PENDAHULUAN
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa
dalam darah yang mlebihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali,
lainnya. Bisa juga berakibat fatal seperti penyakit jantung, kebutaan, dan mudah
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya
sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi
insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin.
Gejala paling khas pada diabetes mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi,
lemas, berat badan turun, hiperglikemi, dan glukosuria. Umumnya diabetes mellitus
disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil / sebagian besar sel beta pada pulau-pulau
kekurangan insulin.
Ternyata sampai saat ini masih saja penderita DM bertambah banyak. Hal
akan penyakit DM tersebut, tidak ada yang peduli terhadap DM itu sendiri. Padahal
sudah jelas betapa penyakit DM itu dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
berakibat fatal.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I
1
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin yang
dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang
normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan meliputi
1.3 Tujuan
2
BAB 2
LANDASAN TEORI
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
Diabetes Mellitus bukanlah suatu entitas tunggal tetapi lebih merupakan suatu
dalam diabetes diakibatkan karena kerusakan dalam sekresi insulin, kerja insulin atau
khususnya ginjal, mata, saraf dan pembuluh darah. Diabetes Mellitus merupakan
imunologik, lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia,
suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan pembuluh darah besar
presentasi klinis, umur awitan dan riwayat penyakit. Klasifikasi diabetes mellitus
3
gangguan toleransi glukosa terbagi menjadi empat tipe yaitu: diabetes mellitus tipe 1,
sekarang diketahui dapat timbul pada semua umur. Diabetes jenis ini terjadi akibat
kerusakan sel beta pankreas dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin. Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya ditandai oleh defisiensi insulin absolut
karena kerusakan sel beta pankreas akibat serangan autoimun, faktor genetis,
berat badan, pandangan kabur yang merupakan akibat gangguan metabolic. Defisiensi
timbul glikosuria.
dan elektrolit keluar dalam jumlah besar. Pengeluaran air melalui ginjal disertai
cara ini timbul rasa haus yang hebat (polidipsia). Katabolisme protein dan lemak
meningkat (polifagia). Meskipun nafsu makan meningkat, efek katabolik tetap lebih
biasanya 70-120 mg/dl. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dilakukan pada
4
pasien yang telah berpuasa minimal selama 8 jam (boleh minum) tidak boleh lebih
dari 16 jam diambil untuk diperiksa. Pemeriksaan glukosa darah puasa merupakan
pemeriksaan baku emas (gold standard) untuk diagnosis DM. Diagnosa DM tipe 2
dipastikan oleh peningkatan glukosa darah yang memenuhi salah satu dari tiga
DM jenis ini mulai pada pertengahan umur atau lebih. Gejala mulai lebih
bertahap dibanding dengan DM tipe 1 dan diagnosis sering dibuat jika individu tanpa
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan
sekresi insulin dan resistensi insulin relatif dan lingkungan faktor-faktor seperti
resistensi insulin, maka akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan
insulin dalam hati dengan transpor lemak (melalui lipoprotein kepadatan sangat
oksidasi lemak akan mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Penurunan
pelepasan insulin yang terlambat dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap
pulau pankreas atau akibat defek genetik yang mendasari. Namun obesitas bukan
DM tipe 2 juga dapat bermanifestasi sebagai poliuria dan polidipsia tetapi tidak
seperti DM tipe 1. Pasien sering berumur lebih tua (lebih dari 40 tahun). Namun
5
dengan meningkatnya obesitas dan gaya hidup yang tidak banyak breaktivitas dalam
Tidak terjadinya ketoasidosis dan gambaran klinis yang lebih ringan pada DM
tipe 2 diperkirakan disebabkan oleh kadar insulin vena porta yang lebih tinggi
dibanding dengan pasien DM tipe 1, yang mencegah oksidasi asam lemak berlebihan
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
6
autonimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau
Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel
beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas
1. Faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
7
2.1.4 Patofisiologi
yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah
yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 –
180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak
2. Disfungsi sel beta yang ditandai dengan sekresi insulin yang tidak adekuat.
gambaran khas pada kebanyakan pasien DM tipe 2 dan hampir selalu ditemukan pada
8
pengidap DM yang kegemukan. Resiko DM meningkat seiring dengan peningkatan
terdapat kelainan mendasar pada pembentukan sinyal insulin. Obesitas sentral (lemak
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena
resistensi insulin bekaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting
atau kebas di tangan atau kaki, kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh,
Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak
9
DM tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progesif dan berlangsung
3. Pada jairngan saraf penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar
muncul keluhan nyeri, parestesia, berkurnag sensai getar dan propioseptik dan
gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks tendon, kelemahan otot dan
atrofi.
6. Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial atau saraf otonom.
10
ekstremitas, jika pembuluh darah arteria koronaria dan aorta yang terkena >
Tujuan utama terapi: menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM : mencapai kadar glukosa darah normal,
1. Nutrisi
2. Olah raga
4. Edukasi
Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin. Terapi primer untuk diabetes
keefektifan insulin
Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olah raga tidak berhasil
mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat digunakan pada kondisi akut.
gaya hidup dan status fisik serta emosional dan juga kemjuan terapi, terus kaji dan
modifikasi rencana terapi serta lakukan penyesuaian terapi setiap hari. Edukasi
kebiasaan waktu makan pasien, latar belakang etnis dan budaya pasien.
11
2. Bagi yang membutuhkan insulin untuk mengontrol kadar gula darah diperlukan
12
2.2 WOC
13
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
2.3.1 Pengkajian
data dalam format yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
keperawatan.
1. Anamnese
1) Identitas
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki atau
tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh - sembuh
dan berbau, adanya nyeri pada luka. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,
kesemutan atau rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare
kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur atau istirahat, haus-
14
haus, pusing-pusing atau sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit - penyakit lain yang ada kaitannya
penoborbital.
Terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, dan
jantung.
6) Riwayat Psikososial
penyakit penderita.
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah
sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit.
15
2. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan
pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan
sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat atau
adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
penderita.
3. Pola Eliminasi
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri
pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu
tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
fungsi sirkulasi.
16
kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren
cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap
adanya trauma.
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur
tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka
yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan
menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
17
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah
plasma vena. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan
cara standar yang dianjurkan. Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai
bahan darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan untuk mereka yang menunjukan gejala atau
untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah
18
tinggi, riwayat keluaraga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi
sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap
3 tahun.
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml,lalu minum dalam
waktu 5 menit.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
19
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
3. Kultur pus. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
Pemeriksaan fisik pada klien DM meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem
Keadaan penderita, keluhan nyeri, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan (apakah mengalami penurunan) dan tanda – tanda vital. Lemah, letih, sulit
bergerak atau berjalan, Kram otot, tonus otot menuru. Gangguan tidur dan istirahat.
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
2. B1 (Breathing)
Takipnoe pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada atau tidaknya infeksi, panastesia
atau paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit.
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
20
3. B2 (Blood)
4. B3 (Brain)
disorientasi, letargi, koma dan bingung, stupor / koma, gangguan memori, kekacauan
5. B4 (Blandder)
distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah /
menurun. Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen
6. B5 (Bowel)
Hilang napsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa / karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa
hari/minggu, haus.
7. B6 (Bone)
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. Tonus otot menurun, penurunan
kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai.
21
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit
hematoma
22
2.3.6 Intervensi
Pecencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
Kondisi tubuh stabil, 1. periksa tanda dan 1. Hypovolemia dapat
tanda-tanda vital, turgor gejala hipovolemia dimanisfestasikan oleh
kulit, normal dalam waktu 2. monitor intake dan hipotensi dan takikardia.
3x24 Jam dengan kriteria out put cairan Perkiraan berat ringannya
hasil : 3. hiting kebutuhan hypovolemia dapat dibuat
Pasien menunjukan adanya cairan ketika tekanan darah
perbaikan keseimbangan 4. berikan posisi sistolik pasien turun lebih
cairan, dengan kriteria ; modified dari 10 mm Hg dari posisi
pengeluaran urine yang trendelenburg berbaring ke posisi duduk
adekuat (batas normal), 5. berikan asupan / berdiri.
tanda-tanda vital stabil, cairan oral
tekanan nadi perifer jelas, 6. anjurkan 2. Merupakan indicator
turgor kulit baik, pengisian memperbanyak dari tingkat dehidrasi, atau
kapiler baik dan membran asupan cairan oral volume sirkulasi yang
mukosa lembab atau adekuat
basah.
3. Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi
yang diberikan
23
meningkat dengan nilai 2. monitor asupan makanan makanan yang adekuat
laboratorium normal dan 3. monitor berat badan (termasuk absorbsi dan
tidak ada tanda-tanda 4. sajikan makanan secara utilisasinya).
malnutrisi dalam waktu menarik dan suhu yang Intervensi
3x24 jam dengan kriteria sesuai
hasil : 5. berikan makanan tinggi 2. Mengidentifikasi
1. Pasien mampu serat kekurangan dan
mengungkapkan pengimpangan dari
pemahaman tentang kebutuhan terapeutik.
penyalahgunaan zat,
penurunan jumlah intake
(diet pada status nutrisi). 3. Hiperglikemia dan
2. Mendemonstrasikan gangguan keseimbangan
perilaku, perubahan gaya cairan dan elektrolit dapat
hidup untuk meningkatkan menurunkan motilitas atau
dan mempertahankan berat fungsi lambung (distensi
badan yang tepat. atau ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi
pilihan intevensi
24
Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis ( diabetes militus)
Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
Infeksi dapat dikurangi 1. monitor tanda dan 1. Pasien mungkin masuk
atau tidak terjadi dalam gejala infeksi local dengan infeksi yang
waktu 2x24 jam dengan dan sistemik biasanya telah
kriteria hasil : 2. perawatan luka mencetuskan keadaan
Mengindentifikasi faktor- 3. jelaskan tanda dan ketoasidosis atau dapat
faktor risiko individu dan gejala infeksi mengalami infeksi
intervensi untuk 4. ajarkan cara nosokomial.
mengurangi potensial mencuci tangan
infeksi. dengan benar 2. Kadar glukosa yang
5. anjurkan tinggi dalam darah akan
meningkatkan menjadi media terbaik
asupan nutrisi bagi pertumbuhan kuman.
6. anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
25
laporkan pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi
yang diberikan
26
pemeriksaan) dari pada
memantau gula dalam
urine (reduksi urine) yang
tidak cukup akurat untuk
mendeteksi fluktuasi
kadar gula darah dan
dapat dipengaruhi oleh
ambang ginjal pasien
secara individual atau
adaya retensi urine atau
gagal ginjal.
27
3. Penanganan awal dapat
membantu mencegah
timbulnya sepsis.
2.3.7 Evaluasi
28
BAB 3
KASUS
29
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I
(insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Etiologi DM Faktor genetik (resistensi insulin), usia
(resistensi cenedrung meningkat di usia 65 tahun), obesitas, makan berlebihan,
kurang olah raga, stres dan penuaan, riwayat keluarga dengan diabetes. Gejala paling
khas pada diabetes mellitus adalah polyuria, polidipsi, polifagi, lemas, berat badan
turun, hiperglikemi, dan glukosuria.
4.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31