Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin.Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes
Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan,
kesemutan (Buraerah, 2010).
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka
kejadian diabetes melitus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana
proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetes melitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya
prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak
dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua
adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan umur (Teixeria L., 2011).
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh
darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah
menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan. Untuk
menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka
dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti
obat oral hiperglikemik dan insulin (Depkes, 2005).

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus tipe II?
2) Apa etiologi diabetes melitus tipe II?
3) Bagaimana patofisiologi diabetes melitus tipe II?
4) Bagaimana Pathway diabetes melitus tipe II?
5) Apa saja tanda dan gejala diabetes melitus tipe II?
6) Apa saja komplikasi diabetes melitus tipe II?
7) Apa saja faktor risiko diabetes melitus tipe II?
8) Bagaimana pemeriksaan diagnostik diabetes melitus tipe II?
9) Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus tipe II?
10) Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita diabetes melitus tipe II?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk mengetahui pengertian diabetes melitus tipe II
2) Untuk mengetahui etiologi diabetes melitus tipe II
3) Untuk mengetahui patofisiologi diabetes melitus tipe II
4) Untuk mengetahui pathway diabetes melitus tipe II
5) Untuk mengetahui tanda dan gejala diabetes melitus tipe II
6) Untuk mengetahui komplikasi diabetes melitus tipe II
7) Untuk mengetahui faktor risiko diabetes melitus tipe II
8) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik diabetes melitus tipe II
9) Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus tipe II
10) Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penderita diabetes melitus
tipe II

2
BAB II

DIABETES MELITUS TIPE II

2.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun degenaratif yang
ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula di dalam darah yang
disebabkan oleh kerusakan kelenjar pancreas sebagai penghasil hormone
insulin sehingga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang dapat menimbulkan keluhan dan komplikasi. Pada DM tipe 1,
pancreas tidak bisa menghasilkan insulin secara absolute sehingga seumur
hidup tergantung insulin dari luar, kebanyakan terjadi pada usia >40 tahun
dan kasus di dunia hanya 10 % dari populasi penderita DM. Pada DM tipe
II, pancreas masih bisa menghasilkan insulin secara relative, kebanyakan
terjadi pada usia >40 tahun, kasus di dunia 90% dari populasi DM dan
sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan yang berimbas pada gaya hidup
(Irwan, 2018).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun
atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-
sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non
insulin dependent diabetes mellitus (Slamet S., 2008). Diabetes Mellitus
Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).

2.2 Etiologi
Brunner dan Suddarth (2015), mengatakan mekanisme yang tepat yang
dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu
terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:

3
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk
asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)

2.3 Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan (Brunner dan Suddarth, 2015).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner dan Suddarth,
2015).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketonik (HHNK) (Brunner dan Suddarth, 2015).

4
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi) (Brunner dan
Suddarth, 2015).
Untuk sebagian besar pasien (kurang-lebih 75%), penyakit diabetes tipe
II yang didertitanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat
pasien menjalani pemeriksaan laoratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan (Brunner dan Suddarth, 2015).
Pengangan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat
badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsure yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan
tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat
oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa
hingga tingkat memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien
memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik
yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Brunner dan Suddarth,
2015).

5
2.4 Pathway

2.5 Tanda dan Gejala


1) Gejala Akut
Gejala penderita DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya
tidaklah selalu sama dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala
yang umum timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya
variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tidak
menunjukkan gejala apapun sampai pada saat ini.
a) Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:
- Banyak makan (polifagia)
- Banyak minum (polidipsia)
- Banyak kencing (poliuria)

6
Atau disingkat “3P”.Dalam fase ini biasanya penderita
menunjukkan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk),
karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.

b) Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai


timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Jadi, bukan
3P lagi melainkan hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan
beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan
kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi
500 mg/dl, disertai:
- Banyak minum
- Banyak kencing
- Berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)
- Mudah lelah
- Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita
akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetic.
Koma diabetic adalah koma pada penderita DM akibat kadar
glukosa darah terlalu tinggi (melebihi 600 mg/dl). Kenyataannya
gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering
menjadi keluhan utama penderita untuk pergi berobat ke dokter.
2) Gejala Kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak) tetapi baru menunjukkan gejala sesudah beberapa tahun
mengidap penyakit DM. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun.
Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat
mengalami beberapa gejala tersebut di bawah ini:
- Kesemutan
- Kulit terasa panas (wedengan) atau seperti tertusuk-tusuk jarum
- Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau
kasur
- Kram
- Capek / kelelahan

7
- Mudah mengantuk
- Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
- Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita
- Gigi mudah goyah dan mudah lepas
- Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten
- Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan berat badan lahir > 4 kg

2.6 Komplikasi
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah
jangka pendek (Brunner dan Suddarth, 2015).
a) Hipoglikemia (Reaksi Insulin)
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi
jika kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
b) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Kedaan ini meyebabkan
gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada
tiga gambaran klinis pada diabetes ketoasidosis, yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketonik (HHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of
awareness). Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan dieresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan
dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,

8
cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel.
Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
2) Komplikasi Kronik
Brunner dan Suddarth (2015), mengatakan komplikasi jangka
panjang diabetes dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh.
Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim digunakan adalah:
a) Komplikasi Makrovaskuler
 Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada
penderita diabetes. Pada penderita diabetes terdapat
peningkatan keenderungan untuk mengalami komplikasi akibat
infark miokard dan kecenderungan mendapatkan infark yang
kedua. Sejumlah penelitian menunjukkam bahwa penyakit
arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari semua
kematian pada pasien-pasien diabetes.
 Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh
darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit
dalam pembuluh datah serebral dapat menyebabkan serangan
iskemia sepintas dan stroke. Penyakit serebrovaskuler pada
pasien diabetes serupa dengan yang terjadi pada pasien
nondiabetes, namun pasien diabetes berisiko dua kali lebih
besar terserang penyakit serebrovaskuler.
 Penyakit Vaskuler Perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya
insidens (dua atau tiga kali lebih tinggi dibanding pasien
nondiabetes) penyakit oklusif arteri perifer pada pasien
diabetes. Tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer mencakup

9
berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten
(nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Bentuk penyakit
oklusif arteri yang parah pada ekstremitas bawah ini
merupakan penyebab utama meningkatnya insidens gangrene
dan amputasi pada pasien diabetes.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
Meskipun perubahan aterosklerotik makrovaskuler dapat
ditemukan pada pasien diabetes maupun nondiabetes, namun
perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi untuk yang hanya
terjadi pada diabetes. Penyakit mikrovaskuler diabetik (atau
mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membrane basalis
pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel
kapiler. Para periset mengemukakan hipotesis bahwa peningkatan
kadar glukosa darah menimbulkan suatu respons melalui
serangkaian reaksi biokimia yang membuat membrane basalis
beberapa kali lebih tebal daripada keadaan normalnya.
Ada dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat
berakibat serius, kedua tampat tersebut adalah mikrosirkulasi retina
mata dan ginjal. Retinopati diabetic yang diakibatkan oleh
mikroangiopati merupakan penyebab kebutaan yang utama pada
individu yang berusia antara 20 dan 74 tahun di Amerika Serikat.
Demikian pula, sekitar satu dari empat pasien yang menjalani
dialysis ternyata merupakan penderita nefropati diabetik.
c) Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok
penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer
(sensorimotor), otonom dan spinal. Kelainan tersebut tampak
beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang
terkena.
Prevalensi neuropati meningkst bersamaan dengan
pertambahan usia penderita dan lamanya penyakit tersebut, angka
prevalensi dapat mencapai 50% pada pasien-pasien yang sudah

10
menderita diabetes selama 25 tahun. Kenaikan kadar glukosa darah
selama bertahun-tahun telah membawa implikasi pada etiologi
neuropati.
Patogenesis neuropati dalam diabetes dapat dikaitkan dengan
mekanisme vaskuler atau metabolic atau keduanya, meskipun
perannya yang berhubungan mekanisme ini masih belum berhasil
ditentukan. Penebalan membrane basalis kapiler dan penutupan
kapiler dapat dijumpai. Di samping itu munglin terdapat
demielinisasi saraf yang diperkirakan berhubungan dengan
hiperglikemia. Hantaran saraf akan terganggu apabila terdapat
kelainan pada selubung myelin.

2.7 Faktor Risiko


Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American
Diabetes Assosiation (ADA) bahwa DM berkaitan dengan beberapa faktor
yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubag meliputi riwayat keluarga dengan
DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita

DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT
≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada
laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
sehat (Restyana, 2015).
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki
riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan
kafein (Restyana, 2015).

11
1) Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya
tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3) Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat DM merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.
4) Dislipedmia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
5) Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah >45 tahun.
6) Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi
familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan
meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara
kandung mengalami penyakit ini.
7) Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan
ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan
dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi

12
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga
berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu
metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan
mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Smeltzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain:
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: melihat pada daerah kaki bagaimana produksi
keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki
berkurang (-).
2) Palpasi: akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering
yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa
jugaterapa lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi: gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah yang meliputi: GDS (Gula Darah Sewaktu)
dan GDP (Gula Darah Puasa).
- Pemeriksaan urine, dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada: hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
- Pemeriksaan kultur pus bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan
rencana tindakan selanjutnya.

13
- Pemeriksaan jantung meliputi EKG sebelum dilakukan
tindakan pembedahan
Menurut price and Wilson (2006), pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar
glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes Toleransi
Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM, seperti
usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, dan adanya riwayat
keluarga, dan menghasilkan hasil pemeriksaan negatif, perlu
pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang
berusia tua tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah kapiler <90 90 – 109 >110

a. Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO


Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti,
namun tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia. Pada
keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat jalan
dengan toleransi glukosa normal adalah 70 – 110 mg/dl. Setelah
pemberian glukosa, kadar glukosa akan meningkat, namun akan
kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum
yang < 200 mg/dl setelah ½. 1, dan 1 ½ jam setelah pemberian glukosa,

14
dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan
sebagai nilai TTGO normal (Price dan Wilson, 2006).
b. Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai spesimen.
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada
keadaan DM, kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak
kapiler dan glomerulus ginjal, sehingga pada akhirnya, ginjal
mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat terjadinya Renal Failure,
atau Gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya penanganan
yang benar untuk mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi,
maka akan terjadi berbagai komplikasi sistemik yang pada akhirnya
menyebabkan kematian karena Gagal Ginjal Kronik (Price dan Wilson,
2006).
c. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai,
Rothera agents, dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna
untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang
mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM
kronik yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut terbentuk dari hasil
pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat
digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh
melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi.
Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid
(TGA), yang merupakan hasil pemecahan dari lemak (Price dan
Wilson, 2006).

2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
Tujuan penatalaksanaan DM adalah: 1) Jangka pendek, hilangnya
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya

15
target pengendalian glukosa darah; 2) Jangka panjang: tercegah dan
terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan
neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku.
1) Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
2) Latihan Fisik/Olahraga
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki
biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalas-malasan.
3) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.
4) Obat-obatan
a) Antidiabetik oral

16
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar
gula darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan
menghilangkan gejala, optimalisasi parameter metabolik, dan
mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin
adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan
untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang
gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan
karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila
setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar
gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat
ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.
Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau
kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang
digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit
DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat
hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid,
inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b) Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam
dua rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat
perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang
tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral,
kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin
kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama
kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan
hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun
metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain

17
menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian
besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif,
menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein
dan lemak dari glukosa.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data
tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap
berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih
banyak lainnya.
1) Usia
Beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 antara lain berusia ≥ 40
tahun (Ekoeet al., 2013).
2) Jenis Kelamin
Dalam penelitian Kuezmarski melaporkan bahwa wanita lebih sering
mengalami kelebihan berat badan daripada pria. Wanita mempunyai lebih
banyak jumlah sel lemak dibandingkan pria, di samping itu wanita juga
mempunyai basal metabolisme rate yang lebih rendah dari pria.
3.2 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Pola makan yang kurang baik dapat menjadi salah satu faktor penyebab
diabetes militus type 2
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3.3 Pengkajian Pola Gordon
1) Pola Persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif

19
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2011).
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria).
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,penurunan kekuatan otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Istirahat tidak efektif sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
7) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta

20
orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret
2011).
8) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif/adaptif.
9) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
3.4 Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernapasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler

21
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 Ds: Kegagalan Kekurangan
 pasein mengatakan urine encer mekanisme volume cairan
 pasien mengatakan sering regulasi
merasa haus
 pasien menagatakan kulitnya
terasa kering
Do :
 pasien hipotensi
 terjadi penurunuan tekanan nadi
pasien
 terjadi penurunan turgor kulit
pada pasien
 penurunan volume nadi pasien
2 Ds : Ketidak cukupan Nutrisi : kurang
 pasien mengatakan kurang insulin dari kebutuhan

22
minat pada makanan tubuh
 pasien mengatakan tubuhnya
terasa lemah
 pasien mengatakan cepat lelah
 pasien mengatakan perutnya
terasa nyeri
Do :
 terjadi penurunan berat badan
3 Ds : Kadar glukosa Risiko infeksi
 pasien mengatakan menderita tinggi
kencing manis
 pasien mengatakan kurang tahu
mengenai penanganan lukanya
 pasien mengatakan masih
merokok
Do :
 pasien didiagnosa diabetes
mellitus type 2
4 Do :  Penurunan Keletihan
 pasien mengatakan sangat produksi
lemah metabolik
 pasien mengatakan tidak  Perubahan kimia
mampu melakukan aktivitas darah :
biasanya dengan maksimal insufisiensi
 pasien mengatakan sering insulin
mengantuk
 pasen mengatakan ingin tidur
terus
Do :
 hiperglekimia
5 Ds :  Kurang Defisiensi
 Pasien mengatakan kurang pemajanan/

23
mengetahui terkait penyakit mengingat pengetahuan
yang dideritanya  Kesalahan
 Pasien megatakan masih interpretasi
bingung dengan informasi
perintah/larangan yang  Tidak mengenal
disampaikan sumber informasi
Do :
 Pasien bertanya/meminta
informasi
6 Ds : Penyakit Resiko
 Pasien mengatakan ada fisiologis ketidakstabilan
ganggguan status kesehatan (diabetes) glukosa darah
fisik (diabetes)
 Pasien mengatakan kurang
patuh pada rencana manajemen
penyakit
 Pasien mengatakan kurang
pengetahuan tentang manajemen
penyakit
 Pasien mengatakan kurang
memantau kadar glukosa
darahnya
Do :
 Terjadi penurunan berat badan
pasien
 Pemantauan glukosa darah tidak
adekuat
 Rata-rata aktivitas harian pasien
kurang dari yang dianjurkan
7 Ds : Penyakit jangka Ketidak
 Pasien mengatakan ingin panjang yang berdayaan
tidak dapat

24
menyerah diobati
 Pasien mengatakan malu dan
merasa asing
Do :
 Pasien bergantung pada orang
lain
 Pasien tampak apatis,menarik
diri dan marah
 Pasien tidak berpartisipasi
dalam perawatan

3.3 Diagnostik Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit
diabetes melitus:
1. Kekurangan volume cairan bd Kegagalan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang
manajemen diabetes
4. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula
darah tinggi.
5. .Defisiensi pengetahuan bd Kurang pemajanan/mengingat, Kesalahan
interpretasi informasi ,Tidak mengenal sumber informasi
6. Resiko infeksi bd kadar glukosa tinggi
7. Ketidak berdayaan bd Peny\akit jangka panjang yang tidak dapat diobati

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan
volume cairan tindakan manajemen 1. Monitor tanda-tanda
berhubungan caairan selama 1x24 jam vital pasieen

25
dengan diharapkan pasien dapat 2. monitor hasil
Kegagalan Mendemonstrasikan laboratorium yang
mekanisme hidrasi adekuat relevan dengan retensi
regulasiyang dibuktikan oleh caitran (mislnya ,
ditandai dengan  Tanda vital stabil peningkatan berat jenis,
pasein mengatakan  Nadi perifer dpat peningkatan BUN,
urine encer, pasien diraba penurunan hematokrot,
mengatakan sering  Turgor kulit dan dan peningkatan pada
merasa haus, pengisian kapiker osmolalitas urine)
pasien baik 3. distribusikan asupan
menagatakan  Pengeluaran urine cairan selama 24 jam
kulitnya terasa tepat secara individu 4. monitor reaksi pasien
kering,pasien dan kadar elektrolit terhadap terapi
hipotensi, terjadi dalam batas normal elektrolit yang
penurunuan doiresepkan
tekanan nadi, 5. konsultasikan dengan
terjadi penurunan dkoter jika tanda-tanda
volume nadi pasien dan gejala kelebihan
dan terjadi volume cairan menetap
penurunan turgor atau memburuk
kulit pasien

2 Ketidakseimba- Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi


ngan nutrisi, keperawatan, manajemen 1. Instruksikan kepada
kurang dari nutrisi selama 2x24 jam pasien mengenai
kebutuhan tubuh diharapkan nutrisi pasien kebutuhan nutrisi
berhubungan terpenuhi dengan kriteria 2. Tentukan jumlah kalori
dengan Ketidak 1. Asupan makanan dan dan jenis nutrisi yang
cukupan insulin cairan dari skala 2 dibutuhkan oleh pasien
yang ditandai (banyak menyimpang untuk memenuhi
dengan pasien dari rentang normal) kebutuhan gizi
mengatakan ditingkatkan menjadi 3. Ciptakan lingkungan
kurang minat pada skala 4 (sedikit yang optimal pada saat

26
makanan, pasien menyimpang dari mengkonsumsi
mengatakan rentang normal) makanan
tubuhnya terasa 4. Monitor kalori dan
lemah, pasien asupan makanan pasien
mengatakan cepat 5. Monitor kecenderungan
lelah, pasien terjadinya kenaikan
mengatakan atau penurunan berat
perutnya terasa badan pada pasien
nyeri,terjadi
penurunan berat
badan pada pasien
3 Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hiperglikemia
ketidakstabilan keperawatan manajemen 1. Monitor kadar gula
kadar glukosa darah hiperglekimia selama 1 x darah, sesuai indikasi
berhubungan 24 jam diharapkan 2. Monitor tanda dan
dengan penyakit ketidakstabilan kadar gejala hiperglikemi:
fisiologis glukosa darah normal. poliuria, polidipsi,
(diabetes) ditandai Dengan kriteria hasil: polifagi, kelemahan,
dengan pasien 1. Glukosa darah dari latergi, malaise,
mengatakan ada skala 2 (deviasi yang pandangan kabur atau
ganggguan status cukup besar dari sakit kepala.
kesehatan fisik kisaran normal) 3. Monitor ketourin,
(diabetes), pasien ditingkatkan menjadi sesuai indikasi.
mengatakan skala 4 (deviasi 4. Berikan insulin sesuai
kurang patuh pada ringan sedang dari resep
rencana kisaran normal) 5. Dorong asupan cairan
manajemen oral
penyakit, Pasien 6. Batasi aktivitas ketika
mengatakan kadar glukosa darah
kurang lebih dari 250mg/dl,
pengetahuan khusus jika ketourin
tentang manajemen terjadi

27
penyakit, pasien 7. Dorong pemantauan
mengatakan sendiri kadar glukosa
kurang memantau darah
kadar glukosa 8. Intruksikan pada pasien
darahnya, terjadi dan keluarga mengenai
penurunan berat manajemen diabetes
badan pasien, dan 9. Fasilitasi kepatuhan
pemantauan terhadap diet dan
glukosa darah regimen latihan
tidak adekuat serta
rata-rata aktivitas
harian pasien
kurang dari yang
dianjurkan
4 Keletihan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi
berhubungan keperawatan manajemen 1. Kaji status fisiologis
dengan penurunan energy selama 1x24 jam pasien yang
produksi metabolik diharapkan keletihan menyebabkan kelelahan
dan perubahan pada pasien dapat 2. Anjurkan pasien
kimia darah: dikurangi. Dengan mengungkapkan
insufisiensi insulin criteria hasil perasaan secara verbal
yang ditandai 1. Kekuatan tubuh bagian mengenai keterbatasan
dengan atas dari skala 2 (banyak yang dialami
pasien mengatakan terganggu) ditingkatkan 3. Tentukan persepsi
sangat lemah, menjadi skala 4 (sedikit pasien/orang terdekat
pasien mengatakan terganggu) dengan pasien
tidak mampu mengenai penyebab
2. Kekuatan tubuh bagian
melakukan kelelahan
bawah dari skala 2
aktivitas biasanya 4. Pilih intervensi untuk
(banyak terganggu)
dengan maksimal, mengurangi kelelahan
ditingkatkan menjadi
pasien mengatakan baik secara
skala 4 (sedikit
sering mengantuk, farmakologis maupun
terganggu)

28
pasien mengatakan nonfarmakologis
ingin tidur terus
dan pasien
hiperglekimia

5 Defisiensi Setelah dilakukan Pengajaran : individu


pengetahuan pendidiikan kesehatan 1. Pertimbangkan
berhubungan selama 1x 2 jam kebutuhan
dengan kurang diharapkan: pembelajaran pasien
pemajanan/ 2. Pilih metode dan
1. Mengungkapkan
mengingat, strategi pengajaran
pemahaman tentang
kesalahan yang tepat
penyakit yang
interpretasi 3. Berikan waktu bagi
awalnya jarang (3)
informasi, tidak passion untuk beertanya
menjadi sering (1)
mengenal sumber dan membahas masalah
2. Melakukan prosedur
informasi yang 4. Dokumentasikan
yang perlu dengan
ditandai dengan konten yang
benar yang awalnya
Pasien mengatakan disajikan,bahan tertulis
jarang menunjukan
kurang mengetahui yang diberikan,
(3) menjadi sering
terkait penyakit penerimaan pasien,
menunjukan (1)
yang dideritanya, pemahamman
3. Melakukan perubahan
pasien megatakan mengenai informasi,
gaya hidup dan
masih bingung atau perilaku pasien
berpartisipasi dalam
dengan perintah/ yang menunjukan
pengobatan yang
larangan yang pembelajaran, pada
awalnya jarang
disampaikan, dan catatan medis permanen
menunjukan (3)
pasien bertanya/ 5. Sertakan keluarga
menjadi sering
meminta informasi dengan cara yang tepat
menunjukan (1)

6 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi


berhubungan keperawatan konrol 1. Ganti peralatan
dengan kadar infeksi selama 1x24 jam perawatan per pasien
glukosa dalam darah diharapkan tidak terjadi sesuai protokol institusi

29
tinggi yang ditandai infeksipada pasien. 2. Anjurkan pasien
dengan pasien Dengan kriteria hasil : mengenai teknik
mengatakan 1. Mengidentifikasi mencuci tangan dengan
menderita kencing faktor risiko dari skala 2 tepat
manis, pasien (jarang menunjukkan) 3. Pastikan penanganan
mengatakan ditingkatkan menjadi aseptik dari semua
kurang tahu skala 4 (sering saluran IV
mengenai menunjukkan) 4. Monitor kerentanan
penanganan terhadap infeksi
2. Mengenali faktor
lukanya, pasien 5. Berikan perawatan kulit
risiko skala 2 (jarang
mengatakan masih yang tepat Periksa kulit
mnunjukkan)
merokok dan dan selaput lendir untuk
ditingkatkan menjadi
pasien didiagnosa adanya kemerahan,
skala 4 (sering
diabetes mellitus kehangatan ektrim, atau
menunjukkan)
type 2 drainase
6. Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana
cara menghindari
infeksi
7 Ketidakberdayaan Setelah dilakukan.... Peningkatan efitasi diri
berhubungann selama … 1. Identifikasi hambatan
dengan penyakit Diharapkan untuk merubah perilaku
jangka panjang yang 1. Pasien dapat 2. Bantu individu untuk
tidak dapat diobati mengidentifikasi cara berkomitmen terhadap
yang diitandai –cara sehat untuk rencana tindakan untuk
dengan pasien menghadapi perasaan merubah perilaku
mengatakan ingin yang awalnya tidak 3. Gunakan strategi
menyerah,Pasien menunjukan (4) pembelajaran yang
mengatakan malu menjadi pernah sesuai dengan budaya
dan merasa asing menunjukan (2) dan usia
pasien bergantung 2. Pasien yang awalnya 4. Berikan penguatan
pada orang lain, kepercayaan diri dalam

30
pasien tampak membuat perubahan
apatis,menarik diri perilaku dan mengambil
dan marah, serta tindakan
pasien tidak 5. Siapkan individu
berpartisipasi mengenai kondisi fisik
dalam perawatan dan emosi yang
mungkin akan dialami
selama berusaha untuk
melakukan perilaku
baru

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolismkronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengangangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsiinsulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksiinsulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurangresponsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Gejala dari DM sendiri ada 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala
akutnya diantaranya poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan bertambah
namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu),
dan mudah lelah. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan,
kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram,
kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan
mudah lepas. Penatalaksanaan dan pengelolaan DM di titik beratkan pada 4
pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani
dan intervensi farmakologis.

4.2 Saran
a. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat
memeperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas
yang dilakukan.
b. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien
yang sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena
dukungan dari keluarga adalah yang paling penting bagi klien.

32
c. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat
memberikan pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap
klien dan bisa bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Buraerah, Hakim. 2010. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di


Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappan. Jurnal Ilmiah Nasional.

Departemen Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Melitus. Depkes RI

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2; Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit.EGC: Jakarta.

Slamet S. 2008. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Diet dalam diabetes. Edisi
III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill

Smeltzer & Bare. 2008.Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2. Philadelphia:


Linppincott William & Wilkins.

Teixeria L. 2011. Regular physical exercise training assists in preventing type 2


diabetes development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory
properties. Biomed Central Cardiovascular Diabetology

Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

American Diabetes Association. 2010. A1C Level and Future Risk of Diabetes: A
Systematic Review. Diabetes Care. 33:1665-1673
Ed. Herman T.H., & Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing
Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC,
1022

Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Volum: 60,
Nomor: 12,Desember 2010.

34
Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer
Obor

Noor, Restyana Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Volume 4 Nomor 5,


Februari 2015.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit


Rineka Cipta.

PB PAPDI, 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing: Hlm 9-


15.

PERKENI, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: Hlm 1-7 & 14-30.

Soebardi, S., dan Yunir E, 2007. Terapi Non Farmakologis Pada DiabetesMelitus
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI: Hlm 1864-186.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing

Syahbudin, S. 2009. Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2,


PusatDiabetes &amp; Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta: FKUI

Wicaksono, M. T. P. 2013. Diebetes Mellitus Tipe II Gula Darah Tidak


Terkontrol dengan Komplikasi Neuropati Diabetikum. Medula. Volume
1. Nomor 3. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Soegondo, dkk. 2010. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI

35

Anda mungkin juga menyukai