PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak
menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara
global, regional, nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit
metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di
negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan
metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin,
sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif,
akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin,
2014; Sarwono, dkk, 2007).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia. Berdasarkan perolehan data International
Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada
tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita
DM 40-59 tahun (International Diabetes Federation, 2013). Tingginya
angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien
DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China (Suyono,
2006).
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 sebesar 5,7%. Riskesdas juga
melaporkan bahwa penderita diabetes mellitus di provinsi Riau berada di
urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia (Balitbangkes, 2008). Prevalensi
DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1%,
kemudian Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensi terkecil terdapat di
Provinsi Papua sekitar 1,7% (PERKENI, 2011). Soewondo dan Pramono
(2011), melanjutkan penelitian dari Riskesdas, dari 5,7% total penderita
1
diabetes di Indonesia, sekitar 4,1% kategori diabetes mellitus tidak
terdiagnosis dan 1,6% diabetes mellitus.
Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun
2013 sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak
tergantung insulin sebanyak 183.172 jiwa dan pasien yang tergantung
insulin sebanyak 26.147 jiwa (Dinkes Jateng, 2012). Menurut Profil
Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah penderita diabetes mellitus
sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk. Meningkat signifikan pada tahun
2015 menjadi 8.684 per 100.000 penduduk (Dinkes Surakarta, 2014 dan
2015).
Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang
melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung
(dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka
panjang (kerusakan pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012).
Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga
dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Serta terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus
yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola
makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.
Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses
terjadinya lebih dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola
makan. Karena, sel-sel sasaran (otot dan lemak tubuh) yang seharusnya
mengambil gula dengan adanya insulin, tidak memberikan respon normal
terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika
ada gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II
pada usia dewasa seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga
(Soegondo, dkk, 2005; Hartono, 1995).
Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam
beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dukungan tersebut
berkaitan dengan pembentuk keseimbangan mental dan kepuasan
2
psikologi (Cohen & Syme, 1985, dalam Ika, 2008). Fenomena yang ada
saat ini, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian yang menyebabkan
depresi pada penderita DM tipe-II dalam bentuk dukungan keluarga
walaupun mereka hidup di tengah-tengah keluarganya. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pengetahuan, dukungan keluarga
serta lama menderita DM tipe-II yang dapat mempengaruhi depresi pada
penderita Diabetes Melitus Tipe-2.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengantingkat depresi pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik usia dan jenis kelamin penderita
Diabetes Mellitus Tipe-2.
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tingkat depresi pada
penderita Diabetes Mellitus Tipe-2.
c. Untuk mengetahui hubungan lama menderita dengan tingkat depresi
pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2.
d. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi
pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2.
C. Manfaat
1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Menambah referensi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
depresi pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 berkaitan dengan studi
epidemiologi.
2. Bagi Penyelenggara Kesehatan
Diharapkan dapat meningkatkan pencapaian program yang telah
direncanakan dan sebagian sudah direalisasikan oleh beberapa
pelayanan kesehatan primer, agar tercapai status kesehatan yang tinggi
pada penderita DM Tipe-II secara menyeluruh.
3
3. Bagi Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2
Diharapkan penderita mendapatkan informasi tentang faktor yang
menyebabkan depresi sehingga dapat mencegahnya dan juga penderita
mendapatkan pelayanan perawatan yang baik.
4. Bagi Keluarga
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagi keluarga pada
pentingnya perhatian dan dukungan baik fisik maupun mental bagi
anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus Tipe-2, untuk
meminimalisir kejadian depresi.
D.Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 (tiga) BAB. BAB pertama Pendahuluan, berisi
latar belakang masalah, tujuan, manfaat, sistematika penulisan. BAB II,
tinjauan pustaka. BAB III, berisi tinjauan kasus. BAB IV Pembahasan
kasus. BABA V, penutup, kesimpulan, saran
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Terjadinya ulkus diabetikum antara lain dipengaruhi oleh:
a. Neuropatik diabetik
b. Angiopati diabetic (penyempitan pembuluh darah)
c. Infeksi
C. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus).
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“claw,callus “
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
6
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
7
mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan
simpanan kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi
insulin ini disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka
kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti
kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi ) ( Smeltzer and Bare, 2000).
8
Lingkungan, Genetik , Imunologi,Obesitas, Usia
Resiko infeksi
Poliuri
Sklerosis mikrovaskuler
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan Kekurangan volume cairan Neuron
Perubahan persepsi
sensori perabaan
Gangguan fungsi penglihatan
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
a. Pemeriksaan fisik
1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
2) Nilon monofilament 10 G
3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
9
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%),
sensitifitas (83%).
b. Pemeriksaan vaskuler
1) Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus,
ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI :
tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
2) Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing,
osteomyelitis
c. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning (++), merah ( +++), dan merah bata ( ++++).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
F. Penatalaksanaan Medis
a. Diet (Tjokroprawiro, 1997)
Diet dilaksanakan dengan menghitung persentase dan Relatif Body
Weight (RBW) atau Berat Badan Relatif (BBR).
BB
x 100%
BBR = ( TB − 100 )
Ket : kurus jika BBR < 90%
Sedang jika BBR 90% - 100%
Gemuk jika BBR > 100%
Macam-macam diet DM :
10
1) Diet B
Diet ini diberikan kepada pasien yang tidak tahan lapar, kadar
kolesterol darah tinggi, komplikasi penyempitan pembuluh darah,
telah mengalami komplikasi ginjal telah menderita DM > 15
tahun. Komposisi diet B adalah 68% karbohidrat, 12% protein,
20% lemak.
2) Diet B1
Diet ini diberikan pada penderita DM yang tidak tahan lapar,
kurus, BBR < 90%, masih muda, memerlukan pertumbuhan,
mengalami patah tulang, menderita gangguan keadaan pasca
bedah, menderita tumor, komposisi diet B1 adalah 60%
karbohidrat, 20% lemak, 20% protein.
3) Diet B2
Diet ini diberikan pada penderita DM dengan komplikasi GGK
sedang yaitu nefropati diabetik stadium II. Komposisi diet B2
adalah 68% karbohidrat, 20% lemak, 12 % protein, kaya akan
asam amino esensial (AAE), 2100 – 2300 kalori/hari.
4) Diet B3
Diet ini diberikan pada penderita DM dengan komplikasi
nefropati diabetik dengan GGK dengan CCT < 25 ml/mnt. Yaitu
2100 – 2300 kalori/hari, rendah protein, tinggi akan asam amino
esensial dipilih lemak yang tidak jenuh.
5) Diet Be
Diet ini diberikan pada penderita DM dengan nefropati diabetik
stadium akhir. Penderita boleh minum glukosa dan rasa manis
misalnya es krim tapi harus disuntik insulin. Aturan makan tetap
tiga kali sehari. Interval tiga jam dengan kalori > 2000 kal/hari.
b. Latihan fisik
Latihan fisik dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu ) selama
kurang lebih 30 menit, seperti jalan-jalan, berenang, dan bersepeda
dalam tempo yang sedang. Hal ini perlu disiapkan sebelum
11
berolahraga untuk mencegah hipoglikemia adalah makanan yang
cukup dan tes kadar gula darah. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot
dan memperbaiki pengambilan insulin. Latihan ini berguna untuk
meningkatkan kepekaan terhadap insulin (glukosa uptake ).
c. Obat
Obat berkhasiat hipoglikemia (OAD : Obat Anti Diabetik). Golongan
obatnya sulfonilurea, glipozid, dan gliburide. Obat ini mempunyai
efek meningkatkan jumlah reseptor insulin dan memperbaiki
kerusakan kerja insulin post reseptor insulin.
Indikasi pemberian insulin antara lain :
1) DM dengan berat badan menurun cepat/kurus.
2) Ketoasiolosis diabetik, asiodosis laktat (infeksi sistemik)
3) DM yang mengalami stres berat (operasi)
4) DM yang tidak dikelola dengan obat hipoglikemia oral
5) Diabetes gestasional yang tidak terkendali
G. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pre operasi:
1) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2) Nyeri akut berhubugan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada daerah luka
b. Diagnosa keperawatan intra operasi :
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
2) Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan durasi
pembedahan
c. Diagnosa keperawatan post operasi :
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek anastesi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
12
1. Intervensi Keperawatan
DiagnosaKeperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil RencanaTindakan Rasional
Pre Operasi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
Ansietas berhubungan keperawatan selama…x 24 jam menggambarkan kondisi
dengan kurang diharapkan masalah ansietas kecemasan yang dialami pasien
pengetahuan dengan pasien berkurang dengan 2. Bantu pasien untuk 2. Ekspresi yang dikeluarkan oleh
prosedur pembedahan Kriteria Hasil: mengekspresikan rasa pasien merupakam suatu
1) Pasien mengatakan kecemasan kecemasan pasien
kecemasannya berkurang 3. Jelaskan tentang prosedur 3. Penjelaskan yang diberikan
2) Pasien mampu mengenali pembedahan sesuai jenis operasi sebelum tindakan dilakukan
perasaan ansietasnya yang akan dilakukan sangat penting, sehingga
3) Pasien mampu mengurangi kecemasa pasien
mengidentifikasi penyebab 4. Beri lingkungan yang tenang 4. Kondisi lingkungan dapat
atau faktor yang dan suasana yang aman mengurangi kecemasan yang
mempengaruhi ansietas dialami pasien
4) Pasien koopertif terhadap
tindakan yang akan
dilakukan
5) Wajah pasien tampak rileks
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
13
dengan terputusnya keperawatan selama…x 24 jam membantu menggambarkan
kontinuitas jaringan diharapkan masalah nyeri akut konsdisi umum pasien
pasien berkurang dengan 2. Kaji nyeri menggunakan 2. Pengkajian dari frekuensi,skala,
Kriteria Hasil: PQRST meliputi skala, waktu, dapat dipertimbangkan
1) Skala nyeri berkurang (0-10) frekuensi nyeri untuk tindakan selanjutnya
menjadi 4 3. Pertahankan tirah baring dan 3. Tirah baring dan memberi posisi
2) Pasien terlihat rileks atau posisi yang nyaman yang nyaman akan membantu
nyaman mengurangi nyeri yang dirasakan
3) Pasien mampu mengontrol 4. Ajarkan teknik distraksi dan 4. Teknik distraksi dan relaksasi
nyeri relaksasi memberikan ketenangan sehingga
dapat mengurangi nyeri yang
dirasakan
5. Kolaborasi dalam pemberian
5. Golongan obat pengurang rasa
obat analgetik
nyeri
Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan asuhan 1. Observasi luka : perkembangan, 1. proses penyembuhan luka dapat
berhubungan dengan keperawatan selama …x 24 jam tanda – tanda infeksi, terkontrol
faktor mekanik, luka diharapkan masalah kerusakan kemerahan,perdarahan, jaringan
diabetik integritas kulit teratasi dengan nekrotik, jaringan granulasi
Kriteria Hasil: 2. Monitor perkembangan kulit 2. Perkembangan pada kulit / luka
1) Integritas kulit yang baik pada luka post debridement lebih baik
14
dapat dipertahankan. setiap hari
2) Luka sembuh sesuai kriteria. 3. Lakukan teknik perawatan luka 3. Luka terkontrol dari infeksi
3) Tidak ada luka atau lesi dengan prinsip steril
4) Perfusi jaringan baik 4. Kolaborasi pemberian diit 4. Glukosa darah pasien terkontrol
penyembuhan luka
Intra Operasi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
Risiko perdarahan keperawatan selama …x 24 jam menggambarkan kondisi umum
berhubungan dengan diharapkan masalah risiko pasien
proses pembedahan perdarahan tidak terjadi dengan 2. Pantau perdarahan yang keluar 2. Perdarahan yang cukup banyak
Kriteria Hasil: menyebabkan terjadinya
1) Tidak ada hematuria dan perdarahan
3. Lakukan balut tekan pada daerah
hematemesis 3. Teknik balut tekan merupakan
luka
2) Tekanan darah dalam batas salah satu cara untuk mencegah
normal terjadinya perdarahan
4. pastikan keamaan elektrikal dan
3) Darah yang keluar <300 cc 4. kegagalan persiapan alat dapat
alat-alat yang digunakan selama
4) Tidak ada tanda-tanda mempengaruhi prosedur
prosedur operasi
perdarahan pembedahan
15
Risiko infeksi area Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tanda-tanda infeksi 1. Tanda-tanda infeksi seperti
pembedaahan keperawatan selama …x 24 jam kemerahan, bengkak, panas, dan
berhubungan dengan diharapkan masalah risiko penurunan fungsi harus di kaji
adanya luka debridement infeksi area pembedahan tidak 2. Pertahankan teknik aseptif 2. Teknik aseptif merupakan yang
terjadi dengan paling penting dilakukan dalam
Kriteria Hasil: melakukan tindakan untuk
1) Pasien bebas dari tanda mencegah terjadinya infeksi
3. Lakukan cuci tangan sebelum
gejala infeksi 3. Cuci tangan encegah penyebaran
dan sesudah tindakan
2) Menunjukkan kemampuan infeksi
keperawatan
untuk mencegah timbulnya
4. Gunakan teknik gauning dengan
infeksi. 4. Teknik gauning yang benar dapat
benar
3) Jumlah lekosit dlam batas mencegah penularan infeksi
5. Lakukan desinfeksi pada area
normal 5. Desinfeksi teknik pembersihan
pembedahan
4) Menunjukkan perilaku hidup area pembedahan dan mencegah
sehat penularan infeksi
6. Lakukan teknik drapping yang
6. teknik drapping memfouskan
benar
daerah pembiusan agar tidak
terjadi kontaminasi setalah di
lakukan desinfeksi
Post Operasi Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kemampuan pasien dalam 1. Kemampuan mobilisasi pasien
16
Hambatan mobilitas fisik keperawatan selama …x 24 jam mobilisasi yang baik menunjukkan bahwa
berhubungan dengan efek diharapkan masalah hambatan efek anastesi mulai berkurang
pemberian anastesi mobilitas fisik teratasi dengan 2. Ajarkan pasien menggerakkan 2. Gerakkan jari kaki merupakan
Kriteria Hasil: jari-jari dan kakinya gerakan sederhana yang dapat
1) Pergerakan / aktivitas pasien dilakukan pada pasien dengan
bertambah dan tidak post anastesi
terbatasi. 3. Ajarkan pasien miring kanan 3. Gerakkan mobilitas miring kanan
2) Pasien mampu dan miring kiri dan miring kiring biasa dilakukan
menggerakkan jari-jari dan oleh pasien dengan post anastesi
kakinya
3) Pasien mampu mengangkat
kedua kakinya
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat
dengan diskontinuitas keperawatn selama …x 24 jam membantu menggambarkan
jaringan diharapkan masalah nyeri akut konsdisi umum pasien
berkurang dengan 2. Kaji nyeri menggunakan 2. Pengkajian dari frekuensi,skala,
Kriteria Hasil: PQRST meliputi skala, waktu, dapat dipertimbangkan
1) Skala nyeri berkurang (0- frekuensi nyeri untuk tindakan selanjutnya
10) menjadi 4 3. Pertahankan tirah baring dan 3. Tirah baring dan memberi posisi
2) Pasien terlihat rileks atau posisi yang nyaman yang nyaman akan membantu
17
nyaman mengurangi nyeri yang dirasakan
3) Pasien mampu mengontrol 4. Ajarkan teknik distraksi dan 4. Teknik distraksi dan relaksasi
nyeri relaksasi memberikan ketenangan sehingga
dapat mengurangi nyeri yang
dirasakan
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Golongan obat pengurang rasa
obat analgetik nyeri
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
Hitung jenis
Neutrofil 79,5 37-80 %
Gol darah B
Kimia klinik
427 <200 mg/dl
Glukosa Darah
Sewaktu
Fungsi hati
37 <31 u/l
SGOT
26 <32 u/l
SGPT
Ginjal
14,3 10-50 mg/dl
Ureum
0,69 0,60-0,90 mg/dl
kreatinin
22
Pantauan Gula Darah Pre Operasi
Tanggal Parameter Hasil Nilai normal
16-12-19 GDS 112 <200 mg/dl
17/12/19 GDS 189
18/12/19 GDS 206
19/12/19 GDP 189 75-115 /dl
7. Rencana Keperawatan
1. Cemas b.d tindakan pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit
diharapkan cemas teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Ekspresi wajah tenang.
b. Vital sign dalam batas normal.
Intervensi :
a. Observasi respon fisiologis pasien
23
b. Perkenalkan diri dan anggota tim bedah lain
c. Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
d. Beri motivasi pasien mengenai proses pengobatan yang harus dijalani
e. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
f. Beri informasi mengenai tindakan operasi
g. Kolaborasi pemberian obat penenang
h. Pindahkan ke kamar operasi setelah pasien tenang
2. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi mengenai tindakan operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit pasien
mengerti mengenai tindakan operasi yang akan dijalani.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan pemahaman mengenai tindakan operasi
b. Pasien mampu mengulang kembali penjelasan
c. Berpartisipasi dalam rencana perawatan
Intervensi :
a. Berikan penjelasan mengenai tindakan operasi.
b. Berikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang
akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, tim bedah, dll.
c. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
d. Beri kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk bertanya
e. Koreksi pengertian pasien yang salah.
f. Pindahkan ke kamar operasi setelah pasien paham mengenai tindakan
operasi
8. Implementasi pre operatif
Waktu No.dx Tindakan Hasil Paraf
08.40 1,2 Mengobservasi respon fisiologis S: Pasien mengatakan
cemas pasien. paling takut jika dirawat
Memperkenalkan diri dan di Rumah Sakit, berobat
anggota tim bedah lain kesini atas kemauan
Mendorong pasien untuk keluarga; Pasien
mengungkapkan kecemasannya. mengatakan pusing
O: ekspresi wajah tegang,
24
08.45 2 palpitasi (+)
Memberikan penjelasan S:pasien mengatakan
mengenai tindakan operasi. mengerti mengenai
Memberikan informasi pada tindakan operasi, bahwa
pasien tentang waktu operasi, akan diambil jaringan
hal-hal yang akan dialami oleh yang mati yaitu jari kedua
pasien selama proses operasi dan , dan nanti akan dibius
tim bedah. area dada ke bawah oleh
tim bedah antara lain
dokter dan perawat.
08.50 2 O:pasien kooperatif,
pasien terlihat paham.
Memberi kesempatan pada
S:pasien bertanya
pasien dan keluarganya untuk
mengenai bagaimana
bertanya
rasanya setelah dioperasi
Pasien mengatakan
mengerti apa yang akan
dirasakan setelah operasi,
yaitu nyeri, dan akan
08.55 1,2
diberikan obat anti nyeri.
Memberi motivasi pasien O:Pasien kooperatif
mengenai proses pengobatan S: Pasien mengatakan
yang harus dijalani mengerti tentang
Mengajarkan teknik relaksasi dan pentingnya operasi yang
distraksi akan dijalani.
Mengobservasi respon fisiologis O: Pasien dapat
cemas pasien. mempraktikkan teknik
nafas dalam. ekspresi
09.00 1,2 wajah tenang.palpitasi (-)
Pasien dipindahkan ke
Memindahkan ke kamar operasi kamar operasi 1
setelah pasien tenang dan paham Vs: HR=90x/mnt;
mengenai tindakan operasi RR=16x/mnt
25
9. Evaluasi pre operatif
No.D
Waktu Data SOAP
x
08.40 1 S: Pasien mengatakan mengerti tentang pentingnya operasi yang
akan dijalani.
O: Ekspresi wajah tenang; pasien bisa melakukan nafas dalam;
palpitasi (-)
Pasien dipindahkan ke kamar operasi 1
Vs: HR=90x/mnt; RR=16x/mnt
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
08.45 2 S: pasien mengatakan mengerti mengenai tindakan operasi, bahwa
akan diambil sedikit tulangnya untuk pemeriksaan selanjutnya, dan
nanti akan dibius area dada ke bawah oleh tim bedah antara lain
dokter dan perawat.
O: pasien kooperatif; ekspresi wajah tenang; Pasien dipindahkan ke
kamar operasi 1
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
26
Tekanan darah, pada rentang normal (116/74mmHg-129/80mmHg)
HR, pada rentang normal (68-85x/menit)
RR, pada rentang normal (14-17x/menit)
SpO2, pada rentang normal (99-100%)
c. Trasfusi
Tidak dilakukan tranfusi darah
d. Infus
Cairan infus yang masuk : RL 500 cc dan Fimahes 250 cc
e. Output urine
+400cc
Mencuci daerah operasi/irigasi. Membalut luka bedah dan memindahkan pasien
ke RR
Persiapan pasien
Posisi pasien : Supinasi
Anestesi : Regional anestesi
TD :110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR :20 x/menit
Pemasangan : bed side monitor
Waktu :-
Ahli anastesi : Dr. N, Sp.An
Operator : Dr. I. Sp.B
Asisten :O
Instrumen :Y
1. Persiapan alat
Set Bedah Jml
Sponge holding forsep 1
Nierbeken/ kidney tray 1
Gunting benang 1
Gunting jaringan 2
Pinset anatomis 2
Pinset sirugis 2
Duk klem 6
Nalfuder 2
Klem lurus/ haemostatic forsep straight 5
Klem bengkok/ haemostatic forsep curved 5
Kocher/ haemostatic forcep cuved with teeth 5
Kom 1
27
Langen beck 1
Selang suction 1
Scapel No. 4 4
Jarum cutting 2
Bisturi 22
Set tambahan: 1
Sendok kuret 1
Kanul suction 1
Couter 1
1
Total 46
Handscoon 3 psg
Perlak 1 Kasaa 100
Duk besar 1 Bisturi no 22 2
Duk lubang 1 Alkohol 90% 150 cc
Duk kecil 1 Betadine 150 cc
Duk sedang 2 Savlon 50 cc
NaCl 200 cc
Total 6
2. Penatalakasanaan/instrumen
No Tindakan Peralatan
1 Desinfeksi Kom 1, betadin 150 cc, alcohol 150
cc, ovarium klem 1, savlon 50 cc,
kassa 10 lbr
2 Drapping Duk besar 1, duk lubang 1, duk
kecil 1, duk sedang 2, duk klem 3.
3 Melakukan sayatan pada kulit sampai Bisturi no 22, kassa 10, klem arteri
otot 2,
Pinset cirugis 2, gunting 2
4 Membersihkan area debridement Kerokan 1
5 Mencuci daerah operasi NaCL 500 ml
6 Menghitung alat dan kassa Alat: awal=39; akhir=39
Kassa: awal=100; akhir=100
7 Dressing Kassa steril lembab 6 dan kering 5.
8 Balut luka Kasa gulung 2.
28
DO : Pasien tampak tidur; dari luka gangguan
keluar darah segar +200cc, cairan pus keseimbangan
+50cc cairan dan
Data pemeriksaan laborat pre op: elektrolit
Hb=11,4 gr/dl
Ht=35 vol %
2 DS : Pasien mengatakan ingin tidur Efek anastesi Resiko
saja. dan pembedahan kecelakaan
DO : kedua tangan di fiksasi dan kedua
kaki tidak difiksasi,
Pasien terlihat tegang
II. Rencana keperawatan intra operatif
1. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d perdarahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses intra operasi
pasien tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil :
Cairan dan elektrolit seimbang
Intervensi :
a. Cegah perdarahan berlebih
b. Monitor hidrasi
c. Kontrol perdarahan
d. Monitor vital sign
e. Siapkan kemungkinan tranfusi
f. Monitor cairan yang melewati DC
g. Pindahkan pasien ke RR setelah selesai tindakan intra operatif
2. Resiko kecelakaan b.d efek anastesi dan pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses intra operasi
pasien tidak terjadi kecelakaan
Kriteria hasil:
a. Tidak ada jarum yang tertinggal
b. Pasien tidak jatuh
c. Fisiologis pasien tidak terganggu
Intervensi
29
a. Pastikan keamanan pasien dengan tindakan pembedahan
b. Beri sedative jika pasien menghendaki untuk ditidurkan.
c. Jaga posisi immobile
d. Monitor penggunaan kasa dan jarum instrument
e. Pasang pengaman tempat tidur (fiksasi)
f. Pasang alat grounding dan pastikan bahwa semua alat yang di gunakan telah
siap seperti : infuse, monitor, instrument
g. Pertahankan keadaan asepsis selama pembedahan
h. Jaga kesetabilan temperatur pasien
i. Monitor terjadinya hipotermi, hipotensi, dan hipertermi malignan
j. Bantu penutupan luka operasi
k. Pindahkan pasien dari ruang operasi ke ruang pemulihan/PACU
III. Implementasi intra perioperatif
Wakt
No.Dx Tindakan Hasil Paraf
u
09.20- 1,2 Memasang pengaman tempat S: Pasien mengatakan
10.15 tidur (fiksasi) memilih tidur,
Memasang alat grounding Pasien mengatakan setuju.
dan memastikan bahwa O: Alat grounding
semua alat yang di gunakan terpasang dan semua alat
telah siap, yang digunakan telah siap
Memberikan inj.midazolam 5 Pasien terpasang fiksasi
mg, pada kedua tangan.
Memonitor hidrasi Kondisi pasien aman
Memonitor vital sign Obat midazolam masuk
Memonitor cairan yang melalui intravena dan
melewati DC Pasien tertidur,
Hidrasi adekuat infus RL
rentang TD=
116/74mmHg-
129/80mmHg; rentang
HR=68-85x/mnt; rentang
RR=14-17x/mnt; rentang
30
SpO2=99-100%.
10.20 1 Tidak ada alat dan kassa
Memonitor hidrasi yang tertinggal
S: -
10.30- 1 O: Cairan RL habis, masuk
10.35 Mencegah perdarahan
cairan koloid.
berlebih
S: -
Mengontrol perdarahan
O: perdarahan 200 cc;
Membantu penutupan luka
tanda-tanda kekurangan
10.40 1
cairan(-); tranfusi (-) . Luka
Memonitor cairan yang
tertutup kassa steril.
melewati DC
S: -
Intake
O: BC : +70 cc
RL 500 cc
Kondisi fisiologis pasien
Fimahes 250 cc
normal
output
perdarahan 200 cc
pus 50 cc
urine 400 cc
IWL 30 cc
BC : INTAKE –OUTPUT
10.45 2 750-680
+70
Memindahkan pasien dari
S:
ruang operasi ke ruang
O:Pasien masih tertidur
pemulihan
KU:baik,
kesadaran:somnolen
Pasien sudah dipindahkan
di RR
31
x
11.00 1 S:-
O: Kesadaran=somnolen, KU baik
TD=121/70mmHg; HR=78x/mnt; RR=16x/mnt; SpO2=100%
perdarahan=+200cc, pus+50cc; tanda-tanda kekurangan cairan(-);
tranfusi (-)
output urine=400cc
BC : +70 cc
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
11.05 II S:-
O: Keadaan pasien aman selama proses pembedahan
Tidak ada kasa dan jarum instrument tertinggal
Kondisi fisiologis pasien normal/tidak terganggu
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
32
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Transport dan Resiko cidera
DO : KU : lemah, kesadaran : somnolen transfer ke RR
, tidak terpasang restrain, TD : 120/80
mmHg , N: 79 x /menit, R : 18 x/menit,
S : 36,5 0C.
2 DS: Pasien mengatakan merasa ngantuk Efek samping Resiko pola
anaestesi nafas tidak
DO: KU lemah; kesadaran somnolen,
efektif
Post RA; SpO2 : 99 %
Pernafasan pasien spontan dengan
support nasal kanul O2 3 liter/menit,
RR=18x/menit, ekspansi paru simetris,
tidak ada peningkatan penggunaan otot
bantu nafas dan irama nafas reguler.
Pemberian posisi semi fowler dengan
diganjal bantal.
2. Rencana keperawatan
1. Diagnosa : Resiko cidera b.d transport dan transfer ke RR
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x90 menit diharapkan
pasien tidak terjadi cidera.
Kriteria Hasil :
a. Pasien tidak terjatuh dari brankar
b. Pasien dalam kondisi aman dan nyaman
Intervensi :
a. Pidah pasien dengan benar dan aman dengan menggunakan brankar
b. Beri posisi benar dan aman (supinasi)
c. Pakaikan selimut
d. Berikan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya
e. Monitor bromage score
f. Pindahkan ke ruang perawatan setelah bromage score 0.
2. Diagnosa : resiko pola nafas tidak efektif b.d efek samping anestesi
33
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 90 menit
keperawatan pola nafas pasien efektif
Kriteria hasil : pola nafas normal, tidak ada bunyi tambahan, TTV dalam batas
normal (TD : 120/90 mmHg, N : 70-80 x/menit, R : 16-24 x/menit, S : 36,6-37,2
0
C, SpO2 : ), tidak ada batuk, ekspansi paru mengembang normal, pasien dapat
mempertahankan fungsi pernafasan optimal
Intervensi :
a. Pasang bed side monitor
b. Monitor pola nafas dan vital sign termasuk SpO2 setiap 15 menit
c. Beri posisi semi fowler
d. Anjurkan nafas dalam
e. Aukultasi adanya bunyi nafas tambahan
f. Pindahkan pasien ke ruang perawatan setelah dipastikan pernapasannya
stabil
g. Kolaborasi pemberian O2
3. Implementasi
Waktu No.dx Tindakan Hasil Paraf
11.10 1 Memindahkan pasien dengan S: -
menggunakan brankar, O: pasien terposisi
memposisikan supinasi supinasi dan pasien aman
sampai di RR.
11.15- 2 Memasang bedside monitor S :-
12.00 Memonitor pola nafas dan vital O : KU lemah,
sign termasuk SpO2 setiap 15 kesadaran:
menit composmentis, pola
nafas normal, tidak ada
bunyi tambahan, tidak
ada batuk, ekspansi paru
mengembang normal,
pasien dapat
mempertahankan fungsi
pernafasan optimal,
pasien sudah terpasang
bedside monitor , rentang
TD= 110/70mmHg-
120/90mmHg; rentang
HR= 80-86x/mnt;
1,2 rentang RR=14-18x/mnt;
11.20 Memonitor bromage score rentang SpO2=99-100%.
34
Memposisikan semi fowler, S: -
Menganjurkan untuk nafas O : bromage score 3
dalam, dengan kriteria tidak
Mengaukultasi adanya bunyi dapat menggangkat kaki,
nafas tambahan pasien dalam posisi semi
fowler, pasien terlihat
bisa melakukan nafas
12.05 2 dalam, tidak ada bunyi
Memonitor bromage score nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
S:-
O : bromage score 0
12.10 2 dengan hasil dapat
Memonitor pola nafas dan vital
mengangkat tungkai
sign termasuk SpO2 tiap 15
bawah
menit
S:-
Memindahkan pasien ke ruang
O : rentang TD=
perawatan setelah bromage 110/70mmHg-
score 0 120/90mmHg; rentang
HR= 80-86x/mnt;
rentang RR=14-18x/mnt;
rentang SpO2=99-100%.
pasien dipindah
kebangsal oleh perawat
bangsal.
4. Evaluasi
Waktu No.Dx Data SOAP
12.10 1 S :-
O: KU : lemah , kesadaran : composmentis,pasien dalam kondisi
aman dan nyaman, TD : 120/80 mmHg , N: 79 x /menit, R : 18
x/menit, S : 36,5 0C, bromege score 0 dengan kriteria dapat
mengangkat tungkai bawah.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
12.10 2 S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas
O: KU lemah, kesadaran: composmentis, pola nafas normal, tidak
ada bunyi tambahan, tidak ada batuk, ekspansi paru mengembang
normal, pasien dapat mempertahankan fungsi pernafasan optimal,
35
TD : 120/80 mmHg , N: 79 x /menit, R : 18 x/menit, S : 36,5 0C,
SpO2 : 99 %
A: Masalah teratasi
P: Hentikan semua intervensi
36
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
SIGN IN
Perawat sirkuler melakukan Sign in di ruangan pra induksi sebelum induksi anastesi,
dan dihadiri minimal oleh dokter anastesi, perawat bedah, dan perawat anastesi
1. Apakah pasien telah memberikan konfirmasi kebenaran identitasnya, lokasi
operasinya, prosedurnya, dan telah memberikan persetujuan dalam lembar
informed consent? (Ya, sudah)
2. Apakah lokasi operasi sudah diberi tanda/marking? (sudah di marking)
3. Apakah mesin dan obat anastesi telah di cek dan lengkap? (ya, sudah)
4. Apakah pulse oximeter sudah terpasang dan berfungsi ? (ya, sudah)
5. Apakah pasien memiliki riwayat alergi? (tidak ada)
6. Risiko kesulitan jalan nafas atau resiko aspirasi? (tidak ada)
7. Risiko kehilangan darah >500ml (7 ml/kg BB pada anak)? (tidak ada)
37
2. Alasi meja operasi dengan menggunakan duk bersih dan underpad kemudian
pasien dipindahan ke meja operasi dari brangkart secara aman dengan
menggunakan easy move.
3. Perawat instrumen menyiapkan instrumen set dasar dan instrument tambahan yang
akan digunakan untuk tindakan debredement
4. Perawat sirkuler memasang pulse oxymeter, beside monitor, sphignomanometer
dan menempatkan infus pada standart infus, cek mesin suction dan pasang tabung
suction
5. Tim anastesi (dokter anastesi dan panata anastesi) melakukan anastesi dengan
teknik Spinal Anastesi (SA)
6. Kemudian perawat sirkuler mengatur posisi pasien supinasi
SCRUBING
Dokter operator, perawat instrumen, asisten operator melakukan cuci tangan bedah (air
mengalir, chlorehexidine 4%, pembersih kuku, sponge, sikat), dengan langkah-
langkah:
a. Lepas acessoris yang berada di tangan
b. Memakai apron
c. Lipat lengan baju 10 cm diatas siku
d. Basahi tangan dan lengan sampai 5 cm diatas siku dibawah air mengalir
e. Bersihkan kuku dengan menggunakan pembersih kuku dibawah air mengalir dari
arah dalam keluar
f. Tuang cairan chlorehexidine 4% ke spons secukupnya
g. Basahi spons dan remas-remas sampai berbusa, lumuri dan gosok seluruh
permukaan tangan dampai 5 cm diatas siku dengan gerakan memutar
h. Sikat kuku jari pada masing-masing tangan selama 1 menit (60 kali) dengan arah
menjauhi badan
i. Buang sikat dan bilas dengan air mengalir sampai bersih (spon tetap dipegang)
j. Tuang cairan chlorehexidine 4% ke spons lagi, remas spon sampai berbusa, lumuri
kembali tangan sampai ¾ lengan (dengan gerakan memutar)
k. Gunakan spon untuk membersihkan tangan kanan dan kiri (mulailah menggosok
telapak tangan selama 15 kali, punggung tangan 15 kali, kemudian seluruh jari
secara berurutan. Setiap jari digosok seolah mempunyai 4 sisi) lalu buang spons
kemudian bilas tangan dibawah air yang mengalir sampai bersih.
l. Tuang cairan chlorehexidine 4% ke tangan, gosok telapak tangan sampai
38
pergelangan tangan, dan lakukan cuci tangan prosedural
m. Bilas dengan air mengalir sampai bersih (sampai 5 cm diatas siku)
n. Biarkan air mengalir dari arah tangan sampai siku, jangan dikibas
o. Pertahankan posisi tangan agar telapak tangan sejajar dengan bahu
INSTRUMENTASI
Instrumentator menyiapkan instrumen set dasar dan alat tambahan untuk tindakan
Debridement dan bahan habis pakai meliputi kassa steril 20 , memasang bisturi no. 22
pada scalpel no. 4, kassa gulung 1.
ASEPSIS
Perawat instrumen memberikan kassa steril yang telah dijepit dengan Dressing forcep/
sponge holder forceps dan bowl yang berisi povidon iodine 10% kepada operator untuk
melakukan asepsis pada area operasi
DRAPPING
1. Perawat instrumen memberikan duk steril kepada asisten operator untuk
melakukan drapping
a. Berikan set duk besar untuk menutupi area caudal dengan menyisakan area
operasi yang telah di asepsis. Berikan satu duk besar untuk menutupi bagian
tubuh atas/frontal pasien. Instrumentator dan asisten operator memasang satu
duk sedang untuk bagian kaki kemudian fiksasi dengan Doek klem dengan
membentuk segitiga..
b. Pasang fiksasi set handpiece couter ESU dan selang suction dengan towel clip/doek
klem kecil (sirkuler memasangkan pada alat Suction, setelah operator siap di
tempat prosedur).
TIME OUT
39
1. Perawat sirkuler memimpin time out
a. Seluruh anggota telah menyebutkan nama dan peran masing-masing
b. Konfirmasi klien mengenai (identitas klien, diagnosa, prosedur operasi dan
area insisi)
c. Antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit? (Ya, telah diberikan
antibiotik profilaksis Metronidazole dan Boctesyn 0,75).
ANTISIPASI KEJADIAN KRITIS
Operator
a. Hal kritis atau langkah tak terduga apakah yang mungkin diambil? (infeksi)
b. Berapa estimasi lama operasi ? (1 jam)
c. Antisipasi kehilangan darah yang dipersiapkan? (tidak ada)
Tim Anestesi
a. Adakah ada hal khusus yang perlu di perhatikan pada pasien? (pengaturan
hemodinamika)
Tim Keperawatan
a. Apakah peralatan sudah steril? (steril sesuai indicator)
b. Adakah alat khusus harus diperhatikan ? (tidak ada)
Dipersilahkan operator memimpin Doa
40
mememegang kassa steril untuk menerima jaringan kulit yang sudah mati.
6. Scrub nurse memberikan spuit 20 cc diisi perhidrol 3% kepada operator untuk
mencuci luka dan asisten melakukan suction, setelah itu dibilas dengan NaCL 0,9
% hingga bersih.
7. Asisten operator membantu membersihkan luka dengan kassa yang sudah
dibasahi dengan NaCl 0,9% dan mengontrol adanya perdarahan
8. SIGN OUT
Lakukan penghitungan instrumen yang digunakan
Nama Jumlah Jumlah intra Jumlah Jumlah pasca
barang sebelum tambahan
Instrumen 45 45 0 45
Jarum 0 0 0 0
Kassa 20 20 0 20
Darm kassa 0 0 0 0
Perdarahan 50cc di tabung suction dan 10 kassa basah dengan darah
- Label specimen (minimal terdapat asal jaringan, nama pasien, tanggal
lahir, dan no RM)?
- Apakah terdapat permasalahan peralatan yang perlu disikapi? (tidak ada)
Kepada operator, dokter anastesi, dan tim keperawatan, apakah terdapat pesan
khusus untuk pemulihan pasien? (monitor hemodinamik, had up 2 jam)
9. Scrub nurse menyiapkan tampon dengan roll kassa yang diberi / dibasahi larutan
NaCl kepada operator untuk di lakukan pemasangan tampon pada luka
kemudian ditutup dengan menggunakan kasa kering (8).
10. Asisten operator membantu operator menutup luka dan scrube nurse merapikan p
asien dan membersihkan pasien
11. Jika semuanya selesai, rapikan pasien, lalu perawat instrumen merapikan alat dan
menaruh instrumen ke tempat box alat kotor setelah dihitung kelengkapannya
12. Perawat instrumen, asisten, operator melepaskan jas steril, sarung tangan, apron,
kemudian melakukan cuci tangan prosedural
13. Pindahkan pasien ke brankart dengan easy move dan dibawa ke ruang pemulihan/
recovery room (RR).
14. Sesampainya di RR pasien dipasang BSM (bedside monitor) dan warm blanket,
lalu monitor KU, TTV pasien dan atur posisi
41
15. Setelah itu melakukan penilaian kondisi pasien selesai operasi menggunakan
Bromage score dan pasien bisa dipindahkan ke bangsal jika score maksimal 2
atau = 2
16. Jika kondisi pasien sudah stabil, tunggu perawat bangsal menjemput kemudian
melakukan serah terima/ Nursing Handover antara perawat RR dengan perawat
ruangan untuk membawa pasien kembali ke bangsal.
BAB V
42
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan perioperative pada pasien dengan ulkus DM
sinistra yang dilakukan tindakan debridement di Instalasi Bedah Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang, dapat di simpulkan bahwa :
1. Pengkajian perioperative sebelumnya dilakukan dengan cara wawancara kepada
pasien, sehingga muncul masalah cemas pada klien dikarenakan ketidaktahuan
tentang penyakit dan prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan, sehingga
perawat melakukan penkes pada pasien dan ansietas reduction.
2. Masalah keperawatan yang muncul, yaitu : Pre Operatif padda pasien (Ansietas),
Intra Operatif (resiko perdarahan), Post Operatif (hambatan mobilitas fisik)
3. Saat pelaksanaan intra operasi dilakukan teknik koagulasi dengan couter bipolar
dan penjepit pada area pemotongan menggunakan haemostatik forsep, untuk
mengurangi resiko perdarahan.
4. Pengakajian post operasi dilakukan setelah oerasi di ruang recovery room pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Hal ini dikarenakan, efek dari
spinal anastesi. Oleh karena itu, perawat melakukan pengkajian stewarde score,
sehingga meimbulkan permasalahan baru yaitu resiko jatuh serta perawat
menerapkan pasien safety seperti memasang siderail, mengunci brankart dan
proses pemindahan dari tempat tidur menggunakan easy mover.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil pemberian asuhan keperawatan perioperatif
pada Tn A dengan ulkus DM sinistra yang dilakukan tindakan debridement di
Instalasi Bedah Sentral RS Roemani Muhammadiyah Semarang adalah :
1. Bagi Perawat
Memberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedur asuhan
keperawatan periopratif agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
dan sesuai yang dibutuhakan pasien, maka dari itu perawat IBS perlu mengikuti
sejumlah peatihan bedah.
2. Bagi Pembaca
43
Pengetahuan dalam asuhan keperawatan perioperatife di ruangan bedah sangan di
perlukan maka untuk akademik bias menambahkan jam untu pembahasan materi
terkait dengan asuhan keperawatan di kamar bedah sebelum terjun langsung
kelapangan, agar peserta pelatihan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
sewaktu terjun langsung kelapangan.
44
DAFTAR PUSTAKA
45