuh secara perlahan karena kerusakan
pembuluh darah tidak membawa cukup oksigen, sel
darah putih, zat gizi dan antibody ke tempat luka. Infeksi
meningkatkan kebutuhan insulin dan mempertinggi
kemungkinan ketoasidosis (Black, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
19
penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)
3. Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam
pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang
sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan,
kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan
keperawatan (Dermawan, 2012).
Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan
keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah
kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-
tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik
(Manurung, 2011).
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai
pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau
untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).
4. Implementasi
5. Evaluasi
20
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri.(Ali, 2009).
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk
menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa,
2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan telah tercapai.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperwatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu
direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi.
Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut
dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2008)
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
1. Identitas
Ny.S berumur 60 tahun, jenis kelamin perempuan, sudah
kawin, beragama islam dan berkebangsaan Indonesia.
22
Keluarga memperoleh air minum dari sumur pompa yang ada
dirumahnya. Kualitas air jernih dan tidak berbau. Keluarga selalu
memasak air sumur sampai mendidih.Persediaan air mencukupi
kebutuhan keluarga, apabila pompa rusak keluarga berusaha untuk
membeli air minum.
Keluarga mempunyai jamban sendiri, pembuangan tinja melalui
septik tank. Kebiasaan keluarga Tn.Z memelihara jamban tidak
dimanfaatkan dengan baik sehingga jamban menjadi tumpukan
sampah, tidak terpelihara dan berbau.
Keluarga memiliki tempat pembuangan sampah dan biasanya
keluarga membakar sampah dibelakang rumahnya. Pengolahan air
limbah keluarga kurang baik, dibuang ke selokan dan tersumbat akibat
sampah yang dibuang sembarangan.
Lingkungan rumah Ny.S tampak bersih, pekarangan tidak
dimanfaatkan secara maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.
4. Riwayat kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Keadaan Ny.S saat ini kurang membaik. Klien mengeluh
dengan penyakitnya, klien mengatakan menderita penyakit diabetes,
ada luka pada ibu jari kaki sebelah kanan berwarna merah sekitar 2
cm dan tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Luka sudah diobati,
namun belum bisa sembuh sampai sekarang. Ny.S merasa banyak
minum tapi juga banyak kencing walaupun pada dasarnya Ny.S juga
udah sering minum banyak. Klien tampak lemas, sering ngantuk, berat
badan menurun dari 75 kg menjadi 60 kg, mukosa mulut dan bibir
klien kering, pandangan kabur dan klien cemas dengan kondisinya
saat ini. Keluarga mengatakan Ny.S dibawa berobat ke puskesmas
namun penyakitnya tidak bisa sembuh karena jarang kontrol ke
puskesmas.
23
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Tn.Z mengatakan tidak ada penyakit masa lalu dan tidak ada
alergi terhadap makanan, obat-obatan dan tidak pernah anggota
keluarga yang mengalami kecelakaan. Ny.S mengatakan jika ada
anggota keluarga yang sakit, Ny.S hanya meminum obat yang ada
diwarungnya dan jika tidak sembuh juga Ny.S berusaha membawa
berobat ke klinik maupun puskesmas. Keluarga juga mengatakan
tidak pernah dirawat dirumah sakit.
5. Pola fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Keluarga mengatakan selalu menjaga kesehatannya dengan
makan teratur. Klien tidak ada riwayat merokok maupun minum-
minuman keras. Jika anggota keluarga sakit, keluarga meminum obat
yang ada diwarungnya maupun obat yang telah diresepkan oleh
dokter.
b. Nutrisi metabolik
Kebiasaan keluarga untuk makan dan minum setiap anggota
keluarga tidak sama. Ny.S mempunyai kebiasaan makan tidak tentu
kadang 2x atau bisa lebih, suka makan-makanan yang manis dan
kadang tidak tentu berapa kali dalam sehari namun untuk minum klien
lebih senang minum teh yang kental dan manis. Klien mengatakan
setelah mengetahui menderita diabetes, klien mengurangi makan-
makanan yang manis. Klien mengatakan setiap makan hanya
menghabiskan ½ porsi karena takut gula darah semakin naik.
Sedangkan Tn.Z dan anaknya makan seadanya 3x sehari, kebiasaan
minum tergantung aktivitas, ketika aktivitasnya berat minumnya bisa
lebih dari 2 liter perhari, ketika aktivitasnya biasa hanya minum 4-5
gelas berupa air putih dan air teh.
24
c. Eliminasi
Ny. S biasa BAB 1x/hari, BAK tergantung banyaknya air yang
Tn.Z minum kalau minumnya banyak BAK bisa lebih dari 3x. Ny.S
banyak minum sehingga di sering kali kencing terkadang sampai 10
kali sedangkan untuk BAB biasanya 1 kali sehari.
d. Aktivitas pola latihan rutinitas
Keluarga mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari,
keramas sekali 2 hari, dan ganti pakaian tiap kali selesai mandi.
Kegiatan yang biasa dilakukan Ny.S dan Tn.Z adalah jalan-
jalan disekitar rumah sambil berbincang-bincang dengan tetangga
dekat rumah mereka. Tn.Z mengatakan kadang-kadang kakinya
kesemutan.
e. Pola istirahat dan tidur
Tn.Z jarang sekali tidur siang, karena tiap hari pergi kesawah.
Tidur siang jamnya tidak tentu dan tidur malam dari pukul 22.00
sampai dengan 04.30 WIB atau ketika adzan subuh setelah itu tidak
tidur lagi sedangkan Ny. S jarang tidur siang atau hampir tidak pernah
tidur siang, untuk malam biasanya tidur diatas pukul 21.00 sampai
dengan 05.00 WIB dan setelah itu tidak tidur lagi.
f. Pola kognitif-persepsi
Ny.S mengatakan mata sebelah kiri tidak bisa melihat dengan
jelas, pangangan kabur terutama menjelang malam hari. Klien
mengatakan apabila keluar ruangan atau jalan-jalan di sekitar rumah
harus memegang dinding terlebih dahulu sebagai sokongan. Klien
tampak berjalan sambil memegang dinding atau pakai tongkat. Klien
tampak tidak tahu dan tidak melihat dengan jelas pada saat
seseorang datang kerumah dan menanyakan kepada perawat siapa
yang datang. Klien mengatakan tidak tahu komplikasi dari diabetes
mellitus, penyebab dan perawatan diabetes terutama pada luka yang
ada dijari kaki sebelah kanannya.
25
g. Persepsi diri-pola konsepsi diri
Ny. S beranggapan bahwa ia mampu membiayai kebutuhan
hidup. Ny. S masih tetap semangat meskipun sudah tua dan suami tak
dapat bekerja lagi. Ny.S mengatakan tetangga-tetangganya sangat
baik kepada mereka dan mau saling membantu dengan sesama.
h. Pola peran-hubungan
Tn. Z mengatakan perannya sebagai ayah dan suami
dikeluarga sangat penting dan berharga meskipun istri saat ini sedang
mengalami penyakit diabetes. Dan Ny. S sebagai istri hanya bisa
membantu untuk menjaga warung dirumah dan mendapat
penghasilan secukupnya, sedangkan An.A yang berperan sebagai
anak dan bekerja mengajar anak SMP dan mau membantu kedua
orang tuanya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
i. Sexualitas
Ny.S mempunyai 1 orang anak yang sudah dewasa dan belum
menikah. Ny.S sudah tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi
karena menderita penyakit diabetes.
j. Koping-pola toleransi stress
Tn.Z mengatakan jika ada kesulitan dalam keluarga, masih
mampu untuk mengatasinya dengan cara bermusyawarah dengan
anggota keluarga dirumah.
k. Nilai keyakinan
Ny.S menganut agama Islam dan percaya terhadap agam yang
dianutnya. Ny.S mengatakan selalu berdoa kepada Tuhan jika
keluarga ada masalah.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : compos mentis
b. TTV :
- TD : 130/80 mmhg
- T/P : 36,2o C/82 x/i
26
- RR : 20 x/i
c. BB/TB : 60 kg/155 cm
d. Kepala :
- Rambut : pendek, lurus dan hitam dan mulai memutih
- Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak
ikterik
- Telinga : bersih, tidak ada serumen
- Mulut : kotor dan terdapat karang gigi
- Gigi : tidak lengkap, sudah ada yang berlubang dan
ompong
- Bibir : tampak lembab
- Dada : simetris dan tidak ada pembengkakan
- Abdomen : simetris, tidak terdapat nyeri tekan
- Kulit : berwarna sawo matang, dan tidak pucat
- Ekstremitas : simetris, dan kekuatan otot baik.
Analisa data
1. Ds : Gangguan Kerusakan
- Klien mengatakan ada luka metabolisme integritas kulit
pada ibu jari kaki sebelah
kanan yang tidak sembuh
sejak 3 bulan yang lalu.
Luka sudah diobati, namun
sampai sekarang luka
tersebut tidak sembuh-
sembuh.
- Klien mengatakan setelah
mengetahui menderita
diabetes, klien mengurangi
makan-makanan yang
manis.
- Klien mengatakan setiap
27
makan hanya
menghabiskan ½ porsi
karena takut gula darah
semakin naik.
Do :
- Ditemukan adanya luka
pada ibu jari kaki sebelah
kanan berwarna merah
sekitar 2 cm.
- Klien tampak lemas dan
sering ngantuk.
- Berat badan klien menurun
dari 75 kg menjadi 60 kg.
- Mukosa mulut dan bibir
klien kering.
Do :
- Klien tampak tidak tahu dan
tidak melihat dengan jelas
pada saat seseorang
datang kerumah dan
menanyakan kepada
perawat siapa yang datang.
- Klien tampak berjalan
sambil memegang dinding
atau pakai tongkat.
28
- Penerangan dalam ruangan
dirumah Tn. Z kurang
terang pada siang hari
dikarenakan jendela rumah
jarang dibuka.
3. Ds : Ketidakmampuan Kurang
Do :
- Terdapat luka pada ibu jari
kaki sebelah kanan
berwarna merah sekitar 2
29
cm dan tidak sembuh sejak
3 bulan yang lalu. Luka
sudah diobati, namun
belum bisa sembuh sampai
sekarang.
- Klien tampak cemas
dengan kondisinya.
30
cedera keamanan pasien,
sesuai dengan kondisi
- Klien mampu fisik dan fungsi kognitif
menjelaskan cara pasien dan riwayat
untuk mencegah penyakit terdahulu
cedera pasien.
- Klien mampu 3. Ajarkan kepada
menjelaskan manfaat keluarga dan klien
senam mata untuk menghindarkan
lingkungan yang
- Klien mampu
berbahaya (misalnya
mendemonstrasikan
memindahkan
senam mata
perabotan berbahaya,
kebersihan lantai
rumah dan kamar
mandi).
4. Ajarkan kepada
keluarga untuk
memberikan
penerangan yang
cukup di dalam rumah.
5. Jelaskan manfaat
senam mata.
6. Ajarkan gerakan
senam mata
31
menyebutkan
komplikasi diabetes
mellitus.
- Keluarga dapat
merawat anggota
keluarga yang sakit
diabetes mellitus.
32